Anda di halaman 1dari 5

Kedua Kalinya Ku Rindu Bandara

Karya Nazla Syafitri Rangkuti

Pagi itu masih sepi dan Dia seperti biasa mengendarai motor kesayangannya ke kampus.
Tubuhnya yang lumayan kurus selalu berusaha terlihat tegar meskipun ibunya sering
mengomeli soal bajunya yang sering kelonggaran. Wajahnya terlihat pucat dan tirus
menggambarkan keadaan yang seolah dipenuhi dengan masalah besar. sifat pendiamnya
membuatnya terlihat mengerikan dan membosankan. Tetapi, semua itu sirna dengan
senyuman manis berlesung pipinya pada setiap orang.

Jalannya semampai menuju kelas tanpa memperhatikan sekitar. Mengambil posisi duduk
strategisnya seperti biasa tepat di depan dosen. Dia bukan tergolong mahasiswa rajin ataupun
pintar di kelas. Tujuan utamanya hanyalah untuk menghindari rasa kantuk saat dosen
menjelaskan. Terlebih jika dosen datang terlambat dan kelas diundur. Huh. Menyebalkan.
Hari ini dia cukup beruntung bisa mendapatkan posisi duduknya sebab banyak mahasiswa
lain yang hadir lebih awal biasanya.

Setelah menunggu lebih dari 15 menit, terdengar seseorang memanggilnya dari belakang.

“ Laraaa….” Panggil seorang cewek berparas manis dengan pipi chubby- nya sambil
berlari ke arahnya. Tanpa izin terlebih dahulu, dia langsung memeluknya dari belakang
sambil tersenyum tersungut- sungut.

“ Ehh...hai Sabil. ada apa Bil? Kok keliatannya lo bahagia banget sih hari ini?”
Sapanya dengan terkejut dari kesendiriannya.

“ Haha ga kenapa – kenapa kok bro. Kan lo pernah bilang klo pagi itu kudu disambut
dengan semangat bro.” Jawabnya dengan istilah khasnya ala – ala cewek tomboy. Lara
hanya membalas dengan senyuman tanpa berkata apapun.

“ Guys, tolong perhatiannya sebentar ya! Ada dua pengumuman penting nih.” Teriak
seorang gadis dengan semangat sambil berjalan ke depan kelas. Semua orang di dalam kelas
bisa menduga satu informasi tapi tidak untuk yang satunya lagi. Semuanya saling menduga-
duga dan timbul kekacauan sejenak di dalam kelas.

“ Guys, tolong perhatian banget ya… Oke. Ada dua informasi penting yaitu pertama
hari ini kelas Pak Karyo ditiadakan karena dia kurang enak badan jadi rencananya nanti
diganti sama tugas. Tugasnya nanti aku kasih tau setelah di email-in sama beliau. Nah, kalo
infromasi kedua ini, …” Jelasnya dengan penuh intonasi. Diakhir orasinya, sengaja dia
potong untuk membuat ketegangan kelas semakin memuncak. Tak menunggu lama, akhirnya
orasi pun berlanjut.

“Nah pengumumannya adalah kalian semua tau ga kalo hari ini Nike lagi birthday?
hahaha pasti lo semua pada lupa kan?” Jawabnya sambil melirik ke arah Nike yang sontak
terkejut melihat omongan Dila. Nike hanya membalas sinis sambil tersenyum malu kearah
Dila.

“ Jadi Nike berencana mengundang kalian semua ke acara ultahnya yang bakal
diadain nanti malam di Apartemen Nike. Ntar undangannya bakal disebar sama Nike jadi
jangan pada pulang dulu ya. Ada mau nanya ?” Jelasnya.

“ Dil, by the way, ada dresscode nya ga ?” Tanya seorang cowok sambil
mengacungkan tangan.

“ Hmm… kayaknya buat detail acaranya mungkin Nike bisa menjelaskan. “ Jawabnya
dengan kedipan mata kearah Nike. Nike maju ke depan kelas dan berorasi dengan wajah
penuh cerianya.

“ Okey guys. Buat acaranya nanti malam itu…” Jelasnya namun terpotong suara
teriakan dari belakang.

“ Eh makasih ya Ham. Hehe. Kalo soal ujian beda urusan deh Ham.” Jawabnya
singkat. “ Nanti malam itu dresscode –nya bebas kok dan bawa kado ya. Hiihihi. Just
kidding. Trus acaranya dimulai jam 8 malam dan selesainya jam 10. Jadi ga malam banget.
Gimana pada bisa kan?” Jelasnya dengan semangat. Seisi kelas menjawab dengan suara yang
relative sama. Namun, tidak untuk seorang gadis lugu. Lara. Dia mengingat sejenak
jadwalnya hari ini dan melihat notes pribadinya. Berat rasanya untuk mengatakan “bisa”
setelah matanya tertuju pada satu kegiatan hari ini yaitu les bahasa inggris. Les dimulai tepat
pukul 7. 30 malam dan selesai pukul 09. 30. Memang setengah jam masih mungkin untuk ke
pesta itu, tapi tempat les ke rumah Nike sangatlah jauh. Hampir hilang hasratnya datang ke
acara Nike sebelum Sabil menghampirinya.

“ Ra, ntar malem lo dateng kan? Bareng dong. Hehe.” Tanyanya sambil melihat wajah
Lara sedikit terdiam dengan pandangan kosong. Bagi Lara, agak berat tidak hadir di acara
Nike. Dia dan Nike dulunya sahabat dekat sebelum mereka menemukan sahabatnya masing-
masing. Bukan karena suatu masalah namun memang berjalan seiring waktu. Hal itulah yang
menjadi beban pikirannya sekarang. Tak ingin baginya menyakiti hati sahabat lamanya ini.

“ Eh iya kok Bil. Tapi ntar gua perginya jam 9 maksimal, Bil. Gue ntar izin dulu ke
pengajar les trus pergi deh ke acara Nike. Gapapa kan Bil?” tanyanya.

“ Iya gapapa kok, Ra. Okey nanti kabarin aja deh jamber pastinya lu pergi ya. See
you, Ra.” Jawab Sabil dengan penuh kepastian.

***

“ Allahuakbar Allahuakbar” Adzan berkumandang dikala langit memerah. Lara


bersiap tuk berangkat ke tempat lesnya. Niatnya tuk meminta izin kepada guru lesnya sudah
terpenuhi. Kini ai bersiap tuk berangkat ke acara Nike dan menghubungi Sabil. akhirnya
mereka pun berjanji di suatu tempat dan berangkat dengan semangat untuk perbaikan gizi.

“ Bil, gue udah kece belum? Biar jadi ratu semalam hahaha” Canda Lara dengan
penuh sukacita.

“Ya ampun jangan tanya ra. lu selalu cantik kok. Hahha” Jawab Sabil sambil
menyengir Ke arah kaca spion motor Lara.

Kedua sahabat ini masuk ke dalam apartemen Nike. Sebelum sesampai di apartemen, suara
ribut acara Nike sangat terdengar jelas dari kejauhan. Mereka sudah membayangkan betapa
ramai dan meriah acaranya. Dengan penuh semangat, mereka masuk ke Apartemen dan
betapa terkejutnya mereka melihat semuanya. Glamour. Ya satu kata ini menggambarkan
semuanya. Tak rugi bagi mereka menyempatkan datang kesini. Mereka berdua bergumam
sejenak di depan pintu sambil melihat seisi ruangan.

“ Hai Sabil, hai Lara. Apa kabar? Jangan terlalu terkejut dengan mereka semua. Ayo,
seru seruan. Kalo kalian mau makan disana, mau mendengar music disana, dan terutama
toilet disana ya. Hahaha mana tau darurat ya. Aku tinggal dulu yaa.” Sapa Nike dengan
hangat sambil jarinya menjelaskan bagian- bagian penting ruangannya.

“ Btw, Nike, selamat ultah ya. Semoga yang terbaik selalu buat lo dan sukses selalu
ya. Ini hadiah buatan gue sama Lara. Hehe mudah- mudahan lo senang. “ Sapa Sabil sambil
menyerahkan kado spesialnya kepada Nike.

“ Thank you banget, guys. Hehe makasih banyak buat doanya. Sukses juga buat
kalian.” Jawabnya dengan santun dan kembali ke kerumunan temannya.
“ Ra, ambil minum yuk. Gue haus banget nih. Yuk kesana.” Ajak Sabil.

Keduanya menyudut di tempat minuman. Mata Lara masih berkeliling ruangan dan terpaku
pada satu titik yang tak pernah dia bayangkan hadir kembali. Seseorang. Menikmati dirinya
sendiri di sudut alunan music. Tak ada yang menemani kecuali piringan tua. Gayanya cukup
kasual. Baginya, ditengah keramaian ini, alunan music cukup menemaninya. Matanya
kembali melirik kedua kalinya. Tak ada yang berbeda. Bahkan kali ini pandangannya
terfokus hanya untuk titik itu. Kembali dia palingkan wajahnya ke sisi lain dan mencoba
meliriknya. Lirikan terakhir ini baginya lebih tepat dan yakin bahwa itu adalah Dia. Seorang
lelaki tak pedulian dan pendiam yang dia temui di bandara dulu. Lara sudah menduga itu
sebelumnya.

“ Ra, dance yuk. Biar semangat kuliah besok bro.” Ajaknya sambil memegang
tangan Lara. Harapannya pupus setelah Lara menolak ajakannya itu. Dan dia memutuskan
untuk menari seorang diri dan tak lama ditemani Adrian di tengah panggung itu.

Bagi Lara, malam pesta ini tak lebih menarik baginya daripada berjumpa dengan lelaki ini.
Hanya sebentar tapi kenangannya tak dapat dilupakan. Wajahnya makin berseri saat jarak
keduanya hanya selengan tangan.

“ Bang kevin?” Tanyanya penuh harap tanpa jawaban kosong. Dia terdiam dan
mengarahkan wajahnya ke Lara. Sejenak dia melihatnya dengan kecurigaan hingga akhirnya
dia menyadari seorang cewek yang pernah hadir dimasa lalunya sedang berdiri di depannya.
Dia berusaha mengingat namanya tetapi gagal kali ini.

“Ya, sepertinya kita pernah bertemu ya? Tapi aku lupa namamu.” Jawabnya sambil
memenuhi tubuhnya ke arah Lara.

“ Abang lupa ya? Namaku Lara. Yang pernah ketemu di bandara . Inget ga?”
Jawabnya sambil mengulurkan tangan tuk berjabat dan berusaha membuka rekaman lama
mereka.

“ Bentar… oh iya haha. Maafin aku ya emang gini kalo makin tua. Kamu temannya
Nike juga?” Jawabnya semakin hangat.

“Iya bang. Satu kelas jadi diundang deh. Abang sendiri?” Jawabnya penuh antusias

“ Aku teman abangnya ra. Jadi biar kenal gitu. Haha.” Jawabnya.
Dari jawabannya itu, Lara tak melihat sedikit pun dia mengingat kenangan itu. Seolah dia
hanyalah kepingan masa lalu yang terbuang dan tak tersisa di ingatannya. Seorang lelaki yang
pernah mengubah cara pandangnya pada dunia dalam sekejap. Sekejap itu juga Lara
menganggapnya sebagai abang kandungnya sendiri sekaligus penggenggam hatinya.
Ceritanya dulu masih melekat di ingatan Lara. Bagaimana mereka berbicara layaknya sudah
saling kenal namun terbatasi dengan sifat saling pendiam keduanya. Ia ingat bagaimana
mereka membuka topik baru diantara dua percakapan tak berujung. Mereka mendingin
dengan caranya sendiri. Lara ingat bagaimana Kevin selalu melihat handphonenya dikala
gugup. Dia sadar betul itu. Dan kini orang itu masih sama dengan kebiasaan itu. Tapi, itu
semua cepat berakhir dengan perpisahan tercepat baginya.

“ Ra, aku balik dulu ya. Nanti kita ketemu kapan – kapan lagi.” Sapanya.

“ Iya bang hati – hati ya.” Jawabnya.

Sambil melihat langkahnya, harapannya kembali musnah. Tuhan telah mengizinkannya


bertemu dengan seseorang yang pernah dia tanam dalam hatinya. Namun, kembali dia sia –
siakan kesempatan ini. Dia mengerti itu.

Tapi, bagaimana jika hati dan bibir tak seirama. Hati ingin mengatakan perasaan hatinya ini
namun bibir membungkam. Siapa yang harus disalahkan?

Andai saja kita tak dipertemukan di Bandara, Kevin. Tak pernah ku menyesal kedua
kalinya seperti ini, Pikirnya.

Anda mungkin juga menyukai