‘Penumpang yang kami hormati, Sesaat lagi kereta api Jayabaya akan
diberangkatkan dari stasiun Surabaya Gubeng menuju stasiun akhir Malang.
Terima Kasih.’
Suara announcement itu beralun bersahutan dengan iringan musik khas saat di
stasiun yang menjadi awal dari perjalananku menuju Malang.
***
Surabaya-00.45 WIB
Malam yang sunyi, hanya terdengar suara rintikan air yang jatuh dari
langit. Entah kebetulan atau memang direncanakan seperti itu oleh sang pencipta,
malam itu didalam gerbong yang kutumpangi bersama Ayah dan Ibuku, hanya ada
lima orang termasuk aku dan kedua orang tuaku yang kebetulan aku tidak duduk
bersama kedua orang tuaku. Kami saling menyapa dengan melontarkan senyuman
kepada penumpang lain digerbong yang sama dengan kami saat itu, sampai pada
akhirnya kami duduk dikursi kami masing-masing.
Mataku terpaku pada jalanan yang bahkan tidak bisa aku lihat karena gelap
dan kabut. Akhirnya aku memutuskan mengeluarkan handphone dan earphone
dari dalam tas yang kubawa. Perlahan kutancapkan kabel earphone ku ke
handphone ku. Ku scroll daftar lagu di spotify dan akhirnya jariku berhenti tepat
di lagu Rex Orange County-Pluto Projector. Kembali mataku menatap jalanan
yang gelap. Aku berhasil tenggelam dalam kesunyian malam dan lagu yang
kudengarkan.
Kalian pasti tidak asing lagi dengan kata “dejavu”. Itu yang kurasakan
ketika mendengarkan Rex Orange County-Pluto Projector. Dia yang tak bisa
kusebutkan namanya disini, malam ini kembali memenuhi pikiranku. Aku
mencoba memejamkan mata dan mulai mengingat awal dimana aku bisa dekat
dengannya. Entah bagaimana bisa terjadi ketika aku membuka mata, Dia ada tepat
didepanku.
“kamu!” aku terkejut dan tak sengaja menendangnya dengan keras
“aduh!”
“eh maaf maaf” kataku sembari membersihkan celananya yang terkena cap
sepatuku
“kok kaget?”
Aku masih kaget bukan main. Bagaimana bisa Dia didepanku sekarang.
aku masih melongo dan tidak bisa berkata-kata.
“karena kehendak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak maka tidak ada yang
tidak mungkin”
Aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat sekarang. namun aku
tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini hanya untuk melongo seperti orang gila
karena kaget tak percaya.
“oh kamu tanya apa tadi? Lagu ya? Aku lagi dengerin lagu favorit aku”
“gimana nggak tau, musik yang kamu dengerin keras banget sampai
kedengeran di aku”
“hah?!”
“maafkan aku”
“untuk apa? Ohh, jika kamu meminta maaf karena tendanganmu tadi, aku
tidak akan memaafkanmu”
“baik akan kumaafkan, tapi ada satu syarat. Syaratnya kamu harus foto
dengan wajah jelek lalu posting di media sosialmu, bagaimana?”
“kamu ini tidak pernah berubah ya, jahil banget. Oke oke, akan
kulakukan”
“mana mungkin aku tega membiarkanmu terlihat jelek sendiri. Aku akan
menemanimu”
“sudah”
Dia kembali tersenyum kearahku. Mengapa Dia terus melakukan itu
kepadaku. Jika bisa teriak aku akan teriak malam itu, sayangnya aku menghormati
penumpang yang ada digerbong yang sama denganku.
“kenapa?”
“aku terlalu kaku, cuek, dingin, bahkan perhatian pun tidak denganmu.
Aku menyesal. Maaf jika aku mengatakan ini, tapi jika saja dulu aku tidak
begitu, mungkin kita bisa bersama sekarang”
“mungkin sekarang aku tidak bisa menemanimu seperti dulu, tapi aku
akan selalu menjagamu dari jauh” janjinya
“tunggu aku diwaktu yang tepat nanti” kata Dia sembari tersenyum ikhlas
kearahku
Dia hanya tersenyum kearahku lagi dan lagi tanpa menjawab pertanyaan
yang kulontarkan kepadanya. Kenyataan tetaplah kenyataan. Sekeras apapun kita
menolak, tidak akan pernah bisa terhindarkan.
***
Malang-02.42 WIB
‘penumpang yang kami hormati, sesaat lagi kita akan tiba di tujuan akhir stasiun
Malang. Kami persilahkan anda untuk mempersiapkan diri. Periksa dan teliti
kembali barang bawaan anda jangan sampai ada yang tertinggal atau tertukar.
Untuk keselamatan anda tetaplah berada di tempat duduk sampai kereta berhenti
sempurna. Terima kasih’
Berat. Berat rasanya meninggalkan tempat ini. Untuk kedua kalinya aku
kembali merasakan berat yang hebat saat menghadapi kenyataan. Kenyataan yang
mengharuskanku ikhlas dan sadar bahwa memang sudah tidak akan bisa.
Kutatap penuh harap bangku yang sempat Dia duduki tadi. Tepat
didepanku, Dia tersenyum ikhlas kearahku. Meyakinkanku bahwa semua akan
baik-baik saja. Membuatku tenang dengan kata-kata yang memang selalu
membuatku seakan tersihir.
Tanpa menjawab aku bergegas berdiri dan keluar dari dalam kereta.
Malam itu tujuan kami akan mengunjungi saudaraku yang tengah berada di
Malang. Kami memutuskan naik kereta saat malam karena memang lebih cepat.
Setelah perjalanan dari stasiun, kami menaiki transportasi yang telah Aku
pesan melalui aplikasi. Setelahnya kami sampai di kos saudaraku, kami disambut
satpam penjaga ditempat saudaraku tinggal.
***
Malang-Jawa Timur
“nak, ada apa?” Tanya Ibuku dengan matanya yang terlihat khawatir
***
Dan akhirnya, hal paling berharga justru terlihat begitu fana. Aku salah.
Aku terlambat menyadari cinta ini. Tidak seharusnya sikapku begitu kepadanya.
Aku salah telah mengacuhkannya, sampai pada akhirnya Dia lelah dan memilih
untuk pergi. aku yakin, dia dan kepergiannya membawa sebuah jawaban yang
dinanti oleh hati tapi lupa namanya saat bersanding.