Anda di halaman 1dari 9

JAKA TARUB

Dikisahkan pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang sopan, baik, dan rajin bernama
Jaka Tarub. Dia adalah anak dari Mbok Randa Tarub yang sehari-hari mengerjakan sawah dan
ladangnya. Semakin dewasa, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan.
Sebenarnya, banyak gadis-gadis desa yang ingin bisa menikah dengannya. Namun dia lebih
memilih untuk bekerja dan berbakti kepada ibunya, dia belum ingin segera beristri. “Anakku,
Jaka Tarub. Kamu sekarang sudah dewasa dan mbok lihat kamu sudah sepantasnya meminang
gadis dan menikahinya. Lekaslah menikah nak, simbok sudah tua dan sudah pengen bisa
menimang cucu” pinta sang ibu kepada putranya. Jaka Tarub pun menjawab permintaan ibunya,
“Mbok, Tarub belum ingin menikah sekarang”. Kembali Simbok berkata “Jika nanti simbok
telah tiada, lalu siapa yang akan mengurusmu nak?”. “Simbok tenang saja, aku akan selalu
berdoa agar Simbok terus diberi kesehatan dan umur yang panjang,” kata Jaka Tarub. Tenyata
kata-kata itu adalah kata terakhir yang diucapkan kepada ibunya, karena pada esok harinya Mbok
Randa meninggal karena terserang demam.

Setelah sang ibu meninggal membuat Jaka Tarub dilanda kesedihan mendalam dan
terpuruk. Dia lebih banyak melamun sepanjang hari. Bahkan sawah dan ladangnya menjadi
terbengkalai dan tidak pernah diurus. Suatu hari ketika dia bangun tidur, merasa sangat ingin
makan daging rusa. Segera dia mengambil sumpitan dan pergi ke hutan untuk berburu. Naas
dialaminya karena hingga siang hari tidak ada seekor rusa pun yang terlihat. Akhirnya dia
tertidur dibawah pohon karena lelah.

Setelah beberapa waktu tertidur, Jaka Tarub seperti mendengar suara perempuan. Dia pun
bangun dan mencari sumber suara itu. Pandangannya tertuju pada telaga, secara takjub dia
melihat tujuh perempuan cantik yang sedang asyik bermain air dan bercanda. Sambil
memperhatikan perempuan tersebut, Jaka Tingkir melihat ada selendang yang tergeletak di tepi
telaga. Dia diam-diam mengambil satu selendang dan menyembunyikannya. Ketika waktu
menjelang senja, bidadari mengambil selendang masing-masing untuk terbang ke kahyangan.
Tiba-tiba salah satu bidadari kebingungan mencari selendangnya. “Dimana selendangku, kenapa
tidak ada. Bagaimana Kakang Mbok?”. Para bidadari yang lain segera membantu mencarinya,
namun matahari hampir terbenam dan bidadari harus kembali ke kahyangan segera. “Nawang
Wulan, maafkan kami tidak bisa terlalu lama menunggu. Mungkin inilah takdirmu untuk tinggal
di Mayapada.” Kata bidadari tertua. Setelah itu Nawang Wulan ditinggal para bidadari lainnya
yang terbang kembali ke kahyangan.

Nawang Wulan hanya bisa menangis dan meratapi nasibnya. Jaka Tarub memperhatikan
dan akhirnya keluar dari persembunyiannya. Dia mencoba mendekati sang bidadari dan
menyapanya. Kemudian memberikan tawaran untuk tinggal sementara di rumahnya. Setelah
Nawang Wulan tinggal dirumah Jaka Tarub, hidupnya diliputi dengan kebahagiaan. Selendang
yang dia curi disembunyikan di dalam lumbung padi. Mereka pun akhirnya menikah. Hidup
mereka sungguh bahagia, apalagi setelah satu tahun lahirlah seorang bayi perempuan yang lucu.
Bayi itu diberi nama Nawangsih. Jaka Tarub sangat bersyukur mendapatkan istri cantik dan anak
yang lucu.

Sebagai seorang bidadari, Nawang Wulan memiliki banyak kesaktian yang memudahkan
kehidupan rumah tangganya. Contohnya adalah menanak nasi. Namun Nawang Wulan tidak
pernah bercerita kepada suaminya, Jaka Tarub. Pagi itu Nawang Wulan hendak pergi ke sungai.
Diapun berpesan kepada suaminya “Kang, tolong jagakan apinya ya. Aku mau ke kali. Tapi
ingat kukusannya jangan pernah dibuka sampai aku kembali.” Pesan ini pun diiyakan oleh Jaka
Tarub. Sambil menjaga api, lama-lama Jaka tarub penasaran kenapa istrinya melarangnya. Dia
pun nekat membuka kukusan tersebut. Jaka tarub pun kaget ketika melihat hanya terdapat
setangkai padi di dalam kukusan tersebut. Dia menjadi tahu kenapa lumbung padi tidak habis-
habis. Apa yang dilakukan Jaka Tarub ternyata menjadi petaka untuk Nawang Wulan. Ketika
kembali dari sungai, dia tahu bahwa suaminya membuka kukusan tersebut.hal itu mengakibatkan
Nawang Wulan kehilangan kekuatannya.

Setelah kehilangan kekuatannya, Nawang Wulan berubah menjadi wanita biasa. Untuk
bisa menanak nasi, dia harus menumbuk padi dan memasak seperti pada umumnya. Tanpa
disadari padi di lumbung semakin menipis. Pada suatu hari, dia pergi ke lumbung untuk
mengambil padi. Tidak sengaja dia melihat selendang miliknya. Akhirnya dia tahu bahwa selama
ini yang menyembunyikan selendangnya adalah suaminya sendiri. Nawang Wulan marah dan
sangat kecewa kepada Jaka Tarub. Dia merasa dibohongi dan dihianati oleh suaminya sendiri.
Dia lalu pergi menemui suaminya dengan membawa selendang tersebut.
Jaka Tarub terkejut melihat isterinya memakai selendang tersebut, apalagi dia berkata hendak
kembali ke kahyangan. “Kakang, tolong jaga Nawangsih, aku akan kembali ke kahyangan.
Buatkan juga danau di dekat rumah. Setiap malam bawa Nawangsih ke danau tersebut, aku akan
menyusuinya.”. “Tapi ingat kakang jangan mendekat!” lanjut Nawang Wulan. Sedetik kemudian,
dia telah terbang kembali ke kahyangan.

Jaka Tarub menyesali perbuatannya dan menuruti permintaan istrinya. Dia membuat
danau dan setiap malam membawa Nawangsih. Dia tidak pernah mendekat, hanya melihat dari
jauh ketika anaknya bermain dengan ibunya. Nawang Wulan akan kembali ke kahyangan ketika
Nawangsih telah. Nawang Wulan selalu melindungi dan memberikan bantuan saat sulit. Jaka
Tingkir percaya bahwa bantuan itu dari Nawang Wulan.

Analisis Cerita Jaka Tarub

1. Tema Cerita : Bertemakan tentang bidadari yang bernama Nawang Wulan yang
terpaksa tinggal di dunia dikarenakan kehilangan baju yang diambil
oleh Jaka Tarub. Dan pada akhirnya memiliki kesempatan untuk
kembali ke kahyangan
2. Latar : Latar Tempat : Hutan, Rumah Jaka Tarub, Lumbung Padi dan
Sungai.
Latar Waktu : Pagi, Siang, Malam
Latar Suasana : Sedih (Jaka Tarub Kehilangan Ibunya dikarenakan
meninggal dan Nawang Wulan yang kembali ke kahyangan) dan
Senang (Nawang Wulan bisa kembali ke kahyangan)
3. Tokoh : Joko Tarub, Nawang Wulan,
4. Alur Cerita : Mengunakan alur maju, kisah ini diceritakan mulai dari awal Jaka
Tarub mencuri selendang Nawang Wulan hingga menikah, memiliki
anak, dan berakhir kembalinya Nawang Wulan ke Kahyangan.
5. Amanat : 1. Menjaga amanah yang selalu diberikan seseorang kepada kita.
2. Sesuatu yang diawali dengan kebohongan tidak akan bertahan
lama.
3. Menjadi sesorang yang pemaaf
LAYON SARI

I Nyoman Jayaprana, yang kemudian dipanggil Jayaprana, merupakan satu-satunya anak


yang tersisa dari keluarga yang terkena wabah penyakit di Desa Kalianget. Dua saudara kandung
dan orang tuanya meninggal dunia terkena wabah penyakit itu. Sebagai seorang yatim piatu,
Jayaprana kecil memberanikan diri untuk datang dan mengabdi di istana dan diterima. Ia
merupakan abdi yang sangat rajin, sehingga Raja Kalianget sangat mengasihinya. Jayaprana
tumbuh besar, dalam usia 12 tahun telah terlihat parasnya yang rupawan dan senyum manisnya.
Suatu hari, raja memerintah supaya Jayaprana memilih satu dari dayang-dayang atau gadis di
luar istana untuk dijadikan pendamping hidup. Walaupun belum ada niat untuk mencari istri
lantaran masih kanak-kanak, Jayaprana tak kuasa menolak. Akhirnya, Jayaprana menemukan
tambatan hati yang cantik jelita bernama Ni Layonsari atau Layonsari yang merupakan putri dari
Jero Bendesa dari Banjar Sekar. Setelah mendapatkan laporan dari Jayaprana, raja menulis surat
kepada Jero Bendesa untuk menikahkan Layonsari dengan Jayaprana.

Surat dari raja disetujui oleh Jero Bendesa. Upacara pernikahan dipililh pada hari Selasa
Legi Kuningan. Pada saat menghadap raja, Jayaprana dan Layonsari menyembah dengan hormat
kepada Sri Baginda Raja. Sejenak, raja diam seribu bahasa melihat kecantikan Layonsari.
Setelah acara pernikahan selesai, sepasang pengantin tersebut kembali ke rumah. Raja
mengumpulkan semua abdinya untuk meminta pertimbangan memisahkan pasangan tersebut
supaya Layonsari dapat menjadi istrinya. Raja memerintahkan Jayaprana pergi ke Celuk Terima
untuk menyelidiki perahu yang hancur karena ulah para perampok. Jayaprana Dibawa ke Celuk
Terima Walaupun baru tujuh hari merasakan bulan madu, Jayaprana tidak dapat menolak
meskipun tidak disetujui istrinya.

Apalagi, Layonsari mendapatkan firasat buruk dari mimpinya tentang suaminya. Namun
akhirnya, Layonsari hanya bisa pasrah dan berdoa agar suaminya selamat menunaikan tugas raja.
Dalam perjalanan bersama rombongan, Jayaprana sering mendapat firasat buruk dan mengetahui
kalau dirinya akan dibinasakan. Setelah sampai Celuk Terima, Patih Saunggaling menyerahkan
sepuncuk surat yang berisi bahwa Jayaprana harus dibunuh dan istrinya menjadi milik raja.
Setelah membaca surat itu, Jayaprana menangis tersedu-sedu sambil memohon agar perintah
tersebut tidak dijalankan. Namun, dia juga sadar bahwa perintah raja tidak bisa ditolak. Terlebih,
ia dirawat dan dibesarkan oleh raja. Sambil mengucurkan air mata, Jayaprana mempersilahkan
Patih Saunggaling untuk membunuhnya. Dengan perasaan sedih, Patih Saunggaling
menghunuskan keris, darah menyembur beserta bau harum semerbak serta ciri-ciri aneh dari
angkasa dan bumi, seperti angin topan dan gempa bumi. Mayat Jayaprana lalu dikubur. Diyakini
bahwa, makamnya dapat ditemukan di Hutan Celuk Terima. Rombongan pulang dengan
perasaan sedih. Ditengah perjalanan, banyak anggota rombongan yang meninggal karena digigit
ular dan diterkam harimau. Kabar mengenai meninggalnya Jayaprana sampai ke telinga istrinya,
Layonsari. Betapa hancurnya perasaan Layonsari, ia merasa hidupnya tidak berguna tanpa suami
yang dicintainya. Akhirnya, Layonsari menghunuskan keris ke dadanya. Ia meninggal mengikuti
suaminya. Raja yang mendengar berita kematian Layonsari merasa sedih dan akhirnya bunuh
diri.

Analisis Cerita Layon Sari

1. Tema Cerita : Bertemakan seorang yang iri dengan Jayaprana yang memiliki istri
rupa cantik jelita yang bernama Layon Sari. Membuat sang raja ingin
menjadikan Layon Sari istrinya.
2. Latar : Latar Tempat : Kerajaan, Hutan Celuk Terima
Latar Waktu : Pagi, Siang, Malam
Latar Suasana : Sedih (Jayaprana dibunuh oleh perintah raja yang
ingin menjadikan Layon Sri sebagai Istrinya, setelah mendengar
kabar meninggalnya Jayaprana, Layon Sri pun sedih dan bunuh diri.)
3. Tokoh : Layon Sari, Jayaprana, Raja Kalianget, Patih Saunggaling
4. Alur Cerita : Mengunakan alur maju, kisah ini diceritakan mulai perintah raja yang
ingin Jayaprana menikah, Jayaprana menikah dengan Layon Sari.
Namun, sang raja ingin menjadikan Layon Sari istri. Memerintahkan
patih Saunggaling membawa ke hutan Celuk Terima untuk
menyampaikan sebuah surat ke pada Jayaprana. Inti dari surat
tersebut ingin membunuh Jayaprana dan menjadikan Layon Sari istri
Raja. Jayaprana pun dibunuh. Dan Layon Sari sedih mendengar kabar
kematian suaminya, Layon Sari memutuskan untuk bunuh diri.
5. Amanat : 1. Jangan iri kepada sesorang, sehingga menghalalkan bermacam
cara.
2. Patuhi segala perintah yang baik baik saja.
3. Jangan mengakhiri hidup dengan bunuh diri, segala masalah pasti
ada solusinya.

PUTRI BUNGSU

Pada zaman dahulu, di sebuah Kerajaan. Hiduplah seorang Raja yang sangat adil dan
bijaksana, yang bernama Aji Diangkat. Raja dan Ratu, sangat di cintai oleh rakyatnya karena
budi pekertinya yang baik dan terpuji. Raja dan Ratu hidup sangat bahagia, mereka mempunyai
tujuh orang Putri yang sangat cantik. Dari ke tujuh putrinya, Putri bungsulah yang memiliki
paras tercantik. Selain cantik budi pekertinya pun sangat baik. Ia sangat berbeda dengan keenam
kakaknya. Keenam kakaknya memiliki sifat yang angkuh, sombong dan perkataan mereka pun
sangat kasar sehingga menyakiti banyak orang. Putri Bungsu adalah anak kesayangan Raja dan
Ratu, bahkan menjadi pujaan seluruh rakyat. Pada suatu hari, kepala pisau kesayangan Putri
Bungsu pecah. Ia sangat sedih dan memohon kepada ayahnya untuk di buatkan kepala pisau
yang baru. Raja pun langsung menuruti keinginan putri kesayangannya tersebut. raja pun
memanggil semua ahli pahat dan ahli ukir untuk membuat kepala pisau tersebut. Namun, tidak
satupun yang membuat hati Putri Bungsu senang. Di ujung kampung kerajaan. Hiduplah seorang
Pemuda yang sangat miskin yang bernama Miniki. Ia bekerja sebagai menjual kayu bakar, dan
mengambil upah menumbuk padi. Ia hidup sebatang kara. Penduduk mengenalnya sebagai
pemuda yang sangat baik, jujur dan rendah hati.

Suatu hari, ia berjalan meliwati istana. Namun, pada saat ia melewati gerbang istana.
Raja melihatnya. Raja segera memerintahkan para Pengawalnya agar menyuruh Maniki untuk
singgah. Maniki pun menghentikan perjalanannya dan mengahadap sang Raja.„‟ Hai, anak
Muda? Siapa namamu dan hendak kemana kau pergi?‟‟ Tanya sang Raja.„‟ Hamba Maniki,
hamba akan pergi ke ujung kampung untuk mengambil upah menumpuk padi.‟‟ Ujar Maniki
dengan penuh rasa hormat.Setelah mendengar jawaban yang diberikan oleh Maniki. Raja pun
memerintahkan agar Maniki bersedia membuatkan kepala pisau untuk Putri Bungsu. Ia pun
menyanggupi perintah sang Raja. Ia membuat kepala pisau dengan sangat hati-hati dan sungguh-
sungguh, setelah kepala pisau itu selesai. Ia memperlihatkan kepada sang Putri, ketika Putri
Bungsu melihatnya. Hatinya sangat gembira dengan kepala pisau barunya. Kepala pisau tersebut
sangat sederhana. Namun, dapat membuat hati sang Putri senang.

Si Maniki pun mendapatkan hadiah besar dari Raja. Ia pun menerima hadiah tersebut
dengan suka cita. Putri Bungsu sangat suka dengan kepala pisau buatan Maniki. Ia selalu
membawa benda itu kemana saja. Sampai, ia tidur pun selalu membawa benda tersebut. Hari
berganti minggu, minggu berganti bulan. Setelah beberapa bulan. Terjadilah sebuah keajaiban
pada Putri Bungsu. Putri Bungsu hamil tanpa menikah. Raja sangat marah dan malu. Putri
kesayangannya sudah membuatnya malu.Raja dan permaisuri bertanya kepada Putri Bungsu,
siapa Laki-laki yang sudah berani berbuat itu kepadanya. Namun, Putri Bungsu hanya diam.
Karena, ia tidak pernah melakukan hubungan dengan Laki-laki. Ia terus saja di desak. Namun, ia
tetap tidak dapat memberikan jawaban dan keterangan lain. Ia hanya menangis.

Keenam saudaranya, sejak dulu sudah membencinya dan mengatakan bahwa Putri
Bungsu sudah membuat cemar nama Raja. Putri Bungsu hanya bisa menangis dan berdoa agar
dapat pertolongan Tuhan. Hari yang ditunggu pun tiba. Genap Sembilan bulan Putri Bungsu pun
melahirkan seorang Putra yang sehat dan tampan. Raja pun menerima kenyataan tersebut dengan
tabah dan ia pun mencari tahu siapa yang sudah berbuat hal itu kepada Putri kesayangannya.
Atas saran dari Penasehat kepercayaan Raja. Semua Laki-laki di kumpulkan. Setelah mereka
berkumpul, mereka diberikan satu biji buah Pisang matang, menurut penasehat istana. Jika, salah
satu diantara mereka, terdapat ayah dari Bayi Putri Bungsu, bayi itu akan merangkak
menghampirinya.

Tidak ada satu orang pun yang di datangi oleh Bayi tersebut. Raja memerintahkan para
Pengawal untuk menyelidiki, apakah ada Laki-laki yang belum di undang ke istana. Setelah
diteliti, ternyata semua Laki-laki sudah dipanggil. Kecuali seorang Pemuda miskin yang diujung
kampung. Yaitu Maniki. Raja pun memerintahkan para pengawal untuk membawa Maniki
menghadapnya. „‟Ada apa Raja memanggil saya untuk datang ke Istana?‟‟ Tanya Maniki.„‟ Kau
akan tahu sendiri nanti.‟‟ Jawab salah satu pengawal.„‟ Saya hanya seorang Lak-laki miskin,
Raja tidak mungkin mempunya kepentingan dengan saya!‟‟ ujar Maniki. „‟ Ini adalah perintah
Raja, kau tidak boleh membantahnya.‟‟ Ujar pengawal membawanya ke istana. Maniki pun
menghadap sang Raja. Ia pun di berikan satu biji buah Pisang. Begitu buah Pisang di pegangnya,
si Bayi pun merangkak menghampirinya. Para hadirin terkejut dan tidak mengerti. Mereka sama
sekali tidak percaya, bahwa Manikilah ayah dari bayi tersebut. tidak ada pilihan lain, Raja pun
menyerahkan Putri Bungsu dan bayinya tersebut dan meninggalkan istana.

Maniki selalu bekerja dengan giat dan jujur. Sampai pada akhirnya, ia pun berhasil
menjadi orang yang sangat terpandang.mengetahui hal tersebut. raja memanggil Maniki dan
Putri Bungsu bersama putranya untuk datang ke Istana. Karena Raja sudah tua. Maka,
diangkatlah Maniki sebagai Raja. Raja Maniki memerintah dengan sangat adil dan bijaksana
sehingga seluruh rakyat sangat menyayanginya dan menghormatinya

Analisis Cerita Putri Bungsu

1. Tema Cerita : Putri Bungsu hamil tanpa menikah, membuat raja marah dan dibenci
oleh 6 orang saudaranya. Raja pun hendak mencarikan ayah dari anak
putri bungsi. Maniki pun dipilih menjadi suami putri bungsu. Dan
diangkat raja.
2. Latar : Latar Tempat : Kerajaan
Latar Waktu : Pagi, Siang, Malam
Latar Suasana : Senang (Raja Maniki memerintah dengan sangat adil
dan bijaksana sehingga seluruh rakyat sangat menyayanginya dan
menghormatinya)
3. Tokoh : Putri Bungsu, Aji Diangkat, Maniki.
4. Alur Cerita : Mengunakan alur maju, kisah ini diceritakan mulai Putri Bungsu
hamil tanpa menikah, membuat raja marah dan dibenci oleh 6 orang
saudaranya. Raja pun hendak mencarikan ayah dari anak putri bungsi.
Maniki pu dipilih menjadi suami putri bungsu. Dan diangkat raja.
5. Amanat : 1. Saling hidup rukun oleh para saudara-saudara.
2. Bersikap adil dan bijaksana.
3. Selalu berbuat baik dan kerjakan tugasmu dengan sabik-baiknya.
Dimasa depan perbuatan baikmu akan membuahkan hasil yang
membuatmu bahagia.
Persamaan Jaka Tarub, Putri Bungsu, Perbedaan Jaka Tarub, Putri Bungsu,
Layon Sari Layon Sari
Menggunakan alur maju Merupakan cerita dari masing masing daerah,
Jaka Tarub merupakan cerita dari Jawa
Tengah, Layon Sari merupakan cerita dari Bali,
Puri Bungsu merupakan cerita dari
Minangkabau
Merupakan jenis cerita daerah Tema cerita yang berbeda beda. Jaka Tarub
bertemakan tentang bidadari yang bernama
Nawang Wulan yang terpaksa tinggal di dunia
dikarenakan kehilangan baju yang diambil oleh
Jaka Tarub. Dan pada akhirnya memiliki
kesempatan untuk kembali ke kahyangan.
Layon Sari bertemakan seorang yang iri
dengan Jayaprana yang memiliki istri rupa
cantik jelita yang bernama Layon Sari.
Membuat sang raja ingin menjadikan Layon
Sari istrinya. Dan Putri Bungsu Putri Bungsu
hamil tanpa menikah, membuat raja marah dan
dibenci oleh 6 orang saudaranya. Raja pun
hendak mencarikan ayah dari anak putri
bungsi. Maniki pun dipilih menjadi suami putri
bungsu. Dan diangkat raja.

Anda mungkin juga menyukai