Anda di halaman 1dari 4

Avec Toi

Di ruangan serba putih itu seakan waktu terhenti bagi kedua orang yang berada
didalamnya. Laki-laki yang terbaring dengan perban putih melilit lengan kiri, gadis yang telihat
lebih muda kini tengah berdiri menghadap laki-laki tersebut. Gadis itu sesegukan menangis,
bahunya bergetar hebat.

“Memang seharusnya dari awal kita tidak usah bertemu!”

‘-‘

Angin berhembus lembut menerbangkan bunga yang mekar. Cahaya sore itu begitu
tenang dan halus memasuki kelas kosong melalui jendela yang terpasang. Noelle berdiri didepan
pintu ruangan bertuliskan xii-1 dengan bimbang, Apa yang kulakukan?. Sesuatu merasukinya
untuk datang ke acara Kelulusan kakak kelasnya. Apa seharusnya aku tidak datang, ya?,
tanyanya dalam hati. Gerakan tangannya terhenti menyentuh kenop pintu. Ide tersebut
mengganggu pikirannya

Kepalanya digelengkan ke kanan dan kiri, menolak ide tersebut. Perlahan jemarinya lihai
memutar kenop. Memperlihatkan seorang yang baru saja lulus beberapa jam yang lalu,

“Aku menunggumu, lho” sapa laki-laki yang berdiri sendirian disana, dan ialah tujuan
Noelle datang kemari. Ketika acara selesai, Noelle hanya memperhatikan dari jauh supaya tidak
terlihat. Disisi lain, ia juga tidak berani. Langkahnya mulai terayun tetapi kepalanya terus
menunduk tanpa sekalipun menoleh.

“Aku- ingin mengatakan sesuatu, kak.”

Senior tersebut senang mendengarnya. Saking senangnya ia malah ingin memeluk Noelle
dan membicarakan banyak hal seharian. Tetapi, ia menahannya dan berusaha untuk tetap tenang
mendengarkan. Noelle menahan nafas sebentar,
“Aku tidak ingin memikirkan apapun. Karena, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan
mulai sekarang. Sudahlah, lupakan saja semua yang kukatakan. Maaf, karena berteman dengan
seorang archiviste sepertiku yang pernah melukaimu”. Tangan kecil Noelle memegangi ujung
rambutnya sendiri kemudian membungkukkan badan. Sebenarnya ia bingung hendak
mengutarakan apalagi. Tanpa pikir panjang ia hentikan saja. Padahal mereka ini hampir tidak
pernah bertegur sapa lagi dalam kurun waktu setengah tahun.

Gadis tersebut akhirnya berdiri tegak, netranya perlahan naik berusaha menatap mata
yang ia rindukan itu. Valdrich tengah memperhatikannya seraya tersenyum kepada Noelle. Lidah
Noelle seketika kelu, tinggal mengucapkan selamat tinggal apa susahnya?. Ia menelan salivanya
kasar, detik jam seakan memburunya untuk cepat-cepat mengatakannya.

“Selamat atas kelulusannya, semoga sukses selalu. Selamat sore”

Noelle berbalik pergi. Ini adalah keputusannya sendiri agar senantiasa dijauhi. Awal
tahun ajaran baru yang saat itu adalah tahun kedua bagi Noelle tiba-tiba saja Val mendatanginya
dan berkata ingin berkenalan, terus datang meski Noelle menolak lalu Val membicarakan semua
hal hingga yang tak penting. Noelle acuh pada awal lambat laun mulai menerima namun,
pikirannya kemana-mana. Justru val terasa semakin jauh baginya. Jadi sebelum terlambat Noelle
memutusnya tepat setelah tragedi.

Langkah Noelle terhenti, tangan Val menghentikannya dengan menggenggam tangan


kecil Noelle. Ada jeda beberapa detik disana sebelum akhirnya Val angkat bicara.

“sudah? Hanya segitu?. Datang kemari pasti membutuhkan perjuangan untukmu. Kau
yakin hendak langsung pulang?”

Degup jantung Noelle bertambah cepat, ia memilin bibirnya. Val menghembuskan nafas
dengan senyum yang masih setia diwajahnya,

“setelah kau memasuki kenangan dan tak sadarkan diri aku pikir itu adalah salahKu yang
terlalu memaksa. Selama ini aku melihatmu, kau itu orangnya seperti apa. Tetapi karena
ketidaktahuanku tentang masa lalumu, hal ini terjadi. Makanya aku membiarkanmu bebas” ucap
Val pelan seperti sedang menjaga sesuatu agar tidak pecah Maksudnya bebas itu sendirian?
“Bohong!” seru Noelle dengan nada tinggi diikuti gerakan tubuhnya yang menepis
tangan Val dan berbalik badan

Itu berarti kau membuatku sendirian lagi!

“Apa gunanya jika hanya aku yang terbebas!? Aku tidak mau itu!” jelas Noelle menolak
mentah-mentah keputusan itu. Noelle frustasi, ia meremas rambutnya. Rasa sesak hinggap
didada, tangannya memukuli bagian yang ia rasa sesak berharap perasaan itu menghilang.
Kepalanya kembali tertunduk. Val terbelalak menyadari perubahan sikap Noelle,

“Hei-hei, tenanglah” Val memegangi kedua tangan Noelle agar tidak bisa bergerak bebas.
Tanpa bisa dibendung lagi, air mata Noelle tumpah menghiasi wajah manisnya. Val sungguh
tidak mengerti sekarang. Senyum diwajah Val sempurna digantikan raut cemas.

“Jangan lari dariku, kumohon. Jangan tinggalkan aku sendiri” Ujar Noelle lelah.
Tangisnya terdengar mengeras.

Val terdiam menatap Noelle sayu, kupikir kau membenciku. Semua inI pasti Hanya untuk
kebaikan satu sama lain, tak ada yang saling membenci. Hanya perasaan saling melindungi.
Tangan val bergerak mengusap air mata Noelle. Dengan lembut tangannya terus mengusap
butiran bening dari mata cantiknya.

''Jangan menangis'' tenang Val pada Noelle justru membuat noelle semakin menangis

''Hei... '' panggil Val sekali lagi

Noelle gusar, ia mencoba mengangkat kepalanya agar saling bertatapan seperti yang diminta Val
secara tidak langsung. Membayangkan wajahnya yang terlihat buruk saat ini. Noelle hanya bisa
pasrah dengan apa yang akan diutarakan seniornya

''Dengar Noelle'' kali ini Val mencoba mengambil fokus Noelle sepenuhnya. Lantas tersenyum
ketika tatap mata mereka bertemu, saat itu Val berpikir karena ia sangat bodoh karena telah
membuat Noelle menangis

''ketika aku bilang ingin berkenalan dengan dan mengetahui dirimu itu bukan semata karena
rumor yang beredar. Bila kau masih mengutuk kemampuanmu tak apa'' Val menjeda
perkataannya
''karena itu biarkan aku yang mengabulkan permohonan mu, harus aku. Emosi yang tak enak
dipandang atau kemampuanmu yang kau anggap kutukan itu aku akan menerimamu. Aku
menolak untuk membiarkanmu bebas, setidaknya bersamaku''

Berhenti. Mendengar penuturan Val dimata Noelle cahaya yang sempat redup akhirnya kembali
menyala. Tercetak jelas dimata Val rasa senang yang meluap disana sampai Matanya
membentuk segaris, Ia begitu lega telah mengatakannya. Setidaknya ia tidak akan tersiksa
dimalam hari hanya karena membuat keputusan seperti yang dulu ia lakukan. Noelle hanya bisa
terdiam tetapi ada sesuatu yang menghangat di dadanya. Rasa sesak tadi menghilang entah
kemana.

Tangis Noelle kembali pecah, aneh. Padahal ia merasa bahagia tapi kenapa air matanya tak
kunjung surut?. Kali ini Val membiarkan Noelle menangis didalam pelukannya. Noelle juga
tidak memberontak, ia membenci sifat seniornya yang telah mengacaukan perasaan miliknya, dia
selalu membuat Noelle sakit kepala,

''Membuat janji yang belum pasti, tidak masuk akal. Kau konyol, kak! ''gerutu noelle samar
untungnya Val bisa mendengarnya, yang kemudian terkekeh

''Mari memandang langit lagi''

dibalas anggukan kecil dari kepala Noelle yang masih sembunyi dipelukan Val. Untuk pertama
kalinya Noelle bersyukur dilahirkan sebagai archiviste. Sebutan bagi mereka yang memiliki
rambut pucat dan kulit kecoklatan. Seorang archiviste mewarisi ingatan melalui darah, Noelle
sangat membenci kemampuannya karena ia ibunya meninggal saat melahirkan Noelle, ayahnya
meninggal ketika melindungi dirinya uang ditolak warga di tempat kelahiranya. Dan lagi,
kenangan itu selalu membawa emosi yang Noelle tak inginkan. Terasa menyakitkan dipaksa
merasakan kenangan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai