Manggung
di Hajatan Jin
Konten ini diproduksi oleh Mbah Ngesot
Sudah dua hari hewan ternak warga kampung
Kaduengang hilang secara misterius. Puluhan
ayam lenyap dari kandangnya, kambing yang
dipelihara bertahun-tahun juga hilang. Belum lagi
kerbau, ada sepuluh ekor yang hilang secara
misterius. Mereka yakin pasti ada maling di
kampung mereka. Warga kampung itu sepakat
untuk memperbanyak pos ronda. Setiap malam
para pemuda dan bapak-bapak bergantian menjaga
kampung. Mereka sangat hati-hati jika ada orang
asing yang masuk ke kampung mereka.
Anehnya tidak ada tanda-tanda maling di
kampung itu. Selama satu minggu berjaga, tak satu
pun orang asing yang masuk ke kampung. Kasus
hilangnya hewan ternak belum terpecahkan, tapi
sudah muncul kasus baru. Banyak warga yang
melapor ke ketua RT kalau warung mereka
kemalingan. Barang dagangan mereka hilang, tapi
si maling hanya mencuri barang yang bisa dimakan
saja seperti kue, biskuit, kopi, dan makanan lainnya.
Kejadian ini benar-benar menggemparkan
seluruh warga kampung. Mereka bahkan
menambahkan gembok pada pintu rumah mereka
agar maling tidak bisa masuk. Bukan pintu saja, tapi
jendela juga ikut digembok. Pak Mashuri sebagai
ketua RT mulai kebingungan. Dia heran siapa yang
sudah melakukan ini semua.
Minggu berikutnya yang hilang adalah rokok.
Banyak pemilik warung yang mengadu pada Pak
Mashuri kalau rokok di warung mereka ludes di
gondol maling. Tapi tunggu dulu, Pak Mashuri
enggan buru-buru memutuskan kalau hilangnya
rokok warga itu digondol maling soalnya rokok Pak
Mashuri juga sering hilang, padahal jelas-jelas ia
meletakkan rokok itu di kamarnya. Hal itu juga
dialami bapak-bapak dan para pemuda kampung,
mereka sering kehilangan rokoknya. Lengah sedikit
rokok itu lenyap begitu saja.
Sementara itu di lain tempat, jauh dari kaki
gunung Karang. Ada grup jaipong yang reputasinya
tak terkalahkan. Namanya grup Goyang Geboy,
mereka sangat tersohor seantero Banten. Setiap
mereka manggung yang nonton pasti ratusan orang
sudah macam nonton konser artis ibukota. Tapi…
itu dulu, sekarang grup Goyang Geboy sudah tidak
laku. Orang-orang lebih suka nanggap dangdut
ketimbang jaipong.
Dulhanan pendiri grup jaipong Goyang Geboy
sekarang sudah beralih profesi menjadi kuli panjat
pohon melinjo, sedangkan Dian Rara si primadona
yang selalu dinanti-nanti goyangannya, sekarang
sibuk jualan sawo di pinggi jalan. Dia sudah
menikah dan punya satu anak yang nakalnya minta
ampun.
Lain halnya dengan nasib para penabuh
gamelan, mereka semua jadi tukang ojek yang
setiap hari hanya termangu di pertigaan jalan.
Menunggu penumpang yang tak pasti, sekalinya
ada para penumpang itu dijemput oleh keluargnya.
Sekarang hidup mereka serba sulit, tidak seperti
dulu saat grup jaipong Goyang Geboy berjaya.
Uang yang mereka dapatkan dari hasil manggung
melimpah ruah.