Anda di halaman 1dari 8

Cinta Dalam Diam

BBy : Nurlaila Zahr

Melalui hati..
Hanya dengan hati..

Tak banyak yang dapat dilakukan oleh Alya kala perasaan itu datang
menghampirinya. Dia hanya bisa diam dan menyimpan perasaannya itu sendiri, di dalam
hatinya. Tak ada seorang pun yang tahu kecuali dirinya sendiri. Nama seorang ikhwan
telah bertahta di kedalaman relung hatinya tapi sungguh tak pernah ia sengaja meletakkan
nama itu di hatinya. Perasaan itu pun tak pernah ia pupuk sehingga bisa berkembang
dengan indah.
Melalui hati, ya, hanya dengan hati ia merasakan perasaan itu. Tidak dengan kata-
kata, ucapan, atau pun tingkah laku yang membuatnya jadi tak berdaya atas rasanya itu.
Dialah seorang muslimah yang sangat pintar memanage perasaannya sendiri.
Tak pernah ia biarkan setan-setan menjerumuskannya ke lembah kenistaan yang pada
akhirnya membuat kurva keimanannya menurun drastis. Jika kesendirian tengah melanda
dirinya, bukan “nama” itu yang ia pikirkan, melainkan Allah lah yang ia ingat melalui
lantunan dzikir yang ia lafadzkan atau dengan membaca ayat-ayat cinta-Nya yang
membuat ia semakin cinta pada tuhannya. Tak pernah ia menangisi perasaannya terhadap
ikhwan itu, walau tak jua bisa dengan segera ia membuangnya. Sebisa mungkin ia
memusatkan pikiran dan seluruh jiwa raganya hanya untuk Rabbnya. Dan bukan selain-
Nya. Pikirnya, kalaupun jodoh tak akan kemana.
Di belahan bumi Allah yang lain, seorang ikhwan bernama Fajar tengah
memperhatikan tulisan puisi yang ditulis di secarik kertas, yang dibagian bawahnya
tertulis nama seorang akhwat, yang menandakan bahwa si akhwat lah yang menulis puisi

www.nurlailazahra.blogspot.com 1
tersebut. Kertas itu ia dapat dari mading kampus. Tanpa sengaja ia melihat kertas itu
terjatuh dari mading dan ia ambil. Setelah dilihat siapa pembuatnya, ternyata yang
membuat adalah seorang akhwat yang namanya sudah lama bertahta di kedalaman relung
hatinya. Namun ia tak menyimpan kertas itu, melainkan ia pajang kembali di mading,
lalu ia pun berlalu tanpa mau memperpanjang khayalnya akan sosok akhwat itu.

Di Rumah Alya….

Disaat ia tengah mengerjakan proposal acara masjid kampusnya, sang ibu


menghampiri dirinya dan duduk di kursi tua di samping dirinya.
“Lagi apa Al?” Tanya sang ibu.
“Ngerjain proposal acara masjid kampus. Ada apa bu?” Jawabnya dengan
mengajukan pertanyaan balik pada ibunya, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar
komputer.
“Nggak. Ibu lagi kangen aja sama kamu.” Jawab ibu yang langsung disambut dengan
senyuman manis Alya. Hanya sebuah senyuman yang membuat ibunya semakin rindu.
Entah mengapa akhir-akhir ini, rasa rindu terhadap anaknya ini begitu besar. Bisa jadi
karena selama beberapa hari ini, dari pagi sampai malam Alya selalu berada di luar
rumah, tepatnya di kampus bersama teman-teman masjid kampusnya untuk persiapan
acara seminar motivasi yang sepekan lagi diadakan.
“Kamu nggak kangen sama ibu Al?”
Alya mengalihkan pandangannya.
“Nggak ada yang Alya rindukan setelah Allah, selain Rasulullah dan Ibu.” Setelah
meninggalkan senyum manisnya lagi di hati ibunya, ia kembali memandang layar
komputernya.
“Al, apa…selama ini kamu nggak punya…teman dekat?” Tanya ibu takut-takut.
“Teman dekat yang bagaimana maksud ibu?” Tanya Alya yang sudah bisa membaca
kemana arah pembicaraan yang ibunya utarakan.
“Yaaa…beberapa teman-teman ibu, anak-anaknya hampir semua punya teman dekat.
Apa kamu tidak ingin seperti mereka?”
“Maksud Ibu pacar?” Tembak Alya pada ibunya. Lagi-lagi tanpa mengalihkan
pandangannya dari layar komputer.

www.nurlailazahra.blogspot.com 2
“Bukan ibu yang ngomong loh. Kamu ya yang barusan bilang pacar.” Ibunya
berusaha mengelak meskipun memang itu maksudnya. Alya hanya tersenyum kecil tanpa
mengeluarkan sepatah katanya lagi. Dia hanya ingin diam.
“Kok diam Al?” Tanya ibunya.
Kali ini Alya memutar kursinya kearah ibunya. Dengan diawali senyuman, ia pun
mulai berkata,
“Bu, tanpa seorang pacar disamping Alya, Alya sudah sangat bahagia sekali dengan
adanya ibu, ayah, dan semua keluarga kita disamping Alya. Dan Alya nggak butuh
seorang pacar untuk dapat menemani Alya kemana-mana, karena sudah ada Allah. Dan
kalaupun Alya ingin mencari seorang pendamping, bukan pacar yang Alya cari,
melainkan suami. Suami yang bisa menuntun dan membimbing Alya kearah yang lebih
baik. Ibu nggak perlu khawatir ataupun cemas jika Alya nggak seperti anak dari teman-
teman Ibu, karena Alya yakin, apa yang Alya jalani saat ini adalah jalan kebaikan dengan
cara yang baik dan untuk menuju sesuatu yang baik pula. Ibu mengerti kan?”
Sang Ibu hanya menatapnya penuh haru. Betapa mulianya hatimu nak, hatinya
membatin. Lalu ia pun kembali bertanya,
“Lalu, apa saat ini ada sosok yang kamu cenderungi Al?”
Jujur, Alya sangat terkejut atas pertanyaan ibunya itu karena saat ini memang ada
nama lain di hatinya yang akhir-akhir ini mengusik hatinya, namun segera ia tepis
keterkejutan itu dengan istighfar dalam hatinya.
“Kalaupun ada, memang kenapa?” Jawab Alya tanpa harus jujur meski tak jua
berbohong.
“Ehm…. Ya nggak kenapa-kenapa sih. Ibu hanya ingin memastikan kalau saat ini
anak ibu sudah dewasa. Sudah bisa memilah-milah mana yang terbaik untuk dirinya. Ya
sudah, kalau begitu teruskan lagi kerjaan kamu. Ibu tinggal dulu ya?”
Alya hanya tersenyum. Lagi-lagi hanya senyuman yang menutup perbincangan dia
dengan ibunya. Dia tak berusaha untuk memunculkan wajah ikhwan itu meskipun dalam
hatinya sangat ingin. Namun ia tahu bahwa itu dosa. Dia kembali terus beristighfar
sambil terus melanjutkan pekerjaannya. Dan rasa itu, biar hatinya saja yang merasakan.
Tak perlu diungkapkan apalagi dibeberkan ke khalayak ramai. Tak perlu dengan kata-

www.nurlailazahra.blogspot.com 3
kata dalam memaknai rasa itu. Cukup melalui hati, hanya dengan hati. Dan diam adalah
kunci dari semua masalah itu.

Di Masjid kampus….

Saat ini mereka tengah asyik syuro di dalam masjid kampus. Sedang membicarakan
segala yang akan dipersiapkan untuk acara training motivasti pekan depan. Alya yang
bertugas sebagai sekretaris tengah mengutak atik laptopnya. Masih ada pembetulan surat
disana sini. Sementara itu, Fajar yang juga tengah sibuk dengan berbagai macam kertas
dihadapannya, sudah tak sempat lagi mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya.
Namun karena ponselnya sudah bunyi berkali-kali, akhirnya dia memaksakan diri untuk
menjawabnya.
“Ya Assalamu’alaikum…” Ucapnya sambil tak melepaskan pandangnya dari kertas
yang ia pegang. Kertas itu adalah surat permohonan dana kepada sebuah perusahaan yang
akan ia datangi untuk pengajuan proposal acara training motivasi. Namun tiba-tiba ia
terdiam mendengar suara yang keluar dari ponselnya. Suara itu suara ayahnya, yang
mengabarkan kalau ibunya harus dilarikan kerumah sakit karena terjatuh di kamar mandi
dan kepalanya terbentuk lantai kamar mandi.
Seketika itu pula ia pun segera pamit kepada seluruh temannya yang hadir kala itu
sambil menjelaskan bahwa kepulangan dia yang mendadak ini karena ibunya masuk
rumah sakit. Namun masih ada satu permasalahan lagi, ia seharusnya pergi ke sebuah
perusahaan untuk mengajukan proposal permohonan dana. Dan saat ini ia masih bingung,
siapa yang akan menggantikannya pergi ke perusahaan itu.
“Ana saja!” Ucap Alya ditengah kebingungan para teman-temannya.
“Alhamdulillah!” Sahut Fajar.
“Kalau begitu ana minta tolong ya ukh, untuk pergi ke perusahaan ini. Ini surat
pengajuan dana dan proposalnya.” Lanjunya sambil memberikan dua benda yang ia
sebutkan tadi pada Alya. Alya pun menerimanya.
“Memang kamu tahu tempatnya Al?” Tanya Gaby, salah satu teman akhwatnya.
“Kan ada kamu..” Jawab Alya sekenanya.

www.nurlailazahra.blogspot.com 4
“Maksudnya?” Tanya Gaby tak mengerti.
“Buat apa aku punya teman yang tahu jalan sekaligus punya motor seperti kamu,
kalau nggak aku manfaatkan. Hehehe” Jawab Alya sambil terkekeh pelan. Yang
dimaksudpun hanya terdiam sambil memancungkan mulutnya. Dan semua yang ada pada
saat itu pun juga ikut tertawa, kecuali Fajar.
“Eh, afwan ya akh…” Ucap Alya pada Fajar.
“Iya nggak apa-apa. Kalau begitu ana pamit dulu ya. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam.” Sahut seluruh teman-temannya. Namun belum jauh Fajar
melangkah, dia kemudian menoleh lagi.
“Ada apa lagi akh?” Tanya Alya spontan.
“Syukron ya ukh atas bantuannya.” Ucap fajar. Alya tersenyum.
“Sama-sama. Semoga ibu antum cepat sembuh ya?”
Fajar mengangguk kemudian segera melanjutkan langkahnya. Dalam kegamangan
langkahnya, entah mengapa seperti ada kegamangan lain yang tiba-tiba saja menyergap
dirinya. Kegamangan dan kecemasan akan kehilangan sesuatu. Tapi kenapa?? Dia tak
hiraukan rasa itu. Mungkin hanya perasaannya saja karena kekhawatirannya terhadap
ibunda tercinta.
Di saat yang sama, Alya sudah mematikan laptopnya dan bersiap berangkat ke
perusahaan yang ingin ia tuju bersama dengan Gaby. Setelah pamitan, mereka pun segera
bergegas pergi menyusuri gersangnya jalanan ibu kota dengan semangat yang menggebu-
gebu, demi sebuah acara yang mulia, yang bisa turut serta memajukan idealisme generasi
bangsa.

Tiga jam berselang, di kediaman Alya…

“Assalamu’alaikum…” Ucap Ibunda Alya mengangkat telepon. Tiba-tiba ia terkejut


setelah mendengar kabar dari si pembawa berita di sebrang sana. Orang itu dari pihak
kepolisian, yang mengabarkan bahwa Alya mengalami kecelakaan. Dan yang membuat
ibunya lebih syok lagi, pihak kepolisian itu mengabarkan bahwa dalam kecelakaan itu,
Alya meninggal di lokasi kejadian. Tubuh sang ibu sudah tak dapat lagi tertahankan.
Seluruh keluarga yang menyaksikan hal itu panik dan ayah mengambil gagang telepon.
Reaksi yang ditimbulkan ayah pun sama, namun tak seperti ibu yang pingsan.

www.nurlailazahra.blogspot.com 5
Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi kerumah sakit, dan benar saja, jasad Alya
sudah di tutup oleh kain putih. Pihak keluarga tak kuat melihat hal itu. Ibunya kembali
pingsan sementara kakak dan adik-adik Alya berusaha menenangkannya. Di waktu yang
sama, pihak kepolisian tengah berbincang dengan ayah. Mereka mengatakan, penyebab
kecelakaan itu adalah, ada sebuah bus yang melaju kencang dari arah berlawanan, yang
berusaha menyalip dari jalur lain, yang kebetulan di jalur itu, motor yang tengah
ditumpangi Alya tengah melaju kencang. Terjadilah kecelakaan itu.
Gaby yang mengendarai motor masih dalam keadaan kritis. Dia koma dan belum
sadarkan diri, sementara Alya tidak dapat terselamatkan dan menghembuskan nafasnya
yang terakhir di lokasi kejadian. Betapa terpukulnya hati sang ayah. Dia kembali kepada
keluarganya dan segera mengurus kepulangan jenazah Alya dari rumah sakit.

Di rumah sakit, di waktu yang sama….

Fajar masih terus menatapi wajah ibunya yang belum juga sadarkan diri dari
komanya. Namun tiba-tiba ia melihat garis lurus yang timbul di layar monitor yang ada
disamping ibunya yang tengah terbaring. Diapun segera memanggil keluarganya dan
dokter yang bertugas kala itu. Setelah beberapa saat dokter memeriksa keadaan ibunya,
Alhamdulillah ibunya masih bisa diselamatkan.
Di tengah kesedihannya karena ibunda tak kunjung sadar, tiba-tiba Fajar mendapat
telepon dari Amir sahabat masjid kampusnya kalau Alya meninggal dalam kecelakaan
menuju perusahaan yang ingin ia kunjungi bersama Gaby. Bagai dihantam godam besar,
keadaan Fajar kala itu. Entah bagaimana perasaannya saat ini. Ingin mengutuk dirinya
karena telah menyebabkan Alya pergi ke perusahaan itu sehingga terjadilah kecelakaan
yang merenggut nyawa Alya, tak mungkin ia lakukan karena itu sama artinya dengan
menolak takdir dan ketetapan Allah. Tapi tidak ingin merasa bersalah pun juga tak bisa,
sebab seharusnya Alya tak pergi kemana-mana jika ia yang pergi pada saat itu. Tapi itu
juga tak mungkin ia lakukan sebab ia harus pergi kerumah sakit melihat keadaan wanita
tercintanya kala itu. Yang dapat ia lakukan saat ini adalah berdoa untuk sang ibu yang
belum sadar juga dari koma dan untuk Alya yang telah pergi mendahuluinya.

Di kediaman Alm. Alya…

www.nurlailazahra.blogspot.com 6
Semua yang hadir pada saat itu turut serta mengirimkan doa untuk Alya yang pergi
secepat itu. Jasad Alya diletakkan di tengah-tengah ruang tamu. Fotonya yang
menyunggingkan senyum termanisnya pun dipajang di dekat kepalanya. Tak ada yang tak
menangis kala itu. Terutama teman-teman kampusnya yang sama sekali tak percaya akan
kepergian Alya yang begitu cepat.
Ditengah suara orang-orang yang sedang membacakan surat Yasin untuk Alya, tiba-
tiba Fajar datang. Dia mengucapkan turut berbela sungkawa pada keluarga Fajar lalu
segera bergabung dengan teman-teman yang lain untuk membacakan surat Yasin.

Di kamar Alya….

Ibunya membuka-buka buku harian Alya. Siapa tahu ada sesuatu yang penting yang
Alya tulis sebelum ia pergi meninggalkan dunia ini. Ada !! Sebuah puisi.

Aku tak mengerti dengan rasa dalam hatiku


Aku hanya bisa merasakannya lewat hati
Hanya dengan hati…
Tak perlu dengan kata-kata
Karena kata hanya akan membuat luka

Aku akan terbang jauh


Bersama anganku yang melayang
Menerawang menembus angkasa
Lalu jatuh bersama derai air mata

Aku tak akan mau mengingatmu


Demi rasa haru sembunyikan cinta
Demi rasa sedih karena tak bisa berbagi cinta
Demi rasa sakit memendam asa
Akan kupendam dalam-dalam cinta ini
Dan akhirnya, demi cinta itu sendiri

www.nurlailazahra.blogspot.com 7
Ibunya kembali menangis. Belum sempat ia selesai membacanya, ia tutup kembali
buku harian anaknya itu dan ditaruhnya di laci meja belajarnya. Tanpa ia sadari, di akhir
puisi itu, ada nama seorang ikhwan yang Alya maksudkan.

Teruntuk Fajar Ariswandi

Setelah dimandikan, dishalatkan, dan dikafankan, jenazah Alya pun segera


dikebumikan. Semua teman-temannya ikut mengiringi kepergian Alya untuk yang
terakhir kalinya.
Setelah dibacakan doa, semua yang hadir pada saat itu pun pulang. Keluarganya pun
juga pulang setelah menaburkan bunga diatas tumpukan tanah yang menimbun jasad
Alya. Fajar yang kala itu juga turut mengantarkan jasad Alya, tiba-tiba mengeluarkan
secarik kertas dari saku celananya. Secarik kertas bertuliskan puisi yang pernah ia baca
dari mading kampus. Dibagian bawahnya tertulis sebuah nama yang pernah mengisi
relung hatinya.

Created by:
Alya Amalina

Sore itu menjadi saksi bisu antara cinta yang dipendam dalam hati saja. Cinta, yang
disimpan dalam diam.

www.nurlailazahra.blogspot.com 8

Anda mungkin juga menyukai