PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nasionalisme berasal dari kata nation, yang berarti “bangsa”. Secara
etimologis, kata ini berakar dari bahasa Latin, “natio” atau “nascor”, yang
bermakna “saya lahir”, atau dari kata “natus sum", yang berarti “saya dilahirkan”.
Dalam perkembangannya, nasionalisme diadopsi menjadi kata nation,
yang merujuk pada bangsa atau kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi
suatu negara.
Dengan demikian, nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu gejala
psikologis, berupa rasa persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan
kesadaran sebagai bangsa.
Bangsa adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah
tertentu dan memiliki rasa persatuan yang timbul karena kesamaan pengalaman
sejarah, serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam negara
yang berbentuk negara nasional.
Maka, dari pemaparan tersebut, secara politik, nasionalisme dimaknai
sebagai ideologi yang mencakup prinsip kebebasan, kesatuan, kesamarataan, serta
kepribadian selaku orientasi nilai kehidupan kolektif suatu kelompok dalam
usahanya merealisasikan tujuan politik, yakni pembentukan dan pelestarian negara
nasional.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Nasionalisme
Secara umum, semangat nasionalisme dalam negara kebangsaan dijiwai
oleh lima prinsip, antara lain:
1) kesatuan (unity), dalam wilayah teritorial, bangsa, bahasa, ideologi, dan
doktrin kenegaraan, sistem politik atau pemerintahan, sistem
perekonomian, sistem pertahanan keamanan, dan kebudayan;
2) kebebasan (liberty, freedom, independence), dalam beragama, berbicara
dan berpendapat lisan dan tertulis, berkelompok dan berorganisasi;
3) kesamaan (equality), dalam kedudukan hukum, hak dan kewajiban;
4) kepribadian (personality) dan identitas (identity), yaitu memiliki harga diri
(self estreem), rasa bangga (pride) dan rasa sayang (depotion) terhadap
kepribadian dan identitas bangsanya yang tumbuh dari dan sesuai dengan
sejarah dan kebudayaannya;
5) prestasi (achievement), yaitu cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan
(welfare) serta kebesaran dan kemanusiaan (the greatnees adn the
glorification) dari bangsanya.
B. Perkembangan Nasionalisme
Indonesia Secara garis besar, menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo
dalam Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia (1967), nasionalisme
Indonesia mengalami proses yang sudah dimulai dari perjuangan Kartini
menghendaki emansipasi perempuan. Menurutnya, walaupun Kartini sering
dikategorikan sebagai pejuang wanita, tetapi sepak terjang Kartini masuk pada
fase paling awal pembentukan nasionalisme Indonesia.
Kemudian tahap selanjutnya adalah terbentuknya organisasi-organisasi
kebangsaan yang menandai bangkitnya kesadaran sebagai bangsa Indonesia.
Berikut ini fase nasionalisme di Indonesia:
a.) Fase Pertama Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia dalam
dinamika sejarah diawali oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh
para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolahan anak para priyayi Jawa, di sekolah
yang disediakan Belanda di Jakarta.
2
b.) Fase Kedua Fase kedua adalah kebangkitan nasionalisme pada tahun
1928, yakni 20 tahun setelah kebangkitan nasional. Pada fase ini, kesadaran untuk
menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam satu negara, bangsa dan bahasa
Indonesia, telah disadari oleh para pemuda yang sudah mulai terkotak-kotak
dengan organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan
lain sebagainya. Hal itu kemudian diwujudkan secara nyata dengan
menyelenggarakan Sumpah Pemuda pada 1928.
c.) Fase Ketiga Fase berikutnya disebut pula dengan masa “Revolusi Fisik
Kemerdekaan”. Peranan nyata para pemuda pada masa revolusi fisik kemerdekaan
nampak ketika mereka menyandera Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, agar
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Mereka sangat bersemangat
untuk mewujudkan nation state yang berdaulat dalam kerangka kemerdekaan.
d.) Fase Keempat Fase yang selanjutnya adalah perkembangan
nasionalisme di tahun 1966, yang menandai tatanan baru dalam kepemerintahan
Indonesia. Selama 20 tahun setelah kemerdekaan, terjadi huru-hara
pemberontakan Gestapu dan eksesnya. Tampaknya tanpa peran besar mahasiswa
dan organisasi pemuda serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966,
Soeharto dan para tentara sulit bisa memperoleh kekuasaan dari penguasa orde-
lama Soekarno. Tetapi sayang, penguasa Orde Baru mencampakkan para pemuda
dan mahasiswa yang telah menjadi motor utama pendorong terbentuknya NKRI
tersebut, bahkan sejak akhir tahun 1970-an para mahasiswa dibatasi geraknya
dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus.
e.) Fase Kelima Pergolakan masa Orde Baru melahirkan nasionalisme fase
kelima, yang disebut juga sebagai “Masa Reformasi”. Nasionalisme tidak selesai
sebatas masa pemerintahan Soeharto, melainkan terus bergulir ketika reformasi
menjadi sumber inspirasi perjuangan bangsa meskipun melalui perjalanan sejarah
yang cukup panjang.
C. Faktor Intern
a. Sejarah Masa Lampau yang Gemilang
3
perdagangan, sistem tanam paksa, dan kerja rodi merupakan bencana
bagi rakyat Indonesia. Penderitaan itu menjadikan rakyat Indonesia
muncul kesadaran nasionalnya dan mulai memahami perlunya
menggalang persatuan. Atas prakarsa para kaum intelektual, persatuan
itu dapat diwujudkan dalam bentuk perjuangan yang bersifat modern.
Perjuangan tidak lagi menggunakan kekuatan senjata tetapi dengan
menggunakan organisasi-organisasi pemuda.
4
iman para santri. Tokoh-tokoh pergerakan nasional dan pejuang muslim
pun bermunculan dari lingkungan ini. Banyak dari mereka menjadi
penggerak dan tulang punggung perjuangan kemerdekaan. Rakyat
Indonesia yang mayoritas adalah kaum muslim ternyata merupakan
salah satu unsur penting untuk menumbuhkan semangat nasionalisme
Indonesia. Para pemimpin nasional yang bercorak Islam akan sangat
mudah untuk memobilisasi kekuatan Islam dalam membangun kekuatan
bangsa.
5
h. Istilah Indonesia sebagai Identitas Nasional
Istilah ‘Indonesia‘ berasal dari kata India (bahasa Latin untuk Hindia)
dan kata nesos (bahasa Yunani untuk kepulauan), sehingga kata
Indonesia berarti Kepulauan Hindia. Istilah Indonesia, Indonesisch dan
Indonesier makin tersebar luas pemakaiannya setelah banyak dipakai
oleh kalangan ilmuwan seperti G.R. Logan, Adolf Bastian, van Vollen
Hoven, Snouck Hurgronje, dan lain-lain. Dalam tabel berikut akan
diuraikan perkembangan penggunaan istilah Indonesia.
D. Faktor Ekstern
6
dalam menghadapi penjajahan Spanyol. Dalam perjuangannya Jose
Rizal dihukum mati pada tanggal 30 Desember 1896, setelah gagal
dalam pemberontakan Katipunan. Sikap patriotisme dan nasionalisme
yang ditunjukkan Jose Rizal membangkitkan semangat rela berkorban
dan cinta tanah air bagi para cendekiawan di Indonesia.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA