Anda di halaman 1dari 5

Mungkin sudah sekitar tiga hari sejak Lalita tak berbicara kepada Sean.

Lalita juga enggan


sekali untuk bicara dengan Sean. Jangankan bicara, untuk melihat wajahnya saja Lalita
jengah.

Maka dari itu, Lalita lebih memilih perpustakaan sebagai tempat bersembunyi nya di sekolah.
Karena tempat itu bukanlah tipikal tempat yang biasanya ditempati seorang berandal sekolah
seperti dia. Jadi, meskipun ada yang mencarinya, mereka tak mungkin mengira dia ada di
perpustakaan.

Lalita telah terbiasa melewatkan jam pembelajaran. Apalagi itu adalah jam-jam terakhir
menuju pulang sekolah dan berakhir Lalita akan diam disekolah hingga waktu sore, barulah
ia pulang. Setidaknya itulah kegiatan normalnya sebelum berpacaran dengan Sean. Dan
sekarang juga masih terjalankan, setelah berpacaran dengan Sean. Bahasa simpelnya, setelah
putus.

Seperti saat ini, Lalita tengah bermain-main dengan bola basket yang ia pantulkan. Ia disini
mencoba mengusir rasa bosannya dengan bermain-main dengan bola oranye dengan asal. Ia
tak tahu bagaimana tepatnya cara bermain dengan bola itu, ia hanya akan memasukkan nya
ke dalam keranjang berlubang diatas sana.

Jika biasanya Lalita hanya berdiam diri tanpa tujuan, kali ini Lalita sedang menunggu
seseorang.

Kelvin. Tepatnya.

Ya, meski ia terus bersembunyi dalam perpustakaan, Berita heboh tak pernah luput dari
telinganya. Ia juga telah mendesak adik kelas untuk menjelaskan dengan detail apa yang
terjadi saat kejadian menghebohkan di kantin, saat Perkelahian antara Sean dan Kelvin.

Memang sudah berlalu dua hari sejak Perkelahian tersebut terjadi namun, sebenarnya Lalita
juga tahu jika yang mendapat luka parah adalah Kelvin hingga anak itu masuk RS karena
tulang hidungnya retak. Sehingga, Lalita dengan logikanya menunggu dua hari agar Kelvin
bisa ditemui secara langsung. Setidaknya Kelvin sudah sedikit membaik. Toh, Dia tidak
lumpuh karena Sean.

Tujuan Lalita hanya untuk mengetahui bagaimana jelasnya kejadian itu bermulai.
Kelvin masuk RS sedangkan Sean dikabarkan sehat. Bahkan, Lalita tak sengaja melihatnya
kemarin berada dikantin. Jika begitu, Lalita bingung harus memihak siapa.

Sean tak pernah semarah itu hingga membuat tulang hidung seseorang retak dan Kelvin tidak
mungkin tidak membalas Perkelahian.

“Hey, cutie. Do you miss me?” Sebuah suara menyebalkan menginterupsi kegiatan Lalita
yang akan mengambil bola yang menggelinding. Bola itu lantas ia abaikan dan Lalita
menghampiri Kelvin yang tersenyum smirk di kursi tribun.

Hidungnya ternyata diperban. Dan masih terlihat bekas keunguan di sekitar kulit wajah
Kelvin yang Lalita tebak adalah sasaran empuk kepalan tangan Sean.

“Stop, gue gak nyuruh lo buat peluk-peluk gue,” Tegas Lalita sesaat ketika Kelvin telah
mengambil ancang-ancang ingin memeluknya. Sok akrab sekali.

“So, kenapa lo chat gue buat kesini? Apa akhirnya lo udah berpaling hati?” Tanya Kelvin

“Hidung lo,” Lalita menunjuknya terang-terangan, “Apa yang terjadi lusa kemarin?”

“Ini?” Kelvin terkekeh remeh, “Ini akibat Sean. Dia pukul gue sampai begini,”

“Terus?” Lalita bersendekap, tatapannya sangat mengintimidasi.

“Lo khawatir ke gue, La?” Kata Kelvin penuh harap

“Kenapa lo bisa dipukul Sean? Maksud gue, apa yang lo lakuin sehingga Sean bisa semarah
ini ke Lo,” Lalita langsung ke inti. Selain penasaran, ia juga tidak mau berlama-lama dengan
lelaki seperti Kelvin.

“La, lo enggak mau nanya dulu keadaan gue? Setelah itu gue baru bisa jelasin yang terjadi,”
Tawar Kelvin.

Lalita merasa Kelvin tengah mengulur waktunya saja. Kelvin pasti menyembunyikan sesuatu.
“Enggak perlu ba-bi-bu, gue mau tahu apa yang terjadi,” Tolak Lalita. Sudah Lalita tegaskan
kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak mau berlama-lama dengan dengan Kelvin. Apalagi
sekolah telah sepi. Anak ekskul kebanyakan berada di sisi berlawanan nya.

“Apa lo nuduh gue?” Kelvin tiba-tiba mengikis jarak.

“Maksud Lo?” Lalita mencoba tetap tegas walau hatinya berdebar takut, semakin Kelvin
maju semakin mundur pula Lalita.

“Ya, pertanyaan lo seakan menuduh gue. Gue yang babak belur begini tapi perkataan lo
seolah-olah gue yang telah pukul Sean. Lo pasti udah denger juga ‘kan kalo gue sama sekali
enggak melawan, La?”

“Stop, Vin! Gue bukan bermaksud begitu, selama ini Sean enggak pernah—“ Ucapan Lalita
tercekat

“Cukup jelas, La. Cukup Jelas. Lo enggak perlu ngebantah lagi,” Kelvin meraup wajahnya
kemudian tersungging senyum dan tertawaan yang terdengar seperti orang gila.

Kelvin lantas mencengkeram kedua bahu Lalita. Sangat erat dan keras sehingga Lalita
meringis.

“LO HARUSNYA SAMA GUE, LA!”

“Vin! Cukup!” Lalita memberontak, ia mencoba memukul-mukul bahu Kelvin tapi yang
perlu Lalita ketahui, sekuat tenaganya ia tak pernah bisa mengalahkan kekuatan seorang laki-
laki.

“La, Sean itu banci, dia enggak bisa jaga lo. Cuman gue. Cuman gue yang bisa, La!” Kelvin
seperti orang tidak waras, ia berkata dengan marah dan tawa yang menyeramkan.

“Sadar, Vin! SADAR!” Lalita ketakutan. Disisi lain ia juga tak bisa lepas dari cengkeraman
Kelvin.
Tiba-tiba, Lalita merasakan tubuhnya semakin berada di pinggiran tribun.

“Vin! Apa yang lo lakuin!? Stop, Vin! Stop!” Merasa akan dijatuhkan dari sana, Lalita mau
tak mau mencengkeram baju Kelvin agar ia bisa meminimalisir terjadinya tragedi.

“Lo harus sama gue, La!”

“B*d*h! Pergi lo, Kelvin! Dasar Gila!”

Sedetik kemudian, terdengar teriakan dari Lalita. Ia telah jatuh dari tribun.

Kelvin terlihat ketakutan dengan tiba-tiba kemudian lari meninggalkan nya. Sendiri dengan
kesakitan.

Lalita memegang pergelangan kakinya yang terasa sangat sakit, ia tidak bisa membuat
pergerakan sedikit pun. Bagaimana ia akan berdiri jika begini? Lalita kira ia bisa mendarat
dengan kakinya namun ternyata tidak bisa. Kaki kirinya terasa sangat sakit. Beruntung tribun
tidak terlalu tinggi sehingga tidak merenggut nyawanya.

Sekali lagi Lalita mencoba berdiri namun rasa nyeri langsung menggerogoti sehingga ia
terduduk kembali.

“Biar gue bantu, La,”

“Sean,” Lalita bergumam, sangat pelan. Ia lantas memalingkan wajahnya.

“Pergi, gue bisa sendiri,” usir Lalita. Lalita memegang pegangan kokoh disekitarnya
kemudian mencoba berdiri sendiri.

Nahas, baru mencapai setinggi rukuk, Lalita merasakan sakit yang luar biasa sehingga
terjatuh.

Untungnya Sean dengan sigap menangkap pinggang Lalita, “Jangan banyak gerak, kayaknya
tulang kaki lo patah, La,”
“Enggak mau,”

“Jangan cerewet, nurut aja sama gue. Setelah itu baru lo bisa enggak sapa gue lagi,”

Lalita hanya terdiam. Sean menggendongnya dan membawanya ke RS terdekat.

Ternyata kaki pergelangan Lalita mengalami Dislokasi alias pergeseran sehingga harus
diperban dan diobati.

Sean tahu yang membuat Lalita begini adalah Kelvin. Ia tak sengaja melihatnya dan
beruntungnya ia juga bisa bertemu dengan Lalita. Ya, walaupun Lalita hanya tetap diam saja
sekarang ini.

Sean hanya akan melaporkan perbuatan Kelvin kepada guru karena telah memiliki bukti.
Sean tahu disekitar situ pasti ada cctv sehingga memudahkannya untuk menghukum
perbuatan Kelvin.

Anda mungkin juga menyukai