Anda di halaman 1dari 1

Aku mencintaimu, aku mencintaimu, dan aku mencintaimu.

Kata-kata itu tak pernah berhenti terucap dari mulutmu. Selalu kau ucapkan itu ketika bertemu
denganku. Sembari mengelus kepalaku, kau katakan kata-kata itu. Layaknya sebuah doa yang harus
diucapkan setiap saat. Kau gunakan itu untuk menahanku, dan menyihirku untuk selalu
mencintaimu. Matamu selalu terlihat tulus saat mengucapkannya sehingga aku terbelenggu pada
kata-katamu.

Namun, ternyata semuanya salah. Semuanya semu. Ketulusan itu palsu. Tiba-tiba kau pergi.
Layaknya mainan, kau tinggalkan aku, lalu mencari mainan baru. Dengan kata-kata itu kau jerat
semua wanita barumu. Membelenggunya. Menahannya dalam penjara hatimu.

Kuharap kau tahu. Bahwa saat kau tinggalkan aku. Semua itu belum berakhir, malah semua baru
dimulai.

Kuharap kau ingat. Sebuah lagu, yang pernah kunyanyikan dahulu. Dan kuharap kau tahu, bahwa aku
masih mencintaimu. Takkan pernah kulepas dirimu. Sekalipun takkan.

Kan kubawa dirimu ke suatu tempat. Di mana tak ada satupun orang disana. Ku bawa semua
mainanku. Kau pasti tahu, apa saja itu. Lalu kumulai dengan tanganmu. Cairan itu keluar. Suaramu
menggelegar. Aku menyukainya, tapi aku lebih menyukaimu. Lebih dari apapun.

Setelahnya harus ku lanjut dengan apa? Haruskah dengan kakimu? Atau langsung pada hal yang
paling ku cintai?

Kuputuskan untuk ku ciumi kaki indahmu. Lalu kuberi tanda, bahwa kau miliku. Kau menggigit
bibirmu. Lalu badanmu bergetar. Apa kau senang? Sayang. Ku lakukan lagi dengan lebih keras.
Hingga tak sadar aku melukaimu. Maafkan aku. Percayalah, itu bentuk cintaku.

Jangan menangis, sayang, ku yakin umurmu panjang dan takkan ku sia-sia kan sisa umurmu.

Anda mungkin juga menyukai