Anda di halaman 1dari 9

BIANGLALA

“Hai Gulf.” Sapa Mew sambil tertawa lalu berjalan melewatiku.

“Hai juga Mew. Senang bertemu denga...” Aku tidak melanjutkan ucapanku karna Mew sudah
berlalu. Ia bersama teman baiknya, Kaownah. Kutundukkan kepalaku dengan lesu. Mew sepertinya
sudah tidak menganggapku menyenangkan lagi.

Aku berjalan melintasi lapangan kampus sembari menendang kerikil yang kulihat. Aku benar-
benar sedih, kecewa dan sakit hati. Dulunya aku dan Mew sangat dekat. Hingga tiba-tiba saja, ia
menjauhiku tanpa alasan dan lebih sering menghabiskan waktu dengan Kaownah.

Seandainya dia memberitahuku apa yang membuatnya menjauhiku, aku akan senang. Karna
setidaknya aku tahu sikapku yang mana yang tidak disukainya. Jika aku tahu, aku bisa berusaha berubah
untuknya. Akan kulakukan apapun untuk selalu berada didekatnya. Karna... aku... menyukainya.

Kutendang lagi kerikil yang menghalangi jalanku. Aku tahu aku seharusnya tidak punya perasaan
pada Mew. Karna kita berdua sama-sama pria. Tapi aku juga tidak bisa menyalahkan hatiku karna
memutuskan untuk jatuh pada pesonanya. Mew itu tampan. Dia tinggi, hidungnya mancung dan iris
matanya berwarna biru. Dan jangan lupakan kulitnya yang putih bersih. Bagaimana mungkin aku tidak
menyukainya?

Kami masih berada ditahun pertama di Kampus. Aku mengambil jurusan olahraga, sedangkan
Mew mengambil jurusan Musik. Kami tidak sengaja bertemu di Asrama kampus. Kami teman sekamar.
Aku senang sekali waktu itu. Banyak hal yang bisa kami bicarakan. Kami selalu berangkat ke kampus
bersama, dan saling menunggu ketika pulang. Mew juga selalu makan di kantin fakultasku ketika jam
istirahat. Kurasa kedekatan kami itulah yang membuatku jatuh cinta padanya.

Oh, betapa aku sangat merindukan saat-saat itu!

Sekarang aku benar-benar merasa seperti idiot karna pernah berfikir bahwa Mew juga
menyukaiku. Kurasa aku terlalu percaya diri saat itu. Sekarang rasanya aku ingin mengubur diriku yang
menyedihkan ini.

“Hei, Gulf!” Tiba-tiba seseorang merangkulkan lengannya dibahuku. Aku sempat berharap itu
Mew. Tapi jelas bukan. Aku mengenali suara ini dimanapun juga. Dia adalah temen baikku, yang super
duper menyebalkan. Mild.

“Apa?” Aku menjawab dengan ketus. Hatiku sedang kesal, kenapa malah ditambah dengan
kehadiran manusia satu ini?

“Aku punya informasi buat kamu! Dijamin kamu pasti bakalan berterima kasih karna ini.” Mild
berbicara dengan riang.
Kurotasikan manik mataku malas. “PD banget sih kamu!”

“Serius Gulf. Aku baru aja ketemu Mew!”

“Terus?” Aku bertanya dengan sensi. Kurasa aku lupa memberitahu bahwa, Mild tahu aku
menyukai Mew. Aku tidak memberitahunya secara langsung, tapi ia bisa menebaknya dengan baik.
Kurasa karna kami sudah berteman sejak SMA.

“Jangan ketus gitu napa?” Mild cemberut. Kami sudah melewati gerbang kampus sekarang.
Rumah Mild berada di sekitar kampus, jadi dia tidak perlu mengemudi. Sedangkan aku? Tidak cukup
kaya untuk punya mobil. Dan asrama cukup jauh. Jadi aku terpaksa naik angkutan umum.

Aku kembali murung ketika mengingat Mew yang selalu mengantarku dengan mobilnya dulu.

“Mau denger gak?” Mild bertanya tidak sabar.

“Apaan?” Aku sedang malas.

“Mew dan Kaownah akan ke Karnaval sore ini.”

“Kamu sengaja manasin aku?” Aku bersiap memukulnya, tapi Mild menghindar. Wajahnya
tampak kesal.

“Kamu gak punya otak ya? Aku ngasih tau supaya kamu bisa ke karnaval juga. Itu kesempatan
kamu buat deketin dia lagi!”

Aku menghela nafasku dan mengangkat bahu. “Lupain aja.”

“Apa? Kenapa?” Mild tidak mengerti maksud ucapanku.

“Aku mau berenti suka ke dia. Aku lelah Mild, berusaha meraih sesuatu yang diluar jangkauan.
Mew tidak ingin dekat denganku lagi. Kamu tahu dia bahkan pindah dari asrama, kan?” Itu benar. Tak
butuh waktu lama, setelah menjauhiku Mew memutuskan untuk pindah dari Asrama. Kini ia menyewa
sebuah Apartemen yang tidak jauh dari kampus. Biarkan saja dia. Dia kaya. T-T

“Aku tahu, tapi...”

“Sudahlah Mild. Biarin aja. Aku gak mau bahas dia lagi buat sekarang. Aku mau move on.” Aku
berkata dengan lesu. “Makasih banget ya Mild buat usaha kamu bantuin aku. Aku hargain banget.”

“Jadi kamu gak bakalan ke karnaval sore ini?” Mild memastikan.

Aku menggelengkan kepalaku dengan lesu. “Gak, aku mau diem dirumah aja.”
“Yaudah kalo gitu. Terserah kamu aja. Yang penting aku udah kasih tau kamu. Selebihnya kamu
aja yang putusin mau ngapain selanjutnya. Dah Gulf.” Mild melambai padaku lalu menyebrang jalan
kerumahnya.

“Dah.” Ucapku lemah. Tanpa melambai.

Aku merasa sangat menyedihkan saat ini. Aku berjalan sendiri, dan langit yang tadinya cerah
tiba-tiba berubah menjadi kelabu dan menjatuhkan rintiknya. Semakin menambah kesan menyedihkan
yang kurasakan. Dan setelah kupikir-pikir. Mungkin sebaiknya aku berjalan saja ke asrama. Toh besok
hari libur. Jadi tidak masalah seragamnya basah. Lagipula, menyenangkan rasanya berjalan dibawah
rintik hujan saat hatiku sedang hancur seperti ini.

.
.
.

Kuedarkan pandanganku disekitar area karnaval untuk menemukan sosok yang kucari.

Oke, aku tahu aku mengatakan pada Mild bahwa aku tidak akan datang ke karnaval. Tapi
kenyataannya aku tidak bisa! Aku tidak bisa diam saja di asrama. Aku gelisah sepanjang hari. Dan kakiku
rasanya gatal sekali ingin ke karnaval. Itulah sebabnya kuputuskan untuk datang karnaval. Hanya untuk
mencari angin segar. Menghilangkan stres.

Dan mencari Mew juga. T-T

Aku tidak tau apa yang akan kulakukan seandainya aku bertemu dengannya. Itu akan kupikirkan
nanti. Untuk sekarang, aku harus menemukannya terlebih dahulu. Dan kuharap dia tidak melihatku. Aku
tidak ingin dia berfikir aku membuntutinya atau semacamnya. Meskipun aku memang melakukannya.

Aku menghela nafasku melihat betapa luasnya karnaval ini. Mew bisa berada dimana saja.
Rasanya hampir sulit menemukannya. Tapi akan kulakukan. Aku akan mencarinya sampai ketemu. Dan
sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak padaku. Aku melihatnya sedang membeli Permen Kapas
dengan Kaownah.
[Fortuna berarti keberuntungan. Berasal dari kata Fortune dalam bahasa inggrin yang berarti
Beruntung.]

Dadaku kembali terasa nyeri ketika mengingat saat kami ke Karnaval bersama dulu. Ia akan
membelikanku permen kapas dan untuk dirinya ia akan membeli es krim vanilla. Lalu kami akan
menikmatinya bersama di Bianglala.

Kuhela lagi nafasku berusaha menghalau rasa sakit di dadaku dan fokus untuk mengikuti Mew
tanpa ketahuan. Kudengar ia akan naik bianglala, sedangkan Kaownah akan pergi naik rollercoaster.
Baguslah mereka berpisah. Kuputuskan untuk membeli Es Krim Vanilla. Hanya untuk mengenang masa
lalu.

Aku sedikit mengernyit melihat isi dompetku yang semakin menipis. Belum lagi aku harus
membayar tiket naik bianglala. Aku tau jika aku naik bianglala, uangku tidak akan cukup sampai akhir
bulan. Dan orangtuaku hanya mengirimiku uang setiap awal bulan. Tapi aku harus melakukan ini. aku
ingin mendekati Mew. Sekali ini saja.

Setelah mendapat es krim vanilla, aku segera pergi ke antrian bianglala. Beruntung antrian
dibelakang Mew masih kosong. Aku segera berdiri dibelakangnya. Dan menunduk. Hanya untuk berjaga-
jaga seandainya dia menoleh ke belakang.

Bianglala di karnaval ini tidak terlalu besar sangkar burungnya. Hanya cukup untuk dua orang di
masing-masing sangkar. Dan kebetulan, kulihat tukang jaganya menyuruh 2 orang secara bersamaan.
Terserah mereka saling kenal atau tidak. Aku berdoa semoga aku dan Mew berada di sangkar yang
sama.

Dan aku beruntung lagi! Ketika giliran Mew yang naik, ia sendiri. Yang artinya aku yang harus
naik dengannya karna aku tepat dibelakangnya. Ketika tukang jaga menyuruhku naik, saat itulah Mew
melihatku.

“Oh, hai Mew. Aku gak liat tadi. Boleh aku gabung?” Aku bohong tentu saja. Dan setelah aku
meminta izin bergabung, kulihat wajah Mew tampak berbeda, ia seperti enggan.

Baiklah, sudah cukup nyata bagiku untuk percaya bahwa Mew tidak menginginkan kehadiranku.
Aku hanyalah bagian dari masa lalunya.

“Err... aku naiknya nanti aja deh. Pengen pipis.” Mew mengangguk dan aku segera berbalik. Tapi
tukang jaga itu mendorongku masuk lalu menutup pintunya. Ia tampak tidak sabar. Aku tak punya
pilihan lain selain duduk dengan canggung di depan Mew.

“Maaf.” Bisikku lirih.

Mew hanya mengangkat bahunya lalu menatap ke arah lain.

Dadaku berdenyut melihatnya.

“Mau es krim, gak?” Aku menawarkan. Mew menatapku sejenak lalu menggeleng. “Oke.” Hanya
itu respon yang mampu kuberikan.

Bianglalanya mulai berputar. Dan Mew masih menatap ke arah lain. Aku mencoba untuk
melakukan hal yang sama. Tapi aku tak bisa mengalihkan pandanganku untuk waktu yang lama. Dan aku
tidak suka kebisuan ini. Kuputuskan untuk membicarakan tentang perubahan sikap Mew saja. Aku sudah
tidak tahan lagi.
“Mew,” Aku memulai.

Mew menoleh ke arahku dan mengangkat sebelah alisnya.

Aarrgghh!!! Dia sangat tampan saat melakukan itu.

“Aku minta maaf.”

“Buat yang tadi? Gak masalah. Biarin aja.” Mew berbicara dengan nada datar. Dulu ia selalu
berbicara dengan sangat lembut padaku.

“Bukan. Bukan yang itu. Aku mau minta maaf buat kesalahan aku yang bikin kamu jauhin aku.”

“Siapa yang jauhin kamu?” Ucapan Mew benar-benar menyakitkan. Terlebih lagi nada
bicaranya.

“Aku gak bodoh Mew. Aku tahu pasti ada sesuatu yang bikin kamu jauhin aku. Kita dulu deket.
Banget malah. Sekarang kamu rasanya jauh... bahkan sekarang. Padahal kita lagi dikurung berdua di
sangkar bianglala.”

“Gaada yang perlu dimaafin.” Mew mengucapkan itu masih dengan nada datar. Mew bahkan
mengalihkan pandangannya lagi. Permen kapasnya masih ia pegang. Tapi ia tidak menyentuhnya
sedikitpun.

“Terus kenapa kamu jauhin aku?”

“Aku gak jauhin kamu.”

Tidak mau mengaku rupanya. -__-.

“Aku kangen kamu.”

Mew terkejut mendengar ucapanku. Dia terkesiap dan menatapku. Hanya sedetik. Setelah itu ia
segera memperbaiki ekspresinya. “Apa yang kamu kangenin?” Masih dengan nada datar yang sama.

“Aku kangen semua hal tentang kamu.” Ucapku. Suaraku bergetar, dan aku sedang berusaha
menahan airmataku yang akan mengalir. “Aku kangen sekamar sama kamu, aku kangen berangkat ke
kampus bareng, makan siang bareng, pulang bareng... semuanya...”

“Kenapa?” Mew bertanya. Namun kali ini nadanya tidak sedingin tadi. Dan kulihat matanya
berkilau. Apa karna airmata? Kenapa Mew sedih mendengarnya? Apa ia jijik?
Well, jika benar begitu. Aku tidak bisa mengucapkan apa yang ingin kuucapkan. Tapi setelah
kupikir-pikir lagi, biar saja dia membenciku karna ini. Toh dia sudah menjauhiku sejak awal. Dan aku juga
sudah tidak tahan dengan perasaanku ini.

“Karna aku suka kamu.”

Mew sekonyong-konyong menatapku. Matanya membelalak tak percaya dan bibirnya


membentuk huruf O sempurna.

“Aku suka kamu. Itu yang sebenernya. Maafin aku.”

“Kamu serius?” Mew masih tak percaya.

“Kalo aku cuman bercanda. Aku gak mungkin buntutin kamu kesini sekarang.” Ups! Rasanya aku
ingin memasukkan batu bata kedalam mulutku. Beruntung Mew tidak mempermasalahkannya.

“Kenapa kamu suka sama aku?” Nada Mew tidak terdengar datar lagi. Ia terdengar... tertarik?
Tapi kenapa?

“Harus ada alasan ya buat suka seseorang?” Aku bertanya dan Mew mengangkat bahunya. “Aku
gatau kenapa aku suka kamu. Yang aku tahu, aku ngerasa nyaman waktu sama kamu. Dan aku kepingin
selalu deket kamu.”

“Tapi kita sama-sama cowok.”

“Aku tahu, makanya aku minta maaf.” Kutundukkan kepalaku.

Mew menghela nafasnya. “Kenapa gak bilang dari dulu? Kalo kamu bilang dari awal kan aku jadi
gak perlu repot-repot jauhin kamu.”

Aku segera mendongakkan kepalaku menatapnya. Aku tidak mengerti maksud perkataannya.
“Maksud kamu apa?”

Mew menatap mataku. “Aku jauhin kamu, soalnya aku suka sama kamu.”

“APA?!” Aku tidak bisa menutupi keterkejutanku.

“Aku jauhin kamu buat ngilangin rasa suka aku. Soalnya aku ngerasa, gak mungkin kamu suka
aku juga. Karna kita sama-sama cowok. Tapi semakin jauh aku sama kamu, aku semakin suka sama
kamu. Aku kangen kamu tiap hari. Aku jarang tidur nyenyak, soalnya tiap malem aku mikirin kamu. Aku...
Mmpphh...”

Kubungkam Mew dengan menciumnya. Hanya sekejap. Mengecup bibirnya yang sudah lama
ingin kucium.
“Kamu bodoh tau gak?”

“Iya, aku tahu.” Mew tampak menyesal.

“Harusnya kamu gak perlu jauhin aku. Harusnya kamu mastiin dulu gimana perasaan aku ke
kamu sebelum ngambil tindakan.” Aku mengomel.

“Maafin aku.” Ia nyengir. “Terus sekarang gimana?”

“Apanya?”

“Kamu mau jadi pacar aku gak?”

Aku merona mendengarnya.... ARRGGHHH!!! Ingin rasanya aku teriak. Ini seperti mimpi yang
jadi kenyataan. Aku bahkan berharap bisa mencubit diriku untuk memastikan bahwa aku tidak sedang
bermimpi.

Ketika aku akan menjawab, kurasakan sesuatu yang dingin membanjiri tangan kananku. “Aww...
es krimnya meleleh!”

Mew segera menangkap tanganku. Lalu mencium dan menjilat lelehan es krim disana.
Jantungku berdetak dengan sangat cepat. Dan sesuatu menggelitik perutku. Rasanya seperti jutaan
kupu-kupu mengepakkan sayapnya disana.

Setelah tanganku bersih, ia mengelap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. “Aku anggap
kamu bilang iya.”

“Siapa bilang?” Godaku.

“Jadi kamu enggak mau jadian sama aku?”

“Siapa bilang?”

Mew tampak bingung. “Terus kamu maunya apa?”

“Cium kamu.” Aku tak menyangka bibirku bisa mengatakan itu. Aku tak tau apa yang
merasukiku. Tapi apapun itu, aku suka! Karna Mew terkekeh lalu mendekatkan wajahnya padaku.

“Apapun buat pacarku yang manis.” Lalu kurasakan bibirnya yang kenyal dan hangat menempel
di bibirku. Awalnya hanya menempel. Kemudian ia mulai melumat bibir bawahku. Aku membalasnya.
Aku sangat bahagia mendengar kata pacar. Rasanya dadaku akan meledak saking bahagianya.
Setelah beberapa saat, kita kehabisan nafas. Jadi Mew menyudahi ciumannya. Dan saat aku
sedang megap-megap mencari udara, Mew berkata: “Kamu bilang kamu kangen sekamar sama aku, kalo
gitu kita tingal bareng ya di apartemen aku. Jadi kita tidurnya di ranjang yang sama. Gak perlu pisah
kayak di asrama.”

“Mesum ya kamu!” Aku menepuk bahunya main-main.

Mew terkekeh. “Aku kan ngajak tinggal bareng, bukan ngajak ML.”
[ML bukan mobil lejen ya gaes... ML disini itu maksudnya naena.]

“Yakin?” Kupicingkan mataku.

“Gak.” Lalu kami tertawa.

“Kamu mau kan tinggal sama aku?” Tanya Mew lagi.

Kuanggukan kepalaku. Aku terlalu bahagia untuk bicara. Mew juga tersenyum bahagia. Ia
menyodorkan Permen Kapasnya padaku. Dan aku segera menyodorkan es krim vanilla di tanganku. Kami
saling menyuapi.

“Kok aku lebih suka bibir kamu ya daripada es krimnya?” Tanya Mew. Aku tertawa
mendengarnya. “Aku gak mau es krimnya. Aku maunya bibir kamu aja.”

“Tuh kan, mesum kamu!” Bibirku mengatakan itu, tapi aku mendekatkan wajahku padanya. Lalu
menciumnya.

“Geu rak meung na...” Bisiknya disela ciuman kami.


[geu itu aku/gue. Rak itu cinta. Meung itu kamu. Agak kasar. Tapi tharntype sering nyebut gtu di series.
Na itu gak punya arti spesifik. Cuman pelengkap kalimat aja. Tapi dalam beberapa kondisi bisa berarti
ya. Misalnya khothoth na.... itu artinya maaf ya...]

“Geu rak meung.” Balasku dengan perasaan paling bahagia yang pernah ada. Dalam hati aku
berjanji akan mentraktir Mild dengan sisa uang belanjaku sebagai tanda terima kasih. Ternyata selain
menyebalkan, dia ada gunanya juga.

Lalu saat bibir kami kembali bertemu, samar-samar aku dapat mendengar pekikan terkejut dan
sorakan beberapa orang. Rupanya bianglalanya sudah berhenti berputar dan saatnya bagi kami untuk
turun. Tapi aku terlalu hanyut dalam ciuman Mew dan tak ingin melepaskannya. Lagipula, Mew juga
sepertinya tak peduli pada orang-orang. Jadi kuputuskan untuk mengabaikan mereka dan fokus kepada
ciuman Mew.

.
.
.
End.
April 27th, 2020.

Anda mungkin juga menyukai