Anda di halaman 1dari 4

BERANI BERUBAH

Musim hujan telah tiba , gerimis halus mulai menyapa , di sore hari terdengar suara orang sedang
berbincang di halaman rumahnya. Ia tidak sengaja mendengar percakapan seseorang yang ada di
halamannya. Setelah mendengar percakapan seseorang itu ia langsung terdiam dan termenung
seperti patung yang sedang di pajang. 

Mungkin ia teringat akan sesuatu. Ternyata yang muncul dalam benaknya yaitu kata-kata dari
sosok yang selama ini menjadi inspirasinya dalam bersikap dan bertutur kata. Setelah itu, Ia
memandangi langit yang mendung akibat hujan gerimis, dan sesekali ia melirik hiasan yang ada di
atas meja belajarnya.

Hujan gerimis pun tidak kunjung berhenti. Ia bergegas untuk membuat secangkir teh hangat
untuk menghangatkan tubuhnya yang kedinginan. Setelah selesai membuat secangkir teh , ia
membawa nya kembali ke kamar tidurnya dan sambil memandangi langit sesekali ia meminum teh
yang telah di buatnya. Ia teringat lagi sosok yang menginspirasinya, kata kata yang selalu
terngiang-ngiang yaitu berubah lah menjadi baik karena menjadi baik itu tidak lah mudah.

Matahari mulai muncul, ia bergegas menuju rak buku sambil terpontang panting di jalan. Ketika
membuka buku dari penulis terkenal  yang menjadikan buku itu  favoritnya. Ketika satu demi satu
halaman ia buka, ia menemukan satu kata yang membuatnya termenung. Sosok yang ia kagumi
adalah sosok yang sangat sederhana yang mempunyai keinginan untuk memajukan Indonesia
menjadi lebih baik.

"Aku sangat mengagumi sosok ini karena ia telah menginspirasi dalam hidup ku." Sambil
menunduk

" Memang apa yang dilakukannya sehingga kamu sangat mengaguminya?" Ucap temannya.

" Ia telah melakukan hal sangat mulia yaitu menolong orang yang kesulitan untuk belajar dan ia
membuat rumah belajar untuk orang yang ekonominya kurang."

" Sungguh mulianya orang itu. Sebab itu kamu sekarang mulai memperhatikan orang yang
membutuhkan bantuanmu." Ucapnya sambil tersenyum.

Sosok yang telah menginspirasinya yang membuat ia seperti buku yang ingin terus di isi oleh ilmu
dan pengetahuan. Budaya di Indonesia ini belajar selama dua belas tahun yaitu enam tahun
sekolah dasar , tiga tahun sekolah menengah , dan tiga tahun sekolah atas. Matahari mulai berada
di atas kepala, ia bergegas mecari anak yang membutuhkan bantuannya.

"Hai dik apakah kamu belajar?" Ucapnya kepada salah satu orang yang ada di kolong jembatan.
"Aku sudah lama tidak sekolah karena orang tuaku tidak mempunyai biaya yang banyak untuk
menyekolahkanku". Sambil menitihkan airair mata.

" Ayo dik kita belajar bersama sama di rumah belajar yang aku buat. Setidaknya kamu bisa
melanjutkan belajar karena kamu salah satu orang yang bisa memajukan Indonesia menjadi
negara yang lebih baik dari sekarang." Sambil merangkul anak tersebut

" Iya boleh aku mau belajar bersama sama di rumah belajar yang Kaka buat." Ucapnya sambil
tersenyum.

Sosok yang telah menginspirasinya membuat ia menjadi lebih baik dan memanfaatkan ilmu yang
ia dapat untuk menolong orang yang membutuhkanya. Bagaikan batu yang di jatuhi air lama
kelamaan akan berlubang juga. Anak yang tadi ia ajak untuk belajarnya bersama-sama di rumah
belajar bernama hilal , bercerita bahwa ia belajar sampai sekolah dasar dan tidak melanjutkan
lagi ke sekolah menengah karena keadaan orang tua yang tidak Hilal ini mempunyai tiga saudara
dan ia anak pertama yang harus membiayai dua adiknya dan ibunya. Ayahnya sudah meninggal
ketika adik yang ke tiga lahir. Ibunya sudah berumur yang tidak memungkinkan untuk bekerja
lagi. Hilal  ini menjadi tulang punggung untuk membiayai keluarganya. Ia bekerja menjual kopi
keliling di sekitar kolong jembatan itu.

Ketika matahari mulai terbenam Hilal ini pulang ke rumahnya, sebelum pulang kerumahnya ia
membeli 3 bungkus nasi untuk ibu dan kedua adiknya. Ia jarang membeli untuk dirinya, melihat
ibu dan kedua adiknya makan ia pun ikut kenyang dan bahagia.

"Ko kakak nga ikut makan?". Tanya adik pertamanya.

" Kakak udah tadi dik dijalan sebelum pulang." Ucapnya sambil membuka makanann untuk adik
ke dua.

"Oke ka aku makan ya makanannya?." Sambil tersenyum

"Ayo makan nanti makanannya dingin." Perasaannya sangat senang sekali ketika mendengar
adiknya mengucapkan kalimat itu.

Ia selalu mementingkan kebutuhan keluarga kecilnya. Karena ia selalu berpikir kebahagiannya


tidak penting di bandingkan kebahagiaan keluarganya. Hilal ini ingin kedua adiknya belajar
setinggi mungkin dan tidak mengikuti jejaknya. Setiap hari ia menjual kopi hanya cukup untuk
makan. Sekali kali ia mendapatkan uang lebih karena jualannya habis dan ia tabung untuk
menyekolahkan adik-adiknya. Kegiatan yang ia lakukan ini semata mata untuk menjadikan
pribadinya lebih baik dari sebelumnya dan belajar untuk tidak bergantung kepada orang lain..

"Kamu tidak iri kepada anak anak yang sehari harinya hanya belajar dan bermain bersama teman
temannya?."Ucapnya sambil menepuk pundaknya.
"Sebenarnya aku iri tapi kenyataannya nasibku seperti ini. Dan aku harus bersyukur atas apa
yang aku dapat dari Tuhan yang maha esa, karena menurutnya ini yang terbaik untukku dan
menjadikan aku orang yang mandiri." Sambil menatap tajam matanya..

" Sungguh mulia hatimu, seperti kertas yang belum ternodai oleh tinta." Sambil mengelus
dadanya.

" Ibuku pernah berkata ketika ingin menjadi orang yang sukses kita harus menjadi diri sendiri
dan berbuat baik kepada orang. Maka dari itu aku selalu ingat kata- kata ibuku tersebut."
Ucapnya sambil menunduk.

Ia merasakan bahwa hati Hilal ini sangat tulus dan Hilal tidak pernah mengeluhkan apa yang ia
dapat di muka bumi ini. Ia selalu bersyukur atas apa yang ia terima dari Tuhannya. Ketika
Matahari terbit Hilal datang ke rumah belajar dengan membawa dagangannya. Ia sangat bahagia
karena bisa kembali belajar. Ketika belajar berlangsung , ternyata Hilal adalah sosok yang sangat
pintar , cerdas dan cekatan terhadap pelajaran yang di sampaikan oleh sang pengajar. Setelah
belajar selesai ia pamit kepadaku untuk melanjutkan berdagang di kolong jembatan. Sambil
tersenyum ia berangkat menggunakan sepeda punya ayahnya yang sudah tiada.

"Kak, aku pergi berdagang dulu ya?." Sambil menaiki sepeda

"Iya boleh, hati hati dijalan ya Lal . Jangan lupa bsk datang lagi ya?." Ucapnya sambil
melambaikan tangan

"Siap ka pasti ngak akan lupa. Dah! ."

"Dah..." Ucapnya sambil tersenyum..

Belajar dari kehidupan Hilal ia lebih memperbaiki dirinya lebih baik dan ia memikirkan
bagaimana caranya membuat rumah belajar yang banyak agar anak anak yang tidak mempunyai
biaya untuk belajar bisa belajar lagi. Karena anak anak yang tidak mempunyai biaya untuk
sekolah biasanya anak anak yang lebih mempunyai minat untuk belajar dan anak anak tersebut
yang mempunyai ambisi yang lebih untuk belajar agar bisa memperbaiki keadaan keluarganya.

Angin malam memeluk erat sehingga ia terlelap tidur. Tengah malam ia terbangun dan
memikirkan sosok yang menjadi inspirasinya , ia membuka kembali buku tersebut dan membaca
kembali buku tersebut. Ia menemukan halaman yang membuat ia tersentuh. 

Sosok yang ia inspirasi ternyata bukan dari golongan yang berada tetapi ia berhasil membuat
beberapa rumah belajar untuk menolong orang yang membutuhkanya. Inspirator ini
menggunakan gaji yang ia dapat untuk membuat rumah belajar dan membeli perlengkapannya.
Sosok inspiratifnya ini berkata " Selagi ia masih bisa menolong pasti aku menolongnya." Ia selalu
terngiang-ngiang kalimat itu. Sosok inspiratif ini yang telah membuat ia berubah menjadi lebih
baik dan memanfaatkan ilmu yang ia dapat.

Anda mungkin juga menyukai