Anda di halaman 1dari 5

Dia dan Hujan

Oleh: Ni Putu Intan Kumala Dewi

Tidak ada yang indah dari sebuah perpisahan yang


abadi. Sebab setelah 6 bulan berlalu Alea harus menjalani
kehidupan sendiri bersama jiwa yang patah hati yang sepi, kini
ia sekarang sudah kelas 12 SMA dimana ia berada pada jurusan
IPS. Perasaan duka selalu menjelma, membuatnya seakan tidak
bisa maju untuk melangkah pergi dari ingatan bersama sang
kekasih yang sudah lebih pergi mendahului, ia tidak lain adalah
Devan. Rasanya setelah kepergian sang kekasih hujan terus
menghampirinya. Kepergian Devan mungkin sekarang
memang masih menjadi waktunya untuk terjebak di dalam
ingatan yang akan terus menciptakan harap berisikan kesemuan
semata. Mengharap kembalinya Devan untuk bersama lagi
walau hanya sebatas fana yang tak mempunyai haluan. “Akhir-
akhir ini hujan sering turun ya?” Terdengar suara seseorang
yang berhasil menyadarkan Alea dari ingatan tentang masa
lalunya. Alea hanya menoleh sekilas, ternyata hanya orang
asing yang duduk di sampinya saat sedang berada di
perpusatakaaan. “Gimana?” Tanya Alea balik, karena tidak
paham pertanyaan dari orang tersebut yang sangat tiba-tiba.
Bisa Madhira lihat dari ekor matanya, orang tersebut hanya
mengangkat bahu. Alea pun mengabaikan lelaki itu dan
kembali membaca buku yang ada di tangannya. “Kenapa?
Hujan mulu ya? Lo ke ganggu?” Tanya laki” asing itu. “Hah?”
Alea bingung sekaligus kaget dengan pertanyaan itu karena
Alea pun baru memikirkan tentang hujan yang turun saat ini.
“Kenapa? Kok kaget?” Laki-laki itu malah tertawa. Alea
berusaha memperlihatkan rasa tidak nyamannya kepada laki-
laki asing itu. Namun Alea sama sekali tidak berani menatap
orang itu. Sempat terpikirkan oleh Alea jangan-jangan lelaki
itu mempunyai niat yang jahat. Alea segera beranjak dari
bangku perpustakaan, khawatir laki-laki itu benar orang jahat.
“Sebentar, lo belum jawab pertanyaan gue”. Terdengar suara
yang mendekati, ternyata orang tersebut mengikuti langkah
Alea yang berusaha menjauh. “Gak tau! Jangan ngikutin bisa?”
Tanya Alea ketus, masih tidak mau menatap laki-laki itu.
“Tidur, ya, malam ini? Jangan terus-terusan dihantui masa
lalu.” Ucap laki-laki itu, kemudian merogoh tas gandongannya.
Alea masih diam dan mencerna perkataan yang barusan ia
dengar. “Gue pamit,ya” Laki-laki itu meninggalkan Alea yang
membisu berdiri kaku. Sebelum dia benar-benar pergi, Alea
segera masih sempat menahannya “Tunggu” Namun sayang,
laki-laki itu tidak menghiraukan panggilannya. Tetap
menerobos derasnya hujan. “Eh! Payung lo ketinggalan” Alea
memanggil tanpa berharap banyak, sebab suaranya kalah
dengan suara hujan yang menyerbu atap halte. Namun, laki-
laki itu justru berhenti, menoleh ke belakang dan tersenyum di
dengan lapangan sekolah dan derasnya hujan. “Gue Dika!
Semoga hujan mempertemukan kita lagi ya, Alea!” Alea masih
kaku dan memegangi payung yang ditinggalkan laki-laki itu.
Alea berusaha mengingat kembali sosok yang baru
meninggalkannya. Tatapan itu…….. Alea sangat yakin
mengenali tatapan itu. Rasa hangat yang terdapat dalam tatapan
itu membuatnya mengingat sang kekasih yang telah di panggil
sang penciptanya. Sebentar……… Dika, lo siapa selbenarnya?.

Sudah hampir satu minggu pikiran Alea tidak lepas dari


kedua netra itu. Netra yang dia temui di perpustakaan sekolah
saat hujan turun. Kepalanya dipenuhi berbagai macam
kemungkinan-kemungkinan, dari yang sangat rasional sampai
tidak masuk akal. Siang itu Alea sedang berada di perpustakaan
sekolah menunggu guru, karena dia akan melakukan test pada
salah satu mata pelajarannya. Saat dia sudah mendapatkan
gilirannya untuk melakukan test dia beranjak dari kursi
perpustakaan dan pergi untuk pulang. "Alea, sebentar."
Panggilan itu berhasil menghentikan langkah Alea, dilihatnya
Dika ikut berdiri untuk menghampirinya. "Lo lupa satu hal."
Ada seulas senyum yang mati-matian Alea sembunyikan saat
mendengar perkataan Dika. "Tapi, HP gue ketinggalan, Lea. Lo
punya pulpen? Minta tolong tulisin di tangan nanti." "Nggak,
gue yang harus hubungin lo duluan. Kasih tau nomor lo aja,
nanti gue udah di tunggu Lengkata , nih." "Lupa apa?" “lo lupa
kasih gue nomer lo." gue aja, deh." "Eh, gue gak bawa pulpen
sama sekali. Nomer lo aja, deh, biar gue yang chat duluan
hafalin." "Hafalin?" Aleatidak percaya dengan ucapan Dika.
"Gue buru-buru mau balik, "Kasih gue waktu tiga detik buat
hafalin nomer lo." Alea masih tidak habis pikir dengan Dika,
tapi tetap menunjukkan beberapa deret angka di layar
ponselnya. Dika terlihat fokus menggumamkan angka-angka
itu beberapa kali, lalu mengangguk setelah merasa yakin.
"Udah, Lea. Gue udah hafal, nanti gue hubungi lo, ya," ujar
Dika. "Lo yakin udah hafal?" "Iya. Balik, gih, Lea, udah sore,
nih." Alea mengangguk dengan ragu, lalu berjalan keluar
sekolah.Dika tersenyum melihat punggung Alea yang semakin
menjauh. "Mata ini selalu tau ke mana harus tertuju pada
payung putih yang mengintip dari totebag Alea. “Hai lea, gue
pemilik payung putih yang lo pinjem” “gimna? Masih mau
raguin kemampuan mengingat gue?” Alea terkejut melihat
ponselnya karena sebuah pesan dari nomor yang sudah dia tahu
pengirimnnya. Hanya saja Alea terkejut tidak menyangka,
orang itu mampu menghafalkan nomornya dalam waktu
singkat. "Alea, dengerin gue, ya? Jangan deketin Dika karena
dia mirip Devan. Gue paham sama yang lo ceritain tadi. Mau
seberapa miripnya mereka, tetep aja mereka itu beda," ucap
Lengkara jauh lebih serius setelah melihat ponsel Alea.
Seketika jemari Alea yang tadinya dengan lincah mengetik
pesan jadi membeku. Isi kepalanya dipenuhi oleh perkataan
Lengkara. Sayangnya, dia tidak memiliki kesadaran yang
cukup untuk mengelak. "Jangan sampai kayak gitu, ya, Lea?
Jangan nyakitin diri lo sendiri, terlebih nyakitin perasaan orang
lain." Setelah pertemuan tidak terduga di perpustakaan
sekolah , Alea dan Dika jadi semakin sering bertemu. Dika
selalu menunggu Alea menyelesaikan kelasnya agar mereka
bisa pulang bersama. Mereka selalu pulang dengan
berboncengan Vespa milik Dika. Mereka semakin dekat dan
Alea sudah mulai bisa mengikhlaskan Devan mantan
kekasihnya. Malam itu, setelah hari-hari yang mereka lewati
bersama, saling menemukan satu sama lain, dan menjalin kasih
tanpa bayangan masalalu yang menghampiri.

Anda mungkin juga menyukai