Anda di halaman 1dari 10

Toakala, cerita rakyat dari Butta Salewangang

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah suatu tempat wisata yang


sangat indah di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Dengan keindahan alam dan
keanekaragaman kupu-kupu yang ada disana membuat orang-orang menjadi
takjub.
Saat tiba di Bantimurung kita akan disambut oleh dua ekor hewan. Pertama ada
kupu-kupu raksasa sebagai simbol dari Bantimurung, The Kingdom of
Butterfly. Dan yang kedua, dibelakang kupu-kupu raksasa itu terdapat sebuah
patung kera raksasa. Patung kera ini erat kaitannya dengan cerita rakyat
masyarakat butta salewangang Maros yaitu Toakala.
Toakala adalah sebuah parikadong atau cerita rakyat Bugis Makassar yang dahulu
sangat populer di Kabupaten Maros. Kisah Toakala yang menceritakan tentang
sebuah kerajaan Toale sebuah kerajaan yang saat ini menjadi lokasi permandian
alam Bantimurung, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Namun sayangnya
cerita ini sudah dilupakan oleh banyak orang, bahkan masyarakat Maros itu
sendiri.
Bagi teman-teman yang belum tahu ceritanya, berikut ini rangkuman cerita
Toakala.
Bermula ketika lahir seorang putri yang cantik jelita di kerajaan Cenrana, ia
diberi nama Bissudaeng. Karena kecantikan dan kelembutannya, jangankan kaum
lelaki pada Zaman itu, binatang pun hampir semua tertarik dan akrab kepadanya.
Tersebutlah seorang raja dikerajaan Toakala, yang memerintah banyak Kera,
ketika sunyi melarutkan semedinya, kecapi emas di pangkuannya itu sesekali
terdengar menghenyakkan alam Benti Merrung, (nama asli Bantimurung), maka
teringatlah ia kepada Bissudaeng saat pertemuanya dipesta raga yang diadakan
di kerajaan Marusu. Dalam semedinya Ia pun menerawang, terdengarlah alunan
syair lampau yang seumur dengan alam tersebut, ndi, sudah dua purnama kita

tak bertemu, badanku gemetar hingga kelubuk hatiku, aku. takkan biarkan
karaeng mengurungmu di Istana Cenrana. Oh angin..sampaikan rinduku kelubuk
hatinya, sebab tak bersamanya serupa dengan kematian, Jika aku tak
mempersuntingmu Bissudaeng..biarlah para dewa mengutukku. Bissu
Daeng.Oh Bissu Daeng , Aku bersumpah,!, oBoting Langi*. Kutuklah aku
menjadi Kera putih jika taqdirku tak bisa mempersuntingnya.

Cerita rakyat TOALAKA

Page 1

Tiba-tiba bumi berguncang, langit menyeramkan, angin bertiup kencang, petirpun


menyambar menjemput sumpah Toakala. Melihat kejadian yang tiba-tiba itu bala
tentaraToakala datang dengan tergopoh-gopoh penuh keheranan. katanya Ada

apa Toa, kenapa teriak teriak, yang menyebabkan alam bergemuruh, padahal aku
sementara mengintai Bissudaeng Toa, lihatlah, di istana Cenrana selalu ramai ,
Bissudaeng betul-betul dikelilingi tau kabbalana (kebal senjata) Cendran, seru
kerakara tersebut. tapi kita pakai akal Toa, sambil sikapnya melirik pada
tuannya, kata seekor kera yang di duga sebagai panglima dari kera tersebut.
Tiba-tiba salah seekor kera meraih bende dan mengintai kerajaan Cenrana,
sambil mengelus-elus badannya, Puto Bambang Riabbo bertanya, pada temannya
yang memegang bende, siapa yang kau lihat ? dengan berbisik Puto Manniri

Ballo menjawabBissu Daeng. Karena penasaran ingin melihat Bissu Daeng, kelima
bala tentara Toakala berebut bende tersebut. Puto Garese Ribulo berhasil
merebut teropong itu, sambil menggamati, iapun berkata dengan kesalnya,

ede..deeeeeeeeh, ka bukan Bissudaeng, tau lolo mandi di Sungai , Dengan geram


Toakala memanggil tentaranya beranjak dari tempat itu.
Pada sebuah taman dekat Balla Lompoa, terdengarlah riuh merdu suara seorang
wanita. Setelah beberapa kerumunan yang melingkarinya bergeser,
tampaklah Bissudaeng dihiasi kupu-kupu, pada mahkotanya, rupannya ia sedang
bermain dengan dayang-dayangnya. Tapi tak lama setelah keceriaan itu
tampaklah sang putri sedang dilanda gundah gulana.

Tanrosai salah seorang dayang-dayang bertanya, Kenapa putri tidak berusaha


membujuk karaeng untuk tidak meneruskan keinginannya menjodohkan putri
dengan putra kerajaan Marusu, bukankah putri ? (tukas cepat),
Bissudaeng memotong pembicaraan Tanrosai. Toakala maksudmu Tanrosai,
Karaeng adalah ayahandaku, Toakala adalah hidupku. Tapi perjodohan ini sudah
tergaris sejak aku masih dalam ayunan.
Tiba-tiba Kanang, dayang lain berbicara meskipun dengan suara yang gemetar,

maafkan saya putri jika hamba lantang bicara, seandainya putri meninggalkan
istana ini, apa yang akan terjadi ? , perang kanang, kata tanrosai jelastegas. Kanangmenimpali . Artinya jika itu gagal .Kerajaan Marusu akan

memerangi kerajaan Cenrana?.

Cerita rakyat TOALAKA

Page 2

Dengan perasaan gundah gulana, Bissudaeng meninggalkan taman itu bersama


dayang-dayangnya menuju istana. Tak dinyana tiba-tiba, Bissudaeng di dicegat
oleh sekelompok pasukan kera, alhasil Bissudaeng pun diculik, sambil diarak oleh
sekelompok kera yang membawanya menuju jalan ke istana kerajaan Toakala.
Perasaan gembira pun meliputi bala tentara Toakala dengan tak sadar berteriak
memanggil rajanya, Toa. Bissudaeng, Toa., Toa.Bissudaeng Toa., sambil
menggiring Bissudaeng mendekat kearah Toakala yang sedang terkesima,
Perasaan Toakala menjadi tak menentu, sambil menatap dalam pada Bissudaeng.
Berkatalah ia dengan suara dingin dan getar, Semua ini terpaksa aku lakukan

Bissudaeng, aku tak pernah gentar menghadapi kerajaan Marusu dan kerajaan
Cenrana dan aku sudah siap perang, tak ada yang bisa menghalangiku. Tidak ada
yg bisa menghalangiku!. suara Toakala seakan gelegar yang memenuhi langit,
pekikan kerapun terdengar nyaring nampaknya ketegasan Toakala
membuat Bissudaeng dan para tentaranya menjadi takut.
Suasana sakralpun memenuhi ruang semesta, hening sejenak ketika lamat-lamat
prajurit dan kelompok kera tersebut meninggalkan mereka berdua.
Dengan perasaan sedih, Bissudaeng berkata, Sejak pertemuan kita diarena

permainan raga di Balla Lompoa, banyak putra-putra kerajaan yang hadir. Aku
tak pernah lupa ketika daeng menjatuhkan bola raga di pangkuanku dalam acara
marraga itu, peristiwa itu membuat semua orang menatapku tak terkecuali
ayahandaku, aku berusaha menyakinkan semua orang kalau aku mencintaimu,
tapi. ayahku tetap ayahku, jadi aku harus patuh kepadanya.
Toakala lalu berkata, belum cukupkah bukti cinta itu pada semua orang ketika

dengan sengaja menjatuh raga itu di pangkuanmu. Ingatkah engkau dengan sutra
ini, ku masih menyimpannya ndi.. menyimpanya , Selendangmu ini lebih dari
hidupku.
Ditengah pergulatan hati Bissudaeng tentang perjodohannya, kepatuhan pada
ayahandanya sekaligus cintanya yang juga mendalam pada Toakala,
mengantarainya untuk sampai pada sebuah keputusan pasrah lewat tantangan
yang akan dimintanya pada Toakala.

Cerita rakyat TOALAKA

Page 3

Bissudaeng pun berkata, jika demikian bisakah daeng mengabulkan

permintaanku sebagai mahar ke-permaisuri-an ku. . Apa itu Ndi. , Toakala


menyambung pembicaraan Bissudaeng dengan sigap dan cepat, Bendung tujuh

mata air di kerajaan Simbang, dan buatkan aku permandian air terjun di Jene
Taesa ., Pinta Bissudaeng terbata-bata, Toakala menimpali dengan tegas
Jangankan air terjun dinda, istana berlapis emaspun akan aku buatkan . Merasa
dilematis, Bissudaeng pun berkata Tapi aku hanya memberi waktu satu malam

daeng, kalo kanda tidak bisa menyelesaikannya dalam satu malam, berarti saya
harus kembali keistana.
Tanpa bicara Toakala pun mulai bekerja dengan penuh keyakinan, ia mengerjakan
permintaan Bissudaeng semalam suntuk. Peluh mengalir membasahi tubuh
Toakala Sejenak ketika permandian air terjun tersebut hampir selesai, ayampun
berkokok menandakan fajar akan segera muncul.
Toakala semakin gencar untuk menyelesaikan pekerjaannya namun, tiba-tiba
matahari terbit, langit menjadi mendung, sebuah gejalah alam yang tak biasa,
suara Guntur dan petir saling menyambar, pertanda sebuah kutukan telah jatuh
dari Dewata Seuwwae.
Toakala berteriak histeris, Bissudaeng..,Bissudaeng.
Ditatapnya sang kekasih yang terakhir kali, ia tak berdaya oleh taqdir, disela
tenaga yang hampir habis, Toakalapun perlahan tumbuh bulu-bulu panjang putih
yang menutup seluruh tubuhnya, dipaksakannya panggilan pada kekasihnya yang
terakhir kali tapi, Bissudaeng tak lagi bisa mendengarnya, ia hanya menyambut
isyarat suara itu dengan lambaian tangan, didepan Bissudaeng berdirilah

patung

seekor kera putih, yang kakinya basah oleh tangis Bissudaeng yang di tinggalkan,
suara suara alam seakan terhenti tergantikan dengan suara tangis seorang
perempuan cantik, Daeng isak tangis Bissudaeng memenuhi keheningan alam
Benti Merrung.
SELESAI

Cerita rakyat TOALAKA

Page 4

Bende = semacam teropong


Benti Merrung = Bantimurung
Boting Langi = penguasa langit
Dewata seuwwae = dewa di langit

Jene Taesa = tempat yang tak pernah kering/ selalu berair.


Balla Lompoa = Rumah kerajaan.

Cerita rakyat TOALAKA

Page 5

Legenda Toakala, Kera Putih dari Maros


Posted by samad dadrana Tuesday, January 22, 2013 1 comment

Mungkin Anda pernah mendengar tentang Raja Kera dari Gunung Howakwwo, SunGokong. Raja kera ini dapat
kita temui dalam Televesi, itupun jika masih ditayangkan. Namun, sayangnya postingan ini tidak bercerita tentang
itu.
Kali ini saya sedang ingin Share tentang legenda Kera Putih dari Maros, atau yang biasa dikenal dengan
Toakala. Motivasi saya mem-posting tentang Toakala karena waktu smp saya pernah memerankan karakter
Toakala dalam suatu drama. Saya tidak tahu mengapa saya dipercayakan untuk memerankan Toakala, mudah
mudahan saja bukan karena alasan Sayalah yang paling cocok memerankan Karakter Kera Putih ini Putihnya
keren, tapi,..
Di Maros juga dikenal legenda Kera Putih atau yang biasa dikenal dengan sebutan Toakala. Dalam drama yang
saya mainkan Toakala adalah seorang menteri sekaligus tangan kanan dari Raja Kera yang bernama
Marakondang yang kerajaannya berada di daerah Bantimurung.
Suatu ketika Raja Marakondang terpikat oleh kecantikan dari seorang Putri kerajaan Manusia yang dipimpin oleh
Raja yang Bernama Raja Pattiro. Ialah Bissu Daeng, Putri kerajaan dari Cenrana (sekarang) yang membuat Raja
Marakondang jatuh cinta.
Perasaan cinta menggebu-gebu Raja Marankondang membuatnya mengutus Toakala dan Puto Pabintingparia,
serta menteri lainnya untuk melamar Putri Raja Pattiro, Bissu Daeng. Sesampainya di kerajaan Pattiro, Toakala
menuturkan niat baik Rajanya untuk meminang Bissu Daeng, namun sayangnya niatan baik ini hanya bertepuk
sebelah tangan. Raja Pattiro menolak mentah-mentah lamaran Raja Marakondong, lantaran ia adalah Kera.
Toakala dan menteri lainnya akhirnya pulang dengan membawa kekecewaan.
Sesampainya di Kerajaan. Raja Marakondang yang sedang di Mabuk cinta mendapatkan kabar yang tidak ia
harapkan dari Toakala terkait penolakan terhadap lamarannya kepada Bissu Daeng. Dengan marahnya Raja
Pattiro berkata:
Tet****, raja Pattiro, na pandang entenga, kubinting kitiki sallang, ku kakkak paria tallu, la kulesserang pae-pae
(adegan dalam drama).
Dengan perasaan kesal Raja Marakondang berniat untuk berperang melawan kerajaan Pattiro, para menteri
lainnya pun setuju. Namun, Toakala berpikiran lain dan menawarkan suatu rencana kepada kepada Raja

Cerita rakyat TOALAKA

Page 6

Marakondang, dan Marakondang pun menyetujui rencana tersebut.


Suatu hari di kerajaan Pattiro, Bissu Daeng sedang asyik bermain-main dalam istananya. Tiba-tiba dari jendela,
ia melihat seekoar anak kera dan tertarik dengan anak kera tersebut. Bissu Daeng akhirnya keluar istana dan
mengejar anak kera tersebut dan bermain-main dengannya. Anak kera tersebut ternyata bagian dari rencana
Toakala untuk menculik Bissu Daeng. Dari naska cerita yang katanya asli (kopian) yang sempat saya baca
beberapa bertuliskan aksara lontara, peristiwa ini sangat panjang dan banyak sekali momen yang tidak diangkat
dalam drama, diantaranya juga ada nyanyian nyanyian yang tidak saya mengerti lantaran bertuliskan aksara
lontara. Singkat cerita, Bissu Daeng akhirnya diculik oleh Toakala dan dibawah ke Kerajaan Marakondang.
Penculikan Bissu Daeng, akhirnya sampai ke telinga Raja Pattiro. Seorang ayah jika tahu putri kesayangannya
diculik, pastilah akan marah, begitu pula dengan Raja Pattiro, namun saking sayangnya ia kepada Bissu Daeng,
ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan kepada putrinya.
Singkat cerita, akhirnya Raja Pattiro berdamai dan menyetujui pernikahan putrinya dengan Raja Marakondang.
Raja Pattiro kemudian mengundang Raja Marakondang bersama para menterinya untuk melangsungkan
pernikahan di Kerajaan Pattiro. Marakondang dengan senang hati menyambut niatan baik ini dan segera
bersama Toakala dan Menteri lainnya menuju ke Kerajaan Pattiro untuk melangsungkan pernikahan.
Sesampainya di Kerajaan Pattiro, Bissu Daeng akhirnya kembali ke istana dan bersiap-siap untuk dinikahkan.
Rombongan Raja Marakondang disambut dengan ramah dan dipersilahkan menunggu di dalam ruangan yang
tak berjendela.
Ketika semua rombongan masuk ke ruangan tersebut ruangan itu kemudian di kunci rapat oleh pasukan Pattiro
yang dipimpin oleh Menteri Pattiro, Gallarang Bulobulo, kemudian ruangan tersebut dibakar beserta Raja Pattiro
dan Toakala berada di dalamnya. Raja Pattiro dan menteri laiinnya terbakar hidup-hidup dalam ruangan tersebut
hingga menemui ajalnya. Toakala dengan kesaktiannya berhasil selamat dari insiden tersebut. Namun, ia sangat
menyesal dan kecewa kepada dirinya sendiri lantaran tidak dapat menjalankan amanah dan melindungi Raja
Marokondang. Akhirnya dengan dipenuhi rasa penyesalan, Toakala mengutuk dirinya sendiri menjadi batu.
Sedangkan Bissu Daeng sendiri merasa menyesal dengan kejadian tersebut dan merasa bersalah. Ia merasa
karena kecantikannyalah yang membuat semua ini terjadi. Akhirnya Bissu Daeng bersumpah pada dirinya
sendiri, bahwa kelak keturunannya yang perempuan tidak akan ada yang cantik, jikapun ada, ia tidak akan
berumur panjang.
Masyarakat setempat meyakini legenda ini, dan memercayai bahwa patung batu Toakala terdapat dalam salah
satu goa yang terdapat di Bantimurung.

Cerita rakyat TOALAKA

Page 7

Parikadong (cerita rakyat) yang populer di


Kabupaten Maros. Menceritakan tentang Kerajaan
Toale atau hutan yang sekarang berlokasi di wilayah
kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung.
Bermula ketika lahir seorang putri cantik jelita di Kerajaan Cendrana yang diberi nama
Bissudaeng. Karena kecantikan dan kelembutannya, jangankan kaum lelaki pada zaman itu,
binatang pun tertarik dan akrab kepadanya.

Tersebutlah seorang raja di Kerajaan Toakala yang memerintah bangsa kera, ketika sunyi
melarutkan semedinya, kecapi emas di pangkuannya sesekali terdengar menghenyakkan
alam Benti Merrung (nama asli Bantimurung), maka teringatlah ia kepada Bissudaeng saat
pertemuanya pada pesta raga yang diadakan di Kerajaan Marusu.
Dalam semedinya ia menerawang, terdengar alunan syair lampau yang seumur dengan
alam tersebut; Ndi, sudah dua purnama kita tak bertemu, badanku gemetar hingga
kelubuk hatiku, aku takkan biarkan Karaeng (Raja) mengurungmu di Istana Cendrana.
Oh angin, sampaikan rinduku kelubuk hatinya, sebab tak bersamanya serupa dengan
kematian. Jika aku tak mempersuntingmu Bissudaeng, biarlah para Dewa mengutukku.
Bissu Daeng, Oh Bissu Daeng, aku bersumpah! O Boting Langi Kutuklah aku menjadi
kera putih jika takdirku tak bisa mempersuntingnya.
Tiba-tiba bumi berguncang, langit menyeramkan, angin bertiup kencang, petirpun
menyambar menjemput sumpah Toakala. Melihat kejadian yang tiba-tiba itu bala tentara
Toakala datang dengan tergopoh-gopoh penuh keheranan.
Ada apa Toa, kenapa teriak-teriak yang menyebabkan alam bergemuruh, padahal aku
sementara mengintai Bissudaeng Toa, lihatlah di istana Cendrana selalu ramai. Bissudaeng
dikelilingi Tau Kabbalana (kebal senjata) Cendrana, seru kera-kara tersebut. Tapi kita
pakai akal Toa, sambil sikapnya melirik pada tuannya, kata seekor kera, panglima dari
kelompok kera tersebut.

Cerita rakyat TOALAKA

Page 8

Tiba-tiba seekor kera meraih bende (semacam teropong) dan mengintai kerajaan
Cendrana. Sambil mengelus-elus badannya, Puto Bambang Riabbo bertanya pada temannya
yang memegang bende; Siapa yang kau lihat? Dengan berbisik Puto Manniri Ballo
menjawab; Bissu Daeng. Karena penasaran ingin melihat Bissu Daeng, kelima bala
tentara Toakala itu berebut bende.
Pada sebuah taman dekat Balla Lompoa (rumah kerajaan), terdengarlah riuh merdu suara
seorang wanita. Setelah beberapa kerumunan yang melingkarinya bergeser, tampaklah
Bissudaeng dihiasi kupu-kupu, pada mahkotanya, rupannya ia sedang bermain dengan
dayang-dayangnya. Tapi tak lama setelah keceriaan itu tampaklah sang putri sedang
dilanda gundah gulana.
Tanrosai salah seorang dayang-dayang bertanya; Kenapa putri tidak berusaha membujuk
Karaeng untuk tidak meneruskan keinginannya menjodohkan putri dengan putra Kerajaan
Marusu, bukankah putri? Bissudaeng memotong pembicaraan Tanrosai; Toakala
maksudmu Tanrosai, Karaeng adalah ayahandaku, Toakala adalah hidupku. Tapi perjodohan
ini sudah tergaris sejak aku masih dalam ayunan.
Tiba-tiba Kanang, dayang lain berbicara meskipun dengan suara yang gemetar; Maafkan
saya putri jika hamba lantang bicara, seandainya putri meninggalkan istana ini, apa yang
akan terjadi? Perang kanang, kata Tanrosai jelas-tegas. Kanang menimpali; Artinya jika
itu gagal, Kerajaan Marusu akan memerangi Kerajaan Cendrana?
Dengan perasaan gundah gulana, Bissudaeng meninggalkan taman itu bersama dayangdayangnya menuju istana. Tak dinyana tiba-tiba, Bissudaeng dicegat sekelompok pasukan
kera, alhasil Bissudaeng pun diculik, sambil diarak oleh sekelompok kera yang
membawanya menuju jalan ke istana Kerajaan Toakala di Bantimurung.

Bende = semacam teropong


Benti Merrung = air meruah/bergmuruh (Bantimurung kini)
Boting Langi = penguasa langit
Dewata Seuwwae = dewa di langit

Cerita rakyat TOALAKA

Page 9

Jene Taesa = tempat yang tak pernah kering/ selalu berair


Balla Lompoa = rumah/istana kerajaan
Itulah sedikit cerita yang dapat saya deskripsikan untuk dan saya memohon maaf jika ada
yang tidak lengkap

Cerita rakyat TOALAKA

Page 10

Anda mungkin juga menyukai