Dahulu kala di desa terpencil, tinggallah seorang Ibu dan anaknya yang bernama Jaka Tarub. Jaka
Tarub sudah ditinggal ayahnya sejak ia masih kecil. Ia adalah anak yang baik. Ia suka menolong dan
membantu ibunya bekerja.
Jaka Tarub semakin dewasa. Rambut ibunya pun semakin memutih karena dimakan usia. Suatu hari
mereka sedang bertani di sawah.
Ibu Jaka Tarub : “Nak, ada yang ingin Ibu katakan padamu”
Jaka Tarub : “ apa bu?”
Ibu Jaka Tarub : “Nak, Ibu lihat kau sudah dewasa, sudah pantas mi kamu meminang gadis. Cepatmi menikah, Ibu
ingin menimang cucu sebelum Ibu pergi”
Jaka Tarub : “Tapi sa belum ingin menikah bu”
Ibu Jaka Tarub : “Tapi jika ibu sudah tiada nanti, sapa yang akan urus kau?”
Jaka Tarub : “Jangan bicara seperti itu bu”
Ibu Jaka Tarub : “Ibu hanya merasa semakin lelah nak…”
Jaka Tarub bingung dengan perkataan ibunya. Ada sesuatu hal yang aneh dari ibunya.
Di subuh hari Ibu tidak seperti biasanya ibu Jaka Tarub menyiapkan secangkir kopi dan makanan untuk
Jaka Tarub.
Jaka pun menuju sawahnya untuk bertani. Walaupun hanya pergi bekerja sendirian ia tetap semangat
demi ibunya yang sedang lemah di rumah. Tanpa ia sadari ada seorang gadis yang sedang berjalan
mengikutinya. Ia adalah Laras, anak dari kepala desa.
Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum bu. Bu.. bu.. Ibu dimanaki? Kenapa rumah berantakan?”
Jaka Tarub menyesali perbuatannya yang telah membiarkan ibunya yang lemah di rumah sendirian.
Ia kemudian menyendiri dan terlihat selalu murung.
Hari berganti hari, Jaka Tarub selalu teringat pada permintaan terakhir ibunya. Ia mempunyai obsesi
untuk mempunyai istri seorang bidadari yang cantik dan berjiwa suci agar dia dapat mempunyai keturunan
yang mulia. Namun sampai saat ini ia belum juga menemukan sang kekasih. Hasil panen Jaka Tarub
semakin sedikit, ia semakin terpuruk hidup sendiri.
Suatu hari Jaka Tarub pergi ke hutan untuk menghilangkan beban pikirannya.
(Di Kahyangan)
Terlihat 7 bidadari cantik sedang meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke mayapada
(bumi).
Bidadari 1 : “Ayah, Ibu, saya dan adik-adik mau minta izin untuk pergi ke mayapada”
Raja Ajisaka : “Pergimi nak, tapi ingat nah kalau terompet kerajaan sudah bunyi kalian harus mi kembali
ke istana”
Bidadari 2 : “Iya ayah, kami kita mengerti”
Bidadari 3 : “Kita akan kembaliji kalau terompet kerajaan dabunyi”
Ratu SekarDewi : “Berhati-hatilah nak”
7 Bidadari : “Baik bu”
Tanpa disengaja Jaka Tarub mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda. Sampai
akhirnya ia menemukan 7 wanita cantik yang sedang mandi di sebuah danau.
Jaka Tarub : “astaga.. ada 7 wanita cantik pale, adami kayaknya disitu jodohku”
Keenam bidadari cantik itu pun meninggalkan Nawang Wulan sendirian. Selendang merah Nawang
Wulan masih belum ia temukan. Nawang Wulan merasa kesepian dan menangis di tepi danau.
Jaka Tarub pun akhirnya keluar dari persembunyiannya. Ia mendekati Nawang Wulan dan
menghiburnya.
Dengan senangnya Nawang Wulan mengikuti Jaka Tarub menuju rumah Jaka Tarub. Ia menerima
ajakan Jaka Tarub karena tidak tahu harus berbuat apalagi.
(Di kahyangan)
Kakak-kakak dari Nawang Wulan merasa takut untuk menghadapi ayah mereka. Mereka takut ayah
dan ibu mereka akan marah karena mereka pulang ke kahyangan tanpa Nawang Wulan.
Ketakutan mereka pun akhirnya benar-benar terjadi.
Raja Ajisaka : “mana mi Nawang Wulan?”
7 Bidadari : (saling menatap 1 sama lain karena ketakutan)
Ratu Sekar Dewi : “mana dia..? Kenapa kalian pulang tidak ada dia?” (menghampiri ke 6 bidadari dan bertanya
dengan lembut)
Bidadari 1 : “Maafkan kita ayah, ibu.. Nawang Wulan dia tidak bisa kembali ke kahyangan karena
selendangnya hilang”
Bidadari 2 : “Iya ibu, selendangnya Nawang Wulan tidak bisa didapat biarpun sudah kita cari”
Raja Ajisaka : “Ayah kecewa sama kalian karena tidak bisa menjaga adikmu” (bicara dengan nada keras)
6 Bidadari : “Maafkan kami ayah..”
Ratu Sekar Dewi : “Sudahlah… jangan salahkan mereka. Mungkin sudah takdir Nawang Wulan untuk tinggal di
mayapada” (sedih)
Raja Ajisaka : “Apa mi yang kita bikin untuk Nawang Wulan, patih hadiyawarman?”
Patih : “sa setuju dengan perkataan Ratu Sekar Dewi, Raja.. Mungkin sudah takdirnya Nawang
Wulan untuk tinggal di mayapada. Jadi kita nda usah lakukan apa-apa. Kita berharap saja semoga tidak terjadi apa
apa pada Nawang Wulan”
Raja Ajisaka : “okelah kalau begitu”
Hari demi hari antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun telah berlalu. Mereka semakin menyatu
dan saling mengenal satu sama lain. Akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Tapi ada beberapa
pihak yang tidak suka dengan pernikahan mereka. Orang itu adalah Laras dan Arya.
Laras dan Arya pun berencana untuk menghancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub.
Laras : “sa jengkel dengan pernikahannya mereka”
Arya : “samaji saya juga”
Laras : “Kita harus hancurkan pernikahan mereka”
Arya : “Tapi apa rencana mu?”
Laras : kau harus bantu saya untuk dapatkan Jaka”
Arya : “Baik, sa akan bantu kau, tapi apa imbalannya untuk saya?”
Laras : “Sebagai imbalannya sa akan bantu kau untuk dapatkan Nawang Wulan”
Arya : “Baiklah, sa setuju”
Mereka berdua pun terus berusaha untuk mengancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka
Tarub. Namun akhirnya usaha mereka gagal.
Setelah pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub sudah cukup lama, mereka dikaruniai anak
kembar. Yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Anak mereka bernama Nawang Asih dan Jaka
Tengil.
Setelah Nawang Asih dan Jaka Tengil beranjak dewasa. Permasalahan antara Jaka Tarub dan
Nawang Wulan pun semakin bertambah.
Terusiklah rasa ingin tahu JakaTarub tentang Nawang Wulan karena hasutan Arya dan kedua teman
Jaka Tarub yaitu Banyu dan Indra.
Pada saat Jaka Tarub pulang ke rumah ia melihat istrinya Nawang Wulan sedang memasak.
Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum…”
Nawang Wulan : “Wa’alaikumsalam. Kita sudah pulang pale”
Jaka Tarub : “Iya, kenapa?”
Nawang Wulan : “Bolehkah sa minta tolong?”
Jaka Tarub : “minta tolong untuk apa ?”
Nawang Wulan : “Tolong jagakan ini api karena sa sedang masak nasi”
Jaka Tarub : “Memangnya kita mau pergi kemana?”
Nawang Wulan : “sa mau pergi ke sungai cuci pakaian”
Jaka Tarub : “Baiklah,
Nawang Wulan : “Tapi ingatnah, kita tidak boleh buka tutupnya ini kukusan .”
Jaka tarub : “Tenangmi sa nda akan ji buka itu kukusan”
Setelah Nawang Wulan pergi. Jaka Tarub ingat dengan perkataan teman-temannya. Karena hatinya
dipenuh dengan rasa penasaran. Jaka Tarub pun membuka tutup kukusan yang ada di depannya.
Jaka Tarub : “astaga , ternyata selama ini Nawang Wulan da hanya masak setangkai padi. Pantas saja
selama ini itu padi di lumbung masih banyak.
Setelah Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya dicuri oleh suaminya Jaka Tarub, Nawang
Wulan pun memutuskan untuk kembali ke kahyangan dan meninggalkan Jaka Tarub dan kedua anaknya.
Nawang Wulan : “suamiku , maafkan saya, sa harus pergi”
Jaka Tarub : “Tapi bagaimana dengan anak kita Jaka Tengil dan Nawang Asih?”
Nawang Wulan : “Jaga kedua anak kita, ”
Jaka Tarub : “Tapi sa tidak sanggup jaga mereka berdua sendirian”
Nawang Wulan : “sa percaya kita bisaji jaga kedua anak kita”
Nawang Asih : “Ibu, jangan tinggalkan Asih sendiri” (menangis sambil memeluk Ibunya)
Jaka Tengil : “Iya bu, jangan tinggalkan kami sendiri”
Nawang Wulan : “Kalian kan tidak sendiri, ada ayah kalian disini”
Jaka Tengil dan Nawang Asih : “Tapi bu, kami ingin ibu bersama kami disini”
Jaka Tarub : “Apa kamu tega tinggalkan Asih dan Tengil sendiri tanpa kamu disisi mereka”
Nawang Wulan : “Tapi bukan disini tempatku. Tempatku adalah di kahyangan, bukan disini ”
(menangisi kedua anaknya)
Akhirnya dengan penuh rasa keterpaksaan jaka dan kedua anaknya mengikhlaskan kepergian
Nawang Wulan. Bahkan mereka mengantarkan kepergian Nawang Wulan.
Nawang Asih : “Ibuuuuuuuuuuuu…” (menangis dan menggengam tangan Nawang Wulan)
Jaka Tengil : “Ibuuuuuuuu.. jangan tinggalkan Tengil bu”
Nawang Wulan : “Ibu tidak akan pergi jauh dari kalian, ibu akan awasi kalian dari kahyangan”
Jaka Tarub : “Hati-hati ”
Tidak lama setelah itu Nawang Wulan kembali ke mayapada untuk menemui kedua anaknya.
Jaka Tengil dan Nawang Asih: “Ibuuuuuuuu”
Nawang Wulan : “Iya anakku”
Nawang Asih : “Apakah ibu kembali lagi?”
Nawang Wulan : “Tidak anakku..”
Jaka Tengil : “Kenapa bu?”
Nawang Wulan : “Karena rumah ibu bukan disini nak”
Jaka Tarub : “ko mau kembali lagi ke kahyangan?”
Nawang Wulan : “Iya ”
Jaka Tarub : “tapi bagaimana kalau kita rindu kau?”
Nawang Wulan : “Kenanglah saya ketika kalian melihat bulan. Maka saya akan hibur kalian dari atas sana”
Nawang Wulan pun kembali ke kahyangan, meninggalkan Jaka Tarub dan kedua
anaknya. Sejak saat itu Jaka Tarub dan kedua anaknya selalu menatap rembulan di malam hari untuk
mengenang Nawang Wulan