Anda di halaman 1dari 5

LEGENDA SENDANG CAYA

Alkisah prabu anglingdarmo Raja malowopati, seorang raja yang arif dan
bijaksana. yang mempunyai ilmu bisa mendengar percakapan berbagai macam
binatang. Ketika prabu angling darma sedang bercanda dengan isterinya dewi
setyawati, tiba-tiba tersenyum mendengar cicak jantan merayu cicak betina. Dewi
setyawati tersinggung karena dia mengira suaminya mencibir dirinya, dewi setyawati
marah dan mengancam akan membakar diri apabila tidak diberi penjelasan yang
membuat suaminya tersenyum.
Suaminya kemudian menjelaskan bahwa dia bisa mendengar percakapan
berbagai binatang, dewi setyawati menjadi tertarik dan berkeinginan memiliki ilmu
tersebut. namun di tolak oleh prabu anglingdarmo karena di samping tidak tahu cara
mrnurukan ilmu tersebut dia juga sudah di pesan oleh gurunya bahwa ilmu tersebut
hanya dapat dimiliki oleh dirinya sendiri. dewi setyawati bukanya mengurungkan
permintaanya melainkan betul-betul akan melaksanakan ancaman karena prabu
anglingdarmo mencintai istrinya maka dia putuskan untuk bakar diri berdua.
Kobaran api sudah menyala-yala pangung untuk menerjunkan dewi setyawati
dan prabu anglingdarmo sudah dipersiapkan. rakyat berduyun-duyun memenuhi alun-
alun untuk menyaksiakn raja dan permaisurinya melakukan bakar diri. dewi setyawati
menerjunkan diri dalam kobaran api. ketika giliran prabu anglingdarmo, tiba-tiba dia
mendengar lecehan dari seekor kambing. kambing tersebut memakinya sebagai
seorang raja yang bodoh karena masalah kecil mau menuruti ancaman istrinya yang
tidak masuk akal. prabu anglingdarmo tersadar, segera dia berlari mencri air utuk
memadamkan api yang sudah membakar istrinya. namun air sulit di dapat, maka
prabu anglingdarmo membuat sendang yang airnya begiti derasnya untuk
memedamkan kobaran api .
Sendang tersebut kemudian di jaga oleh pengawal kerajaan yang bernama
Gabusrowo yang pandai mengapung seperti gabus. penganti gabusrowo adalah ki
demang kepalang. untuk mengabdikan sendang tersebut ki demang kepalang puasa
40 hari 40 malam yang di mulai pada hari anggara kasih (selasa kliwon) yang berahir
pada hari sukro manis (jum’at legi). selesai puasa ki demang kepalang karena dia
merasakan tubuhnya segar dan wajahnya seolah-olah bercahaya oleh penduduk
setempat ahirnya sendang tersebut dinamkan” sendang caya” yang diambil dari kata
cahaya yang berarti bersinar.
CERITA SENDANG COYO DAN JAKA TARUB
Kurang lebih pada tahun 1300 M, Syeh Jumadil Kubro, seorang mubaleg dari Arab
datang ke tanah Jawa. Beliau mempunyai putri bernama Ny. Thobiroh dan seorang
cucu bernama Syeh Maulana.
Sesudah dewasa, Syeh Maulana mendapat perintah mengembangkan syariat Islam
di pulau Jawa. Hal ini tidaklah mudah, sebab orang-orang Jawa di kala itu masih
banyak yang memeluk agama Hindu Budha dan ahli bertapa. Orang Jawa banyak
yang memiliki ilmu tenaga dalam. Maka dari itu Syeh Maulana mulai memasukkan
syariat Islam dengan cara bertapa ke atas pohon giyanti yang sangat besar.
Bertepatan itu di Surabaya terdapat Kerajaan Temas, rajanya bernama Singawarman
dan mempunyai putri yang bernama Nona Telangkas. Dikala itu Nona Telangkas
sudah dewasa, namun belum ada remaja yang berani meminangnya. Menyikapi hal
itu, ayahnya memerintahkan agar Nona Telangkas menjalankan tapa ngidang dengan
cara masuk hutan selama tujuh tahun, tidak boleh pulang atau mendekat pada
manusia dan tidak boleh makan kecuali daun yang ada di dalam hutan. Pada saat
akan selesai bertapa, di tengah hutan, Nona Telangkas melihat ada Telaga yang
sangat jernih airnya. Kemudian melepas semua pakaian dan tak sengaja melihat
bayangan pria di dalam air yang sangat tampan. Karena telah terlanjur melepaskan
semua pakaiannya, dengan terpaksa Nona Telangkas menjeburkan diri ke dalam
telaga, sambil mengucapkan “mboh gus wong bagus “. Setelah selesai mandi, Nona
Telangkas kembali pulang ke Kerajaan untuk menghadap orang tuanya. Namun
disaat itu ternyata dirinya sudah dalam keadaan hamil. Setelah menghadap, ayahnya
bertanya “Siapakah suamimu, sehingga engkau pulang dalam keadaan hamil?”
Ditanya ayahnya berulang-ulang, dia tidak bisa menjawab.
Untuk menutupi malu, Nona Telangkas memutuskan kembali masuk ke hutan untuk
mencari lelali yang pernah ditemuinya di telaga. Sesampai di tengah hutan Nona
Telangkas melahirkan bayi, sekarang tempat tersebut bernama desa Mbubar .

Setelah jabang bayi lahir, pencarian diteruskan. Setiba di telaga, jabang bayi
diletakkan ditepi telaga dan ditinggal pulang ke kerajaan Temas.

Di kemudian hari, diketahui bahwa orang yang bayangannya terlihat didalam


sendang telaga adalah Kanjeng Syeh Maulana Maghribi yang sedang bertapa diatas
pohon Giyanti.

Dikala si jabang bayi Nona Telangkas diletakkan dipinggir sendang telaga, Syeh
Maulana berkata “Nona Telangkas keparingan amanateng Allah kang bakal njunjung
drajatmu kok ora kerso”. Sepulang Nona Telangkas, Syeh Maulana turun dari
pertapanya dan menimang jabang bayi, kemudian dibuatkan tempat yang sangat
indah yang disebut bokor kencono.
Dikala itu Dewi Kasian yang belum memiliki putra ditinggal wafat suaminya yang
bernama Aryo Penanggungan. Karena sayangnya Dewi Kasian terhadap suaminya,
setiap saat dia selalu menengok makam suaminya. Suatu hari, diam-diam Syeh
Maulana Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan bokor kencono dan
diletakkan disamping makam Aryo Penanggungan. Pada malam harinya Dewi
Kasian menengok ke makam suaminya, terlihat sinar yang menjurat ke atas dari
bokor kencono. Di dalamnya terlihat jabang bayi yang sangat mungil dan lucu. Dewi
Kasian sangat senang hatinya melihat si jabang bayi, spontan bokor berisi jabang
bayi itu dibawa pulang dengan mengucapkan “Kangmas Penanggungan wis sedo,
kok kerso maringi momongan marang aku.”
Kabar mengenai orang yang telah meninggal tetapi bisa memberikan kepada istri
jandanya, telah tersiar sampai ke pelosok negeri. Masyarakat berbondong - bondong
ingin menyaksikan kebenaran berita tersebut. Dewi Kasian yang awalnya tidak
punya harta benda menjadi janda yang kaya raya. Harta yang dia dapat berasal dari
uluran orang-orang yang datang kepadanya.

Jabang bayi yang ditemukan Dewi Kasian diberi nama Jaka tarub karena dikala
masih bayi diambil dari atas makam Aryo Penanggungan yang makamnya dibuat
makam Taruban.
Pada usia kanak-kanak Jaka tarub atau Sunan Tarub mempunyai kesenangan atau
hobi menangkap kupu-kupu sampai ke dalam hutan. Suatu hari, setelah masuk di
tengah hutan dia bertemu orang tua dan diberi aji-aji tulup Tunjung Lanang.
Dengan bertambahnya usia, Jaka tarub tak lagi menangkap kupu-kupu, dia lebih
memilih berburu burung. Suatu hari sesampai diatas gunung, Jaka tarub mendengar
suara burung perkutut yang sangat indah bunyinya. Setelah jaraknya cukup dekat,
Jaka tarub melepaskan anak tulupnya, namun gagal. Burung itu terbang dan
menghilang sebelum terdengar lagi dari arah selatan, anak tulup Jaka tarub gagal
lagi mengenai burung yang sedang diburunya, anak tulup itu hanya mengenai dahan
jati, tempat itu sekarang dinamai Dukuh Karang Getas.

Jaka tarub duduk merenung lama, dia tertunduk sedih, tempat itu sekarang dinamai
Dukuh Sedah. Saat hampir putus asa, terdengar lagi suara burung dari arah selatan.
Nyaris kali ini burung itu hampir terkena anak tulup, namun gagal lagi, tempat itu
sekarang menjadi Dukuh Pojok.
Burung terbang lagi ke selatan dan hinggap diatas pohon asam, tempat itu
sekaramg menjadi Dukuh Karangasem. Diwaktu mengejar ke keselatan Jaka tarub
merenung lagi, tempat merenung Jaka tarub itu sekarang dinamai Desa Godan.
Jaka tarub mengejar terus burung kearah selatan, yang sekarang bernama Dukuh
Jentir. Jaka tarub terus melacak burung yang merubah arahnya ke arah tenggara
dan hinggap di sebuah pohon tetapi burung tersebut tidak bersuara.

Setelah burung itu terbang lagi ke selatan lagi, tempat itu sekarang bernama Dukuh
Pangkringan. Jaka tarub terus melacak kearah selatan, setelah sampai ditempat
yang sangat rindang disitulah burung terbunyi lagi. Dan di situ pulalah Jaka tarub
mendengar suara wanita yang baru berlumban (mandi) di dalam sendang. Jaka
tarub sudah lupa bahawa dia sedang memburu burung. Sekarang dia beralih
mengintip wanita yang mandi di dalam sendang Tak disangka tenyata para bidadari
yang dilihatnya. Jaka tarub langsung mengambil salah satu pakaian bidadari,
kemudian dibawa pulang dan disimpan dibawah tumpukan padi (lumbung) ketan
hitam.
Jaka tarub kembali lagi ke Sendang dengan membawa pakaian ibunya. Setelah
sampai di dekat sendang, para bidadari sudah terbang kembali ke nirwana. Tinggal
satu yang masih mendekam ditepi sendang dengan lirih berkata : “sopo yo sing biso
nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung sanggup dadi bojoku”.
Disaat itu Jaka tarub mendekati sambil menyodorkan pakaian ibunya.

Setelah bidadari berpakaian diajak pulang kerumah ibunya dan disampaikan kepada
ibunya bahwa putri ini adalah putri dari sendang yang terlantar. Tak lama kemudian
Jaka tarub menikah dengan bidadari tersebut yang bernama Nawang Wulan.
Adapun sendang yang dibuat lomban para bidadari, sekarang dinamakan sendang
Coyo. Kemudian Jaka tarub dan Nawang Wulan mempunyai tiga putri yaitu Nawang
Sasi, Nawang Arum, dan Nawang Sih.

Pada waktu bayi, dikala Nawang Sih masih di ayunan, ibunya mau mencuci pakaian
di sungai dan berpesan pada Jaka tarub agar mengayun putrinya dan jangan
membuka kekep (penutup masakan). Namun setelah Nawang Wulan pergi ke
sungai, Jaka tarub penasaran akan pesan istrinya, maka dibukalah kekep tersebut.
Setelah melihat didalam kukusan, ternyata yang dimasak istrinya hanya satu untai
padi. Jaka tarub mengucapkan “Istriku yen masak pari sak uli ngeneki tho, lha iyo
parine ora kalong – kalong”.
Tak lama kemudian istrinya datang lalu membuka masakannya, ternyata masih utuh
berupa padi untaian. Nawang Wulan mengetahui kalau suaminya tak menuruti
pesannya, sehingga terjadi pertengkaran. Akhirnya Nawang Wulan meminta
dibuatkan peralatan dapur (lesung, alu, tampah). Setelah kejadian itu, kalau hendak
masak, dia harus menumbuk padi dulu, sehingga lambat laun padi yang ada di
lumbung makin habis. Setelah sampai padi yang bawah, yang ada ditempat
penyimpanan adalah padi ketan hitam. Dari situ, Nawang Wulan mengetahui kalau
pakaiannya disimpan disitu. Terjadi pertengkaran lagi antara dirinya dan Jaka tarub.
Nawang Wulan merasa ditipu dan akan pulang kembali ke nirwana. Tetapi setelah
Nawang Wulan sampai di nirwana dia ditolak oleh keluarganya karena sudah berbau
manusia. Kemudian Nawang Wulan turun lagi ke bumi namun tidak mau kembali
kerumah suaminya. Dia ingin bunuh diri, naik di gunung Merbabu meloncat ke laut
selatan.

Setelah sampai di laut selatan Nawang Wulan tidak mati, justru dirinya berperang
melawan Nyi Roro Kidul, yang akhirnya dimenangi Nawang Wulan, sehingga laut
selatan dikuasai oleh Nyi Nawang Wulan. Sejak saat itu, pengusa yang ada dilaut
selatan ada tiga putri, Nyi Nawang Wulan, Nyi Roro Kidul, dan Nyi Blorong.
Setelah Jaka tarub ditinggal Nawang Wulan dia hidup dengan putrinya Nawang Sih.
Disaat itu di Kerajaan Majapahit yang diperintah Prabu Brawijaya kelima ditinggal
wafat istrinya, sehingga Prabu Brawijaya sakit dan tidak mau tinggal di kerajaan.
Setiap malam sang raja tidur menyepi ditepi Kerajaan. Suatu malam dia bermimpi
bila ingin sakitnya segera sembuh maka dirinya harus mengawini putri Wiring
Kuning. Keesokan harinya, para patih diperintah untuk mengumpulkan semua
perempuan yang ada di Keraton. Setelah disesuaikan dengan mimpinya, sang raja
menjumpai putri Wiring Kuning yang ternyata adalah pembantunya sendiri.
Dikawinilah putri tersebut dan dilarang untuk keluar dari taman kaputren karena
malu jika ketahuan orang banyak kalau raja mengawini pembantunya sendiri.
Setelah jabang bayi lahir, raja Brawijaya memanggil saudaranya (Juru Mertani)
supaya memelihara dan mengasuh bayi tersebut. Bayi itu diberi nama Bondan
Kejawan (Lembu Peteng). Suatu hari, Juru Mertani akan membayar pajak ke
kerajaan, Bondan Kejawan ingin ikut tetapi tidak diperbolehkan. Karena tidak
diperbolehkan dia nekat pergi sendiri. Sampai di Kerajaan, Bondan langsung masuk
dan naik ke atas singgasana raja dan membunyikan Bende Kerajaan. Sang raja
mendengar bunyi bende menjadi marah. Bondan ditangkap dan dimasukkan
kedalam sel kerajaan. Tidak lama kemudian datanglah Juru Mertani. Selesai
membayar pajak dia menghadap sang raja dan memberitahukan bahwa anak kecil
itu adalah putra sang raja sendiri. Raja Brawijaya memanggil anak kecil itu dan
membawa kaca untuk melihat wajahnya sendiri dengan wajah anak tersebut.
Akhirnya Beliau yakin dan percaya bahwa anak tersebut adalah putranya. Kemudian
Juru Mertani diperintah sang raja untuk mengantarkan putranya pada Ki Ageng
Tarub, agar diasuh.

Ki Ageng Tarub menerima dan mengasuh dua anak sekaligus, Bondan Kejawan dan
anaknya sendiri. Setelah masuk remaja Bondan Kejawan diperintah ayah asuhnya
agar bertapa ngumboro dengan cara hidup di tengah ladang selama tujuh tahun dan
tidak boleh pulang kalau belum waktunya. Setelah sampai waktunya Nawang Sih
diperintah ayahnya supaya memasak yang enak, setelah memasak Nawang Sih
menjemput saudaranya Bondan Kejawan yang berada ditengah ladang. Setelah
sampai dekat gubug yang ditempati Bondan Kejawan, saat itu Bondan sedang
istirahat. Nawang Sih memanggil Bondan Kejawan dari bawah gubug. Bondan
Kejawan terkejut dan jatuh dari atas gubug dan secara tak sengaja memegang bahu
Nawang Sih. Sampai dirumah Nawang Sih memberitahu ayahnya bahwa tadi
bahunya dipegang oleh Bondan. Tetapi sang ayah malah menjodohkan Nawang Sih
dengan Bondan Kejawan, nantinya mereka memiliki anak yang diberi nama Ki
Ageng Getas Pandowo (Ki Abdullah). Bondan Kejawan meneruskan Bopo
Morosepuh dan diberi nama Ki Ageng Tarub II, sedang Ki Ageng Getas Pandowo
diberi nama Ki Ageng Tarub III. Tempat pertapaan Bondan Kejawan (Lembu Peteng)
sekarang terdapat disebelah tenggara makam Ki Ageng Tarub I, dukuhan
sebelahnya dinamakan Desa Barahan.

Ki Ageng Tarub III (Getas Pandowo) mempunyai anak banyak, yang terkenal adalah
Ki Ageng Abdurrahman Susila (Ki Ageng Selo). Bagi warga, Ki Ageng Tarub
mendapatkan suatu karomah dari Allah yang diberikan kepada Syeh Maulana
Maghribi dengan Dewi Telangkas (Nona Telangkas). Adapun karomah yang
diberikan Allah kepada Ki Ageng Tarub I dapat kawin dengan bidadari, Nawang
Wulan. Adapun cucu Ki Ageng Tarub I adalah Ki Ageng Selo yang mendapat
karomah dari Allah dapat menangkap petir. Dari Beliaulah terlahir raja-raja ditanah
jawa.
Makam Ki Ageng Tarub terletak di desa Tarub Kecamatan Tawangharjo ± 10 km
dari Kabupaten Grobogan.

http://pancasila-civilcommunity.blogspot.com/2014/10/cerita-sendang-coyo-dan-jaka-
tarub.html

Anda mungkin juga menyukai