Kata orang, ada pepatah tak kenal maka tak sayang. Maka
dari itu perkenalkan aku Aroena Pramoedya, ayahku seorang
dosen. Bagiku ini sudah sulit untuk masa remaja ku yang tidak
stabil karena setiap orang tua ku dinas keluar aku mau tidak mau
harus mengikuti ayahku berdinas. Lelah berkenalan dengan orang
baru dan itu terjadi pada hari ini, aku harus ikut dengan ayahku
untuk kembali pada kota kelahiran, iya itu di Bandung.
Sungguh senang namun aku takut akan tidak ada yang mau
nerima orang yang berasal dari ibu kota yang bisa dibilang
terkesan angkuh dan sombong, aku tidak seperti yang pikir. Aku
hanya anak yang nurut dengan orang tua dan ingin berteman
dengan siapa saja, maksudnya aku ini anak ramah, baik dan tidak
sombong.
Akhirnya, doaku pun terkabul tiba tiba saja ada dua orang
yang menghampiriku yang terlihat sedang kebingungan.
“Permisi, kenapa kamu teh seperti kebingungan gitu.
Kamu teh anak baru ya? Mau saya bantu? Kebetulan saya sama
temen saya lagi senggang.” Ucap salah satu pemuda bertubuh
tinggi.
‘beautiful = cantik, aing = saya (Bahasa kasar untuk diri ke teman), naon = apa, heeh = iya’.
‘btw = ngomong-ngomong’.
“Hahaha iya gapapa, lucu juga ya. Salam kenal aku Aroena
Pramoedya, aku anak baru disini seperti yang kalian lihat, kalau
kalian berdua?.” Ucapku dengan berkontak mata dengan mereka
berdua.
“Naon ai maneh, gak kok Run, saya anak baik kok, jadi
kamu mau kita bantu apa dulu nih? Bantu cerita tentang kampus?
Denah kampus? Letak kelas kamu atau mau letak hati kamu di
hati saya? Hahaha.” Dengan nada bercanda dan percaya diri.
“Seru juga dengan mereka, aku merasa lega tidak kesepian untuk
kali ini. Semoga kalian mau berteman terus denganku.” Batinku..
‘hayu = ayo’.
“Aduh maaf ya, aku cuma mau minta tolong aja sama
mereka, tidak ada maksud lain kok suer.” Spontan aku berkata
seperti dengan menunjukan tanganku yang sudah seperti
‘peace’dengan maksud aku tidak berbohong kepada Resa.
“Hah?”
“Eh-eh itu mang Bakso nya sudah mau kesini, ayo duduk
duduk.” Aku pun yang mendengarnya langsung bersiap
mengambil bakso yang sudah di pesan oleh Jeral begitupun
dengan Resa dan Veron mereka pun mengambil bakso tersebut.
‘nuhun = terima kasih, mang = pak, sami-sami = sama sama, ngeunah = enak’.
“Enak enak, keren aku baru pertama kali makan bakso dan
jadi tahu ternyata bakso seenak ini… terima kasih lho kalian.”
Jawabku dengan wajah senang menikmati bakso tersebut.
Tak terasa waktu mulai sore dan mereka masih asik untuk
berbincang memperkenalkan diri mereka satu sama lain. Resa
yang menyadari waktu telah sore dia pun bersiap untuk pulang,
begitu pun aku, Veron dan Jeral.
“Aman, sip dah.” Jawab Resa yang hendak berlari untuk pulang.
“Iya Run sama siapa? Saya kosong nih, kalau kamu mau
boleh sama saya aja.” Tanya jeral kepadaku, kedua pertanyaan
tersebut membuatku semakin bingung dan tidak enak kepada
mereka berdua.
“Makasih udah mau bantu aku Jeral, hari ini aku tau
banyak tentang tempat ini… aku pamit ya, kamu hati-hati di
jalan.” Ucapku dengan tersenyum kepada Jeral.
Bim bim …
Mendengar suara itu membuat aku tersadar dari terkesima
sesaat itu, aku hafal sekali suara klakson ini yang tak lain adalah
Pak Budi. Setelah itu aku langsung berpamitan dengan Veron.
“Hahaha Non saya juga pernah masa muda atuh saya juga
paham Non.” Ujar Pak budi dengan nada yang mengejek, aku
yang mendengarnya langsung memajukan badan kedepan dan
menengok ke arah Pak Budi.
“Nak, ayah pergi dulu. Kamu disini sama Pak Budi dulu
ya? Ayah cuma sebentar perginya.” Aku yang mendengarnya
terheran dan bertanya kepada ayah.
“Runa, ayo kejar aku.” Ucap seorang anak yang memanggil aku
untuk dikejar olehnya.
“Hah”
“Wih ada yang pergi berdua nih.” Ujar Jeral kepadaku dan
Resa.
“Eh Run kamu hari ini ada kelas apa?.” Tanya Jeral
kepadaku, aku pun langsung berpikir dan mencoba mengingat
jadwal kelasku hari ini. “Ohhh…hari ini aku kelas pertamanya
seni tapi masih ada sejam lagi sih.” Setelah aku menjawab itu
Resa terlihat terkejut dan kali ini dia merangkulku.