Anda di halaman 1dari 5

Cerita Arya Kamuning Di Kaki Gunung Ciremai

Pernah dengar nama Arya Kamuning? Mari kita simak ceritanya.


Sunan Gunung Jati melantik Suranggajaya alias Bratawijaya atau Arya
Kamuning untuk memerintah Kuningan dengan gelar Sang Adipati pada 1
September 1478. “Jumenengan” Adipati Kuningan berlangsung di Gunung Jati,
Cirebon. Sebab saat itu Kuningan berada dalam tampuk kekuasaan Keraton
Pakungwati pimpinan Susuhunan Gunung Jati. Proses penyatuan Kuningan ke
dalam wilayah Kesultanan Pakungwati berjalan damai. Karena Sunan Gunung Jati
menerapkan strategi politik kekerabatan. Arya Kamuning, anak Ki Gedeng
Luragung, penguasa Kuningan diangkat anak oleh Sunan Gunung Jati.
Selepas menuntaskan urusan pelantikan, Arya Kamuning bergegas menuju ibu
kota kerajaannya di Luragung. Beliau meneruskan tahta ayahnya dengan
meluncurkan program pembangunan bidang pertanian terutama sawah padi. Saat
itu sawah padi merupakan hal baru bagi masyarakat Sunda agraris. Sebelumnya,
orang Sunda hanya mengenal "Huma" yakni padi yang ditanam di ladang. Sawah
padi dikenalkan oleh Kesultanan Mataram saat mereka melakukan perluasan
wilayah kekuasaan ke bagian barat Jawa.
Singkat cerita, gagasan program pertanian Sang Adipati cukup sukses. Hasil
panen padi melimpah sehingga rakyat tak lagi kesulitan pangan. Sejak saat itu
lahirlah budaya pemuliaan terhadap Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Rupanya kabar
panen raya tersebut terdengar sampai ke telinga Kumpeni. Selang beberapa saat,
bala tentara Kumpeni mendatangi “Leuit” (lumbung padi) milik warga. Awalnya
Kumpeni ingin membeli padi dari petani tapi dengan harga yang sangat murah.
Kontan saja para petani menolaknya.
Mengetahui tawarannya ditolak warga, Kumpeni langsung berbuat kejam
dengan menghambil paksa hasil panen dari lumbung padi. Nasib nahas bagi
mereka yang tak menuruti kemauan penjajah. Sebab Kumpeni tak segan menarik
pelatuk senapannya. Kemudian rakyat mengadu kepada Arya Kamuning karena
persediaan bahan pangan mereka ludes dirampas penjajah. Sang Adipati sedih
dengan kondisi rakyat yang kembali kesulitan pangan.
Keesokan harinya, Sang Adipati mencari solusi atas permasalahan rakyatnya.
Beliau pergi ke suatu tempat di kaki gunung Ciremai yang saat ini dikenal sebagai
Lembah Cilengkrang. Di bawah rimbun pepohonan, beliau duduk bersila dan
bermunajat kepada Yang Maha Kuasa. Beliau bersemedi selama 40 hari 40 malam.
Selepas bertapa, beliau turun gunung dengan membawa seikat akar. Lalu Sang
Adipati memerintahkan kepada rakyatnya untuk menanam “areuy” atau tumbuhan
yang merambat itu di sawah. Konon, “areuy” inilah cikal bakal Boled atau Ubi
Jalar yang kini banyak ditanam petani di Kuningan. Sejak saat itu Boled menjadi
bahan pangan selain beras. Tumbuhan ini mengandung banyak karbohidrat.
Arya Kamuning ialah pemimpin yang sangat peduli dengan nasib rakyatnya.
Tentu sikap Sang Adipati Kuningan tersebut mesti kita teladani.
MONGINSIDI

Karya : Subagio Sastrowardoyo

Aku ialah ia yang dibesarkan dengan cerita di dada bunda


Aku ialah ia yang takut gerak bayang di malam gelam
Aku ialah ia yang menggandakan bapak mengisap pipa bersahabat meja
Aku ialah ia yang mengangankan jadi seniman melukis keindahan
AKu ialah ia yang menangis terharu mendengar lagu merdeka
Aku ialah ia yang turut dengan barisan pemberontak ke garis pertempuran
Aku ialah ia yang memimpin pasukan gerilya membebaskan kota
AKu ialah ia yang disanjung mitra sebagai jagoan bangsa
Aku ialah ia yang terperangkap siasat musuh alasannya pengkianatan
Aku ialah ia yang digiring sebagai binatang di muka regu eksekusi
Aku ialah ia yang berteriak 'merdeka' sebelum ditembak mati
Aku ialah dia, ingat, saya ialah dia
IBU

Karya : Mustofa Bisri

Kaulah gua teduh


tempatku bertapa bersamamu 
sekian lama
Kaulah kawah
darimana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku 
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak berhenti mengalir 
membasahi dahagaku 
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam

Kaulah ibu, laut dan langit


yang menjaga lurus horisonku
Kaulah ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku 
mencari jejak sorga
di telapak kakimu

(Tuhan,
Aku bersaksi
Ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
Menyampaikan kasih saying-Mu
Maka kasihilah ibuku
Seperti Kau mengasihi
Kekasih-kekasih-Mu
Amin)
(CERPEN CIPTAAN HARUS ASLI KARYA SENDIRI)

CONTOH CERPEN

Kisah antara semut dan belalang

Suatu hari di musim panas yang terik dan melelahkan, seekor semut terlihat
rajin bekerja mengumpulkan makanan. Ia mencari dan mengangkut bahan
makanan yang ia temukan untuk dikumpulkan dan disimpan di dalam
lumbungnya.
Meski panas yang terik dan hujan yang turun membasahi tanah dan
tubuhnya ia tetap bekerja dengan giat agar nanti saat musim dingin tiba semut bisa
memiliki persediaan makanan yang cukup untuk bertahan hidup. Melihat hal ini si
belalang menegur semut dan berkata,”Hey, Semut. Kenapa kau begitu rajin
mengumpulkan makanan tanpa henti?”. Kemudian dijawab oleh semut,”Aku harus
mengumpulkan banyak makanan agar saat musim dingin nanti tidak mati karena
kelaparan”.
Mendengar jawaban si semut, belalang pun terbawa terbahak-bahak,
katanya,”Hahahahaha kenapa repot sekali? Musim dingin masih lama!” Belalang
pun berlalu sambil memakan daun yang jadi makanannya. Semut tetap bekerja
dengan keras dan giat mengumpulkan makanan yang banyak, sementara sepanjang
musim panas dan musim selanjutnya belalang tetap bermalas-malasan dan tidak
mengumpulkan makanan untuk musim dingin di mana persediaan makanan
nantinya akan sulit untuk dicari.
Sampai akhirnya musim dingin datang dan ternyata berlangsung lebih lama
dibandingkan sebelumnya. Belalang pun hampir mati karena tidak punya cadangan
makanan yang cukup dan minta makanan kepada semut. Semut yang baik hati
tidak tega melihat belalang yang kelaparan dan mau berbagi makanan dengannya.
Pelajaran moral yang bisa diambil dari cerpen anak sekolah  dasar di atas
adalah bahwa agar tidak susah nanti di waktu yang akan datang, seseorang tidak
boleh bermalas-malasan. Pekerjaan yang dilakukan sedikit demi sedikit namun
dikerjakan terus-terusan akan membuahkan hasil yang memuaskan dibandingkan
dengan menunda pekerjaan karena merasa masih punya waktu yang banyak.
Penting untuk tidak menunda pekerjaan karena kita tidak tahu hal apa yang akan
terjadi di masa depan.
Kisah Jaka dan pengemis

Di sebuah desa, tinggallah seorang pria bernama Jaka dan juga keluarganya.
Jaka memiliki seorang istri dan 3 anak yang harus diberinya makan. Sayangnya
saat itu sedang musim hujan dan sudah lebih dari satu minggu hujan tidak
berhenti. Karena hujan, Jaka tidak bisa bekerja untuk membeli makanan untuk
anak dan istrinya, persediaan makanan pun sudah habis dan tidak cukup untuk
hidup besok-besoknya.
Istri Jaka menghampiri suaminya dengan membawa lima buah kentang,
katanya makanan di dapur tinggal itu saja dan tidak ada yang lain. Jaka kemudian
menyuruh istrinya untuk memberikan kentang tersebut pada anaknya, dan ia akan
keluar untuk mencari  bahan makanan meski sedang hujan.
Ketika hendak keluar rumah, pintu rumah Jaka pun  diketuk oleh seorang
pengemis. Melihat pengemis yang renta dan kelaparan membuat Jaka tidak tega
dan memberikannya lima buah kentang yang disimpannya untuk anak-anaknya.
Pengemis tersebut menerima 4 buah kentang dari Jaka dan memberikan 1 sisanya
kepada Jaka. Ia menyuruh Jaka untuk memberikan 1 buah kentang tersebut kepada
anak-anaknya.
Setelah pengemis pergi, secara ajaib 1 buah kentang yang dipotong tersebut
setiap potongannya akan menghasilkan 5 buah kentang yang baru, begitu
seterusnya. Alhasil keluarga Jaka tidak lagi kekurangan makanan, bahkan ia bisa
menanam sisa kentang untuk jadi bahan panennya nanti, dan sisanya ia berikan
kepada tetangga-tetangganya.
Pesan moral yang disampaikan pada cerpen di atas yang bisa dipetik adalah
jangan segan untuk membantu orang lain yang sedang kesusahan dan berusaha
sebisa mungkin membantu orang lain sesuai dengan kemampuannya.

Anda mungkin juga menyukai