Anda di halaman 1dari 4

Bercak kekuningan menghiasi awan-awan diatas sana. Hari kian menuju senja.

Lalita enggan
beranjak dari depan pagar sekolah. Tubuhnya masih diselimuti kekecewaan mendalam
karena Sean. Sudah terlampau sepi tapi Lalita tak mau pergi. Ia bisa memesak ojek online
namun, ia merasa lebih nyaman dulu untuk sendiri disana. Mengulang bagaimana kesalahan
Sean yang tak menjemputnya karena lupa. Rasa marah juga kecewa bercampur dan
bergejolak didalam dadanya.
"Huhh," Lalita menghela nafas. Memikirkan Sean bagai membunuhnya perlahan-lahan.
Menggerogoti akal sehat dan pikiran. Untuk apa ia menunggu lagi? Menunggu apa lagi dia??
Lalita sudah harus pulang. Memangnya Sean akan berbalik dan menjemputnya lagi?
Bodohnya Lalita. Dia sudah tidak peduli dengan Lalita sehingga melupakannya. Jadi, untuk
apa Lalita berkecamuk dan berdialog dengan diri sendiri? Lalita telah gila.
Sudahlah jangan berharap dia akan kembali dan membawa Lalita pulang!
"La,"
Lalita cepat menoleh. Hatinya seperti berharap akan seseorang namun yang didapati
tidaklah sesuai dengan harapan.
Kelvin. Kenapa anak itu berdiri disana dengan tampang menyebalkan.
"Belum pulang?" Kelvin bertanya
Lalita hanya diam dan melirik sebentar. Kelvin bukanlah orang sebaik itu. Lalita harus segera
pergi.
"La, jawab pertanyaan gue, dong! Gak enak lho dicuekin," Kata Kelvin dengan manja seakan
mereka sudah akrab sejak lama.
"Jangan sok akrab," Ketus Lalita dan berusaha semakin menjauh
"Pasti Sean gak bisa jemput ya?" Kelvin memang sedang bertanya tapi, Lalita tahu pasti jika
Kelvin sebenarnya sedang mencoba membuatnya panas. Karena itulah Lalita mencoba
berekspresi dengan datar agar mimik mukanya tidak mudah terbaca oleh Kelvin.
Merasa diabaikan, Kelvin semakin gencat mendekati. Hiburan tersendiri bagi Kelvin melihat
reaksi Lalita yang begitu.

"Gak ada yang jemput ya?"

Diam. Sunyi. Lalita tetap diam. Tidak ada gunanya menggunakan adab jika dengan orang
seperti Kelvin.
"Kasian, mau bareng gue aja gak?" Tawar Kelvin.
"Gak," Lalita cepat menjawab tanpa berpikir panjang lagi.
"Kenapa?" Kelvin mengernyit kemudian ia lantas tertawa, "Motor gue ada di warung situ,
tenang aja gue gak akan ngajak lo susah kayak si Sean,"
"Gak, gue gak mau," Kata Lalita tetap pada pendirian nya. Walau tak dapat dipungkiri
hatinya bergejolak marah setiap kali Kelvin menyebut nama Sean.
"Kenapa?"
"Gak ada alasan. Cepet pergi gue mau pulang sendiri," Nada Lalita tetap ketus dan menusuk
namun entah kenapa Kelvin malah semakin betah berada disana.
"Naik apa?"
Lalita yang risih kemudian mendengkus dan berjalan lurus saja meninggalkan Kelvin.
Menjauh dari area situ.
Usahanya cukup berhasil. Kelvin tak mengekor dibelakang Lalita. Jika saja misalnya Kelvin
akan mengikuti nya, mungkin Lalita akan berlari sekencang-kencangnya. Sial sekali dia tidak
membawa motor. Berada didekat Kelvin adalah hal yang memuakkan bagi Lalita.
Setiap perkataan yang keluar dari mulut Kelvin adalah suatu hal yang buruk. Jika bukan
kebohongan ya pasti niat busuk yang terselubung didalamnya. Maka dari itu, Lalita harus
selalu berhati-hati dan menjaga jaraknya ketika ada Kelvin.
"Ayo pulang sama gue, La." Tiba-tiba saja suara itu menginterupsi Lalita disusul bagaimana
suara deruan motor yang dinaiki oleh Kelvin. Kelvin mengendarai motornya pelan disamping
Lalita.
"Gue bilang enggak!" Lalita sedikit menekan perkataannya. Berharap jika Kelvin akan
menyerah dan meninggalkan nya saja.
Tapi, tidak. Perkiraan Lalita salah besar. Kelvin semakin gencar dan gencar mendekatinya.
"Udah, jangan main hp mulu. Jok belakang kosong, nih. Mau berhenti dimana dulu gitu
sebelum pulang? Gue bisa ajak lo ke tempat menyenangkan," Bujuk Kelvin dengan
seringainya.
Sudah Lalita duga sejak awal. Memang Kelvin sedang berniat buruk padanya.
Lalita ingin lari tapi jika Kelvin mengejarnya dia pasti tertangkap duluan. Jalanan sepi.
Warung-warung tutup lebih awal. Entah kenapa keberuntungan tidak memihaknya kali ini.
"Ayolah, La."
"Gue bilang enggak ya enggak!" Kali ini Lalita marah.
Tapi apa respon Kelvin? Sama. Tetap mengejarnya tak menyerah dan tak lelah.
Lalita sungguh risih sekali. Dan, jalanan semakin tak berpenghuni. Hanya suara deruan
motor Kelvin disana. Memang masih berada diarea sekolah tapi tetap saja Lalita tidak
merasa aman sama sekali. Hatinya kini berdegup was-was. Ia merasakan gelagat Kelvin yang
mencurigakan.
Dan sebelum Lalita selesai berkedip, Ban motor Kelvin mengeluarkan suara gesekan antara
aspal. Dengan cepat Kelvin mencegat jalan yang akan dilalui Lalita. Kelvin dengan motornya
memblok Lalita.
Lalita sontak terkejut hingga mundur dan hampir terjungkal kebelakang. Untungnya ia bisa
menjaga keseimbangan sehingga tidak jatuh.
Lalita pun terbatuk akibat kumpulan debu yang berterbangan karena gesekan ban dan
tanah.
"Apasih maksudnya! Lo sengaja mau bikin gue luka-luka?!" Lalita jelas marah karena
mungkin jika ia tidak memiliki reflek yang kuat, maka salah satu bagian tubuhnya bisa saja
lecet dan lebam.
"Ayo pulang bareng gue," Kata Kelvin santai tanpa menggubris amukan Lalita.
Lalita tak habis pikir, Kelvin memang sudah gila. Lalita lantas langsung memutari motor
Kelvin, berniat akan meninggalkan nya. Ya, karena jalan lewatnya 'kan dibuntu.
Namun, tiba-tiba tangan Lalita dicekal dengan erat oleh Kelvin, "Lo harus pulang bareng gue,
La."
Lalita memberontak. Tapi, sekeras apapun Lalita mencoba, Kelvin lebih kuat daripadanya.
Lalita kini tak bisa menyembunyikan ketakutannya. Jantungnya berdebar kencang karena
takut.
"Lepasin!" Jerit Lalita.
Kelvin tak sedikitpun menggubrisnya malah eratan di tangan Lalita semakin erat dan terasa
sangat sakit.
"Ayo pulang bareng gue, La!"
"GAK!"
"Ayo, La!"
"Enggak!"
Tin-tinn!
Suara klakson motor menginterupsi mereka berdua.
Seseorang dengan jaket hijau dengan helm hijau pula.
"Neng yang pesan ojol?" Katanya.
Lalita lantas mengangguk-angguk dan berkata, "Iya-iya pak! Saya yang pesan!"
Lalita lantas berlari dan langsung menaiki jok belakang motor ojol tersebut. Bapak-bapak
ojol langsung melaju kencang meninggalkan Kelvin yang berekspresi kesal.
"Terimakasih pak sudah datang tepat waktu," Kata Lalita di perjalanan kepada bapak ojol
tersebut.
"Iya, Neng. Neng nya enggak papa 'kan?" Tanya bapak ojok khawatir.
"Iya pak saya baik. Terimakasih,"
"Yasudah, syukur."
Lalita telah memesan ojek online sejak Kelvin mengikutinya tadi. Dan bagaimana ojol
tersebut tahu adalah karena Lalita memberi pesan darurat di chat aplikasinya.
Bersyukur sekali karena Lalita selamat kali ini.

Anda mungkin juga menyukai