Anda di halaman 1dari 5

JAKA TARUB DAN 7 BIDADARI

Pada zaman dahulu, seorang pemuda bernama Jaka Tarub tinggal bersama
ibunya yang bernama Mbok Milah. Sedangkan ayahnya sudah lama meninggal.
Jaka Tarub dan Mbok Milah memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan
bertani di sawah.

Lalu, di suatu malam, Jaka Tarub bermimpi bertemu dan menikah dengan
seorang perempuan yang sangat cantik, seperti seorang bidadari. Saat Jaka
Tarub terbangun, ia merasa senang dengan mimpinya semalam. Hingga di siang
hari, Jaka Tarub masih memikirkan mimpi indahnya itu. Jaka Tarub duduk di
halaman rumahnya sambil termenung bahagia.

Mbok Milah pun merasa bingung dengan apa yang sedang dipikirkan anaknya.
Mbok Milah pun berpikir Jaka Tarub sedang memikirkan seorang perempuan
dan ingin menikah. Akhirnya, Mbok Milah ingin mencarikan Jaka Tarub
seorang istri.

Di hari itu juga, saat Mbok Milah sedang berada di sawahnya, Pak Ranu,
pemilik sawah sebelah menghampirinya. Pak Ranu bertanya apakah Jaka Tarub
sudah menikah atau sudah memiliki rencana untuk menikah. Mbok Milah pun
berkata tidak ada, ia pun bingung mengapa Pak Ranu menanyakan hal itu
padanya. Ternyata, Pak Ranu berniat untuk menjodohkan Jaka Tarub dengan
anak perempuannya, Laraswati.

Mbok Milah terkejut dan senang di saat yang bersamaan, karena anak Pak Ranu
adalah gadis yang baik hati, tapi sebelum ia menerima tawaran Pak Ranu, Mbok
Milah merasa ia harus bertanya kepada anaknya.

Sesampainya di rumah, Mbok Milah ingin langsung bertanya kepada anaknya.


Namun, ia mengurungkan niatnya karena ia takut anaknya tersinggung.
Akhirnya, Mbok Milah tidak jadi menanyakan pertanyaan itu hingga esok- esok
harinya sampai ia lupa.

Jaka merupakan pemuda yang senang dan handal berburu seperti ayahnya.
Pada suatu pagi ia memutuskan untuk pergi berburu. Jaka Tarub pun
mempersiapkan peralatan berburu yang ia butuhkan. Setelah ia siap, ia pamit
izin pergi pada ibunya.
Di hutan, Jaka Tarub berhasil memanah seekor rusa. Hatinya senang dan puas
karena rusa ini bisa di masak selama beberapa hari ke depan. Saat sedang
pulang, tiba-tiba seekor macan tutul yang menghampirinya. Jaka Tarub pun
panik dan ia melepaskan rusa yang ada di panggulnya agar bisa melarikan diri
dengan cepat. Macan tutul itu pun langsung memakan rusa hasil buruan Jaka
Tarub.

Tentunya Jaka Tarub merasa harinya sangat sial karena sekarang ia akan pulan
dengan tangan kosong. “Pertanda apa ini, ya?..” Jaka Tarub pun berjalan
kembali pulang ke rumah dengan rasa lapar.

Saat Jaka Tarub sampai di desanya, ia melihat banyak warga yang berkumpul.
Saat ia memasuki rumahnya, Pak Ranu dan banyak orang yang menepuk
pundaknya untuk mengatakan ia harus bersabar.

Ternyata, ibu Jaka Tarub telah meninggal dunia. Mbok Milah sudah berbaring
kaku di rumah mereka tidak tersadarkan diri. Jaka Tarub pun lemas dan
tangisannya mengisi ruangan. Pak Ranu pun bercerita bahwa yang menemukan
ibunya meninggal pertama adalah istrinya. Namun, Jaka Tarub sangat sedih
hingga ia tidak peduli ucapan Pak Ranu.

Setelah ibunya dikuburkan dan semua orang sudah pulang, ia merasa sangat
kesepian, karena sekarang ia tinggal sendirian. Beberapa hari berlalu, Jaka
Tarub menghabiskan waktunya dengan berburu dan membagikan hasil
buruannya pada warga. Hingga pada suatu pagi, saat ia sedang berburu di Hutan
Wanawasa ia merasa bosan karena tidak mendapatka hewan apa pun. Karena
merasa haus dan lelah, ia pun pergi ke arah Telaga Toyawening. Saat ia hampir
sampai, ia mendengar suara beberapa wanita yang sedang berbicara sambil
tertawa, tapi ia berpikir mungkin ini semua hanya khayalannya saja. Lagi pula,
tidak ada perempuan yang bermain di hutan, kan?

Namun, suaranya semakin jelas dan semakin kencang saat Jaka Tarub
mendekati telaga. Ternyata, ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi di
telaga itu. Jaka Tarub terkejut, Jaka Tarub memperhatikan satu per satu gadis di
telaga itu. Dari percakapan mereka, Jaka Tarub tahu kalau tujuh orang gadis itu
adalah bidadari yang turun dari kayangan. “Apakah ini arti mimpiku waktu
itu?” Pikirnya dengan hati yang sangat senang.
Jaka Tarub melihat tumpukan pakaian bidadari di atas sebuah batu besar. Semua
pakaian itu memiliki warna yang berbeda, Jaka Tarub pun berpikir jika ia
mengambil salah satu pakaian ini, ia tidak akan bisa kembali ke kayangan.
Akhirnya, ia diam-diam mengambil salah satu pakaian yang berwarna merah.

Saat mendekati terbenamnya matahari, para bidadari ingin kembali ke


kayangan. Namun, salah satu bidadari tidak bisa menemukan pakaiannya.
Keenam bidadari yang lain mencoba membantu mencari pakaiannya tapi tidak
berhasil. Jaka Tarub mendengar bahwa bidadari yang bajunya ia ambil bernama
Nawangwulan. Nawangwulan menangis panik karena tanpa pakaian dan
selendangnya, ia tidak akan bisa kembali ke kayangan. Dengan terpaksa, para
bidadari yang lain harus meninggalkan Nawangwulan karena hari akan semakin
gelap.

Nawangwulan kelihatan putus asa. Tiba-tiba tanpa sadar, ia berucap


“Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan, aku jadikan saudara bila ia
perempuan, tapi bila ia laki-laki, akan aku jadikan suamiku,” Jaka Tarub pun
buru-buru pulang untuk menyembunyikan pakaian Nawangwulan dan
membawa baju ibunya untuk dipinjamkan.

Setelah sampai kembali ke telaga, Jaka Tarub pun menghampiri Nawangwulan


dan memberikannya pakaian. Setelah Nawangwulan berpakaian, ia memenuhi
janji yang sudah ia ucap, ia akan menikahi Jaka Tarub. Pernikahan mereka pun
berlangsung lama dan mereka dikaruniai seorang anak yang mereka namakan
Nawangsih.

Sejak menikah, Jaka Tarub akhirnya bisa menemukan kebahagiaannya kembali,


tapi ada hal yang masih mengganjal di pikirannya. Ia merasa heran mengapa
padi di lumbung mereka tidak berkurang walau dimasak setiap hari. Bahkan,
panen yang diperoleh secara teratur membuat lumbung mereka hampir tidak
muat lagi.

Lalu, di suatu pagi saat Nawangwulan ingin pergi mencuci ke sungai, ia


menitipkan anaknya pada Jaka Tarub. Ia mengingatkan suaminya agar tidak
membuka tutup kukusan nasi yang sedang ia masak. Karena terasa sudah lama,
Jaka Tarub ingin melihat apakah nasi itu sudah matang—ia pun membukanya
dan lupa dengan pesan Nawangwulan. Betapa terkejutnya Jaka Tarub saat
melihat isinya. Nawangwulan hanya memasak setangkai padi.
Saat Nawangwulan sampai ke rumah, ia marah kepada suaminya karena telah
melupakan titipannya. “Hilang sudah kesaktianku untuk mengubah setangkai
padi menjadi sebakul nasi,” ucap Nawang wulan. Mulai saat itu Nawangwulan
harus menumbuk nasi untuk dimasak dan suaminya harus menyediakan lesung
untuknya.

Sejak hari itu, persediaan padi mereka semakin menipis, di pagi selanjutnya,
Nawangwulan pergi ke lumbung yang terletak di halaman belakang. Ketika
menarik batang-batang padi yang sedikit itu, Nawangwulan merasa tangannya
memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus
menarik benda itu. Wajah Nawangwulan pucat saat melihat benda yang baru
saja berhasil diraihnya adalah baju bidadari dan selendangnya yang berwarna
merah.

Nawangwulan merasa kecewa dan marah pada Jaka Tarub karena ia sudah
ditipu selama ini. Saat ia bertemu Jaka Tarub ia memutuskan untuk kembali ke
kayangan dan meninggalkan suami dan anaknya. Namun, Nawangwulan tidak
akan melupakan anaknya, jika Nawangsih ingin bertemu ibunya, Jaka Tarub
harus membakar batang padi dan diletakkan di dekat Nawangsih, dengan syarat
Jaka Tarub tidak boleh ada di dekatnya.

Jaka Tarub hanya bisa mengalami ini semua. Ia tahu bahwa ini semua adalah
salahnya dan ia harus menanggung segala akibatnya.

Pesan moral yang bisa diambil dari kisah ini adalah sepintar apa pun kita
menyembunyikan sesuatu, pada akhirnya akan terbongkar juga. Karena itu, kita
tidak boleh membohongi orang lain untuk mendapatkan apa yang kita mau. Hal
itu bisa berujung pada hal yang tidak baik dan merugikan diri kita sendiri serta
orang lain!

PULAU JAWA SALAH SATU PULAU


TERBAIK YANG MEMILIKI BERAGAM
BUDAYA DAN KEINDAHAN ALAM
Pulau Jawa yang memiliki populasi sebesar 140 juta jiwa ini memiliki kekayaan
warisan budaya serta pemandangan alam yang memesona. Kehadiran Warisan
Dunia UNESCO, seperti Candi Borobudur juga menjadi nilai plus Pulau Jawa.
Keberagaman lokasi wisata juga membuat para wisatawan bisa menikmati
berbagai wisata di pulau jawa, seperti wisata air terjun, Taman Nasional,
Gunung Berapi, hingga wisata perairan yang menampilkan air yang jernih dan
pantai berpasir putih.

Selain itu, Suku Jawa adalah suku bangsa yang banyak menempati pulau Jawa.
Suku Jawa umumnya terdapat di daerah-daerah berdirinya kerajaan Mataram.
Dilansir dari jurnal Makna Filosofoi Bedudukan di Desa Asempapan
Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati (2020) oleh Ana Faridatul Munawaroh
menyebutkan, masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang
diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama.

Hal ini dilihat dari ciri-ciri suku Jawa secara kekerabatan. Selain itu, ciri suku
Jawa lainnya adalah berketuhanan. Sejak masa prasejarah, suku Jawa sudah
memiliki kepercayaan animisme, yaitu kepercayaan adanya roh atau jiwa pada
benda-benda, tumbuh-tumbuhan, hewan dan juga manusia sendiri. Dengan
kepercayaan tersebut, kebanyakan suku Jawa menyebahnya dengan
mengadakan upacara disertai sesaji.

Sebelum masuknya agama-agama besar ke Indonesia, masyarakat Jawa sudah


memiliki kepercayaan adanya Tuhan yang melindungi dan mengayomi mereka.
Keberagaman ini semakin berkualitas dengan masuknya agama-agama besar
tersebut. Ragam kebudayaan Jawa sangat banyak. Setiap kebudayaan Jawa
mencerminkan kepribadian dan filsafat masyarakat Jawa.

Anda mungkin juga menyukai