Anda di halaman 1dari 7

JAKA TARUB DAN 7 BIDADARI

Dahulu kala di desa terpencil, tinggallah seorang Ibu dan anaknya yang bernama Jaka Tarub. Jaka
Tarub sudah ditinggal ayahnya sejak ia masih kecil. Ia adalah anak yang baik. Ia suka menolong dan
membantu ibunya bekerja.
Jaka Tarub semakin dewasa. Rambut ibunya pun semakin memutih karena dimakan usia. Suatu hari
mereka sedang bertani di sawah.

Ibu Jaka Tarub : “Uhuk.. uhuk..” (batuk)


Jaka Tarub : “Ibu kenapa?”
Ibu Jaka Tarub : “Ibu tidak apa-apa nak. Hanya batuk biasa ji”
Jaka Tarub : “Kalau begitu biar saya saja yang selesaikan pekerjaan ta ini hari”
Ibu Jaka Tarub : “Terima kasih nak. Ibu beruntung memiliki anak seperti kamu”
Hari sudah semakin petang. Mereka pun bergegas untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Ibu
Jaka Tarub pun berbicara pada anaknya.

Ibu Jaka Tarub : “Nak, ada yang ingin Ibu katakan padamu”
Jaka Tarub : “ apa bu?”
Ibu Jaka Tarub : “Nak, Ibu lihat kau sudah dewasa, sudah pantas mi kamu meminang gadis. Cepatmi menikah, Ibu
ingin menimang cucu sebelum Ibu pergi”
Jaka Tarub : “Tapi sa belum ingin menikah bu”
Ibu Jaka Tarub : “Tapi jika ibu sudah tiada nanti, sapa yang akan urus kau?”
Jaka Tarub : “Jangan bicara seperti itu bu”
Ibu Jaka Tarub : “Ibu hanya merasa semakin lelah nak…”

Jaka Tarub bingung dengan perkataan ibunya. Ada sesuatu hal yang aneh dari ibunya.
Di subuh hari Ibu tidak seperti biasanya ibu Jaka Tarub menyiapkan secangkir kopi dan makanan untuk
Jaka Tarub.

Jaka Tarub : “Tumben ibu yang siapkan semuanya ini hari”


Ibu Jaka Tarub : “Sudahmi, tidak apa-apaji. Ibu ingin kamu tidak kecapekan saat bekerja”
Jaka Tarub : “Terimakasih bu”
Ibu Jaka Tarub : “Ya, sama-sama nak. Tapi kayaknya ini hari ibu tidak bisa pergi bertani dengan kau”
Jaka Tarub : “oh, iya pale . Ibu istirahatmi saja di rumah. Sa pergi dulu bu”
Ibu Jaka Tarub : “Iya nak. Hati-hati nah”

Jaka pun menuju sawahnya untuk bertani. Walaupun hanya pergi bekerja sendirian ia tetap semangat
demi ibunya yang sedang lemah di rumah. Tanpa ia sadari ada seorang gadis yang sedang berjalan
mengikutinya. Ia adalah Laras, anak dari kepala desa.

Laras : “coba dia jadi suamiku. Pasti sa bahagia”


Hari sudah petang. Saatnya Jaka Tarub pulang ke rumah membawa hasil panennya.

Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum bu. Bu.. bu.. Ibu dimanaki? Kenapa rumah berantakan?”

Tak lama kemudian Jaka Tarub menemukan ibunya tergeletak di lantai.

Jaka Tarub : “Ibuuuuuuuuuuu!!” (menghampiri ibunya)


Ibu Jaka Tarub : “Maafkan kesalahan ibu nak. Ibu harus pergi. Ini permintaan terakhir ibu, carilah
pendamping hidupmu”
Jaka Tarub : “Jangan tinggalkan Jaka buuuuuuuuu” (menangis)

Jaka Tarub menyesali perbuatannya yang telah membiarkan ibunya yang lemah di rumah sendirian.
Ia kemudian menyendiri dan terlihat selalu murung.
Hari berganti hari, Jaka Tarub selalu teringat pada permintaan terakhir ibunya. Ia mempunyai obsesi
untuk mempunyai istri seorang bidadari yang cantik dan berjiwa suci agar dia dapat mempunyai keturunan
yang mulia. Namun sampai saat ini ia belum juga menemukan sang kekasih. Hasil panen Jaka Tarub
semakin sedikit, ia semakin terpuruk hidup sendiri.

Suatu hari Jaka Tarub pergi ke hutan untuk menghilangkan beban pikirannya.
(Di Kahyangan)
Terlihat 7 bidadari cantik sedang meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke mayapada
(bumi).
Bidadari 1 : “Ayah, Ibu, saya dan adik-adik mau minta izin untuk pergi ke mayapada”
Raja Ajisaka : “Pergimi nak, tapi ingat nah kalau terompet kerajaan sudah bunyi kalian harus mi kembali
ke istana”
Bidadari 2 : “Iya ayah, kami kita mengerti”
Bidadari 3 : “Kita akan kembaliji kalau terompet kerajaan dabunyi”
Ratu SekarDewi : “Berhati-hatilah nak”
7 Bidadari : “Baik bu”

Tanpa disengaja Jaka Tarub mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda. Sampai
akhirnya ia menemukan 7 wanita cantik yang sedang mandi di sebuah danau.
Jaka Tarub : “astaga.. ada 7 wanita cantik pale, adami kayaknya disitu jodohku”

Dengan mengendap-ngendap, Jaka Tarub berjalan mendekat menuju danau. Kemudian ia


menemukan pakaian wanita-wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri salah
selendang dan menyembunyikannya.
(Terompet Kerajaan dari kahyangan berbunyi)
Bidadari 1 : “Cepat-cepatmi dek,, kita mau kembalimi ke kahyangan. Ayah dia sudah panggilmi kita pulang”
Nawang Wulan : “Tapi kak, selendang merahku tidak ada. sa tidak bisa pulang kalau ndada itu selendang ”
(Bidadari yang lain sibuk mencari selendang Nawang Wulan)
Bidadari 4 : “Bagaimana mi ini..? Padalah selendangnya Nawang Wulan tadi ada di sebelah selendangku”
Bidadari 5 : “sa sudah cari mi juga selendangnya Nawang Wulan, tapi sa tidak dapat juga”
Bidadari 6 : “iya saya juga sudah sa cari mi.! jadi bagaimanami ini kak?”
Bidadari 1 : hi, ndatau mi juga ini nda mungkin kita mau di sini terus! kita harus pulang ke kahyangan sekarang .kita
minta Maaf nah nawang Wulan, mungkin sudah takdirmu mi tinggal di mayapada”
Nawang Wulan : “Tapi kak, bagaimanami dengan saya disini?”
Bidadari 1 : “kita tidak tau juga mau buat apa Nawang Wulan. Jaga saja dirimu nah. Selamat tinggal Nawang
Wulan”
Nawang Wulan : “Kakaaaaaaaaaaaaaaaak!!” (menangis)

Keenam bidadari cantik itu pun meninggalkan Nawang Wulan sendirian. Selendang merah Nawang
Wulan masih belum ia temukan. Nawang Wulan merasa kesepian dan menangis di tepi danau.
Jaka Tarub pun akhirnya keluar dari persembunyiannya. Ia mendekati Nawang Wulan dan
menghiburnya.

Jaka Tarub : “kenapa ko menangis gadis cantik?”


Nawang Wulan : ‘’ da hilang selendang merahku. Sa tidak bisa kembali ke kahyangan kalau ndada itu
selendang ”
Jaka Tarub : “Kahyangan? Oh bidadari kah kau?”
Nawang Wulan : (diam karena takut untuk menjawab)
Jaka Tarub : nda usah ko takut sama saya, bidadari cantik. Daripada ko tinggal di hutan sendirian,
bagaimana kalau ko ikut ke rumahku? Kau bisaji tinggal di rumahku untuk sementara”
Nawang Wulan : ”Betulko?”
Jaka Tarub : “Ya, kau bisaji tinggal selama apapun kau mau. Pakaimi ini” (memberikan sebuah selendang)
Nawang Wulan : “Terima kasih”
Jaka Tarub : “Oh ya, sapa namamu?”
Nawang Wulan : “saya Nawang Wulan”
Jaka Tarub : “bagusnya namanya. saya Jaka Tarub.sini ikuti saya”

Dengan senangnya Nawang Wulan mengikuti Jaka Tarub menuju rumah Jaka Tarub. Ia menerima
ajakan Jaka Tarub karena tidak tahu harus berbuat apalagi.
(Di kahyangan)
Kakak-kakak dari Nawang Wulan merasa takut untuk menghadapi ayah mereka. Mereka takut ayah
dan ibu mereka akan marah karena mereka pulang ke kahyangan tanpa Nawang Wulan.
Ketakutan mereka pun akhirnya benar-benar terjadi.
Raja Ajisaka : “mana mi Nawang Wulan?”
7 Bidadari : (saling menatap 1 sama lain karena ketakutan)
Ratu Sekar Dewi : “mana dia..? Kenapa kalian pulang tidak ada dia?” (menghampiri ke 6 bidadari dan bertanya
dengan lembut)
Bidadari 1 : “Maafkan kita ayah, ibu.. Nawang Wulan dia tidak bisa kembali ke kahyangan karena
selendangnya hilang”
Bidadari 2 : “Iya ibu, selendangnya Nawang Wulan tidak bisa didapat biarpun sudah kita cari”
Raja Ajisaka : “Ayah kecewa sama kalian karena tidak bisa menjaga adikmu” (bicara dengan nada keras)
6 Bidadari : “Maafkan kami ayah..”
Ratu Sekar Dewi : “Sudahlah… jangan salahkan mereka. Mungkin sudah takdir Nawang Wulan untuk tinggal di
mayapada” (sedih)
Raja Ajisaka : “Apa mi yang kita bikin untuk Nawang Wulan, patih hadiyawarman?”
Patih : “sa setuju dengan perkataan Ratu Sekar Dewi, Raja.. Mungkin sudah takdirnya Nawang
Wulan untuk tinggal di mayapada. Jadi kita nda usah lakukan apa-apa. Kita berharap saja semoga tidak terjadi apa
apa pada Nawang Wulan”
Raja Ajisaka : “okelah kalau begitu”
Hari demi hari antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun telah berlalu. Mereka semakin menyatu
dan saling mengenal satu sama lain. Akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Tapi ada beberapa
pihak yang tidak suka dengan pernikahan mereka. Orang itu adalah Laras dan Arya.
Laras dan Arya pun berencana untuk menghancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub.
Laras : “sa jengkel dengan pernikahannya mereka”
Arya : “samaji saya juga”
Laras : “Kita harus hancurkan pernikahan mereka”
Arya : “Tapi apa rencana mu?”
Laras : kau harus bantu saya untuk dapatkan Jaka”
Arya : “Baik, sa akan bantu kau, tapi apa imbalannya untuk saya?”
Laras : “Sebagai imbalannya sa akan bantu kau untuk dapatkan Nawang Wulan”
Arya : “Baiklah, sa setuju”

Mereka berdua pun terus berusaha untuk mengancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka
Tarub. Namun akhirnya usaha mereka gagal.
Setelah pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub sudah cukup lama, mereka dikaruniai anak
kembar. Yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Anak mereka bernama Nawang Asih dan Jaka
Tengil.
Setelah Nawang Asih dan Jaka Tengil beranjak dewasa. Permasalahan antara Jaka Tarub dan
Nawang Wulan pun semakin bertambah.
Terusiklah rasa ingin tahu JakaTarub tentang Nawang Wulan karena hasutan Arya dan kedua teman
Jaka Tarub yaitu Banyu dan Indra.

Arya : “Jaka, ko tidak tidak curiga kah pada istrimu?”


Jaka Tarub : “Apa maksudmu?”
Arya : “Bukankah selama ini istrimu Nawang Wulan da selalu larang kau untuk
tidak buka itu bakul yang da gunakan untuk masak nasi?”
Jaka Tarub : “Iya, itu memang benar. Tapi apa masalahnya?”
Indra : “ko tidak curiga kenapa beras di lumbung mu masih utuh, kayak tidak pernah dipakai”
Banyu : “Jaka tidak akan pernah curiga teman-teman, karena dia sudah merasa bahagia mendapatkan
istri secantik Nawang Wulan”
Jaka Tarub : (diam merenungi perkataan teman-temannya).

Pada saat Jaka Tarub pulang ke rumah ia melihat istrinya Nawang Wulan sedang memasak.
Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum…”
Nawang Wulan : “Wa’alaikumsalam. Kita sudah pulang pale”
Jaka Tarub : “Iya, kenapa?”
Nawang Wulan : “Bolehkah sa minta tolong?”
Jaka Tarub : “minta tolong untuk apa ?”
Nawang Wulan : “Tolong jagakan ini api karena sa sedang masak nasi”
Jaka Tarub : “Memangnya kita mau pergi kemana?”
Nawang Wulan : “sa mau pergi ke sungai cuci pakaian”
Jaka Tarub : “Baiklah,
Nawang Wulan : “Tapi ingatnah, kita tidak boleh buka tutupnya ini kukusan .”
Jaka tarub : “Tenangmi sa nda akan ji buka itu kukusan”

Setelah Nawang Wulan pergi. Jaka Tarub ingat dengan perkataan teman-temannya. Karena hatinya
dipenuh dengan rasa penasaran. Jaka Tarub pun membuka tutup kukusan yang ada di depannya.
Jaka Tarub : “astaga , ternyata selama ini Nawang Wulan da hanya masak setangkai padi. Pantas saja
selama ini itu padi di lumbung masih banyak.

Nawang Wulan tiba-tiba datang sepulang dari mencuci pakaian di sungai.


Nawang Wulan : “apa kita bikin disitu?” (bertanya dengan nada keras)
Jaka Tarub : “ndada ji” (dengan terbata-bata). “sa mau pergi dulu ke ladang, ada pekerjaan yang harus
diselesaikan”
Setelah Jaka pergi Nawang Wulan pun membuka isi kukusannya. Pada saat itu juga Nawang Wulan
curiga pada suaminya Jaka Tarub karena setangkai padi masih tergolek di dalamnya. Tahulah ia bahwa
suaminya telah membuka kukusan itu hingga kesaktiannya hilang.
Sejak saat itulah Nawang Wulan harus menumbuk dan menapi beras untuk dimasak, seperti wanita
pada umumnya. Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu hari Nawang Wulan menemukan
selendang bidadarinya yang terselip diantara tumpukan padi. Tahulah ia bahwa suaminyalah yang telah
menyembunyikan selendang itu.
Nawang Wulan : “Ternyata selama ini Jaka Tarub yang sembunyikan selendangku. Dan karena isi
lumbung terus berkurang pada akhirnya sa bisa temukan kembali. Ini pasti sudah jadi kehendak yang diatas”
(Nawang Wulan bergumam)

Setelah Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya dicuri oleh suaminya Jaka Tarub, Nawang
Wulan pun memutuskan untuk kembali ke kahyangan dan meninggalkan Jaka Tarub dan kedua anaknya.
Nawang Wulan : “suamiku , maafkan saya, sa harus pergi”
Jaka Tarub : “Tapi bagaimana dengan anak kita Jaka Tengil dan Nawang Asih?”
Nawang Wulan : “Jaga kedua anak kita, ”
Jaka Tarub : “Tapi sa tidak sanggup jaga mereka berdua sendirian”
Nawang Wulan : “sa percaya kita bisaji jaga kedua anak kita”
Nawang Asih : “Ibu, jangan tinggalkan Asih sendiri” (menangis sambil memeluk Ibunya)
Jaka Tengil : “Iya bu, jangan tinggalkan kami sendiri”
Nawang Wulan : “Kalian kan tidak sendiri, ada ayah kalian disini”
Jaka Tengil dan Nawang Asih : “Tapi bu, kami ingin ibu bersama kami disini”
Jaka Tarub : “Apa kamu tega tinggalkan Asih dan Tengil sendiri tanpa kamu disisi mereka”
Nawang Wulan : “Tapi bukan disini tempatku. Tempatku adalah di kahyangan, bukan disini ”
(menangisi kedua anaknya)

Akhirnya dengan penuh rasa keterpaksaan jaka dan kedua anaknya mengikhlaskan kepergian
Nawang Wulan. Bahkan mereka mengantarkan kepergian Nawang Wulan.
Nawang Asih : “Ibuuuuuuuuuuuu…” (menangis dan menggengam tangan Nawang Wulan)
Jaka Tengil : “Ibuuuuuuuu.. jangan tinggalkan Tengil bu”
Nawang Wulan : “Ibu tidak akan pergi jauh dari kalian, ibu akan awasi kalian dari kahyangan”
Jaka Tarub : “Hati-hati ”

Tidak lama setelah itu Nawang Wulan kembali ke mayapada untuk menemui kedua anaknya.
Jaka Tengil dan Nawang Asih: “Ibuuuuuuuu”
Nawang Wulan : “Iya anakku”
Nawang Asih : “Apakah ibu kembali lagi?”
Nawang Wulan : “Tidak anakku..”
Jaka Tengil : “Kenapa bu?”
Nawang Wulan : “Karena rumah ibu bukan disini nak”
Jaka Tarub : “ko mau kembali lagi ke kahyangan?”
Nawang Wulan : “Iya ”
Jaka Tarub : “tapi bagaimana kalau kita rindu kau?”
Nawang Wulan : “Kenanglah saya ketika kalian melihat bulan. Maka saya akan hibur kalian dari atas sana”

Nawang Wulan pun kembali ke kahyangan, meninggalkan Jaka Tarub dan kedua
anaknya. Sejak saat itu Jaka Tarub dan kedua anaknya selalu menatap rembulan di malam hari untuk
mengenang Nawang Wulan

Anda mungkin juga menyukai