Anda di halaman 1dari 7

Cerita Hari Ini

Lantunan ayat-ayat Al-quran sedari tadi terdengar dari berbagai sudut masjid. Aku duduk
bersila tepat di lantai masjid. masjid asramaku terkenal akan keindahan dan tulisan kaligrafi juga
menambah kemegahan di dalamnya.

Aku terus saja menatap tajam ke sudut pojok pesantren, disana terlihat para santriwati
yang masih sibuk bertahan jiwanya itu

“mbak Nai………..” teriak salah seorang santri yang kini berlari menghampiriku , terlihat
wajahnya yang menampakkan kecemasan.

“apa? “jawab ku santai.

“tesnya sekarang loh Nai? “ ucap Alina yang masih mengatur nafasnya.

“hah sekarang spontan mataku melotot tak percaya iya soalnya neng ngak jadi Tindakan”
sahut Karin dari pojok masjid.

“Aduh gimana nih aku belum hafal bahkan 1 ayat pun belum” keluhku sambil berlari
tergesah-gesah turun dari tangga.

***

Suasana ndalem saat ini sangatlah ramai, para santri sibuk berebut untuk duduk di barisan
terdepan, rupanya mereka sudah siap untuk menjalani tes hari ini. Berbeda denganku aku hanya
berdiri diam tepat ditengah pintu dalem, rasa khawatir takut gemetar sedari tadi menyerang
diriku. Aku memilih untuk duduk dibarisan pojok belakang agar tubuh mungilku tidak terlihat
dari arah depan.

“Nai sini loh” teriak Devi sambil melambaikan tangannya kearahku

“ ngak ah Dev pw” sahutku sambil menggelengkan kepala.

Beberapa menit kemudian seseorang yang aku takuti kini berjalan pelan memasuki
ruangan, aku hanya menunduk dan sholawat agar tubuh mungilku tidak terlihat olehnya.

“Ayo mbak ta awudz basmalah!” suara khas neng sudah mulai terdengar suaranya yang
merdu memperindah lantunan ayat-ayat Al-quran yang beliau baca.

Tes hari ini adalah tes evaluasi, tes yang tidak seperti biasanya dimana para santri satu
persatu menghadap neng Novi.

“Iku….iku seng ndamel baju ping seng wengkeng kiyambek ayo maju sek” ucap neng
Novi sambil menunjuk kearah belakang, entah itu siapa?, karena aku sibuk membaca sholawat
agar hatiku sedikit lebih tenang.
“mbak Nai..dipanggil loh sama neng” ucap Tia sambil menyenggol pelan bahuku.

“Aku?” tanyaku tak percaya,.

Spontan pandanganku ku alihkan ke depan, jantungku semakin berdetak ketika telunjuk


neng Novi mengarah padaku. Aku masih tertunduk diam tak tahu harus berbuat apa.

“loh mbak ayok maju!” panggil neng Novi lagi.

“Ya Allah kenapa harus aku hamba takut ya Allah” keluhku dalam hati.

Dengan diiringi bacaan sholawat aku memberanikan diri untuk menghadap neng Novi,
jantungku semakin berdetak cepat ketika sudah berada tepat didepannya, aku masih tak berani
menatap wajahnya apalagi nanti kalau kena marahinnya.

“ya Allah bantulah hamba!” batinku khawatir.

“loh mbk nopoo sakit ta?” tanya neng Novi ketika melihat bibirku terus bergetar.

“mboten nopoo neng” jawabku tak masalah saat itu.

Aku hanya menunduk tak berani menatapnya, neng Novi menggerutkan dahi ketika
melihat keringatku yang sedari tadi bercucuran dan pipiku sedikit memerah.

“oh yo wes, saiki di waos Al-mulk!” pinta neng Novi yang membuat bola mataku melotot
sempurna.

“ayo bismillah mbk!” tegurnya neng Novi ketika melihatku masih tertegun.

“bismillahhirrohmanirrohim, taba...rokalladhi......himi...”

“salah-salah” tegur neng Novi yang menghentikan bacaanku.

Ku mencoba terus mengulang, tapi kata-kata itu selalu terucap dari mulut beliau, hampir
10 kali ketukan penggaris itu terus terdengar wonten nopo mbak nai kok salah terus bisane lancar
dereng hafal ta nopo deredeq tanya neng Novi yang membuat mulutku terdiam seribu bahasa.

neng Novi sontak kaget ketika melihatku menganggukkan kepala.

“loh...., dereng hafal ta?, kok saget to mbk Nai ...., mulai biyen loh sek dereng hafal ae,
opo gara-gara arek lanang, opo mesisan gak wisuda tahun iki?” celetuk neng Novi yang
membuat bola mataku meneteskan cairan bening.

“mbk Nai...... di rungokno yo, Mbk-mbk iki pisan!” pinta beliau sambil beranjak dari
duduk.
“apalan iku gak gampang mbk, gak wong kabeh isok, soale hafalan iku akeh cobaane,
muli gara-gara wong tuo, arek lanang, males, akeh wes mbk, mangkane iku mbk kaduk
pinter-pinter njogo yo opo sekirane isok ngelawan iku mau” jelasnya sambil menatap
tenang ke semua santri. Aku hanya menunduk karena tangisku semakin terisak .

“yo wes saiki mbk nai mbalek sek ndek kamar, minggu menelek ancen dereng hafal
berarti mboten wisuda tahun iki nge!” ucap neng Novi sambil kembali duduk.

Aku hanya mengangguk pelan badanku perlahan bangkit dari duduk, seakan aku tidak
punya rasa malu lagi ketika pandangan semua orang mengarah padaku, termasuk Devi dan
Karin. Kuhiraukan mereka ku per cepat langkah kakiku keluar dari ndalem.

***

Entah apa yang menggerakkan langkah kakiku sehingga menuju ke sebuah taman
pesantren, ku lebarkan pandanganku ke segala arah tidak ada satupun orang disini, hanya ada
kicauan burung daan hembusan angin yang sangat kencang. Aku fikir tempat inilah yang cocok
keadaanku saat ini.

Duduk dikursi taman tepat di depan kolam ikan. Di bawah pohon rindang aku mentap
tenang ke arah makhluk kecil itu, dia terus berputar-putar seakan tahu apa yang ku rasakan saat
ini.

Aku mencoba untuk tenang dan memahami ulang ucapan neng Novi tadi, entah karena
apa?. Nama laki-laki itu tiba-tiba terngiang-ngiang di fikiranku. Aku baru sadar bahwa Aldo lah
yang membuatku seperti ini.Ya, dia adalah Aldo, cowok yang yang selalu menyemangatiku
untuk hafalan, tapi semenjak akhir-akhir ini ia menghilang begitu saja, seperti halnya angin yang
numpang lewat begitu cepat.

Tapi, di fikir-fikir peristiwa ini membuatku sadar, bahwa tidaklah penting memikirkan
seseorang yang belum tentu memikirkan kita dan saat ini juga, aku berjanji akan mencoba untuk
melupakannya dan terus menghafal tanpa ada semangat darinya, dan pada jam ini juga Naira
Putri Azzahra akan berubah dan seratus persen move on.

***

Hari demi hari kulewati, sudah hampir 2 bulan aku mengorbankan tidurku untuk menghafal
dan kini tibalah saatnya aku untuk tes.

“apakah aku bisa? Apakah ketukan penggaris itu tidak akan terdengar lagi?”
Kata-kata itulah yang sekarang terngiang-ngiang di fikiranku, dengan menggenggam al
quran, dengan menggenggam al quran aku berjalan pelan menuju ndalem.

“Nai……! Mau kemana?” teriak seseorang dari arah kejauhan.

Ku alihkan pandanganku ke asal suara itu, 2 perempuan cantik berkrudung pink dan abu-
abu kini berlari menghampiriku.

“mau tes” ucapku santai.

“ikut” ucap Karin dan Devi bersamaan.

Aku tersenyum tipis mendengarnya, tanpa ku sadari air mataku tiba-tiba menetes, aku
kali ini benar-benar merasakan arti sebuah persahabatan, yang selalu ada dikala duka ataupun
sedih.

“Nai….kok nangis sih?” Tanya devi sambil menatapku heran.

“loh, bayi besarnya nangis, iya?” timpal Karin sambil mencubit pipiku gemas.

Aku merengek kesakitan, ke dua sahabatku terkekeh melihat tingkahku seperti anak
kecil. Aku tersenyum mayun sambil mengusap bekas tangis tadi.

“jangan gitu, ah, ayo! keburu neng Novi marah” ucapku sambil melangkahkan kaki
duluan.

***

Suasana ndalem saat ini terlihat sangatlah sepi, hanya ada aku, Karin, dan devi yang saat ini
berdiri diam di depan pintu ndalem.

“assalamualaikum”

“waalaikumsalam, masuk mbk!” sahut seseorang dari ndalem entah itu siapa?, seperti
suara seorang laki-laki.

Kubuka perlahan pintu ndalem, sontak badanku terkejut ketika melihat neng Novi sudah
duduk santai di atas kursi, beliau menatapku sambil tersenyum.

“loh? Mbk nai, siap ta?” ucap neng Novi santai, aku tersenyum sambil mengangguk
pelan.

“oh yowes, kene mbk!” pinta neng Novi sambil mempersilahkanku duduk di depannya.

Dan kini bacaan surah al-insanlah yang di berikan neng Novi kepadaku. Aku seakan
sangat menguasai hafalan surat ini. Tiba-tiba ku hentikan bacaanku, aku tersentak ketika
melihat bayangan aneh itu, bayangan yang menggambarkan sosok laki-laki yang
mengintip kearahku. Entah apa yang membuat fikiranku berfirasat sosok itu adalah dia,
tapi mengapa dia ada disini? Apakah dia ingin menghancurkan hidupku lagi.

“mbk Nai, kok bengong?” ucap neng Novi sambil menepuk pundakku .

Spontan aku tersadar dan hanya tersenyum malu kepadanya dan langsung melanjutkan
bacaanku tadi. Setelah usai tes aku langsung bersalaman pada neng Novi dan berjalan terburu-
buru menemui devi dan Karin yang sedari tadi menungguku di halaman ndalem.

“Rin, dev, aku tadi lihat dia loh” ucapku dengan mengatur nafas.

“dia? Siapa?” Tanya Devi heran.

“Aldo?” timpal Karin yang ku jawab dengan anggukan kepala.

“kok bisa dia ada disini?, emang mau ngapain?” sahut Karin tak percaya, aku
menggelengkan kepala menandakan tidak tahu.

“sudahlah Ra, mungkin kamu lagi kangen dia aja kali!” sahut Devi mencoba
menenangkan fikiranku.

“he……m, yaudah deh ayok ke kamar!” ajakku dengan wajah kecewa, karena mereka
masih tak percaya dengan ucapanku.

***

9 maret 2020.
Sholâtullâhi wa salâm ‘alâ man ûhiyal qur-ãn

Sholâtullâhi wa salâm ‘alâ man ûhiyal qur-ãn

Wa ahli baitihil kirôm wa shohbihi dzawîl qur-ãn

Wa ahli baitihil kirôm wa shohbihi dzawîl qur-ãn

Lagu ini lah yang saat ini meramaikan suasana pesantren saat ini, para santri berbondong-
bondong pergi ke aula untuk menyaksikan para hafidz-hafidzoh. Tidak hanya santri saja
melainkan para wali santri pun ikut serta menghadiri acara tersebut, tersebut ke dua orang tuaku.

“Naira Putri Azzahra binti Rehan” suara MC mulai terdengar, namaku lah yang pertama
di panggil untuk menaiki panggung penghormatan. Dengan memakai gaun abu-abu dan mahkota
kecil tepat dikepala aku berjalan anggun layaknya ratu. Begitu bangganya diriku berdiri di atas
panggung yang menjadi sorotan banyak orang termasuk ke dua orang tuaku, yang kini
melambaikan tangannya kearahku.

Tak hanya itu dari kejauhan seorang laki-laki tampan dan gagah memberikan senyum
kearahku. Entah itu siapa?, karena pandanganku terhalangi kamera yang sedari tadi menyorot ke
arah panggung.

***

5 jam berlalu.

Acara telah usai, kulangkahkan kakiku untuk menghampiri ke dua sahabatku yang sedari
tadi sibuk makan di dapur.

“mbak Nai…!” teriak seseorang dari arah belakang.

“ada apa?” jawabku sambil membalikkan badan.

Terlihat wanita bertubuh mungil itu berlari tergesah-gesah menghampiriku.

“ini mbak ada titipan dari orang di depan tadi” ucap aisya sambil mengatur nafas.

Ia mengulurkan amplop pink dan dan tas lucu senada dengan amplopnya. Aku masih
tertegun, entah surat itu dari siapa?.

“mbak nai, Aisya duluan ya!” pamit Aisya yang membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk sambil tersenyum menanggapi Aisya. Kubatalkan niatanku untuk


menghampiri Devi dan Karin kuplesetkan kakiku menuju sebuah taman. Dengan di temani
kicauan burung ku buka perlahan surat itu.

Assalamualaikum Nai,

Izinkan aku menulis sekali lagi segala tentangmu,

Ada banyak hal yang tak kamu ketahui dalam diamku,


Aku tersenyum nyengir membacanya, baru aku sadari laki-laki misterius itu adalah Aldo .
tak terasa air mataku berhasil menghapus sedikit polesan di wajahku. Aku juga mulai sadar
bahwa sebaik-baiknya mencintai itu dengan cara menjaga dan yang terindah dari sebuah
perpisahan adalah mengikhlaskan. Mungkin aku memang harus tanpanya. Agar aku memahami
tak semua yang bersama dapat beriringan, agar aku faham bahwa dia adalah pesan pendewasaan.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai