Anda di halaman 1dari 7

Puisi Pengalaman Balada Becak Kakek Tua

Dia tak memerkenalkan nama, hanya terucap usiaku 70 Tahun Ceritanya mempesona, bukan karena pandai , tetapi Saripati pengalaman hidupnya Dikayuhnya becak tatkala ada yang sewa Dijadikannya becak tempat tidur, saat malam merambat Dijadikannya becak tampat tinggal dan sumber nafkah Ketika kelelahan melanda, dibelinya secangkir kopi dan Sepotong pisang goreng dengan bercengkrama sesame profesi Menumpahkan kegetiran hidup ini Sorot mata dan ekspresi wajah tanpa marah dan maki

Suparmi/ 2100713069

Puisi (objek Konkrit) Lebah

Kepak sayapmu mungil lucu Suara khasmu begitu merdu mendayu Tugasmu saling membantu, lebah ratu bertelur dua ribu Lebah perawat menyediakan makanan ratu Lebah jantan mengawini ratu Beda dengan satu ini Lebah pekerja selalu rajin, makanan lebah semua dia beri Ikhlas dan rela hati menjalani tugas dari Ilahi demi hasil madu asli dan murni untuk kesehatan manusia di dunia ini

Suparmi/ 2100713069

Puisi mengurai nama Relung Doa Subkhanallah dentang hati bertasbih Ungkapan suara hati lirih Penuh harap sejuta makna Allahuakbar detak jantung berdebar Relung jiwa bergelora panjatkan doa Mengagungkan sang pencipta Indah nian hidup dalam taqwa

Suparmi/ 2100713069

Senja Biru
Kegelisahan semakin tampak di wajah perempuan itu yang pantas disapa Ibu, bukan hanya karena kulitnya yang mulai keriput dan rambuutnya yang mulai memutih, ia terlihat tengah menunggu tanpa bosan di kursi depan rumahnya. Tampak lelah ditubuhnya akan tetapi semangatnya membuatnya kembali berenergi. Rutinitas menunggu yang tak pernah terlewatkan dengan wajah sayu dan sendu dilakukannya setiap senja demi kehadiran putra tunggalnya, Solihin. Genap sudah setahun Ibu menunggu putra tunggalnya itu. Hal apa yang tengah menimpa putraku? kata ibu dalam hati. Ibu merasa kecewa, karena senjapun tak kunjung mengantarkan putranya pulang. Meskipun begitu Ia tidak menghiraukan angin dingin yang menerpa tubuhnya. Masih jelas dalam ingatan ibu, kala itu putranya sempat berkata padanya, ia hendak melakukan pencarian besar. Mencari sesuatu yang tidak ibu dan orang lain tahu. Solihin. Solihin putraku, jerit ibu. Berhentilah menunggu Solihin Bu, dia tak akan kembali, kata seseorang tetangga pada ibu. Apa maksudmu? Seminggu yang lalu aku melihatnya digadang polisi. Ibu lemas dan terduduk di kursi, ia merasa tengah gagal mendidik putranya. Pergaulan di kota tengah menjeratnya, bahkan untuk membuat Solihin mendengar kata-kata Ibunya tak mampu. Apa yang dicarinya? Ia memilih berkelana bersama teman-temannya yang justru bisa menjeratnya ke kehidupan curam. Aku semakin gelap untuk mengenal anakku. Kalimat itu terus Ibu lantunkan. Derai air mata berjatuhan di pipinya. Batinnya semakin beku dan hampa. Lidahku ini tak sedikitpun membekas di jiwa anakku, suara Ibu yang parau it uterus dihiasi dengan genangan air mata. Adakalanya mendidik anak memang tak cukup dengan ucapan. Tentu, tapi apalah daya jika kehidupan di luar sana lebih liar mendidik anakmu. Apa ada yang salah dengan cara mendidikku? Ya, kau bahkan melupakan tiang utama yang bisa mengokohkan anakmu.

Suparmi/ 2100713069

Apa maksudmu? Mendekatkan putamu pada Tuhannya. Isak tangis terdengar akrab di telinga, namun apalah daya jika kenyataan sudah di depan mata, senja tetap membiru menumbuhkan rasa haru hati yang pilu. Apa yang telah engkau lakukan putraku? Pertanyaan yang muncul ketika kunjungan pertama Ibu kepada Solihin. Solihin hanya menundukkan kepala dan sedikitpun tak berani membuka mulutnya. Kenapa kau tak menjawab putraku? suara ibu semakin keras dan menumpahkan segala kegetiran. Inikah setahun yang kau janjikan? Inikah ujung penantianku padamu putraku? ucapan terakir ibu ini hampir merobohkan kedirian Solihin. Maafkan aku Ibu, terucap lirih dibatin Solihin namun sedikitpun dia tak berani menatap wajah Ibunya hingga sang Ibu pergi. Tahukah kau, mengapa putraku bersikap begitu kepadaku? Ku kira putramu butuh waktu, jawab tetangga yang selalu hadir menguatkan Ibu. Tanpa waktu panjang, lembar kertas menjawab rasa penasaran sang ibu, di dalam kertas itu tersebut terpampang foto Solihin putra tunggalnya. Pelaku bom terancam hukuman puluhan tahun penjara. Akhirnya Ibu tau sekarang, putranya telah mencari Tuhannya dengan jalan berjihad. Sayangnya Solihin salah mendefinisikan tentang jihad. Ibu tertunduk lemas. Cukup lama Ibu membiarkan putranya dalam penjara, hingga pertemuan mereka selanjutnya suasana telah berganti, Solihin sedikit berani menatap ibunya, bahkan mereka saling menggenggam erat hingga tangis keduanya tak tertahankan. Jangan menangis Ibuku, semoga ruang gelap yang berjeruji inilah yang akan mempertemukanku dengan Tuhanku, mendekatkanku dengan-Nya.

Suparmi/ 2100713069

Hujan
Hujan turun tak karuan, sesekali petir mengejutkan seisi rumah. Anakku terus saja menangis, sudah beberapa kali aku susui, tapi masih juga ia menangis. Mungkin ia minta dipeluk ayahnya. Tapi mana mungkin, sejak dari tadi sore suamiku belum juga pulang dari pasar, dan sekarang sudah malang, suamiku belum juga pulang. Wajahku yang sejak tadi masih menerbitkan ketenangan, kini berubah tegang. Aku takut sekali terjadi sesuatu dengan suamiku. Dalam hatiku terus berdoa meminta keselamatan untuknya. Alhamdulillah ternyata langkah kaki yang kudengar adalah langkah suamiku. Buru-buru ku bukakan pintu dan kulihat tubuhnya basah kuyup. Ganti dululah pakaiannya Bang, nanti Abang masuk angin! namun suamiku diam saja. Perlahan aku melihat suamiku yang masuk ke kamar mandi. Memang beginilah kondisi rumah kami, sempit, namun hati kami tidaklah sesempit rumah ini. Sehingga segalanya terlihat begitu lapang. Sesaat kemudian suamiku muncul dari kamar mandi, dia tampak lebih baik. Tubuhnya yang seharusnya tak pantas bekerja di pabrik kopi mengangkat karung-karung goni yang berisikan biji kopi. Perasaan aneh tiba-tiba muncul dan tak tertahankan sehingga memaksaku membuka pembicaraan. Kok abang diam saja dari tadi, tak seperti biasanya, kenapa bang? namun suamiku masih saja diam. Dah makan, Dek? suaranya sedikit mencairkan kegelisahanku. Belum, jawab singkatku seolah isyarat kegelisahan seorang istri. Lain kali tak usahlah tunggu abang pulang, kasihan si Siti, dia butuh ASI, kata-katanya penuh tanggung jawab. Tapi aku merasa hari ini dia tidak bertanggung jawab, membiarkanku dan anakku gelisah. Ingin rasanya aku menangis untuk melegakan dada, tapi aku tak kuasa melihatnya sedih karenaku. Bang, kenapa wajah abang murung adek lihat? aku terus menerus mencoba agar dia mau berbicara lebih banyak lagi. Tidak ada apa-apa dek, dia masih juga menyembunyikannya. Tapi tak biasa nya kalau abang pulang tidak langsung menggendong si Siti. Abang pasti menyembunyikan sesuatu?! kegelisahanku muncul sedikit rasa tidak

Suparmi/ 2100713069

percaya. Kenapa dek? Apakah selama ini abang pernah menyembunyikan sesuatu?! suaranya mulai tinggi. Dan aku perempuan yang baru beberapa tahun ini mendampinginya tak pernah sekalipun diperlakukan seperti itu. Belum cukupkah abang selama ini? Sampaisampai adek bertanya kayak gitu? sambungnya. Pelan butiran-butiran bening mengalir membasahi pipiku. Aku tak kuasa lagi menahannya. Aku menangis makin lama makin deras. Maafkan abang, dek, abang khilaf. Pikiran abang kacau dek, uang untuk keperluan kita sebulan raib dicopet orang di pasar, sambung suamiku menyesali. Apa bang, uang belanja kita semuanya raib? Terus apakah sudah abang laporkan ke polisi, di dekat pasar kan ada kantor polisi? Sudah dek, tapi kata polisi itu tunggulah beberapa hari kalau pencopetnya tertangkap akan dikabarkan secepatnya, Aku kembali menangis dan kali ini adalah tangisan seorang masyarakat yang kehilangan barang berharganya. Barang yang menjadi penentu kelangsungan hidup kami. Sudahlah dek mungkin Tuhan sedang mencoba kesabaran kita, yang kadang tanpa kita sadari sebenarnya sangat indah, pelan kurasakan kata-kata suamiku yang menembus jauh ke relung hatiku. Kali ini hatiku juga menangis, karena Tuhan telah menganugerahiku seorang suami yang penyabar. Suami yang akan membimbingku dan anak-anakku menuju hidup yang penuh dengan kasih sayang. Sejenak kami tenggelam dalam lautan kasihsayang, lautan yang memenuhi hati kami aku yakin walau sedang tidur Siti pun merasakan hal yang sama.

Suparmi/ 2100713069

Anda mungkin juga menyukai