"Manusia fana itu sudah mengungsi ke wilayah barat. Adeptus Xiao seharusnya bisa turut
mengamankan serangan dari Osial."
"Tch. Osial sialan itu.. para cecunguk yang dikirimkan olehnya, tidak ada habisnya.." jawab
seorang Adeptus berwujud seorang laki-laki remaja bersurai hitam berantakan dengan
highlight hijau tua. "Wahai Cloud Retainer, aku dengar engkau telah diberi penerangan oleh
Morax tentang kapan diri-Nya akan menyelesaikan perang di Khaenri'ah." lanjutnya.
"Ia telah menyelesaikan tugas yang diturunkan Celestia, Khaenri'ah telah usai. Wilayah tanpa
keyakinan tersebut sudah pantas hancur dengan cepat di tangan Sang Dewa Tanah. Maka itu,
tolong antarkan Gnosis ini kepada Morax, wahai Adeptus Xiao. " ucap Cloud Retainer
dengan kekuatan yang mengeluarkan partikel emas lalu memunculkan sebuah barang yang
serupa dengan buah catur 'raja'. Dan kemudian, Cloud Retainer mengepakkan sayapnya
dalam wujud burung bangau.
"Kau mau kemana?" tanya Adeptus Xiao yang tengah melihat Sang Adeptus tersebut sudah
mengarahkan tubuhnya ke arah utara.
"Aku ingin menyusul Madame Ping."
"Baiklah."
Xiao, Sang Adeptus yang berpakaian serba hijau tersebut mengunjungi tempat dimana bunga
biru nan indah berhamparan, tepatnya di Bishui Plains. Tapi entah kenapa, ada suatu hal yang
menggerakkan hati Sang Adeptus yang sangat dingin tersebut, ia sepertinya memberikan
sedikit waktu yang berharga untuk Sang Dewa Tanah dan mulai meninggalkan tempat
tersebut. Ia telah mengurungkan niatnya untuk memberi Gnosis kepada Morax.
Sementara Morax, di tengah hamparan bunga Glaze Lily, didatangi oleh Sang Dewi yang
sangat cantik parasnya, dengan rambut berwarna silver bersimpul dua ke belakang.
Kedatangan Dewi tersebut hampir mengundang kekhawatiran kepada Dewa Tanah yang
diiming-iming akan bertahan di God War saat ini dan akan menempati salah satu dari tujuh
bangku Avatra, yaitu bangku yang akan diisi oleh 7 survival God War untuk memimpin 7
negara di sebuah benua bernama Teyvat.
"Jadi, kau butuh teknologi yang bisa membantu di dalam hal apapun tapi harus mencakup
kebutuhan perang?" tanya Sang Dewi tersebut di sela pembicaraan mereka.
"Tentunya aku butuh sebuah barang yang menguntungkan pihak Pertanda Baik Liyue dan
rakyatnya. Tapi sepertinya sulit bagiku untuk melakukan perintisan itu."
Matanya mulai berbinar, senyumnya tertampang antusias, "Hambamu, Guizhong, Sang Dewi
Debu akan membantumu, Wahai Morax! Mari kita membuat kesepakatan." Guizhong mulai
menggerakkan tangannya lembut, menarik sejumlah energi dari Morax dan mencampurkan
dengan energinya. Membentuk sebuah catalyst berwarna coklat keemasan. "Bagaimana,
wahai Sang Dewa Tanah?" Guizhong pun menampilkan hasil akhir dari catalyst yang
dibuatnya.
Morax, tersenyum tipis. "Baiklah, kau juga tak perlu merendah seperti itu. Apa yang kau
butuhkan dariku, Wahai Dewi Abu?" Morax ikut menyentuh catalyst tersebut, mereka berdua
saling menyalurkan energi yang dimiliki. Tanah dan Abu.
"Hehehe. Rakyatku kehilangan tempat tinggal, jadi aku butuh tempat pengungsian sementara.
Dan juga.." Guizhong menghela nafasnya lelah, "Aku bukan Dewi yang kuat, dan juga tidak
berkompromi dengan siapapun dalam God War ini. Jadi.. rakyatku butuh perlindungan
lebih."
"Kalau begitu, mari kita bangun wilayah kesatuan sendiri."
Raut wajah yang sedih menjadi cerah kembali, Sang Dewi Abu itu bisa bertingkah laku
layaknya anak manusia fana. Hal kecil seperti itu bahkan dapat menarik hati Morax untuk
memercayai Guizhong.
"Yes! Memory Of Dust ini sudah sempurna. Morax, aku sangat mengagumi kekuatanmu dan
aku akan mengandalkanmu untuk menjaga rakyatku. Catalyst yang telah tercampur dengan
elemenmu, begitu pula dengan diriku, dan ini sudah berisi semua pengetahuanku. Dan
sebagai tanda janji kita, aku tanam di tanah Bishui Plains yang subur ini. Senang berkenalan
denganmu, Morax!" Guizhong tersenyum manis ke arah Morax.
6 bulan berlalu, Guizhong bahkan sudah beradaptasi dengan para Pertanda Baik Liyue, tak
lain dari Adeptus Cloud Retainer, Adeptus Madame Ping, Adeptus dan Yaksha Xiao, serta
Yaksha lainnya.
Guizhong mempunyai kelebihan di bidang arsitek, selama 6 bulan ini, ia telah mengubah
Bishui Plains menjadi Guili Plains sebagai tanda wilayah yang dibuat olehnya dan Morax.
Guizhong pun mengamankan sementara rakyatnya di sana. Dewi Abu itu juga mengajari
Morax perintisan teknologi, tak lupa menciptakan banyak teknologi yang menguntungkan
Pertanda Baik Liyue maupun rakyatnya.
"Dari mana saja kau, Guizhong?" tanya Cloud Retainer dalam bentuk wujud perempuan
dewasa, ia tampak sedang meminum Osmanthus Wine di meja dimana Morax, Madame Ping,
Guizhong, Havria Sang Dewi Garam, dan Cloud Retainer biasa berkumpul untuk menikmati
pemandangan Liyue dari atas gunung Hulao bersama.
"Maaf, maaf." Guizhong menggaruk tengkuknya, "Habisnya, Guili Plains tanah yang kaya
akan bunga. Jadi, tadi aku mengajarkan rakyatku berladang." ucap Guizhong yang sedikit
takut akan sikap Cloud Retainer yang terbilang jutek dan dingin.
"Havria kemana ya.." gumam Madame Ping yang kemudian dibalas tatapan oleh Morax.
"Kinerjamu sangat bagus, Guizhong. Siapa sangka ada dewi sebaik dirimu yang mengajarkan
banyak ilmu untuk rakyatnya. Kamu bahkan tidak memandang rendah manusia fana dalam
bentuk apapun."
"Tapi, aku tidak begitu yakin dengan mekanik yang kau sedang kerjakan." ucap Cloud
Retainer.
"Maksudmu Guizhong Ballista? Itu sudah siap pakai untuk di medan perang."
Cloud Retainer mengangguk, "Kau sudah melakukan uji coba di wilayah Qiongji Estuary,
tapi hanya memperburuk aktivitas monster di sana, bukan? Bagaimana kau bisa terlalu
percaya diri bahwa benda rusak itu dipakai di medan perang?"
Merasa ciptaannya dihina, Guizhong merasa kesal, "Guizhong Ballista bukanlah sampah!" Ia
menggigit bibirnya sendiri, memejamkan matanya untuk menyusun kata-kata yang akan
dilontarkan kepada Cloud Retainer kemudian.
"Bukan sampah maksudmu? Desa Mingyun yang terkena dampaknya. Alat bodohmu itu
menarik para monster ke sana, menarik terlalu banyak energi dari Ley Line hingga terjadi
kebocoran pada alatmu."
"Bagaimana kau bisa menyimpulkan seperti itu, wahai Cloud Retainer?!"
"Kalau kau orang yang hebat dalam bidang arsitek, harusnya kau tahu dimana letak
kekurangan alatmu. Aku heran kau telah melakukan riset dengan baik. Oh.. kenapa kau tidak
melakukan uji coba di Guili Plains saja? Biarkan rakyatmu saja yang akan dihabisi oleh para
monster yang datang karna ulah alatmu."
"Cukup Cloud Retainer." ucap Morax, yang mengheningkan keadaan sekitar.
Setelah mendapat nasihat dari Sang Dewa Tanah, Cloud Retainer dan Guizhong terpaksa
harus berdamai, meskipun masih ada sedikit rasa kesal di hati mereka. Guizhong
memutuskan untuk meriset ulang hasil uji coba Guizhong Ballista, dan ternyata benar, alat itu
terlalu cepat untuk menyerap energi dari Ley Line sehingga kebocoran energi yang terjadi
mendatangkan banyak monster dari perbukitan di desa Mingyun.
"A-aku cukup menguasai tentang Ley Line yang ada di Liyue karna dahulu sempat ada
masalah dari kecepatan energinya. Jika kau berkenan, aku akan membantumu." ucap Cloud
Retainer malu-malu.
Akhirnya Guizhong memutuskan memperbaiki alatnya didampingi oleh Cloud Retainer dan
Morax. Mereka membutuhkan 3 hari lamanya hingga menjadi alat yang sempurna dan siap
pakai. Sedangkan Madame Ping, ia tampaknya meninggalkan kawasan gunung Hulao
semenjak perdebatan Guizhong dan Cloud Retainer terjadi. Morax yang menyadari sesuatu
yang tidak beres, segera menyusul Madame Ping yang pergi ke sekitaran Sal Terrae.
Jejak garam ada dimana-mana dan tumpukan garam tersebut jika ditelusuri memanjang
hingga memasuki sebuah sumur yang cukup besar, panjang diameternya sekitar 2 meter.
Karna sepertinya sudah tahu apa yang telah terjadi, Morax memutuskan menunggu Madame
Ping keluar dari dalam sumur itu yang merupakan tempat kediaman Havria Sang Dewi
Garam bersama rakyatnya. Selang beberapa jam, Madame Ping keluar dari tempat
pemukiman tersebut. Wajahnya menunjukkan rasa kecewa, mencoba menghiraukan
keberadaan Sang Dewa Tanah, Adeptus itu langsung pergi begitu saja kembali ke arah
gunung Hulao.
Morax memasuki pemukiman rakyat Havria, perkiraanya tepat bahwa Havria telah mencapai
batas hidupnya sebagai Dewi Garam. Semua manusia fana yang tinggal di sini melebur
menjadi garam. Begitu pun juga dengan Havria.
Hari-hari berlalu, seluruh Pertanda Baik Liyue sudah mendengar kabar kematian Havria,
termasuk Guizhong. Kematiannya mengingatkan seluruh Pertanda Baik Liyue akan
dahsyatnya efek korosi yang pastinya akan dialami oleh setiap makhluk yang spesial. Mereka
para Pertanda Baik Liyue, hidup lebih panjang dibanding manusia dan tidak akan bisa menua.
Tetapi, mereka akan tetap mengalami efek korosi yang bisa mengurangi masa kehidupan
mereka.
Madame Ping memutuskan untuk pensiun dari Pertanda Baik Liyue, ia akan merubah wujud
dirinya yang sebelumnya adalah gadis remaja cantik menjadi wanita paruh baya yang terlihat
lemah. Madame Ping berpamitan dengan seluruh anggota para Pertanda Baik Liyue, kecuali
Guizhong.
Morax yang ingin meratapi kesedihannya, pergi ke Guili Plains, dimana bunga favoritnya
berhamparan. Lagi dan lagi, ada Guizhong di sana. Jika Morax kacau karna ditinggal oleh
kedua sahabatnya, Guizhong lebih sedih karna merasa telah dibenci oleh Madame Ping. Ia
menangis di tengah kumpulan bunga Glaze Lily, dirinya dengan pakaian serba biru muda
membuatnya seperti menyatu dengan bunga Glaze Lily. Cahaya kunang-kunang di malam
hari turut serta dalam keindahan sang bunga tersebut.
Sadar akan kedatangan Morax, Guizhong mengusap air matanya dengan cepat. Yang
sebelumnya menunduk sembari memeluk lututnya sendiri, ia duduk biasa seperti tidak ada
masalah. Guizhong berpura-pura menjadi kuat.
"Ahh.. sudah malam ya.." Guizhong menggaruk pelipisnya. Tak! Dan menangkap salah satu
dari kunang-kunang tersebut, sedangkan Morax, tetap menatapnya dari belakang.
"Cahaya kunang-kunang lemah, ya.." Guizhong membuka tangannya, melihat serangga
tersebut dengan sendu, "Tapi dia tetap berusaha buat bersinar.."
"...mati.. nyala.. mati.. mereka seperti berdetak, layaknya jantung manusia fana.."
Morax duduk di sebelah Guizhong, kini mereka saling bertatapan, "Apa yang membawamu
ke sini?" tanya Guizhong.
"Tidak ada." Jawabnya singkat.
Mereka terdiam sejenak, "Bagaimana perasaanmu?" tanya Guizhong kembali memulai
percakapan.
"Tentang Havria? Atau Madame Ping?"
"Apapun."
"..."
"..."
"Aku merasa menemukan sesuatu." ucapnya setelah sekian detik terjadi keheningan di antara
mereka, "...bahwa semua orang memiliki sesuatu di dalam hati mereka." lanjutnya.
"Maksudmu?"
"Maksudku, bagi beberapa orang terdapat kebencian di hatinya. Tapi, ada aspirasi dan
harapan di hati yang lain. Juga.. hasrat. Pastinya ada perasaan yang ingin disampaikan.
Perasaan untuk orang yang dicintai, entah itu teman atau sahabat, atau yang lain.."
"...kita semua memiliki perasaan tersendiri untuk bersandar. Mungkin untuk berdiri sebagai
salah satu Pertanda Baik Liyue bukan hal yang mudah. Pasti.. di balik sisi yang tegas dan
kuat mereka, terdapat perasaan yang sangat ingin disandarkan."
Guizhong menerbangkan kembali kumbang yang berada di tangannya, "Bagaimana
denganmu.." ucapnya menatap intens Morax.
"...apa yang ada di dalam hatimu?"
"...apa yang kau gunakan untuk bersandar?"
Morax terdiam sejenak, mengenang kembali setiap sejarah yang telah dilaluinya. Melihat
sekujur kedua tangannya, mengingat bahwa wujudnya merupakan kesatuan seluruh manusia
fana yang telah membantunya di dahulu kala. Tubuh dengan tinggi layaknya pria dewasa
dengan rambut coklat, hingga bola mata berwarna kuning keemasan dan pakaian serba coklat.
Azhdaha, dan kini Havria. Morax sudah menyaksikan kedua sahabatnya sendiri yang sudah
terenggut nyawanya akibat korosi yang ada di dalam tubuh mereka. Korosi itu.. terlalu
dahsyat hingga membuat seorang Madame Ping ketakutan. Morax pun sebenarnya takut,
jeritan di Khaenri'ah dan para monster di God War yang telah dihabisinya mengingatkannya
pada korosi. Rasanya.. seperti ingin menjerit seperti itu juga. Oleh sebab itu Morax butuh
menenangkan diri dari gangguan kecemasan tersebut, dengan mendatangi dataran Bishui
Plains yang sekarang telah diubah menjadi Guili Plains. Dan tetap saja, rasa akan ketakutan
itu akan terus ada, dan ada. Tetapi itu semua berubah ketika ia datang ke Guili Plains setelah
berakhirnya perang di Khaenri'ah.
"Dirimu."
Mata Sang Dewa Abu itu berbinar, terdapat banyak pantulan cahaya kunang-kunang yang
sedang mengelilingi mereka berdua.
"Aku akan memulai perjalananku menjadi Avatra. Aku akan melindungimu, juga rakyatmu.
Dan membangun pelabuhan Liyue.. yang rakyat kita semua impikan. Dan aku yakin, itu
semua akan terwujud. Dan hingga waktu itu tiba, aku akan terus berkelana denganmu.”
gumam Morax.
"Sudahlah, mari kita kembali. Ini sudah hampir pagi." ucap Morax yang meninggalkan
Guizhong lebih dahulu.
Guizhong mengangguk dan tersenyum tulus, hatinya berbisik kecil, "Tapi kau harus tahu.."
"...kalau aku tidak bisa selamanya menemanimu."
Tepat pagi ini, 1 bulan setelah kepergian Sang Dewi Garam, mereka akan bersiap tempur
menghadapi para monster dan seluruh makhluk pendendam di Liyue. Sedangkan Guizhong
melambaikan tangannya sebagai isyarat bahwa ia akan baik-baik saja. Karna sebelumnya
Xiao dan Yaksha lainnya sudah ditugaskan dengan Guizhong untuk melawan Dewa Racun
yang sangat meresahkan, tepatnya di daerah pegunungan Nantianment, lokasinya tidak jauh
dari gunung Hulao. Sedangkan Morax, akan pergi menuju lautan Guyun untuk menyegel
kehadiran Osial di Liyue.
"Wahai Morax. Tolong izinkan aku menulusuri Dewa Kegelapan di bawah tanah Chasm
bersama Yaksha Bosacius." ujar Xiao.
"Tidak apa-apa Morax, kami bertiga bisa menjaga Guizhong dengan baik." ucap salah satu
Yaksha berpakaian serba biru melambangkan elemen air yang dimilikinya, Bonanus.
Morax memegang dagunya, "Kalau begitu.. biarkan Guizhong Ballista dibawa kalian saja."
"Apa maksudmu? Kau mau mati ya?!" marah Guizhong sembari mencengkram kedua bahu
Morax, "Aku menciptakan itu agar mempermudah dirimu melawan Osial juga! Kau bisa mati
tanpa itu. Karna secara harfiah, Osial itu rival terkuatmu..." lanjutnya.
"I-iya.. Morax, kau tidak usah khawatir. Guizhong mungkin tidak pandai bertarung tapi ia
bukan orang bodoh. Lagipula, ada kami yang akan selalu menjaganya." balas Yaksha yang
berpakaian merah, rambutnya melayang dan berwarna merah seperti api, yaitu Yaksha
Indarias.
"Tapi aku punya syarat untuk kalian berdua." Morax menatap ke arah Xiao dan Bosacius,
"Berjanjilah kepadaku setelah kalian berhasil membunuh Dewa Kegelapan itu, kalian berdua
akan menyusul teman-teman kalian.
Morax tidak hanya khawatir kepada Guizhong, melainkan Bonanus, Indarias, dan Menogias
yang berelemen tanah. Tiga Yaksha itu harus berpisah dari kedua Yaksha terkuat, Xiao dan
Bosacius. Sedangkan Cloud Retainer yang akan menemani Morax melawan Osial, juga
dibantu oleh Guoba Sang Dewa Tungku, sahabat lama Morax yang akan menggantikan posisi
Madame Ping. Para Pertanda Baik Liyue pun mulai berpencar ke wilayah perangnya masing-
masing.
Empat hari telah berlalu, Morax telah berhasil menyegel Osial di dalam lautan Guyun.
Dengan melancarkan hujan meteor yang dibuatnya, Sang Osial dapat membeku di tengah
lautan. Sang Dewa Tungku itu juga mengeluarkan kekuatan terbesarnya hingga tubuhnya
mengalami korosi. Dewa dengan wujud beruang itu yang tadinya berukuran sebesar bukit
menjadi kecil seperti boneka. Morax dan Cloud Retainer turut sedih dengan apa yang
menimpa kepada Guoba, karna setelah ini Guoba akan segera pensiun karna ia sudah tidak
bisa menggunakan kemampuannya lagi.
Xiao berhasil menumpas daerah perlawanan Chasm, tapi ia kehilangan jejak saudaranya
sendiri, Yaksha Elektro, Bosacius. Sang Yaksha Angin, Xiao, sudah terjebak di kedalaman
tanah Chasm selama 3 hari. Dan di hari ke empat ini, Xiao memutuskan meninggalkan
Chasm untuk menepati janjinya kepada Morax, ia yakin bahwa Bosacius masih hidup di
bawah sana.
Xiao menyusul Guizhong yang bersama para saudaranya. Sesampainya, tak sadar ia berlutut
pasrah dan tidak dapat mengatakan sepatah kata apapun karna apa yang terjadi di hadapannya
saat ini adalah melihat keluarganya hancur ditelan korosi. Xiao harus melihat Sang Bosanus
dan Menogias saling bertarung satu sama lain, dan Indarias yang menjerit karena terbakar
oleh elemennya sendiri. Pertarungan berakhir dengan insiden penusukan Menogias yang
dilakukan oleh cakar raksasa yang dimiliki Bosanus. Udara di pegunungan Nantianment
tampaknya sedang tidak baik-baik saja dikarenakan racun yang telah membuat efek korosi
beregenerasi dengan cepat hingga Xiao turut terkena dampaknya. Kekuatannya sedang aktif,
topeng berbentuk monsternya mulai mengeluarkan asap hitam, tetesan darah mulai keluar
dari matanya. Penglihatannya pun mulai kabur, dirinya terseret ke dalam jurang, di saat
tubuhnya jatuh, datang setitik cahaya emas yang mengelilinginya. Cahaya tersebut yang
menyelematkan Xiao di God War.
Pada tengah malam penuh dengan rasi bintang ditambah bulan purnama sempurna, Morax
menggendong Guizhong yang setengah sadar dengan sebagian badannya sudah hangus
terbakar. Ia berjalan di tepi pantai dataran Guili Plains, menuju ke arah dimana hamparan
bunga Glaze Lily berada.
"Awas saja kalau kau bilang aku ini berat.." ucap Guizhong mencoba mencairkan suasana.
"Kurasa kau yang harus banyak makan." gumam Morax dengan tatapan sendu ke arah
pepasiran, "Aku ini Dewa, tahu."
"Hahahaha."
"Ringan. Sangat ringan.." Morax menghela nafas, "Ada kalanya aku merasa tenang.
Mungkin karna God War sudah selesai. Dan mungkin karna kau Dewi yang kuat, korosi ini
jadi tidak ada apa-apanya. Juga aku akan segera diberi wahyu dari Celestia untuk
menjalankan tugasku mengabdi sebagai Avatra di Liyue."
Tap, tap.. dengan langkah yang pelan membawa Guizhong, Morax hampir sampai di ladang
bunga Glaze Lily.
"Kamu suka bunga Glaze Lily, dan berpartisipasi di peperangan. Padahal, kamu hanyalah
Dewi yang mudah rapuh." ia memejamkan matanya, sungguh sakit hatinya harus melihat
Pertanda Baik Liyue yang terus kehilangan anggotanya.
"Aku memang Dewa yang bodoh."
Morax sudah sampai di ladang bunga Glaze Lily, ia membaringkan Guizhong tepat
dihadapannya. Merapihkan rambut Guizhong dengan membuka kedua simpulnya. Tanpa
disangka-sangka, Liyue telah memasuki musim dingin, salju pertamanya sudah di depan
mata.
"Salju.." gumam Guizhong sembari menangkap salah satu butiran salju tersebut.
Guizhong mencoba untuk bangkit, Morax membantunya untuk duduk bersandar di sebuah
pohon apel terdekat. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan tawa dan canda,
tanpa mengkhawatirkan sebagian tubuh Guizhong yang telah hangus menjadi abu. Mereka
mengingat kembali kenangan bersama para Pertanda Baik Liyue, memakan apel bersama
yang telah dipetik oleh Morax, hingga membicarakan hal yang tidak berguna. Jarang sekali
mereka mendapatkan ketenangan seperti malam ini.
"Kalian semua akan tetap melindungi Liyue, kan?"
"Tidak lagi."
"Sudah kuduga. Kau kehilangan kepercayaan diri."
"Aku.. tidak sanggup lagi." Morax tersenyum miris, "Mereka yang kusayang selalu pergi
meninggalkanku. Korosi selalu mengambil orang yang kusayangi. Aku.. akan ditinggal
sendirian, lagi." gumam Morax, kepalanya tertunduk. Ia bisa saja menangis jika berusaha
mengucapkan kata-kata lagi.
Guizhong tersenyum manis, "Masih ada aku, kan?" tanyanya, Morax pun memasang tatapan
terkejut kepadanya. "Masih ada aku, benar kan?" tanya Guizhong untuk kedua kalinya.
"Sebentar lagi, korosi ini akan menyebar ke seluruh tubuhku. Sepertinya pagi ini sudah
mencapai klimaks, tapi seharusnya bisa diperlambat sampai kau kembali dari Celestia dan
membawa obat penawar darinya untukku. Aku akan berjuang dan berjuang hingga titik darah
penghabisan." Guizhong menunjuk Morax, "Ini karena dirimu. Semuaaaaa.. ini, karena
dirimu." ucapnya penuh keyakinan.
"Alasanku berjuang seperti ini dan menjalani hidupku sepenuh hati.. karena kau.."
"...kau telah membuatku terikat pada waktu yang kujalani bersamamu." Guizhong
menurunkan telunjuknya, "Apa kau tidak mau ikut berjuang? Hidup kita ini penuh
perjuangan karna kita seorang dewa dan dewi, bukan?"
Morax mengepalkan tangannya, bibirnya bergetar berusaha mengucapkan kalimat, "Tapi..
sekarang untuk bersikap tenang sebagai Avatra saja aku tidak bisa! aku—"
"Dulu saat pertama kali bertemu denganku juga begitu, kan?"
"Saat itu, perasaanku sudah campur aduk karena peperangan di Khaenri'ah! Tapi sekarang,
perasaan ini telah menyelimutiku.." Morax meneteskan air matanya. Untuk pertama kali
dalam sejarah hidupnya, ia menangis.
"Hanya keajaiban yang bisa membuatku tetap melindungi Liyue sebagai Avatra.."
gumamnya.
Guizhong menatap Morax serius, "Kau melihat kebawah lagi." ucapnya sembari mencoba
untuk membangkitkan tubuhnya sendiri tanpa bantuan Morax. Ia menggunakan salah satu
tangannya dengan berpegangan erat pada pohon, sedangkan tangan lainnya sudah pupus
tertiup angin.
Ia menunjukkan bahwa dirinya bisa bangkit sendiri, dengan penuh rasa bangga menatap
Morax dengan perasaan senang, "Lihat? Keajaiban bisa saja terjadi." tunjuknya yang tak lama
kemudian terjatuh, sontak Morax menidurkan Guizhong di pangkuannya, ia mencengkram
baju Morax deangan sangat kencang.
Guizhong kesulitan untuk mengatur nafasnya sendiri, Morax berusaha menenangkan dirinya
dengan mengelus pucuk rambutnya. Ia tak kuat menahan tangisnya.
"Kau ada di dalam hatiku, Morax.. kau suka bunga Glaze Lily, kau juga suka Osmanthus
Wine.. apa lagi ya.. yang kau suka? Jenis serangga apa yang kau suka? Teknologi apa yang
kau suka dari sekian banyak yang aku buat? Banyak sekali yang aku tidak ketahui..." ucap
Guizhong bersembunyi di badan Morax, ia tak sanggup untuk menatapnya walaupun hanya
sebentar saja.
"...aku iri dengan Cloud Retainer yang tahu semuanya.. aku ingin tahu lebih banyak hal
darimu" tangisannya kian deras, cengkramannya semakin kuat sehingga membuat Morax
sedikit tertarik. "...hiks. Takut.. aku takut.. hiks. Aku takut sekali.." seluruh tubuhnya sudah
bergetar hebat, jari tangannya hampir membeku karena temperatur yang sangat dingin.
"...jangan tinggalkan aku sendiri!!" teriak Guizhong di hadapannya. "hiks.. huhuhu..."
tangisnya tersedu-sedu.
"Aku memang dewa yang bodoh.." kata hati Morax. "Dia berlagak bisa melakukan
semuanya, sifatnya parah, kesan yang ditinggalkannya buruk. Tapi.. dia begitu cantik.."
"...kau menyatu dengan bunga Glaze Lily yang bermandikan salju, begitu cantik."