Anda di halaman 1dari 2

Kisah Jaka Tarub, cerita rakyat asal Jawa Tengah

Kisah mengenai Jaka Tarub berikut dikutip dari buku Jaka Tarub; Pencuri Selendang
Bidadari oleh penerbit Lontar Mediatama (2019).

Di sebuah desa di daerah Jawa, tinggallah seorang janda tua bersama anak
angkatnya yang diberi nama Jaka Tarub. Ia diasuh sejak kecil oleh seorang seorang
diri oleh sang ibu hingga menjadi pemuda tampan.

Jaka Tarub senang berburu ke hutan. Ia menangkap ikan, burung, dan menjangan.
Namun hari itu seharian ia berjalan tak menjumpai seekor hewan pun. Ketika
istirahat, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara wanita bercanda di tengah hutan.

Jaka Tarub mencari sumber suara itu. Ia terkejut melihat tujuh gadis cantik sedang
mandi di telaga. Mereka ternyata bidadari yang turun ke bumi. Jaka Tarub juga
menemukan setumpuk pakaian di tepi telaga itu. Kemudian disembunyikannya salah
satu pakaian tersebut.

Menjelang sore, bidadari-bidadari itu mengenakan pakaiannya kembali. Namun ada


satu bidadari yang kebingungan karena pakaiannya hilang. Ia mencari ke sana kemari
sambil menangis.

“Maafkan kami, Nawang Wulan. Kami tak dapat menolongmu, sebentar lagi matahari
tenggelam, kami harus-harus cepat-cepat pulang ke kayangan,” kata bidadari
lainnya.

Bidadari bernama Nawang Wulan itu sedih sekali melihat teman-temannya terbang
meninggalkannya. Jaka Tarub segera keluar dari persembunyiannya untuk menolong
bidadari itu dan mengajaknya pulang.

Akhirnya Jaka Tarub menikahinya. Mereka hidup bahagia. Setahun kemudian mereka
dikaruniai bayi perempuan yang diberi nama Nawangsih.

Suatu hari Nawang Wulan berpesan kepada Jaka Tarub “Kakang, aku akan mencuci
pakaian di sungai. Tolong tunggu tanakan nasiku. Jangan sekali-kali kau buka
kukusannya!” Jaka Tarub merasa penasaran terhadap pesan istrinya itu.

Dibukanya kususan tersebut. Ia terkejut tatkala menemukan setangkai padi. “Oh


rupanya inilah ilmu yang dibawa Nawang Wulan dari kayangan. Menanak nasi hanya
dengan setangkai padi cukup dimakan satu keluarga. pantas selama ini padi di
lumbung tak pernah berkurang” demikian pikir Jaka Tarub.
Perbuatan Jaka Tarub itu diketahui Nawang Wulan. Ia marah melihat kelancangan
suaminya. Sejak itu Nawang Wulan tak dapat lagi menanak nasi dengan setangkai
padi. Terpaksa ia menyuruh Jaka Tarub membuatkan peralatan penumbuk padi.

“Sekarang kita harus bekerja keras untuk memperoleh beras.” Kata Nawang Wulan.
Karena setiap hari ditumbuk, padi di lumbung cepat sekali menyusut.

Jaka Tarub menyesali perbuatannya. Suatu hari ketika sedang mengambil padi,
Nawang Wulan menemukan pakaian di bawah lumbung.

Alangkah terkejutnya ia ternyata itu pakaiannya yang hilang ketika mandi di telaga
beberapa tahun yang lalu. Tahulah ia ternyata yang menyembunyikannya selama ini
adalah Jaka Tarub.

Nawang Wulan segera mengenakan pakaian itu, Jaka Tarub terkejut melihat istrinya
kembali menjadi bidadari. “Kakang selama ini kau telah membohongiku. Ternyata
kaulah yang mencuri pakaianku. Kini sudah waktunya aku meninggalkan mayapada.
Asuhlah anak kita hingga dewasa.” Kata Nawang Wulan berpamitan.

Jaka Tarub berusaha mencegah kepergian istrinya, namun Nawang Wulan


menggeleng. “Kodratku adalah bidadari, dan aku harus kembali ke kayangan.”

Alangkah sedihnya Jaka Tarub kehilangan istrinya. Sambil menggendong anaknya ia


melihat kepergian bidadari itu. Hatinya teriris saat Nawang Wulan melambaikan
tangan hingga hilang di balik awan.

Anda mungkin juga menyukai