Anda di halaman 1dari 3

JIKA SEANDAINYA AKU TAHU CINTA BISA SEHEBAT

DAN SEGILA INI, MAKA AKU TAK AKAN PERNAH


MAU UNTUK UNTUK ‘ JATUH CINTA ’.

Sewaktu dulu. Disaat aku belum mengenal apa itu ‘cinta’ aku tak pernah peduli dengan apapun
yang ada padaku. Entah itu sikapku ataupun pakaianku. Hingga kamu datang. Yang lalu
mengubahku.

Tak pernah sekali pun terbayang bagiku, untuk bisa jatuh cinta. Pun membayangkan semudah
apa aku bisa jatuh cinta. Apapun itu tentang cinta, tak pernah sekalipun aku membayangkannya.
Mungkin inilah karmaku. Karena tanpa aba-aba, waktu mempertemukan kita. Tiba-tiba dan
dengan mudahnya aku jatuh cinta. Untuk pertama kalinya perasaan berdebar ini muncul.
Awalnya aku heran sendiri, mengapa bisa seperti ini? Namun, perasaan ini hanya muncul setiap
aku terbayang dirinya. Tak pernah sekalipun pikiranku lepas dari senyumnya. Dia seolah-olah
menarik diriku dari duniaku, dan membuatku hanya berfokus pada satu tujuan, yaitu dirinya.
Mungkin parasku tak seindah para model, pun sifatku tak sebaik tokoh-tokoh novel. Tapi
percayalah, cintaku sama seperti yang lainnya, tulus. Parasnya yang indah membuat mataku tak
bisa terlepas darinya. Rambut panjangnya, kulitnya yang agak gelap, serta matanya yang bulat
membuatku selalu terpana memandanginya. Aku berterima kasih pada Tuhan, yang telah
mempertemukan aku dengannya. Cinta menjadi hal yang begitu hebat, disaat aku jatuh cinta. Tak
pernah terbayangkan olehku jika aku tak pernah bertemu dengannya. Mungkin aku tak akan
pernah merasakan hal yang hebat ini. Tuhan, kuharap ia merasakan hal yang sama denganku.

Hampir satu bulan berlalu. Aku berubah. Aku memperbaiki sikapku. Mempedulikan parasku.
Mulai mengikuti model-model. Semua itu kulakukan untuk menarik perhatianmu. Tapi, rasaku
tak memudar sedikit pun. Lalu, kucoba beranikan diriku untuk mengungkapkannya.

Hari itu adalah hari terbaik bagiku. Karena aku telah mempersiapkan hatiku untuk
mengungkapkan segala rasa yang ada di hati. Kuharap kau pun sama sepertiku. Jantungku
berdegup kencang saat dia datang ke kelasku sepulang sekolah. Dia mendatangiku. Wajahku
terasa sangat panas saat itu. Meski gugup kucoba memberanikan diri. aku pun berkata padanya,
“Aku menyukaimu. Kamu adalah cinta pertamaku. Bersediakah kamu menjadi milikku?”.

Tak lama ia tersenyum, lalu dia menjawabku. Dia bilang, “Aku juga menyukaimu. Tentu aku
bersedia”. Rasa bahagia ku tak terbendung. Bahkan hingga tanpa sadar, aku memeluknya. Ia pun
membalas pelukanku. Dan sejak hari itu, kami resmi berpacaran.

Setiap pulang sekolah, aku selalu mendatangi kelasnya, hanya untuk menjemputnya. Lalu kami
pulang bersama. Setiap jam istirahat, kami bertemu dikantin sekolah, mengobrol, mengeluhkan
apapun yang dikeluhkan. Bercanda hingga salah satu dari kami terhanyut dalam rayuan manis.
Aku memperlakukannya selayaknya seorang purti raja. Kumanjakan dirinya, agar betah berada
disisiku. Dan dia, selalu bertingkah manis, yang membuatku selalu merindu. ‘Aku benar-benar
jatuh hati pada wanita ini’, pikirku saat bersamanya.

Hampir empat bulan kami resmi berpacaran, ia mengundangku menemui keluarganya. Ia


memperkenalkan diriku pada ibunya. Ibunya menyambutku dengan hangat. Begitu pun adiknya.
Aku merasa senang, karena diterima dengan baik oleh keluarganya. Aku pun diajaknya untuk
pegi ke kamarnya. Disana hal gila mulai terjadi.

Dia menciumku. Kukira dia hanya tersandung, dan tak sengaja menciumku. Tapi ternyata
tidak. Setelah satu kali dia menciumku. Dia memintanya lagi. Aku memarahinya, “Kita baru
berusia 16 tahun, sayang. Tak sepantasnya kita melakukan hal seperti ini. Tolong hentikan,
jangan membuatku lebih marah dari ini.”

“Kenapa memangnya? Apa kamu sudah tak lagi mencintaiku?”

“Bukan begitu. Aku mencintaimu. Sangat-sangat cinta. Tapi kumohon, biarkan aku menjagamu.”

Pada hari itu, ia bilang bahwa ia kecewa padaku. Berkali-kali aku meminta maaf padanya.
Namun tak ia terima. Hampir dua minggu ia seperti itu. Setelah itu dia datang, dia berkata,
“Maaf. Aku egois. Tapi aku hanya ingin memastikan hatimu, itu saja.”

“Dan? Bagaimana menurutmu?”, tanyaku.

“Kamu, begitu mencintaiku. Maafkan aku. Jangan tinggalkan aku.”

“Percayalah. Aku takkan pernah meninggalkanmu selagi aku mencintaimu.”

Kami pun berbaikan. Menjalani rutinitas yang dipenuhi cinta. Saling mencintai tanpa henti.
Hingga tanpa terasa, hubungan kami sudah berjalan selama satu tahun. Dan aku, semakin
terjatuh dalam hatinya, tanpa bisa keluar lagi. Aku benar-benar terbutakan. Dan aku menyesal
karenanya.

Tak pernah ku sangka seorang gadis bisa menjadi begitu mesum saat ia jatuh cinta. Aku masih
bisa menggunakan logikaku, tapi dia? Sepertinya apapun yang dia pikirkan, semuanya berdasar
pada cinta. Dia tak bisa lepas dari jeratan cinta yang kita ikat sedari lama.

Hari itu, adalah hari yang paling kusesali. Di dalam kelas itu, hanya ada kami berdua. Dan dia
bertanya padaku, “Apa kamu masih sangat mencintaiku?”

“Tentu. Aku sangat mencintaimu.” Jawabku dengan pasti.

Tiba-tiba dia berjalan mendekati pintu. Lalu menguncinya. Dan dia mulai melepas
pakaiannya. Sembari berbalik, mencoba untuk tak melihatnya, aku sedikit berteriak, “Apa yang
kamu lakukan?”

“Aku ingin bersatu denganmu.”


“Apa yang kamu maksud dengan bersatu?”

“Berbaliklah! Lihatlah aku!”

“TIDAK!”

“Kumohon”

“Berhentilah! Cukup! Berhenti bercanda seperti ini.”

“Aku tak bercanda. Aku serius. Mari bersatu.”

“Kumohon, sayang. Berhenti.”

“Jikalau kamu memang tak ingin bersatu. Mari hentikan semua hubungan kita.”

Aku terdiam. Lalu aku mulai berbalik. Aku menatapnya yang sudah bertelanjang bulat. Aku
pun memeluknya.

“Maaf. Jangan akhiri semua ini.”

“Mari bersatu. Agar kita tak bisa berpisah.”

Dia melepas satu per satu pakaianku. Hingga akhirnya kami sama-sama telanjang. Aku tahu ini
salah. Tapi aku tak bisa berhenti mencintainya. Ini adalah hal yang paling kusesali. Kami
bersetubuh.

Mungkin bagi orang lain itu adalah hal yang menyenangkan. Namun, bagiku tidak. Bagaimana
bisa aku bangga dan dan bahagia jika itu adalah paksaan. Meski tak terlihat seperti paksaan,
didalamnya terdapat ancaman. Itu paksaan. Dan aku dengan kebodohanku, tak bisa menolaknya.

Dalam kelas itu, hanya ada kami. Dengan nafas terengah-engah dan detak jantung berirama
dengan cepat, kami saling mengungkapkan kata cinta. Cinta, cinta, dan cinta. tak ada yang
lainnya. Hanya cinta. Tak ada satupun dari kami yang mengetahuinya, bahwa hari itu kami harus
berpisah. Kami tak sadar, dalam kelas itu terpasang cctv. Mungkin, kau tahu apa selanjutnya.
Hari yang paling kusesali adalah hari itu. Dimana rasanya aku dipermalukan dan
mempermalukan.

KIsah ini singkat. Tapi, penyesalanku tak sesingkat kisah ini. Rasa malu ku setinggi gunung.
Dan itu hanya rasa malu ku. Bagaimana dengan perasaan ibuku, yang telah melahirkanku? Lalu
ayahku, yang sudah berjuang membiayai diriku? Jujur saja, aku yakin, mereka sangat-sangat
kecewa padaku. Bertatap wajah pun mereka enggan. Hatiku teriris. Sesalku tak sembuh.
Ditambah putraku, yang nantinya akan tumbuh dengan olokan dan sebutan ‘anak haram’ dari
tetangga sekelilingku. Inginku akhiri hidupku. Tapi bagaimana bisa aku lepas tanggung jawab ku
pada orang tuaku? Maafkan aku yang kurang ajar ini Ayah, Bunda. Dan maafkan Ayahmu ini,
yang terlalu terbutakan cinta. Ayah harap kamu tak tumbuh seperti ayah.

Anda mungkin juga menyukai