Anda di halaman 1dari 22

Kisah Orang Kecil di Tangan Muhammad Ali

Judul : Gerhana (Kumpulan Cerpen)

Pengarang : Muhammad Ali

Kota dan nama penerbit : Jakarta, Pustaka Utama Grafiti

Tahun dan edisi penerbitan : 2008, Cetakan IV (Edisi Khusus)

Tebal buku : 164 halaman

Jenis kertas isi : HVS 70 gram/m2

Jenis kertas kulit : Art Karton 180 gram/m2


Gerhana

Buah pepaya memang manis rasanya. Yang ranum pun sedap kalau dibikin rujak.
Adalagi keistimewaan pohon papaya, ia tumbuh dan berbuah di segala musim, baik di
musim hujan maupun di musim kemarau. Jadi, tak ada alasan bagi siapapun di muka bumi
ini untuk memusuhi pohon dan buah papaya.

Itulah maka Sali tidak mengerti dan hampir tak dapat menahan hati ketika
diketahuinya pada suatu pagi pohon papaya satu-satunya yang tumbuh dipekarangan
rumahnya dalam keadaan roboh membelintang di tanah. Beberapa buah pepaya yang
sudah ranum dilihatnya tertimpa batang yang gemuk itu hingga lumat berlepotan serupa
tempurung kepala bayi-bayi yang remuk ditimpa penggadah raksasa.

Serasa Sali diapungkan kelangit, linglung tak tau apa yang mesti dibuatnya.
Perutnya berbunyi-bunyi, kedua belah matanya terus berkedip-kedip. Jari-jarinya
menggeletar ketika membarut-barut batang pepaya yang tumbang itu. Getahnya yang
meleleh menetes-netes, dimatanya persis darah segar kental, mengingatkannya pada
cerita-cerita penyembelihan yang mengerikan.

Seorang tetangga dari sebelah rumahnya datang diam-diam dan berdiri


disampingnya, ikut menyaksikan musibah ini.

Tengok, kata Sali. Tengoklah ini ada bekas bacokan. Lalu dirabanya bagian itu.
Jadi telah dibacok dengan parang.

Siapa yang melakukannya? tanya tetangga.

Mana kutahu? Kalau saja aku tahu siapa dia yang bertangan usil itu, kata Sali
sambil meremas-remas tangannya, Sekarang akan kau saksikan pameran dari kepingan
tangan jahil itu. Akan kulunyah-lunyah sampai lembut berantakan tangan biadab itu.

Aneh, apa maksudnya berbuat seperti itu? Apa latar belakangnya? tanya
tetangga pula.

Kutanam dulu bijinya disini, kata Sali seraya mengais tanah dibawahnya dengan
ujung jari kakinya, kupupuk dan kusiram dua kali sehari, pagi dan sore ketika kuncupnya
mulai nyemi, hampir aku berjingkrak-jingkrak menari lantaran besar hatiku. Kembali
diusapnya batang pepaya itu. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca dan suaranya menjadi
keruh, Aku seperti bapaknya yang mengasuhnya sejak ia masih bayi hingga sebesar ini,
ia tersekat sesaat, lalu tambahnya, Sekarang beginilah keadaannya, ditebang, dibacok,
digorok, dan dirobohkan dengan tak semena-mena.

Tercenung si tetangga mendengar kisah mengharukan itu. Berkali-kali ia mau


campur bicara, tapi setiap kali di urungkannya, akhirnya berkatalah ia, Sedih juga jadinya
mendengar ceritamu. Tapi seperti kau melebih-lebihkannya. Aku jadi teringat pada yang
sudah mendahului kita.

Siapa melarang apabila ia kutimang bagai anak kandung? tanya Sali tiba-tiba.
Bagiku dia tidak berbeda dengan seorang anak yang sungguh-sungguh, Tiadakah ia punya
nyawa juga seperti kita?

Kepala tetangga terangguk-angguk. Tiadalah ia berusaha buat membuka mulut.

Menebangnya serupa ini, kata Sali, sama dengan membunuh satu nyawa.
Tidakkah demikian?

Kembali tetangga terangguk-angguk.

Apakah dosanya, apakah salahnya maka ia ditebang, dirobohkan? Disegala musim


dipersembahkannya kepada kita buahnya yang manis segar. Mengapa ia dimusuhi,
dibenci, dibacok dengan parang seperti ini?

Benar juga kata Sali, kata tetangga, boleh dibilang ini pelanggaran, pelanggaran
atas hak orang. Bisa dituntut, sebab setiap pelanggaran mestilah dapat hukuman yang
setimpal. Sebaiknya hal ini kau laporkan kepada Pak Lurah.

Tentu ini mesti dilaporkan. Bukan saja kepada Pak Lurah, kalau perlu bahkan
kepada pembesar yang paling gede.

Pembesar ku kira tak sudi mengurusi soal-soal sepele seperti ini sela tetangga.
Mereka cuma mengurusi perkara-perkara besar saja. Urusan seperti ini tentulah tidak
menarik minat mereka.

Apa? Sepele? dengus Sali. Kini ditebangnya pohon pepaya, besok rumah ku akan
dirobohkannya dan lusa seluruh kampung akan dibakarnya. Nah, apakah ini bukan
perkara besar?
Kembali tetangga terangguk-angguk.

Benar juga itu, sebaiknya kau lapor dulu pada Pak Lurah. Pagi-pagi tentulah ia ada
dirumahnya.

Sebentar Sali berpikir, kemudian cepat melangkah meninggalkan halamannya. Di


luar pagar ia tertegun sejenak, ingat ia belum sarapan, tapi segera melangkah kembali,
hampir berlari-lari menuju ke tempat Pak Lurah.

Di kelurahan Sali disambut Pak Lurah.

Sepagi ini kau datang. Ada apa? Kemalingan? tanya Pak Lurah.

Setelah mengatur napasnya, Sali menjawab. Pak Lurah, semalam kan tak ada
angin ribut?

Ya.

Tak ada gempa bumi?

Benar.

Tapi, sungguh mengherankan.

Apa yang mengherankan?

Pohon pepayaku.

Mengapa pohon pepayamu?

Tumbang.

Tentu ada yang merobohkannya.

Tak syak lagi. Ada bekas bacokan pada batangnya.

Bacokan? Hem, siapa yang melakukannya?

Nah, inilah baru soalnya. Siapa yang berbuat tidaklah ku ketahui, tapi mestilah ia
orang yang berulat di hatinya.

Kau punya seteru? tanya Pak Lurah, atau pernah cekcok sama tetangga kanan-
kiri?
Setahu ku, aku tak punya seorang seteru pun di muka bumi ini. Menyinggung-
nyinggung tidak pula jadi kegemaranku. Seandainya ada yang merasa tersinggung oleh
kata-kataku, masih banyak jalan yang patut ditempuhnya buat membalas sakit hatinya
padaku. Umpamanya melempari rumahku dengan batu atau pergilah ke dukun untuk
meletuskan perutku. Mengapa mesti pohon pepaya yang tak berdosa di robohkannya?

Hem, pak Lurah lalu memilin-milin kumisnya yang galak itu, kemudian ujarnya,
Boleh jadi ada sebabnya maka ia tak suka sama pohon-pohon pepaya.

Aneh, tapi mengapa?

Ya begitulah, mungkin hatinya pernah terluka hingga dendam mencekam dalam


hatinya.

Mustahil!

Kenapa mustahil? Misalkan pohon itu telah membangkitkan kenangan kepada


hal-hal pahit yang pernah dialaminya.

Bagaimana mungkin.

Mudah saja. Umpamanya dulu ia pernah mencuri buah pepaya dan tertangkap
basah. Si empunya tentulah menghajarnya sampai babak belur. Atau umpamakan dialah
si empunya pohon pepaya yang lebat buahnya, tapi selalu di dapati buahnya hilang dicuri
orang hingga tak sempat di nikmatinya buah itu meski barang sebuahpun. Tidaklah cukup
alasan baginya untuk merobohkan setiap pohon pepaya yang dilihatnya?

Lama Sali terdiam. Sebenarnya ia kecewa mendengar ocehan Pak Lurah yang
baginya mau mengada-ada itu. Tapi, ia mendapat jalan lagi. Katanya, Kalau ada seorang
bocah pernah mengencinginya, adakah pantas kalau ia lalu mencekek mampus setiap
bocah yang dijumpainya di jalan-jalan?

Rupanya Pak Lurah merasa tersinggung oleh bantahan Sali. Pak Lurah mendehem
beberapa kali seolah-olah ada yang mengganjal di tenggorokannya. Kemudian ujarnya,
Mana boleh bocah kau samakan dengan pohon pepaya?

Kan pohon punya nyawa juga, Pak?

Uh, sebatang pohon pepaya tak lebih berharga dari sepincuk nasi rames dan kau
mau berlagak seolah-olah kehilangan anak kandung kesayanganmu?
Sali mengerti bahwa Pak Lurah mulai meradang, kentara dari kedua belah matanya
mulai memerah. Pikirnya, lebih baik mengalah, ia berkata merendah, Pak, pohon pepaya
di pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-mena. Tidaklah sepatutnya hal itu
ku laporkan?

Itu benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan ialah
kerukunan kampung. Soal kecil yang terlalu dibesar-besarkan bisa mengakibatkan
kericuhan dalam kampung. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak
boleh mein seruduk. Lebih-lebih engkau. Kabarnya kau berpenyakit darah tinggi. Suatu
penyakit yang jelek sekali, mudah membuat orang jadi penasaran. Masih ingatkah kau
pada peristiwa Dulah dan Bidin tempo hari? Nah, betapa menyedihkan kesudahannya.

Karena dilihatnya Sali diam saja, Pak Lurah melanjutkan, Apakah soalnya? Dua kilo
beras. Seorang kehilangan nyawanya dan yang lain meringkuk dalam penjara. Gara-gara
sejumput beras. Yang satu bilang sudah dikembalikan beras yang dipinjamnya. Yang lain
bilang belum, lalu selusin iblis menyerupai mereka. Cekcok kian menjadi-jadi dan akhirnya
baerkesudahan dengan penumpahan darah. Kini kau datang dengan persoalan pohon
pepayamu. Tak ada bedanya antara sebatang pohon dengan dua kilo beras, sama-sama
bisa berlarut-larut dan berkesudahan menyedihkan. Sebaiknya kau pulang saja, ambillah
beberapa benih pepaya dan tanamlah di pekaranganmu. Tiada beberapa lama tentu akan
kau miliki lagi pohon-pohon pepaya. Habis perkara, kata Pak Lurah akhirnya.

Sali terbungkam. Cerita Pak Lurah memang benar, sebab dilihatnya sendiri ketika
si Bidin diseret ke kelurahan dan Si Dulah diangkut dengan tandu ke rumah sakit. Tapi, ada
keragu-raguan timbul dihati kecilnya: Benarkah mereka berkelahi sekedar hanya karena
memperebutkan dua kilo beras? Mustahil. Tentulah ada hal-hal lain yang lebih musykil
dari itu.

Tiba-tiba urat diwajahnya pada menegang hingga wajah Sali kemerah-merahan.


Pikirnya kemudian: Mengapa pula soalku lantas dihubung-hubungkan dengan segala yang
bukan-bukan? Kerukunan kampung. Kesejahteraan kampung. Beras berdarah. Darah
tinggi segala. Mengapa semua itu dibawa-bawa? Tidakkah sepantasnya ia datang melapor
kalau pohonnya ditebang orang?
Tapi, apabila terpandang olehnya wajah Pak Lurah yang kerut-merut dan kumisnya
yang galak membelintang di bawah hidungnya, sepatah kata pun tak terucapkan olehnya.
Diam-diam Sali menuruni jenjang kelurahan menuju jalan raya.

Akan mengalahkah dia dan ngosel kembali ke rumahnya? Tidak, sekali-kali tidaklah
ia akan menyerah begitu saja. Dia ingin tahu, masihkah ada peraturan, sekurang-
kurangnya maksud-maksud baik yang serupa itu didesanya ini yang mau melindungi hak-
hak orang. Kalau dari Pak Lurah sudah tak bisa diperolehnya apa yang diinginkannya, maka
tahulah ia kemana sekarang langkahnya mesti diarahkan: Pak Camat. Begitulah Sali lalu
mempercepat langkah menuju kecamatan.

Di kantor kecamatan Sali diterima oleh beberapa juru tulis muda, karena Pak Camat
kebetulan tidak ada di tempat. Ada-ada saja ulah tingkah anak-anak muda itu. Salah
seorang diantara mereka, setelah mendengar laporan Sali, berkata, Wah, urusan Bapak
ini benar-benar bukan perkara kecil. Ini sungguh-sungguh satu perkara yang bukan main
besarnya. Harus segera disusun satu tim khusus untuk menyelidikinya, mengadakan
penelitian dari segala segi dan penjuru. Kami kira Pak Camat tentu tidak akan mampu
menyelesaikannya. Jadi, sebaiknya Bapak pergi saja menghadap kepada Jaksa Agung di
Ibu Kota....

Ah, jangan ke sana, ujar juru tulis yang lain, Jaksa Agung pun tak akan sanggup
mengurusnya.

Habis mau ke mana Bapak ini mesti menggotong batang pepayanya yang besar
itu?

Langsung ke PBB.

Alangkah geger dunia akan dibikinnya.

Akhirnya Sali mengerti, bahwa olok-olok anak-anak muda itu tentu tak boleh
diteruskan. Siapa tahu akan menaikkan darahnya. Jadi, segera ditinggalkannya juru tulis-
juru tulis muda yang iseng itu.

Di tengah jalan yang berbatu-batu, terasa oleh Sali bebannya bertambah berat
meski tiada sibawanya batang pepaya itu.
Dengan sebelah kaki dapat digulingkannya batang pepaya itu kedalam selokan,
itupun nanti akan dilakukannya. Mengapa kini malah jadi bertambah ruwet soalnya?
Tapi, bagaimanapun, soal ini bukanlah mesti mendapatkan penyelesaian?

Terpikir pula untuk melaporkannya kepada bapak polisi desa dan kebetulan jalan
yang sedang ditempuhnya sedang menuju kesana pula. Meski banyak rasa pantang di
hatinya untuk menghadap bapak polisi, namun sekali ini dipaksanya jua langkahnya ke
kantor polisi desa.

Hampir ditariknya surut kaki dari ambang pintu kantor itu ketika tiba-tiba
pandangan Sali terbentur pada tanda-tanda rumit, paku-paku, selempang, dan sabuk dari
kulit berbingkai keemasan, sarung pistol, vantopel, dan segala macam tetek bengek yang
serba membingungkan merubungi tubuh orang yang disebut bapak polisi itu. Tapi,
ternyata, tiadalah mungkin ia kembali surut, karena tiba-tiba terdengar suara melenguh
dari belakang meja.

Hai! Ada orang yang mengintip di situ?

Seketika Sali tergagap, lalu dengan suara terputus-putus diceritakan Sali apa
maksud kedatangannya. Sekonyong-konyong bapak polisi tersentak bagai disengat lebah
lubang pantatnya. Bibirnya menyungging jelek, sebelah matanya dipicingkannya rapat-
rapat dan yang sebelahnya lagi dibelalakkannya lebar-lebar. Secara itulah dia menetap
tamunya sesaat lamanya. Sali menggigil. Melemas serasa tubuhnya, seolah-olah bulat-
bulat tersedot oleh pandangan yang ganjil itu. Sekejap kemudian ruangan kecil itu pun
berubah jadi medan hiruk-pikuk.

Bangsat! Kurang ajar! Bajingan! Sambar geledek lu! Kiramu aku pokrol
bambumukah? Ini adalah tempat paling sopan di muka bumi. Dan sekali-kali bukan
tempat untuk mengadukan hal yang bukan-bukan. Yoh, lekas angkat kakimu dari tempat
ini. Nyah, nyahlah kau selekasnya dari sini sebelum kutembak mati.

Pelan-pelan Sali mengingsut pantatnya dari bangku panjang yang didudukinya, lalu
merayap diam-diam ke pintu. Terasa napasnya sesak pengap bagai dicekik lehernya.
Celananya basah.

Entah bagaimana jalannya, tahu-tahu Sali sudah tiba kembali dipagar


pekarangannya dan di sini sekonyong-konyong robohlah ia tak sadarkan diri. Masih juga
ia tak sadar ketika kemudian keluarganya memindahkan badannya dari pekarangan dan
membaringkannya ke atas bale-bale di kamarnya.

Tidak juga ia mau siuman ketika beberapa dukun kampung telah didatangkan,
ketika mantera-mantera dibacakan dan ketika air penawar diguyurkan ke ubun-ubun dan
dibasuhkan ke serata wajahnya.

Sesekali terdegar keluhannya, kering dan gerah. Sudah itu sepi. Dadanya diam dan
rata. Menjelang tengah malam para tetangga dikejutkan oleh suara pekikan Istri Sali yang
melolong mencabik kesenyapan malam. Tentu mereka pada tergugah dan sama takjub
bertanya-tanya.

Ada apa? Ada yang terjadi dirumah Sali?

Istri Sali menangkupkan kepalanya ke pinggiran bale-bale.

Punggungnya berguncang-guncang menahan kepiluan yang menghujam ke dalam


dadanya.

Kini di hadapannya, di atas bale-bale. Itu terbujurlah mayat suaminya: Sali. Orang
mulai menyibukkan diri, masuk keluar pintu kamar. Tapi, tiada seorang pun merasa perlu
untuk menanyakan sebab-sebab kematian Sali, karena mati adalah untuk setiap makhluk
yang hidup. Mungkin mereka sudah menduga, atau mereka-reka di kepala dan seperti
halnya mereka, istri Sali pun menduga, mereka-reka pula di kepala, berkata dia mesti
terbata-bata di sela sedu-sedannya.

Pohon celaka itulah gara-gara semua ini. Beginilah jadinya. Akulah yang
menebang semalam, karena anak-anak sering memanjatinya.
Apresiasi

Pendapat para pakar mengenai apresiasi:

Lourdes Hutapea
Apresiasi yaitu penghargaan seseorang terhadap hasil karya sastra.
Panuti Sudjiman
Apresiasi berasal dari kata to appreciato yang artinya menilai secara tepat,
memahami, dan menikmati.
Suwaji Bastomi
Apresiasi yaitu menyadari sepenuhnya sehingga mampu menilai dengan
semestinya.
Silfi Amalia
Apresiasi yaitu suatu penghargaan dan penilaian.
Buku praktis B.Indonesia

Apresiasi yaitu usaha suatu pengenalan suatu nilai yang lebih tinggi

Dari pendapat diatas dapat kita temukan persamaan pengertian apresiasi menurut
beberapa pakar, yaitu merupakan suatu penghargaan terhadap suatu karya.

Menurut penulis sendiri apresiasi yaitu suatu bentuk penilaian terhadap suatu karya baik
itu kelebihan maupun kekurangannya.

Cerpen

Pendapat para pakar mengenai cerpen:

Bakar Hamid
Cerpen yaitu cerita rekaan yang pendek terdiri dari beberapa halaman dan
banyaknya perkataan yang dipakai antara 500-20000 kata.
KBBI
Cerpen yaitu kisahan pendek (kurang dari 10000 kata) yang memberikan kesan
tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi
(pada suatu ketika).
Naning Pranoto
Cerpen yaitu cerita yang ditulis pendek dan terdiri dari 2000-10000 kata.
Wikipedia
Cerpen yaitu suatu bentuk prosa naratif fiktif.
Y. Budi Artati
Cerpen yaitu cerita pendek yang termasuk salah satu hasil karya sastra prosa.

Dari pendapat diatas dapat kita temukan persamaan pengertian cerpen menurut
beberapa pakar, yaitu suatu cerita pendek yang biasa berisi suatu kisah dalam bentuk
prosa.

Menurut penulis sendiri cerpen yaitu cerita yang pendek dan berbentuk prosa dan terdiri
dari beberapa paragraph yang terdiri dari kata-kata yang kurang dari 10000 kata.

Ciri-ciri cerpen:

Memiliki satu masalah


Mementuk suatu inspirasi tunggal
Memiliki seorang pelaku utama
Masalah utama dalam cerita menguasai jalannya cerita
Dapat menimbulkan efek dan kesan kepada pembaca
Mengandung penafsiran pengarang tentang konsepnya
Panjangnya 8-20 halaman
Biasanya selesai dibaca dalam beberapa jam

Perbedaan cerpen dan novel:


Unsur Instrinsik Cerpen

Unsur instrinsik cerpen yaitu unsur yang membangun sebuah karya sastra yang berasal
dari dalam karya sastra itu sendiri.

Urutan Peristiwa;

1. Pada suatu pagi pohon pepaya milik Sali dalam keadaan roboh membelintang di
tanah.
2. Banyak buah pepaya yang lumat berlepotan di timpa batang pepaya yang gemuk
itu.
3. Sali merasa linglung dan sedih melihat pohon pepayanya itu tumbang dengan
banyaknya getah yang meleleh menetes-netes ke tanah.
4. Datanglah seorang tetangga dari sebelah rumah Sali yang ikut menyaksikan
musibah itu.
5. Sali memulai pembicaraan dengan menunjukkan pohon pepayanya yang roboh
dengan bekas bacokan.
6. Tetangganya hanya diam saja mendengar cerita Sali yang kelihatannya sangat
bersedih kehilangan sebatang pohon pepaya.
7. Kemudian Sali segera pergi ke kelurahan pada pagi itu dengan langkah yang agak
cepat meskipun ia menyadari bahwa perutnya dari tadi terus berbunyi ingin
meminta makan.
8. Ketika sampai di kelurahan ia segera bertema Pak Lurah dan segera
menyampaikan masalahnya tentang pohon pepaya tersebut.
9. Tetapi Pak Lurah malah menyuruhnya pulang kembali kerumahnya dan
menyuruhnya untuk melupakan kejadian itu dan jangan dibesar-besarkan lagi.
10. Tetapi Sali tetap bersikeras untuk mengusut tuntas masalah itu, kemudian Sali
langsung meninggalkan kelurahan dan dengan cepat menuju ke kecamatan.
11. Setibanya di kecamatan ia langsung bertemu Pak Camat dan ia segera
menyampaikan masalahnya.
12. Tetapi ia malah mendapat olokan dari juru tulis-juru tulis di kantor camat tersebut
tentang masalahnya itu.
13. Akhirnya Sali memutuskan untuk pergi ke kantor polisi desa.
14. Setibanya disana ia langsung masuk kedalam kantor dan melaporkan segala
kejadian yang terjadi di halaman rumahnya.
15. Tetapi polisi desa itu malah memaki-makinya dan memarahinya karena ia
menyampaikan masalah yang seharusnya tidak perlu dilaporkan.
16. Kemudian dengan sedih Sali pulang kembali ke rumahnya, namun setibanya di
pekarangan rumahnya Sali langsung roboh ke tanah tak sadarkan diri.
17. Keluarganya segera mengangkat Sali kedalam rumah dan di baringkan diatas bale-
bale di kamarnya.
18. Banyak dukun kampung yang telah didatangkan kerumah untuk menyadarkan
Sali.
19. Hingga akhirnya pada tengah malam terdengar suara pekikan istri Sali yang
membuat semua warga menjadi penasaran dan mengunjungi rumah Sali.
20. Ternyata alangkah terkejutnya para warga yang mengetahui bahwa Sali telah
meninggal dunia setelah pingsan cukup lama.
21. Akhirnya istri Sali pun mengungkapkan bahwa dialah orang yang telah menebang
pohon pepaya itu semalam, karena banyak anak-anak yang memanjatinya.

1. Tema

Pendapat para pakar mengenai tema:

Lourdes Hutapea

Tema yaitu gagasan pokok yang mendasari suatu karya. Tema diungkapkan dengan
menggabungkan topik dengan tujuan, topik yaitu alat untuk menyampaikan tema, tujuan
yaitu sasaran dan manfaat yang akan dicapai dari cerita.

KBBI

Tema yaitu pokok pikiran, dasar cerita dan dipakai sebagai dasar dalam mengarang.

Buku Cakap Berbahasa Indonesia

Tema yaitu sesuatu yang menjadi dasar dari suatu cerita, yang menjiwai cerita, atau yang
menjadi pokok masalah dalam cerita.

Indrawan W. S.

Tema yaitu sebagai pokok pikiran yang dipercakapan dipakai sebagai dasar dalam
mengarang.

Drs. Ahmad A. K. Muda


Tema yaitu pokok pikiran atau dasar dalam suatu cerita.

Dari pendapat diatas dapat kita temukan persamaan pengertian tema menurut beberapa pakar, yaitu
suatu pikiran pokok, dasar cerita dalam membuat suatu karya.

Menurut penulis sendiri tema yaitu suatu pokok pikiran yang berada dalam suatu cerita yang
menjiwai seluruh isi dari cerita.

Tema dari cerita Gerhana yaitu Keadilan dalam hukum. Karena didalam cerita Sali terus berusaha
mendapatkan suatu keadilan dari hukum hingga ia meninggal dunia meskipun masalah yang
dihadapinya itu merupakan masalah yang sepele saja.

II. Latar

Latar disebut juga dengan setting yaitu latar belakang peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam
cerita atau karya sastra.

Latar terbagi atas 3:

a. Latar tempat
Berkaitan dengan tempat, seperti desa, kota, laut, dan rumah.
b. Latar waktu
Berkaitan dengan waktu, seperti pagi hari, siang hari, dan jam.
c. Latar suasana

Berkaitan dengan suasana atau keadaan peristiwa dalam karya sastra, seperti suasana
sedih, suasana gembira, suasana takut, dan perang.

Latar yang terdapat pada cerita Gerhana yaitu:

a. Latar tempat
Pekarangan rumah Sali. Karena kebanyakan tokoh utama berperan di pekarangan rumah
dan banyak kejadian penting yang terjadi di tempat tersebut.
b. Latar waktu
Pagi hari. Karena di dalam cerita lebih banyak menggunakan waktu pada pagi hari sebagai
puncak masalahnya.
c. Latar suasana
Sedih. Karena pada akhir dari cerita ini tokoh utama meninggal karena tidak dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya.
III. Alur
Alur yaitu rangkaian peristiwa yang menjalin sebuah cerita dan membentuk suatu kesatuan
sebab akibat.

Alur dapat dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:

Tahap penyituasian
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain,
terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
Tahap pemunculan konflik
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan
berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Tahap peningkatan konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang. Peristiwa-
peristiwa yang menjadi inti cerita semakin mencengangkan dan menegangkan.
Tahap klimaks
Konflik-konflik yang terjadi atau ditimpakan kepada tokoh cerita mencapai titik intensitas
puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperasaan
sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
Tahap penyelesaian
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-
konflik tambahan (jika ada) juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini disesuaikan
dengan tahap akhir diatas.

Alur suatu cerita dibagi atas beberapa macam:

Alur maju
Bagian alur disajikan secara berurutan dari tahap perkenalan atau pengantar, dilanjutkan
dengan tahap penampilan masalah, dan diakhiri dengan tahap penyelesaian.
Alur mundur
Alur ini disusun dengan mendahulukan tahap penyelesaian, lalu disusul dengan tahap-
tahap yang lain, yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang mendahului.
Alur gabungan
Alur ini merupakan perpaduan antara alur maju dan alur mundur. Maksudnya, susunan
penyajian urutan peristiwa diawali dengan puncak ketegangan, lalu dilanjutkan dengan
perkenalan, dan diakhiri dengan penyelesaian.
Urutan Peristiwa

Tahap penyituasian:

1. Pada suatu pagi pohon pepaya milik Sali dalam keadaan roboh membelintang di tanah.
2. Banyak buah pepaya yang lumat berlepotan di timpa batang pepaya yang gemuk itu.
3. Sali merasa linglung dan sedih melihat pohon pepayanya itu tumbang dengan banyaknya
getah yang meleleh menetes-netes ke tanah.
4. Datanglah seorang tetangga dari sebelah rumah Sali yang ikut menyaksikan musibah itu.
5. Sali memulai pembicaraan dengan menunjukkan pohon pepayanya yang roboh dengan
bekas bacokan.
6. Tetangganya hanya diam saja mendengar cerita Sali yang kelihatannya sangat bersedih
kehilangan sebatang pohon pepaya.

Tahap pemunculan konflik:

7. Kemudian Sali segera pergi ke kelurahan pada pagi itu dengan langkah yang agak cepat
meskipun ia menyadari bahwa perutnya dari tadi terus berbunyi ingin meminta makan.
8. Ketika sampai di kelurahan ia segera bertema Pak Lurah dan segera menyampaikan
masalahnya tentang pohon pepaya tersebut.
9. Tetapi Pak Lurah malah menyuruhnya pulang kembali kerumahnya dan menyuruhnya
untuk melupakan kejadian itu dan jangan dibesar-besarkan lagi.

Tahap peningkatan konflik:

10. Tetapi Sali tetap bersikeras untuk mengusut tuntas masalah itu, kemudian Sali langsung
meninggalkan kelurahan dan dengan cepat menuju ke kecamatan.
11. Setibanya di kecamatan ia langsung bertemu Pak Camat dan ia segera menyampaikan
masalahnya.
12. Tetapi ia malah mendapat olokan dari juru tulis-juru tulis di kantor camat tersebut tentang
masalahnya itu.
13. Akhirnya Sali memutuskan untuk pergi ke kantor polisi desa.
14. Setibanya disana ia langsung masuk kedalam kantor dan melaporkan segala kejadian yang
terjadi di halaman rumahnya.
15. Tetapi polisi desa itu malah memaki-makinya dan memarahinya karena ia menyampaikan
masalah yang seharusnya tidak perlu dilaporkan.
Tahap klimaks:

16. Kemudian dengan sedih Sali pulang kembali ke rumahnya, namun setibanya di pekarangan
rumahnya Sali langsung roboh ke tanah tak sadarkan diri.
17. Keluarganya segera mengangkat Sali kedalam rumah dan di baringkan diatas bale-bale di
kamarnya.
18. Banyak dukun kampung yang telah didatangkan kerumah untuk menyadarkan Sali.
19. Hingga akhirnya pada tengah malam terdengar suara pekikan istri Sali yang membuat
semua warga menjadi penasaran dan mengunjungi rumah Sali.
20. Ternyata alangkah terkejutnya para warga yang mengetahui bahwa Sali telah meninggal
dunia setelah pingsan cukup lama.

Tahap penyelesaian:

21. Akhirnya istri Sali pun mengungkapkan bahwa dialah orang yang telah menebang pohon
pepaya itu semalam, karena banyak anak-anak yang memanjatinya.

Alur yang digunakan dalam cerpen Gerhana yaitu alur maju. Karena pada cerpen ini dimulai
dengan pemunculan masalah, lalu menuju tahap konflik, dan pada akhirnya tahap penyelesaian
masalah.

IV. Perwatakan / Penokohan

Tokoh yaitu seseorang yang menjadi pelaku cerita, pelaku cerita disebut dengan
aktor/aktis.

Perwatakan dapat dibagi manjadi 3 aspek:

Aspek fisik
Dapat dilihat dari keadaan tubuh (fisik). Seperti umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh,cirri
khas yang menonjol, suku bangsa, raut muka.
Aspek psikologis
Dapat dilihat dari sifat-sifat. Seperti watak, kegemaran, mental, standar moral,
temperamen, ambisi, psikologis yang dialami, emosi.
Aspek sosiologis
Dapat dilihat dari jabatan/sastra. Seperti jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama,
ideologi.

Dalam cerita terdapat 3 jenis tokoh:

a. Tokoh protagonist
Tokoh utama yang baik dan mendukung jalannya suatu cerita.
b. Tokoh antagonis
Tokoh yang jahat dan menentang tokoh utama.
c. Tokoh tritagonis
Tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita.

Tokoh dan wataknya yang terdapat pada cerpen Gerhana yaitu:

a. Sali: keras kepala, suka melebih-lebihkan, tetap pada pendiriannya, tak mau kalah, tak
mudah putus asa.
b. Tetangga: peduli, baik.
c. Pak Lurah: mudah tersinggung, tegas, bijaksana.
d. Juru tulis: usil, suka bercanda.
e. Polisi desa: tegas, pemarah.
f. Istri Sali: tidak bertanggung jawab, abil keputusan sendiri.

V. Sudut Pandang

Sudut pandang yaitu kedudukan pengarang dalam cerita.

Biasanya dalam cerpen sudut pandang yang digunakan ada 2:

1. Sudut pandang orang ke-1


Penulis berada dalam cerita sebagai tokoh utama yang mengalami konflik. Ditandai
dengan kata saya, aku.
2. Sudut pandang orang ke-3
Penulis tidak berada dalam cerita, tetapi sedang menceritakan orang lain sebagai dirinya.
Ditandai dengan ia, dia, beliau,nama orang.

Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Gerhana yaitu sudut pandang orang ke-3.
Karena di dalam cerpen penulis menggunakan nama orang sebagai tokoh utamanya dan
penulis sedang menceritakan orang lain.

VI. Majas

Majas yaitu gaya bahasa yang menimbulkan konotasi tertentu.

Majas terbagi atas 4 yaitu:

1. Majas perbandingan: Metafora, personifikasi, perumpamaan/simile, alegori.


2. Majas sindiran: Sinisme, ironi, sarkasme.
3. Majas pertentangan: Litotes, hiperbola, paradox, antitesis, anakhronisme, kontra
diksioiterminis.
4. Majas penegasan: Pleonasme, tautologi, repetisi, klimaks, antiklimaks.

1. Metafora yaitu majas yang membandingkan 2 benda yang berbeda.

Contoh: Raja siang, dewi malam

2. Personifiksi yaitu majas yang menganggap benda mati seolah-olah hidup seperti
manusia.

Contoh: Nyiur melambai-lambai

3. Simile yaitu majas membandingkan 2 benda yang hakikatnya beda tapi dianggap sama.

Contoh: mukamu seumpama tong sampah.

4. Alegori yaitu majas yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh, beberapa


perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan.

Contoh: Hidup kita diumpamakan dengan bahtera yang terkatung-katung di


tengah laut.

5. Ironi yaitu majas sindiran yang sifatnya halus.

Contoh: Baik sungguh kelakuanmu, kakak sendiri kau maki.

6. Sinisme yaitu majas sindiran yang agak kasar atau agak pedas.

Contoh: Ilmu yang kamu miliki sudah selangit, untuk apa minta nasihatku.

7. Sarkasme yaitu majas sindiran yang sifatnya kasar.

Contoh: Dasar pembangkang, mau diapakan lagi kau.

8. Litotes yaitu majas yang menyatakan hal yang berlawanan, memperkecil arti/memperluas
keadaan.

Contoh: Hasil tesnya tidak mengecewakan.

9. Hiperbola yaitu majas yang menyatakan sesuatu dengan cara yang berlebih-lebihan atau
membesarkan keadaan yang sebenarnya.

Contoh: Suaranya membelah bumi.


10. Paradox yaitu majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan memang kalau dilihat
sepintas lalu terlihat ada pertentangan tetapi jika diteliti lebih seksama ternyata tidak,
karena objek yang dikemukakan berlainan.

Contoh: Dengan kelemahannya kaum wanita menundukkan kaum pria.

11. Antitesis yaitu majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlainan arti.

Contoh: Hidup matinya, susah senangnya serahkanlah kepadaku.

12. Konta diksioterminis yaitu majas ini memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan
apa yang dikatakan semula, apa yang sudah dikatakan disangkal lagi oleh ucapan
kemudian.

Contoh: Semuanya sudah hadir di rapat ini, kecuali si Burhan.

13. Anakhronisme yaitu majas ini menunjukkan bahwa dalam uraian ada sesuatu yang tak
sesuai dengan sejarah sesuatu yang disebutkan dalam cerita belum ada pada masa itu.
Pengarang tidak teliti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Contoh: Dalam karangannya Julius Cesar Sakespeare menuliskan Jam


berbunyi tiga kali hal itu bertentangan dengan yang sebenarnya karena pada
saat itu belum ada jam.

14. Pleonasme yaitu majas yang berupa pemakaian kata (sebgai keterangan) yang berupa
penegasan kata yang sebenarnya tidak perlu.

Contoh: Kapal ibu sedang mengarungi samudra luas.

15. Tautologi yaitu majas penegasan dengan mengulang beberapa kali sepatah kata dalam
kalimat atau menggunakan pengertian yang sama dua kali.

Contoh: Pertahanannya sungguh kuat.

16. Repetisi yaitu majas yang berupa ulangan maksud/pikiran.

Contoh: Serasa bermimpi, serasa berangan.

17. Klimaks yaitu majas yang menyebutkan sifat/hal yang maknanya makin
mengeras/meningkat intensitasnya. Urutan gagasan yang berjenjang baik.

Contoh: jangankan hartaku, ragaku, jiwaku pun kupertahankan untuk


kemerdekaan bangsa dan Negara.

18. Antiklimaks yaitu majas berupa urutan gagasan yang berjenjang turun.
Contoh: Gedung-gedung, rumah-rumah, gubuk-gubuk, semunya ludes dimakan
si jago merah.

Majas yang digunakan dalam cerpen Gerhana yaitu hiperbola. Karena penulis
menggunakan kata-kata yang berlebih-lebihan hampir di setiap paragraph dan banyak sekali
percakapan antar tokoh yang berlebih-lebihan.

VII. Amanat

Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan dari penulis kepada pembaca. Amanat biasanya
tersirat dalam tema.

Biasanya amanat berupa pandangan atau pendapat pengarang tentang sikap menghadapi
masalah tertentu.

Amanat yang terdapat dalam cerpen Gerhana yaitu Bahwa kita jangan selalu memaksakan
kehendak diri sendiri dan juga kita jangan suka melebih-lebihkan suatu masalah yang kecil,
sehingga suatu masalah akan mudah terselesaikan tanpa terjadinya suatu hal yang
menyedihkan, yang tidak kita inginkan.

VIII. Kesimpulan

Apresiasi yang saya buat ini secara keseluruhan membahas tentang unsur-unsur yang
terkandung dalam suatu cerpen. Pada bab pertama, apresiasi ini membahas tentang latar
belakang mengapa saya akhirnya membuat apresiasi ini, dimulai dari banyaknya masalah-
masalah dan kesulitan yang saya hadapi dalam membuat apresiasi ini hingga banyaknya
manfaat dan perubahan yang saya dapatkan dari membuat apresiasi ini. Pada bab kedua,
apresiasi ini membahas tentang berbagai pengertian umum dari lima orang pakar mengenai
apresiasi dan cerpen, dan juga membahas tentang pengertian dan pembagian dari unsur
instrinsik yang terdapat dalam cerpen yang sedang dibahas. Pada bab ketiga, apresiasi ini berisi
penutup, yang didalamnya terdapat beberapa pendapat dari penulis terhadap cerpen yang
dibahas.

Unsur instrinsik merupakan suatu unsur pembentuk cerpen yang berasal dari dalam diri
cerpen itu sendiri. Unsur instinsik sekiranya dapat kita bagi menjadi 7 bagian yaitu tema, latar,
alur, perwatakan/penokohan, sudut pandang, majas/pilihan kata, dan amanat. Tema merupakan
suatu pokok pikiran yang berada dalam suatu cerita yang menjiwai seluruh isi dari cerita. Latar
merupakan latar belakang peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam cerita atau karya sastra.
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang menjalin sebuah cerita dan membentuk suatu
kesatuan sebab akibat. Perwatakan merupakan sifat yang dimiliki oleh seorang tokoh. Sudut
pandang merupakan kedudukan pengarang dalam cerita. Majas merupakan gaya bahasa yang
menimbulkan konotasi tertentu. Dan amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan dari
penulis kepada pembaca. Semua itu merupakan unsur terbentuknya suatu cerpen dimana
semuanya saling berkaitan dan berhubungan satu dengan lainnya.

Pada cerpen ini sebenarnya menceritakan tentang seseorang bapak yang berjuang untuk
mengungkap siapa yang telah menebang dan membacok pohon pepayanya. Ia berjuang untuk
terus mencari tahu, meskipun telah banyak orang yang menertawai dan memarahinya. Sampai-
sampai ia melapor dari kantor kelurahan, ke kantor kecamatan, hingga akhirnya ke kantor polisi
desa. Tetapi semuanya tidak ada hasilnya, karena pada akhirnya dia menjadi kecapekan dan
putus asa. Hingga dia pingsan di halaman rumahnya dan akhirnya ditemukan telah meninggal
di dalam kamarnya karena masalah itu. Secara keseluruhan cerpen ini sebenarnya menarik
karena cerpen ini memiliki banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat menjadi pelajaran bagi kita.

Saran saya dalam karya tulis ini agar para pembaca lebih tertarik terhadap cerpen sastra
dan agar para pembaca yang juga memiliki motivasi dalam menulis dapat menjadikan cerpen
ini sebagai pedoman dalam menulis, karena gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ini
sebenarnya sudah sangat bagus dan kata-kata yang digunakan sudah cukup indah.

Anda mungkin juga menyukai