Anda di halaman 1dari 4

Siluet kenangan di pesantren

Aku berjalan di koridor stasiun menuju loket pembelian tiket kereta api setelah sebelumnya
melihat jadwal keberangkatan Kereta yang terletak di lobi utama. Ferdi, teman sekamarku
mengikuti dari belakang sambil memainkan gadget. sesampainya di loket pembelian, aku
menanyakan berapa tarif kereta api tujuan Blitar lewat jalur malang. Setelah menanyakan tarif
tiket aku memesan dua untuk aku dan Ferdi kemudian menyerahkan tiga lembar sepuluh
ribuan kepada kasir."tiket yang siang ya kak" ucapku dengan senyum ramah.

Setelah memesan tiket, aku dan Ferdi berjalan ke tempat tunggu yang sudah di sediakan.
Mencari tempat duduk yang sekiranya nyaman untuk menunggu kereta datang. Tas besar yang
sedari tadi bertengger di punggung, aku letakkan di sebelah ku. Ferdi pun melakukan hal yang
sama. Hanya saja tas yang ia bawa agak kecil di bandingkan tasku.

Sedari awal keluar dari pintu pesantren kulihat Ferdi selalu diam, dari raut wajahnya aku bisa
melihat ia sangat sedih dan melampiaskan nya ke gadget yang ia bawa. Khawatir dengan
kondisinya aku mengajak ia bicara.

"Fer, kenapa wajahmu murung begitu?"tanyaku memecah keheningan.

Ia menoleh dengan sedikit senyum yang di paksakan"aku gak papa Zam, hanya rindu sama
suasana pondok!. Jawabnya singkat.

"Oh kalau begitu aku juga sama, tapi Allah masih berkehendak lain Fer, jadi bersabarlah".
Ucapku menenangkan Ferdi.

"Zam, menurutmu sampai kapan pondok pesantren di liburkan?. Tanya Ferdi dengan wajah
yang masih sendu.

Mendengar pertanyaannya, aku menundukkan kepala ke bawah tanpa menjawab pertanyaan


Ferdi, dalam hati aku berbicara"maaf Fer aku juga tidak tahu sampai kapan pondok di liburkan,
aku tahu kamu rindu para guru yang membimbingmu, mengajarimu menjadi orang yang baik
dan benar, mengajarkanmu ilmu agama yang sempurna tanpa memandang darimana kamu
berasal dan tanpa memandang masa lalumu, melihat kondisi sekarang yang mengharuskan kita
menjaga jarak kepada siapapun, aku jadi tahu skenario Allah tidak bisa di ubah oleh mahluk
ciptaannya yang tinggal di bumi hanya sebagai khalifah seperti kita ini. Dan untuk menjawab
pertanyaan mu tadi, maaf..."

"Aku tidak tahu"

Tahun ajaran baru 2012


Tahun ajaran baru 2012 itu adalah awal aku masuk salah satu pesantren di surabaya, tahun
yang amat sulit untuk anak yang notabenenya nakal sejak kecil sepertiku. Tapi itu dugaanku di
rumah saat belum masuk pesantren, setelah satu langkah memasuki area pesantren aku
merasakan suatu hal yang berbeda, terasa nyaman dan teduh.

Setelah berkutat dengan beberapa berkas pendaftaran santri baru di kantor pondok, aku keluar
untuk menemui kedua orang tuaku yang menunggu di luar dengan rintikan air mata yang
menetes karena bahagia bisa memondokkan anak semata wayangnya. Oh iya aku mendaftar
bersama teman sekampung sekaligus teman seperjuanganku dari Sekolah Dasar sampai
sekarang, ia bernama Ferdi. Kami berdua di beri kesempatan untuk melepas rindu dengan
kedua orang tua sebelum di arahkan ke kamar asrama, Setelah berbincang-bincang dan
melepas rindu dengan orang tua, aku dan Ferdi di arahkan ke kamar asrama santri baru. Pada
saat itu aku di masukkan ke kamar tujuh, di situ aku mendapat kenalan teman dari berbagai
daerah seperti Madura, Gresik, Lamongan, dan lain-lain, tidak hanya itu, aku juga mendapat
teman dari mancanegara seperti Malaysia, tempat dimana kartun Upin & Ipin berasal.

Di dalam kamar kami bercengkrama riang, saling sapa dan tukar pengalaman meski beberapa
terlihat masih malu-malu untuk mendekat. Begitu juga dengan aku dan Ferdi, saat
bercengkrama dengan mereka terkadang kebingungan dengan bahasa yang mereka pakai dan
gak paham sama sekali. Tapi dasar aku meski gak paham masih saja ikut nimbrung, mereka
ketawa aku dan Ferdi juga ikut ketawa, tapi aku yakin dari semua yang ada di kamar tujuh ini,
pasti diantara mereka ada yang mengalami hal yang sama seperti aku dan Ferdi. udah jujur aja
ngaku wkwkwk...

Tak terasa waktu memasuki Maghrib, aku izin ke teman-teman baruku untuk mandi, tak lupa
aku juga mengajak Ferdi untuk mandi bersama. Eits, maksudku mandi bersama itu kamar
mandinya bersebelahan jangan salah paham hehehe...karena kamar mandi di sini banyak dan
berjejer layaknya gerbong kereta, jadi aku bisa leluasa untuk memilih kamar mandi mana yang
enak, hanya saja aku harus sabar mengantri untuk bisa mandi.

Selesai mandi aku dan Ferdi bersiap-siap untuk pergi ke masjid memenuhi panggilannya, tapi di
pesantren ini kami di wajibkan untuk memakai jubah putih dan kopyah putih saat ke Masjid.
Jika tidak maka akan kena takzir/hukuman. Dan yang perlu kalian ketahui setiap akan
menjelang shalat berjamaah akan ada pengurus atau Ustadz yang berkeliling untuk memastikan
semua santri berangkat ke Masjid.

Selesai Shalat Maghrib berjama'ah dan dzikir. Tidak seperti kebiasaan di rumah yang sehabis
shalat ngabuburit ke warung terdekat. Tapi di sini kami membaca wadhifah Shalawat Burdah,
yang mana merupakan Syair Arab berjumlah 163 bait yang di tulis oleh pujangga besar yaitu
Imam Al-Busyiri. Dan ini adalah pengalaman pertamaku di pesantren membaca shalawat yang
di dalamnya terdapat mahabbah kepada Nabi Muhammad SAW.

Setelah semua hal yang terjadi di hari pertama kami hidup di lingkungan pesantren, kami lelah
karena seharian tidak istirahat sama sekali, jadi tepat pukul 21.00 kami memutuskan untuk
tidur lebih awal karena ketua kamar kami bilang besok sudah bisa masuk sekolah,
yah...tentunya kami tidur setelah makan malam dari bekal yang kami bawa dari rumah.

Ting...tong...Ting...tong...

"Buk" seseorang memukul punggungku sangat keras, seketika aku terbangun dari tidurku.

"Hei, Muhammad Azzam bangun kereta sudah datang woi", teriak seseorang keras sekali tepat
di Indra pendengaran ku sebelah kiri. Dan saat aku lihat teryata dia Ferdi yang dengan santainya
memperlihatkan wajah tanpa dosa.

"Masyaallah Fer, pukulanmu terasa banget kamu habis makan apa sih" ucapku sambil
memegang punggung yang habis di pukul Ferdi.

Ferdi yang melihat ekspresi ku malah tersenyum lebar dan mengangkat tangan kanannya
membentuk dua jari"hehehe...peace Azzam kita damai sudah di tunggu kereta
tuh...ckckckck...". Dan benar saja kulihat kereta Api kelas Ekonomi Dhoho Penataran sudah
menunggu para penumpang di jalur dua. Aku dan Ferdi bergegas cek in tiket dan segera masuk
ke gerbong Kereta Api. Mencari nomor tempat duduk yang sudah tertera dalam tiket.

Setelah kesana-kemari mencari tempat duduk akhirnya kami menemukannya. Tanpa ba-bi-bu
kami segera menaruh barang dan duduk manis menghadap jendela. Aku diam sejenak
membaca do'a dan kemudian memejamkan mata.

"Guru aku rindu kepadamu, rindu akan semua hal yang aku jalani bersamamu, rindu semua
ilmu yang engkau ajarkan pada orang yang tidak tahu apa-apa sepertiku, aku tak peduli jadi
apa aku kelak, tapi akan aku ingat setiap nasihat yang engkau berikan padaku, dan tak pernah
menuntut apapun dariku. Maaf aku hanya bisa rindu untuk saat ini, tapi percayalah rinduku tak
sedalam do'aku untukmu"

Waktu akan terus berputar, setiap warna akan memudar, setiap hati akan merasakan
hambar, tapi yang pasti pengalaman akan tetap bersinar...

Minggu, 26 juli 2020

Ilham pangestu

Anda mungkin juga menyukai