Anda di halaman 1dari 58

Seratus Persen Muslimah

Oleh : ulfiatul khomariah

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia


dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).Sang fajar perlahan-lahan
mulai menampakkan sinarnya dari ufuk timur, matahari terlihat lebih cerah hari ini,
seolah menandakan senyuman bahagia setelah gelap menyelimuti.

Ada yang mengagetkan hari ini. Kaget bukan karena nilai ujian tiba-tiba anjlok,
atau kaget karena digertak teman yang biasa usil di kampus. Tapi kaget dengan
penampilan Alfia yang berubah 360 derajat. Penampilannya yang tertutup membuat
Mahasiswa seantero kampus sastra menjadi geger. Baju panjang dan kerudung lebar
membuatnya terlihat lebih anggun daripada pakaian ketat yang selalu ia pakai di hari-
hari sebelumnya. Pasalnya, Alfia terkenal sebagai cewek yang tomboy, celana ketat dan
kaos oblong biasa menemani kesehariannya, hingga muncul pemikiran bahwa mustahil
bagi Alfia mengenakan baju panjang dan kerudung lebar. Alfia mengayunkan
langkahnya menuju ruang kelas, ia menyapa teman-teman yang sedari tadi melongo
melihatnya, ada yang menatapnya dengan memasang muka cemberut, ada juga yang
tersenyum, bahkan ada yang melihatnya tanpa berkedip.

“Assalamu’alaikum” sapa Alfia kepada teman-teman yang mulai tadi terkejut


melihatnya. Namun mereka hanya diam tertegun tanpa menjawab salam dari Alfia.

“Hei Al, kesurupan jin apa loe?

Kok tiba-tiba berubah jadi gini?”

tanya Sofia, sahabatnya. “Alhamdulillah, Allah masih memberiku kesempatan untuk


berhijrah.” Sambil tersenyum ia masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi paling depan,
tepat di depan meja dosen.“Wuuih, Alfia sekarang berubah eey. Lihat tuh sekarang udah
belajar duduk di depan. Biasanya kan tidur di belakang. Haha..” Gumam salah satu

1
teman diiringi suara gaduh teman sekelas. “Astaghfirullah, ojo ngunu toh rek, dia kan
sekarang lagi belajar jadi orang baik, hargai lah” seru Khoir kepada teman-temannya
yang heboh menggoda Alfia. Tiba-tiba pak Nadi dosen jurnalistik yang terkenal killer
masuk ke dalam kelas. Suara gaduh teman-teman pun mulai menghilang.

Jam kuliah telah usai. Alfia masih duduk di bangkunya. Entah apa yang sedang
ia fikirkan, wajahnya yang cantik menyiratkan kegelisahan. “Assalamu’alaikum ukhty”
sapaan Maria membuyarkan lamunannya. “Wa’alaikumsalam warahmatullahi
wabarakatuh” jawab Alfia spontan. “MasyaAllah, barakallah nggeh ukh, semoga
istiqomah” lanjut Maria melemparkan senyuman manisnya. “Aamiin. InsyaAllah ukh,
ternyata gak mudah ya jadi orang baik, banyak yang mencibir.” Lanjut Alfia mengisak
tangis.

Maria yang sedari tadi merasakan kegelisahan Alfia mencoba untuk


menenangkannya. Ia langsung memeluk Alfia dan mengusap air mata yang mengalir di
wajah cantik Alfia. “yang sabar ya ukh, sesungguhnya Allah tidak akan mengujimu
melebihi batas kemampuanmu. Ikhlaslah melakukan sesuatu karena Allah, InsyaAllah
semua yang kita lakukan akan terasa ringan.” Ucap Maria menenangkan hati Alfia.
“jazakillah khoir ukh, anti selalu menguatkan ana”, Alfia kini kembali tersenyum.
“Waiyyaki ukh, sebaik-baik manusia adalah yang saling mengingatkan dalam kebaikan,
yaudah yuk kita balik ke kos.” Maria menarik tangan Alfia.

Mereka berjalan menyusuri trotoar kampus dan berbincang-bincang seputar


ajaran Islam. “Oya, nanti malem kita ngaji yuk” ucap Maria kepada Alfia. Maria adalah
teman setianya yang dulu pernah disia-siakan oleh Alfia. Maria pun salah satu orang
yang mengajak Alfia untuk berhijrah dan mengenal Islam secara kaffaah. “Emm, boleh
ukh. Di mana? Kaifa kalau di kos ana saja? Jawab Alfia. “Okesip deh, nanti malem ana
ke rumah anti yaa.” Ucap Maria. Mereka pun berpisah di persimpangan jalan untuk
kembali ke tempat kos masing-masing.

Malam ini angin bertiup sepoi-sepoi, suara gemericik air mancur di depan kos
menjadikan suasana malam ini begitu tentram. Alfia duduk di gazebo yang tersedia di

2
depan kos menunggu kedatangan Maria. Dua gelas teh hangat dan semangkuk makanan
sudah ia sediakan untuk menyambut kedatangan sahabat taatnya
itu.“Assalamu’alaikum” ucap Maria. Alfia menjawab salam dan langsung menyambut
kedatangan sahabatnya dengan hangat. Seperti biasa, mereka bersalaman terlebih
dahulu setiap kali bertemu. “kaifa sudah siap ngaji?” tanya Maria. “Siaap dong!” jawab
Alfia dengan wajah sumringah.

Mereka memulai aktifitas mengaji dengan bacaan basmalah dan surah Al-
fatihah. Maria menjadi pemandu sekaligus sebagai ustadzah bagi Alfia. “Anti bangga
menjadi seorang muslimah?” tiba-tiba pertanyaan Maria mengejutkan Alfia. “Na’am,
ana bangga menjadi seorang muslimah” tanpa basa-basi Alfia pun menjawab pertanyaan
yang dilontarkan Maria. “Alhamdulillah, apakah saat ini anti sudah menjadi seratus
persen muslimah?” Pertanyaan Maria yang terakhir ini benar-benar menohok, Alfia
terdiam dan sesekali menelan ludahnya.

Melihat respon Alfia yang terdiam tanpa kata-kata, akhirnya Maria melanjutkan
kalimatnya “pertanyaan ini juga berlaku buat ana ukh. Di sini kita sama-sama belajar,
mari mulai dari sekarang kita belajar untuk menjadi seratus persen muslimah. Bukan
menjadi muslimah abal-abal, yang pagi hari beriman, sore harinya kafir. Tetapi jadilah
muslimah yang benar-benar muslimah, yang tetap istiqomah dalam keimanan. Jika kita
menolong agama Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,
InsyaAllah kebahagiaan dunia akhirat pasti akan kita dapat dan Allah akan menolong
kita pula nanti di yaumul hisab.”

Alfia yang sedari tadi terdiam kini mencoba untuk membuka suaranya “Na’am ukhty,
jazakillah khoir. Mulai malam ini ana akan berusaha untuk menjadi seratus persen
muslimah. Kita harus sama-sama saling mengingatkan dalam kebaikan yaa.”, “Amiin.
InsyaAllah ukh. Sebagaimana yang tertera dalam (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
‘Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam
masalah agama (ini)’. Semoga kita menjadi salah satu dari orang-orang yang Allah
faqihkan dalam agama ini.” , “Aamiin” Alfia memeluk sahabatnya itu dengan penuh
kasih sayang.Malam semakin larut, suara jangkrik semakin kompak bak paduan suara.

3
Sedang langit masih terang dengan bintang-bintang dan sinar indah sang rembulan.
Sebelum beranjak ke tempat tidur, Alfia menjatuhkan pandangannya menuju cermin
besar yang tersedia di kamarnya. Ia menatap wajah yang terpampang di hadapannya
dalam-dalam. Pertanyaan Maria yang tadi masih melekat dalam pikirannya, “benarkah
aku sudah menjadi seratus persen muslimah?” ia terus bertanya-tanya dan berbicara
dengan dirinya sendiri. Ia rebahkan tubuhnya ke atas kasur yang tak begitu empuk itu.
Kasur spon yang sudah menemaninya selama 3 tahun sejak menjadi mahasiswa.
Hatinya terus berkata-kata “Bismillah! Mulai saat ini aku bertekat untuk menjadi seratus
persen muslimah.” Ia pun mematikan lampu dan memulai kehidupannya dengan
rangkaian mimpi keindahan surga.

4
Dia Adalah Gadis Manisku
Oleh : faisal dwi racmawan

Ada banyak hal tentang cinta tapi sedikit dari mereka yang paham tentang cara
menyambutnya. Cinta adalah sebuah misteri kehidupan, tak tahu kapan tiba dan pergi,
ia datang seperti air hujan yang turun ke permukaan bumi, jatuh dan mengalir begitu
saja. Aku sempat jatuh di dasar kata sakit hingga aku sulit ketika bangkit tanpa aluran
tangan siapapun begitu juga dengan dia.Aku mengenalnya sudah cukup lama, dia adalah
teman kecilku ketika kita duduk di bangku sekolah dasar. Semua mengalir begitu saja,
tidak ada hal yang istimewa. Kita hanya sekedar anak kecil yang tidak paham apa itu
cinta dan bagaimana cara menyambutnya, kita mengatas namakan semua hanya sebagai
teman, kita berteman tanpa ada yang harus diistimewakan, seperti hati atau rasa.Kita
beriringan tanpa harus bergandeng tangan Kita tersenyum tanpa ada yang ingin menjadi
salah satu alasannya Kita tertawa tanpa harus mengerti tentang hal yang akan dikenang
nantiKita bermain tanpa ada yang merasa dipermainkan oleh rasa Dulu tidak seperti itu,
Kita selalu mengatas namakan itu hanya masa kecil yang lucu dan amat manis untuk
dilalui dengan semua teman.

Tidak ada hal yang harus diprioritaskan, karena kita semua sama.Masa itupun kini
berlalu dan menghilang, sejak kita semua menjadi manusia dewasa dengan kesibukan
duniawi yang luar biasa, tak memiliki waktu hanya sekedar berkumpul ria dan
mengenang hal apapun mengenai masa kita dulu.Tapi rupanya perpisahan kita tak terlalu
membebani fikiranku, karena memang nyatanya ini hanya kenangan yang kita buat
untuk dikenang pada nantinya. Waktupun berjalan, haripun berganti, minggupun
beranjak, bulanpun berlalu dan tahunpun bergulir kian cepat.8 tahun lamanya kita berpisah
dan tak bertatap mata, tak ada kabar satu dengan yang lainnya, seakan semua benar-
benar terpisah seakan semua benar-benar menjadi kenangan yang tak perlu difikirkan
apalagi diutamakan.Amat kebetulan setalah aku merindukan masa ini, dengan momen
bulan puasa yaitu diadakan acara buka bersama, ini menjadi momen kita untuk
berkumpul dan mengenang lalu tertawa bersama. Menceritakan kehebatan masing-

5
masing dan pengalaman mereka masing-masing, rupanya kita semua suduh cukup
dewasa. Dengan ramainya kita tertawa bersama dan meyakinkan dunia bahwasanya kita
memiliki masa kecil yang luar biasa hingga mampu menggelitik kita ketika
mengingatnya.

Kita berkumpul sama dengan yang lainnya di ruangan ini. Entah mengapa
setelah lama melihatmu di ruangan yang sama denganku, pandanganku seakan tertuju
hanya untuk kau. Seakan bola mataku tak ingin berkedip ketika menatapmu. Terpaku
lalu diam seketika, itu adalah gambaranku saat melihatmu.Aku merasakan cinta jumpa
pertama. Terlalu cepat memang untuk menyatakan hal ini. Tapi tak tahu mengapa ini
tercetus di dalam hatiku, seakan hatiku sangat yakin dengan apa yang ia lihat saat ini.
Kau kini rupanya sudah tumbuh besar. Dan menarikku untuk terpikat pada keindahan
yang kau miliki, senyummu menjadi canduku untuk terus dan terus melihatnya di bibir
tipismu itu, tak kusangka semanis itu kau di mataku.

Aku pernah sedikit bercerita pada alam ketika malam, bahwa aku sangat
menyukai wanita yang memiliki senyum manis. Aku tak begitu paham apakah alam
menceritakan pada Tuhan, hingga Tuhan mempertemukanku pada sosokmu. jika ini
hanya kebetulan, dan kupastikan ini adalah kebetulan yang sangat sempurna. Ketika aku
mampu membangkitkan hatiku untuk dapat membuka hati dan membuka mata, bahwa
ia yang lalu tak mempunyai hak untuk tak memberiku kesempatan agar bangkit lalu
bahagia.Aku pernah jatuh sampai di dasar kata sakit, hingga aku memiliki rasa takut
untuk memulai cinta yang seharusnya selalu bisa kusambut ketika ia datang, tapi rasa
sakitku menutup segala mata hatiku untuk melakukan hal itu, semua terasa amat gelap.
Aku tak bisa membedakan apakah cinta yang sebenarnya, ketika cintaku terkhianati lalu
pergi begitu saja, ini adalah hal terburuk yang pernah kudapat.Hadirmu mampu
mengubah seluruh rasa sakit yang selalu kutakuti, seakan senyummu meyakinkan
pilihanku bahwa kau adalah gadis manis yang selalu kunantikan kehadirannya, selalu
kunantikan untuk dapat membawaku ke dalam dunia yang penuh dengan warna indah,
aku menantikanmu wahai gadisku…Setelah acara buka bersama itu selesai tak
mengakhiri semuanya, itu seakan menjadi awal kita untuk saling mengenal dan bercerita
lebih dalam. Kedekatan kita semakin terlihat ketika kau lebih sering mengirim pesan

6
singkat untukku, kita berkirim pesan hingga larut malam, sampai lupa bahwa rembulan
malam ini sangatlah terang benderang, seperti hatiku yang seketika di terangi oleh
sinarmu. Ini adalah harapan awalku yang sangat indah bukan? Jika kau merasa
demikian, berarti hati kita sudah menemukan titik awal atas apa pencarian yang selalu
kita lewati hari demi hari.

Berbincang lebih lama dan menatap matamu lebih dekat adalah keiginan yang
sangat ingin kuwujudkan. Rupanya kau sangat menarik untuk kuperjuangkan. Tidak ada
yang berlebihan dengan apa yang kuucapkan ini, pada nyatanya kau adalah gadis yang
berbeda dengan yang lainnya. Aku tak ingin melewatkanmu seperti pria yang
melewatkanmu dan membiarkan airmatamu terjatuh begitu saja dan terluka sendiri.Aku
harap kau mampu menerima segala kesediaaanku untuk dapat masuk kedalam
kehidupanmu, aku harap kau mampu merasa walau hanya serasa. Aku selalu
mengharapkan hal itu untuk kumiliki bahkan kunikmati kenyataannya.

Harapanku sangat tinggi untuk membawamu pada kata “bahagia”.


Menggenggam erat tanganmu seolah tak memberi ruang bagi yang lain untuk
melepaskannya, lalu aku berbisik “aku mencintaimu wahai gadisku”Aku tak pernah
lelah untuk memohon pada Tuhan atas apa yang ingin ku tuju, dan itu adalah kau.
Berdampingan denganmu adalah keandaian yang ingin kuwujudkan, jikalau kau
memintaku untuk meyakinkanmu itu bukanlah masalah untukku. Karena perlu kau tahu
tidak ada kata bercanda tentang kesungguhan cinta. Ketahuilah, karena Tuhan tidak
pernah bercanda untuk menciptakan segala ciptaan-Nya, lalu mengapa kita harus
bercanda? Sedangkan cinta perlu kesungguhan untuk menyambutnya.Keberanianku
untuk memilih dan memperjuangkanmu tak pernah ku sesali, karena dirimu begitu
berbeda, kau memiliki hobi yang tak semua gadis lain menyukainya, kau memiliki hobi
yang semua pria terkagum olehmu, dan ternyata kita memiliki hal yang sama di sini,
boleh kusebutkan hobimu? Agar mereka yang membacanya mengetahui bahwa gadisku
adalah seseorang yang memiliki kemampuan yang gadis lain tak miliki. ‘futsal’ itu
adalah hobi yang sama denganku. Aku menyukai itu begitupun kau. Semoga hati kita
sama seperti hobi ini. Tapi memiliki arti dari semua ini. Bahwa kita harus lebih kuat,
tangguh, dan yakin bahwa kekuatan kita untuk bersatu sekuat kita saat berada di tengah

7
lapangan dalam menghadapi lawan. Daya tarikmu mampu menarikku sampai jatuh di
dasar hatiku sendiri, dan tidak ada keraguan dengan pilihan ku kini. Aku mencintaimu!

Semoga kesungguhanku mampu meluluhkan hatimu yang sempat kacau oleh


cinta yang membuatmu jera dengan kata cinta, tapi yakinlah kata cintaku ini takan
menyakiti hati siapapun termasuk dirimu. Tapi apalah dayaku, kekecewaanmu terhadap
pria membuatku cukup sulit untuk dapat masuk dalam kehidupanmu, yang kutahu
bahwa ada pelangi nan-indah di dalamnya. Ketakutanmu membuat pelangi yang kau
miliki menjadi redup dan tak nampak terlihat. Tak ada yang harus kau takuti untuk
membuka hati dan membuka mata bahwa banyak pria pemujamu di luar sana, termasuk
aku ini, karena tidak ada yang sama untuk seseorang yang ingin mengobati lukamu
bahkan untuk sekedar memberimu senyuman manis. Kedekatan kita masih belum kau
sebut istimewa, entahlah apa penyebab dari keraguanmu yang berlarut-larut dan
mengombang-ambingkan rasaku untuk selalu meyakinkanmu bahwa aku mampu
membawamu keluar dari ruang kehampaan. Segala upaya kulakukan, waktu ku
luangkan, hati kutuahkan, dan perhatian kucurahkan. Tak kunjung juga membuatmu
luluh dengan kesungguhan rasa yang ku punya.

Perjuanganku cukup panjang untuk sekedar membuatmu lupa tentang rasa


sakitmu. Kau terlalu terhanyut oleh rasamu sendiri kau terlalu cemas oleh fikiranmu
sendiri hingga keburukan kenanganmu mampu merasuki jiwamu sendiri dan membuat
semuanya seakan amat kacau balau hingga kau tak mampu untuk mengatasinya. tetapi
kau tak perlu khawatir, genggamanku takan pernah kulepaskan.Ini adalah akhir
penantian panjang dari segala pertanyaan yang selalu membutuhkan jawaban yang pasti,
dan itu kau beri. Kepercayaanmu untuk menitipkan hati takan ku siakan, semoga kan
selalu seperti dengan janjiku.“Hati ini tak lagi kosong, hati ini menemukan rumah baru
untuk bersinggah dan beristirahat, hati ini memiliki warna yang tak biasa, hati ini
memiliki sinar yang tak kalah bersinarnya seperti bintang dimalam hari”. Kini ada
sesuatu yang indah di setiap harinya, dan ternyata kau sudah menjadi keandaian yang
kuwujudkan, jalinan kita belum cukup lama, tetapi kenapa banyak masalah yang
berkunjung? Bukankah kita baru beristirahat sejenak di perjalanan yang cukup sulit

8
untuk mencapai kata “satu”? atau ternyata ini menjadi awal dari pemulaan kita yang
kemarin? Dan semoga ini menjadi kekuatan kita.

Kau rupanya pergi untuk mengejar cita-citamu. Aku tak mungkin untuk
menghalanginnya, karena aku tak ingin menjadi pria bodoh yang menahan
kesayanganku untuk tetap maju dengan segala harapannya. Ini cukup membuatku
menjadi lapang dada dalam menerima kenyataan berat ini. Terpisah di kota yang
berbeda, dan terpisah oleh sebuah jarak. Tak terbayang olehku untuk menahan rindu
dalam waktu yang lama.Kesepakatan kita dalam menjalin hubungan yang cukup sulit ini
menjadi keputusan akhir kita. Bahwa kita mencinta untuk jarak yang jauh bahkan untuk
waktu yang tak sempurna. Aku bahkan kau berharap takada kecelakaan hebat yang
mampu memecahkan komitmen yang kita buat ini.Perlu kalian tahu, hubungan jarak
jauh merupakan suatu hubungan diantara salah satunya yang tak selalu mengemis
perhatian, tak memohon pertemuan, dan tak memaksa rindu bertatap. Ini tak mudah,
banyak dari mereka gagal dalam menjalin hubungan ini. Tapi tak menggentarkan hatiku
untuk merubah pilihanku ini.

Ada satu hal yang sulit untuk kuketahui, bahwa ayahmu tak menyukai hubungan
kita ini, karena beliau tahu kelemahan darimu tentang hubungan cinta. Kau selalu lemah
ketika dihampar kata sakit, dan selalu tak berselera makan ketika terdampar sendiri. Itu
yang menjadi penyebab restuku di mata beliau ini tak diberikannya.Tapi kau selalu
meyakinkan ayahmu dengan kata “aku sayang dia”. Haruku menjadi luluh lantah
mendengar alasanmu untuk membuatku dapat masuk di kehidupan kalian semua. Ini
semangat yang menjadi pemicu untuk selalu mempertahankannya, karena restu adalah
sesuatu yang sulit digenggam oleh pria yang tak mapan seperti ku ini.
Waktu ini pun tiba, kita mulai terpisah oleh ketakutan yang selalu kita perbincangkan.
Oh Tuhan kuatkan pendirian kami untuk menetap pada satu ketetapan “kita”.

Kau mulai sibuk untuk mengemaskan keperluanmu di sana, dan entah mengapa
waktu aku berkunjung ke rumahmu, tak disangka kakakmu menawarkanku untuk ikut
mengantarmu ke sana. Takperlu berfikir panjang aku pun mengiyakan ajakannnya.
Mungkin dengan cara ini Tuhan memberiku kesempatan agar lebih dekat dengan

9
keluargamu. Dengan uang seadanya dan itu tak menjadi beban beratku. Entahlah
mungkin itu tertutup dengan rasa bahagiaku.Setiba di tempat tujuan kita, ah rasanya
perpisahan takingin ku wujudkan, sejauh ini kita terpisah? Terbatasi waktu, beberapa
kota, dan beberapa kesibukan. Kesemogaan selalu kuharapkan untuk tidak bertemu
dengan apapun masalah yang akan memisahkan kita. Semoga kemenangan adalah akhir
dari perjuangan kita yang cukup rumit untuk bersatu dengan kata cinta.Ternyata
kesemogaanku ini tak menjamin segala apapun yang menghadang kita, dan ini jauh
lebih rumit, berawal dari salah paham yang berujung perpecahan pendapat masing-
masing, kita kalah oleh ego kita masing-masing, kita kalah oleh amarah yang dengan
mudah meruntuhkan segalanya, termasuk pendirianku untuk bertahan denganmu.Perlu
kau tahu ada beberapa hal yang taksempat ku jelaskan dengan segala kesalah
pahamanmu untuk hal yang hanya kau lihat sekilas, dan beberapa hal yang takmau kau
dengar hingga menimbulkan pendapat yang buruk di fikiranmu. Disinilah yang
membuat semuanya menjadi amat rumit.

Apa karena jarak semuanya menjadi sulit untuk kau pahami? Aku selalu coba
memahami dari segala rutinitasmu yang sangat sibuk, aku selalu memahami tentang
pergaulanmu yang terkadang membuatku cukup khawatir, aku tak ingin gadis
kesayanganku tersentuh oleh pria manapun. Ini adalah kekhawatiran yang menghambat
tidurku di kala malam hari, memikirkanmu yang sangat jauh dan tak bisa ku awasi
secara nyata.Aku selalu menepis segala kenegatifan yang timbul difikiranku, karena
apa? Karena aku selalu percaya apapun yang kau jelaskan untukku, aku selalu percaya
bahwa kau takan mengingkari komitmen kita untuk bertahan di sebuah jarak yang
jauh.Apa kau bisa seperti itu? Menanamkan rasa percaya dan mencoba memiliki fikiran
yang positif tentang ku disini, aku hanya mencintaimu. Dan kau harus percaya itu.
Semua yang dekat denganku di sini, ia hanyalah pelipur kesepianku untuk tak jenuh
dengan menantikanmu disini, dan mereka adalah para sahabatku yang tak membedakan
pria maupun wanita, mereka temanku yang memiliki posisi sama di kehidupanku, dan
posisi itu berada di bawah posisimu di hidupku.Rupanya penjelasanku ini tak merubah
keputusanmu, kesimpulanmu lebih utama dibanding penjelasanku, kau kalah dengan
amarahmu, dan aku kalah oleh rasa sayangku.

10
Terdiam-mengiyakan-mengalah-lapang dada hanya itu yang bisa kulakukan
ketika perpisahan menjadi akhir dari kisah yang rumit ini.Satu hal yang perlu kau ingat,
pulanglah ketika kau lelah dengan mereka yang tak memeberikanmu kenyamanan,
pulanglah ketika kau sudah lelah dengan pencarianmu, dan ku harap aku adalah
rumahmu yang menjadi tempat akhir dari segala tujuanmu. Aku menantikanmu dan
lelah tak pernah kurasa, aku mencintaimu bersama seluruh rasa sakitnya.

11
Sosok Wanita yang Membuatku Menjadi
Lebih Baik
Oleh : lucky dwi ariani

Aku bukanlah orang yang baik menurutku. Tapi siapa sangka aku akan
mendapat sebuah kejutan dari Tuhanku, yaitu Allah. Sebuah kejutan yang ternyata
menuntunku ke jalan yang benar. Aku merasa kalau Allah masih menyayangiku.
Semuanya berawal dari sebuah malam yang dimana saat itu langit penuh dengan
bintang.Aku berjalan pulang sendiri ditengah malam yang sepi. Walaupun aku tak tahu
aku akan diterima di rumah atau tidak. Karena sudah beberapa hari ini aku tidak pulang
ke rumah dan lebih memilih mengikuti ajakan kotor teman-temanku, walaupun aku tahu
kalau mereka tak pantas disebut ‘teman’. Aku merasa sangat tinggi sekarang, sampai-
sampai aku tak tahu apa yang terjadi padaku selanjutnya.

Aku terbangun dan aku mendapati diriku tertidur tengkurap di jalan. Tubuhku
terasa sakit semua, aku tak tahu apa yang terjadi. Tapi, aku rasa ada perkelahian kecil
yang sudah terjadi antara aku dan seseorang yang tak kukenal. Aku masih
mengumpulkan nyawaku agar kembali seutuhnya. “Apa kau baik-baik saja?” seorang
perempuan yang bertanya padaku. Tapi aku hanya diam. Karena kurasa itu bukanlah hal
yang penting untuk kujawab. Lalu dia bertanya lagi “Apa kau baik-baik saja?’, dan
sekali lagi aku tak menjawabnya. Aku membalik badanku, dan aku hanya melihat
ribuan bintang yang bertebaran di langit yang gelap. ‘Apakah bintang-bintang itu
bertanya padaku?’ Kataku dalam hati. Aku memejamkan mataku. ‘Huh, hal konyol apa
yang aku pikirkan saat ini?. Bangunlah ada seseorang yang sedang menanyaimu’,
kataku dalam hati.Aku terduduk. Aku melihat seorang gadis berkerudung biru tua
duduk di depanku. “Apa kau baik-baik saja?” untuk yang ketiga kalinya dia bertanya.
Tapi aku hanya memalingkan wajahku. ‘Apa yang dilakukan gadis ini?’ Tanyaku dalam
hati. Melihat aku yang terus tak menghiraukan pertanyaannya, gadis itu mengeluarkan
sebuah cermin kecil dari dalam tasnya. “Ini” kata gadis itu sambil meletakkannya di

12
bawah. Aku hanya memandangi cermin itu tanpa menyentuhnya. “Berkacalah. Lihat
dirimu” tambah gadis itu sambil mendorong cermin itu dengan jari telunjuknya. Aku
mengambil cermin itu dan aku melihat wajahku yang babak belur.

Aku terdiam sejenak, kemudian aku langsung mengembalikannya lagi.


“Sekarang aku akan tanya lagi. Apa kau baik-baik saja?” tanya gadis itu. “Ya” jawabku
singkat. Kemudian gadis itu mengeluarkan tisu basah dari dalam tasnya. “Ini, bersihkan
mukamu” kata gadis itu sambil meletakkannya ke bawah. Tapi aku hanya diam. Melihat
aku yang hanya diam saja, gadis itu membuka tutup tisu basah itu dan kemudian
menarik setengah dari tisu itu, “Ini, ambil” kata gadis itu. Aku pun mengambilnya dan
mengusapnya ke wajahku.“Apa yang kau lakukan hingga sampai seperti ini?” tanya
gadis itu. “Tak tau” jawabku pelan. Tapi gadis itu tak memaksaku untuk menjawabnya.
Lagi, gadis itu mengeluarkan plester dari dalam tasnya. “Ini, pakailah” katanya sembari
mengambil cermin lagi dan menghadapkannya ke arahku.

“Apa kau tak bias membantuku hah?” kataku sinis.


“Maaf aku tak bisa”.“Kenapa?”.
“Karena kita bukan mukhrim. Kau kan juga masih bisa melakukannya sendiri. Aku tak
punya alasan untuk menyentuhmu”.Aku pun hanya diam setelah mendengar
perkataannya tadi. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, aku harus melakukannya sendiri.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku sinis.


“Aku menolong seseorang yang tak kukenal” jawab gadis itu polos.
“Pergilah. Atau reputasimu akan hancur”.
“Aku hanya menolong. Salahkah aku?”.
“Kau tak seharusnya ada di sini?”.
“Kata siapa? Aku mengikuti perintah dari diriku sendiri bukan dari orang lain”.
Gadis itu membuatku terdiam lagi.

Tak berapa lama kemudian perutku berbunyi. Lalu gadis itu membuka tasnya
kembali dan mengeluarkan segelas air dan sebungkus roti. “Ini, ambillah. Asal kau tahu
aku tak mengasihanimu. Aku dulu lebih menyedihkan daripada dirimu, asal kau tahu

13
itu” kata gadis itu. ‘Ternyata masih ada yang peduli padaku’, kataku dalam hati. “Ini
sudah malam, aku harus pergi. Makanlah roti itu dan kembalilah pulang ke rumahmu.
Di sana pasti keluargamu sudah menunggu” kata gadis itu sambil beranjak pergi. “Kau
bisa jalan kan? Kalau kau tak bisa mintalah tolong pada Allah, Allah pasti akan
membantumu jika kau memang bersungguh-sungguh memintanya”. Aku terdiam,
merenungkan apa yang dikatakan oleh gadis itu. Tapi malam itu aku tak pulang ke
rumah, aku masih merasa bersalah pada keluargaku. Jadi aku memutuskan untuk tetap
di tempat itu. “Ternyata masih ada yang peduli padaku” kataku pada sebuah roti dan
segelas air putih yang ada di depanku. Malam itu pun berlalu, aku terbangun karena ada
sebuah suara yang menyuruhku bangun.

“Hei kau pikir ini penginapan?” kata seseorang, dan ternyata itu adalah gadis yang
kemarin. Aku segera berdiri dan membenahkan penampilanku. Aku melihat gadis itu
membawa bucket bunga mawar merah.

“Kau mau ke mana?” tanyaku. Tapi gadis itu tak menjawab dan langsung pergi
meninggalkanku. Aku segera mengejarnya dan berjalan tepat di samping.

“1 meter” kata gadis itu.“Hah?” kataku bingung.“Berjalanlah 1 meter di sampingku”.


“Oh. Oke. Kau tinggal di mana?” kataku hanya menurut.
“Aku saat ini sedang mengunjungi bibiku”.
“Oh begitu”.

“Apa kemarin kau memakannya?”.“Ah itu. Iya. Terima kasih banyak”.


“Lalu apakah kau sudah pulang?”.“Tidak aku masih memikirkannya”.
“Jangan dipikirkan dan pulanglah”.
“Kenapa kau bersikap seolah-olah kau lebih tua dariku?” kataku dangan nada tinggi.
“Aku memang lebih tua darimu. Tepatnya 2 tahun lebih tua”.
“Kau lahir pada tahun 1995 kan?”.Aku terdiam.

“Mengapa kau tahu akan hal itu?” tanyaku.


“Ibumu kemarin mencarimu dimana-mana, dan aku membantunya mencarikanmu. Lalu
aku ingin tahu semua tentang dirimu, jadi aku bertanya pada ibumu.

14
Apakah sudah jelas?”.“Ah, ya. Kau mau pergi ke mana?”.“Ke tempat orang-
orang yang sangat tenang”.Aku tak berkata apapun dan hanya mengikutinya.Lalu kami
sampai pada sebuah makam yang berpagar tembok tua.“Ibu, aku sekarang datang.
Nyenyakkanlah dalam tidurmu” kata gadis itu dari luar pagar sembari meletakkan
bucket bunga itu di pagar tembok. “Kenapa kau tak masuk?” tanyaku penasaran.
“Aku tak ingin mengganggu ibuku”. “Ibumu ada di mana?”. Lalu gadis itu menunjuk
sebuah pusara yang tak terawat yang terletak di ujung pemakaman.
“Bolehkan aku memberikannya pada ibumu?” tanyaku.
“Tak usah nanti kau mengganggunya” kata gadis itu tegar. Aku dan gadis itu pun
berjalan kembali. Pergi, entah ke mana. Tapi aku hanya mengikuti langkah kaki gadis
itu pergi.

“Apa kau mau aku beritahu sebuah cerita yang menarik atau bisa dibilang menyedihkan
tentang masa laluku?”. “Ah, iya. Tapi jika kau tak keberatan”.
“Aku akan memulainya. Ibuku meninggal dunia saat aku masih SMP. Setelah kepergian
ibuku, aku dan ayahku pindah ke kota lain. Tapi aku hanya tinggal sendiri di rumah.
Ayahku bekerja entah dimana dan tak pernah mengunjungiku, tapi aku masih dikirimi
uang untuk biaya hidupku. Ayahku memberiku banyak uang setiap bulannya, dan hal itu
membuatku terjerat dalam suatu perkara yang menjijikkan. Aku frustasi setelah
ditinggal pergi ibuku. Lalu ayahku, hah? Memangnya dia pikir anak hanya butuh uang?
Ayah macam apa dia?”.

Dia berhenti sejenak dan menarik nafas, sebelum kembali berkata “Aku sangat
kecewa dengan ayahku. Sangat. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, yang aku bisa hanya
memaafkannya saja. Aku selalu berusaha untuk tetap tenang dan melupakan semuanya.
Hingga akhirnya aku terjerumus ke dalam jurang nark*ba. Aku bahkan sudah pernah
direhabilitasi. Saat aku keluar, akhirnya aku sadar kalau ternyata jalan yang kupilih itu
salah. Tak seharusnya aku mengikuti hawa nafsuku dan kemarahanku. Tapi aku sangat
bersyukur, ternyata keluarga besarku masih mau menerimaku. Walaupun mereka saperti
sangat berat untuk melakukannya. Tapi ternyata keluargaku masih punya hati nurani
dan mau menerimaku. Apa kau mau sepertiku?”. Aku terdiam lalu menggeleng. “Kalau
begitu pulanglah. Untuk apa kau ada bersamaku kalau kau tak bisa mengambil

15
hikmahnya? Ayo pulang!” ajak gadis itu padaku. Aku berjalan pulang menuju rumah
bersama gadis itu. Hingga sampai pada sebuah rumah yang terlihat begitu nyaman
“Masuklah!” kata gadis itu padaku. Aku mengangguk kemudian melangkah masuk.
Ternyata di dalam rumah seluruh keluargaku sudah menungguku. Ibuku berlari
menghampirikudanmemelukku.
“Apa yang sudah kau lakukan? Apa kau pikir keluargamu tak khawatir?” kata ibuku
sambil menangis. Ibuku melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya.
“Apa kau sudah makan? Ayo kita makan!” kata ibuku sambil menarikku ke meja
makan. Di sana akhirnya aku tahu kebenaran yang diucapkan oleh gadis itu. Keesokan
harinya aku pergi ke tempat yang kemarin berharap bisa bertemu dengannya lagi. Tak
berapa saat, tepat sesuai dugaanku gadis itu melewati tempat itu lagi. Tapi kali ini dia
membawa koper. “Kau mau ke mana?” tanyaku. “Aku akan pulang. Semalam aku
bermimpi ibuku menjemputku di rumahku. Katanya dia merindukanku” jawab gadis itu

“Hah?! apa maksudmu?”.


“Tak ada. Pergilah!”.
“Aku akan mengantarmu”. Di perjalanan menuju stasiun dia hanya diam saja. Dia
terlihat begitu pucat. “Apa kau baik-baik saja?” tanyaku khawatir. Dia mengangguk.
“Ah, apakah aku boleh meminta nomor teleponmu?”.“Maaf tak bisa”.
“Oh, oke. Kalau begitu bolehkah aku meminta alamat rumahmu?”.

Dia mengambil sebuah buku catatan kecil dan menuliskan alamatnya lalu
menyobeknya dan meletakkannya di bawah. Aku segera mengambilnya sebelum angin
yang mengambilnya terlebih dulu. Aku memabaca alamat itu kemudian berkata “Kita
beda kota”. Dia mengangguk, lalu berkata “Oh ya, apakah kau mau kerumahku? Kalau
kau mau ke sana kau harus bisa baca Al-Quran dulu, terutama Yaasiin, oke?”.
“Kenapa?”. “Nanti kau juga akan tahu”.“Lalu kalau kau kesana datanglah dengan baju
warna hitam atau gelap”.“Kenapa?”.
“Karena aku tak suka warna cerah. Dan satu lagi datangnya minggu depan saja. Jika kau
berangkat dari sini berangkatlah saat tengah hari, oke?”. “Kenapa?”
“Kalau minggu depan di rumahku akan ramai dan akan ada banyak orang dan mungkin
juga ayahku datang. Mungkin”. “Baiklah” jawabku hanya bisa pasrah.

16
Aku mengantarnya sampai stasiun. Tak berapa lama kemudian kereta tiba.
Sebelum aku melepas kepergiannya aku menyempatkan diri bertanya sesuatu yang
seharusnya aku tanyakan di hari pertama aku bertemu dengannya “Siapa namamu?”.
Dia hanya tersenyum. “Carilah sendiri. Atau nanti akan kuberitahu jika kita bertemu
lagi”.“Huruf depan dan huruf belakang saja”. “Tidak bisa, karena namaku hanya dua
huruf”. “Hah?! Tapi bagaimana bisa aku mencari alamatmu tapi tak tahu namamu?”.
“Kalau memang Allah sudah menggariskan, kau akan tahu namaku meskipun kau
mencari rumahku tanpa tahu namaku. Percayalah pada Allah”. Dia tersenyum kecil, lalu
kereta membawanya pergi.

Seminggu ini terasa sangat cepat. Aku mengikuti apa yang dimintanya. Aku
belajar membaca Al-Quran, memakai baju warna hitam, dan berangkat dari sini saat
tengah siang. Aku sangat senang dan bersyukur karena aku bertemu dengan dia. Karena
berkat dia aku bisa diterima lagi oleh semua orang. Aku memutuskan untuk
menjadikannya pasangan hidupku. Aku tahu kalau dia lebih tua dariku. Tapi ini sudah
keputusanku, untuk melupakan masa laluku dan masa lalunya yang kelam. Aku ingin
hidupku dan hidupnya berada dilembaran putih yang baru. Sebelum aku ke stasiun, aku
mampir ke toko perhiasan dulu untuk membeli cincin berharap dia akan senang dan
mau menerimaku.Sesampainya di sana aku mencari alamatnya. Saat aku menemukan
tempat itu, rumah itu dipenuhi banyak orang. “Apa yang terjadi?” tanyaku pada diri
sendiri. Aku pun masuk kedalam rumahnya, ternyata di sana dia sudah pergi menyusul
ibunya. Aku sangat shock melihatnya. “Kenapa dia melakukan ini?” kataku pelan pada
diriku sendiri. Terlihat seorang perempuan tua menangis dengan sangat. “Keponakanku
kenapa kau pergi dengan seperti ini? Bahkan ayahmu juga tak datang. Kembalilah
keponakanku! Hukumlah ayahmu yang tak mau tahu tentang dirimu walaupun kau sakit
keras! Hukumlah! Hukum dia! Jangan pergi dulu! Aku yakin ibumu masih bisa bersabar
menunggumu!” kata perempuan itu.

Aku ikut mengantar ke pemakaman. Saat batu nisan itu ditancapkan, kini aku
tahu siapa namanya. Ternyata memang hanya dua huruf, tapi sangat bermakna. Semua
orang sudah pergi meninggalkan pusara gadis yang kesepian itu. Meninggalkannya di
sebuah tempat yang dingin dan lembab. Aku mengambil cincin yang sudah aku siapkan

17
untuk dirinya. Aku meletakkan cincin itu di atas pusaranya. Berharap dia akan mau
menerimaku saat aku sudah menyusulnya nanti. “Kau orang baik yang terjahat” kataku
pada nisan yang bertuliskan nama seorang gadis yang sangat mempunyai pengaruh pada
perubahanku. Aku pun segera kembali ke kotaku. Dimana di sana ada rumah yang
hangat dan keluarga yang menyayangiku. Di kereta aku terus berpikir, kini terungkap
sudah semuanya semua permintaan yang ditujukan untukku. ‘Ai’ dua huruf yang sangat
bermakna. “Ai, kau adalah orang baik yang terjahat, yang pernah kukenal” kataku pada
diriku sendiri. Tanpa kusadari air mataku mengalir dan jatuh bersama kenangan masa
laluku.

18
Magang
Oleh : jene pradana wisanggeni

Senang rasanya anakku Rizal sudah masuk perkuliahan. Semoga kelak dia
menjadi anak yang mampu meneruskan tradisi Kaum Kasmi dan berguna bagi negara.
Dulu saya tidak sempat merasakan bangku perkuliahan karena kata bapak, anak laki-
laki pertama harus mewarisi sawah turun-temurun milik keluarga kami. Sebagai anak
yang baik, saya harus nurut sama orang tua. Toh, juga akhirnya Rizal bisa kuliah karena
hasil dari sawah.

“Siang pak dio”

Oh pak bowo”

“Siang Pak Bowo” Kataku. Kami hanya berpapasan. Jam-jam segini dia sudah
harus mengurus sawah kami. Keluarga pak Bowo ini sudah seperti keluarga kami
sendiri. Anaknya Tia, dia sekolah SMA juga saya yang biayai.Saya menyempatkan diri
mengunjungi sawah. Sudah sekitar dua minggu saya di rumah saja. Nggak ngapa-
ngapain. Sudah sekitar dua minggu juga Rizal nggak ngasih kabar. Udara di sekitaran
sawah masih sejuk. Sama seperti waktu saya kecil dulu. Sawahnya menghijau luas
dengan pekerja sawah yang selalu menyapa jika saya lewat. Pak Bowo di gubug, sedang
ngitung duit untuk beli hama. Lebih baik saya ke sana untuk ngobrol dengan dia.
Jalanan sawah cukup licin, karena saya tidak pakai sepatu. Saya pakai sandal wong tadi
nggak kepikiran mau kemari. Saya berjalan dengan sangat hati-hati. Semakin dekat saya
dengan gubug. Saya sudah hafal jalanan ini. Tapi kemudian ada kerikil tajam yang
menembus sandal yang saya kenakan. Spontan saya mengangkat kaki. Namun memang
karena sudah tua, berdiri di satu kaki bukanlah hal yang mudah. Saya terjatuh di sawah.
Jatuhnya cukup lumayan sakit. Karena setelah bangun, –dibantu pak bowo– saya
menyeka kepala untuk membersihkan lumpur yang ternyata bercampur darah.
Kemudian lemas sekali badan saya. Setelahnya, semuanya gelap. Saya berada di
ruangan yang amat gelap. Kepalaku berputar kencang hingga akhirnya berhenti setelah

19
beberapa detik. Samar-samar ada cahaya yang menuntunku untuk keluar dari ruangan
ini. Suara Rizal terdengar. “Maaf, aku nggak minum alkohol” Kata Rizal. “Sedikit aja
kok, bro. Ini perayaan novel kamu yang launching hari ini lho!” Kata temannya.

Ah tidak, anakku pasti tau bahwa sudah jadi tradisi keluarga kami untuk tidak
mengkonsumsi apapun yang mengandung alkohol. Tapi sesuatu yang diluar dugaanku
terjadi. Benar saja, teman Rizal mendekatkan gelas itu ke dekat bibirnya. Kemudian
semua menjadi gelap. saya bangun. Sinar matahari terang, lebih terang dari biasanya.
Sampai tidak bisa melihat sosok yang ada di dekatku ini. “Pak…” Oh ini anakku. “Nak,
kamu sehat nak, bapak habis jatuh di sawah” Penglihatanku semakin membaik. Anakku
tidak menjawab. “Bapak mimpi yang aneh-aneh semalam.” Anakku tidak menjawab.
Saya mencoba berteriak tapi tidak sampai. Udara yang melewati tenggorokan ku sempat
tersendat. Tidak tau apa yang harus kulakukan, saya berusaha untuk diam. Namun rasa
mencekik ini semakin kuat dan sekujur tubuhku lemas. Saya kembali terseret di pusaran
ruang dan waktu. Lebih tepatnya saya tidak tau lagi ke mana pusaran ini akan membawa
ragaku. Tiba-tiba aku melihat tanah. Tepat di bawahku. Kepalaku terpelating keras
namun aku tidak lagi merasakan sakit. Ragaku tergeletak dengan seluruh indra
kemanusiaanku berfungi sempurna. Aku dapat melihat langit biru yang lebih biru dan
indah dari biasanya. Suara rerumputan saling bergesekpun terdengar olehku.
Wewangian yang ditimbulkan oleh gesekan tersebut sangat membangkitkan gairah
kehidupan.

Kemudian saya mencoba bangun. Tubuhku terasa lebih ringan dari yang
biasanya. Ada sesosok orang tua duduk di sampingku. Saya kaget hingga hampir
terjatuh. “Siapa kau? Saya di mana?” Sosok orang tua duduk bersila dengan pakaian
khas luluhurku. Kain kuning emas terusan dari atas ke bawah. Kepalanya dibalut kain
dengan warna yang sama, turun panjang hingga ke punggungnya. Sama seperti tradisi
beribadah kaum Kasmi. “Jalhamm..” Saya kaget sekali sewaktu sosok itu menyapa
dalam sapaan Kasmi. Apa dia orang Kasmi juga? Kalo begitu biar saya tanya..
“Jalham tawaare, bapak. Permisi, ini di mana ya?” Pak tua tersebut hanya tersenyum.
Kedua matanya tertutup saat tersenyum. Kalo saya lari pas dia tertawa, dia nggak akan
tau aku ke mana. Ah, kamu, klasik. “Bapak juga Kaum Kasmi? Dari keluarga mana?

20
Kita pernah berjumpa? Senang sekali saya…”“Ah, Dio, kamu ini banyak tanya Tapi ya,
wajar saja. Dulu sewaktu saya baru sampai juga banyak tanya. Baru setelah sadar betul,
saya langsung diam lama sekali.” Kemudian orang tua itu tertawa terbahak-bahak. Saya
tidak paham dia bicara apa. Anehnya lagi, dia tau nama saya.

Dia kemudian berhenti dari tawanya. Kali ini dia duduk lebih dekat denganku
“Coba diingat lagi, terakhir kali, kamu ngapain?” Saya mencoba mengingat-ingat apa
yang terjadi. Baru kemudian semua ini masuk akal, setelah beberapa menit. Saya
terdiam lama, masih tidak percaya. Saya meremas kepala, mengacak-acak rambut
seolah tidak percaya kalo ini alam kematian. Saya sudah mati. Bayangan anakku yang
disuguhi alkohol dan bayangan apapun yang akan menimpanya dikemudian hari terus
menghantui. Semuanya menjadi lebih baik saat sosok tua itu menyentuh
pundakku.Nafasku terengah-engah. Saya melihat bapak itu, mukanya masih berseri.
“Bapak siapa?” kataku. “Saya? Hmmmm… Saya bisa siapa saja. Saya bisa kamu, saya
bisa Rizal, atau Bowo atau siapapun” “Terus kita ini di mana pak?”
“Oke, biar gampang, kamu mau ini di mana?”
“Hah?” Saya tambah bingung dengan bapak satu ini. Tapi sekelebat mata tempat ini
berubah jadi halaman rumahku yang menghadap sawah. Saya lagi ingin sekali ada di
situ. “Ini halaman rumah?” Mataku terbelalak tidak percaya. Hamparan putih yang dari
tadi ada di sekeliling kami berubah menjadi halaman rumahku.
“Coba kamu pikirkan sebuah tempat yang lain, yang kamu ingin kunjungi. Selain ini.”
Kata bapak.Sekelabat mata, lagi tempat ini jadi sendang.. Sendang tempat Saya dan
Asih, istriku, pertama kali bertemu. “Tempat ini bisa jadi apapun yang kamu mau…
Kamu mau apa? London? Amerika? Boleh. Tempat ini, sama seperti saya. Apapun.”
“Bapak ini Tuhan ya?” Saya tanya pelan-pelan.. setengah tidak percaya “Boleh jadi..”
Saya mau menyembah, tapi kaki sangat lemas, hingga membuatku susah untuk sujud.
“Kan, saya bilang tadi, Saya bisa jadi siapapun yang kamu mau, atau saya mau.”
Tampaknya memang sudah jelas ini kematianku. Tapi dihadapkan kepada Tuhan bukan
sesuatu yang gampang untuk dijalani. Saya tidak tau harus ngapain. Saya harus pastikan
satu hal.

21
“Jadi ajaran Kasmi, maha benar? Sedang agama yang lain itu salah?”
“Bisa iya, bisa tidak… Saya sudah bilang tadi.. Kamu yang menentukan atau saya yang
menentukan. Karena pada dasarnya, tidak ada yang salah, semua diperbolehkan…”Kata
Bapak. “Lantas kenapa Bapak berpakaian seperti leluhur kami? Kemudian seketika
pakaiannya berubah. Angin kencang meniup mataku, seolah memaksa untuk menutup
mata sekitar kurang dari satu detik. Kemudian orang yang mengaku Tuhan tadi berubah
menjadi seorang wanita berambut panjang dengan kulit sawo. Dia mengenakan kain sari
Khas India. “Intinya, kamu sudah sampai di tempat ini. Selamat”
Saya semakin bingung apa yang harus saya lakukan. Saya beranikan diri. “Saya punya
pertanyaan..” “Saya sudah tau..” Saya menggaruk kepala bingung harus melakukan apa.
Yang ada dikepalaku saat itu adalah sebuah pertanyaan arti hidup ini. “Arti sebuah
hidup, tujuan hidup itu ditemukan oleh kamu sendiri. Bukan yang lain.

Bukan dari orangtuamu juga.” “Anakku” Potongku, karena tiba-tiba aku teringat
Rizal “Tolong selamatkan anakku, dia … akan dibujuk temannya minum alkohol. ”
“Dio…” Tuhan dalam sosok wanita India, tersenyum. Suaranya lembut “Tidak ada
anakmu.. Tidak ada istrimu. Semua ini yang ada di dunia ini, kamu pusatnya. Sebentar
lagi kamu tau kenapa.” “Tunggu.. Jadi kau ciptakan semua ini untukku? Seorang? Tapi
Saya cuma seorang petani, Tuhan.” Saya protes, merasa diperlakukan terlalu spesial.
“Bukannya lebih baik membuat dunia ini dengan Gandhi di tengahnya, misalnya, atau
Mandela?” Tiba-tiba saya merasa telah menyianyiakan hidup. “Saya beri Dio, Gandhi
dan Mandela kapasitas yang sama, sebagai manusia. Kamu memilih menjadi petani, dan
yang lain memilih menyelamatkan dunia, itu nggak salah, Dio. Intinya, kamu ada di
tengah. Dan mereka saya ciptakan untuk mengispirasi kamu. Well… mungkin
menciptakan manusia, masih butuh riset lebih lanjut di antara kami.”
“Tunggu, Kami?” Kataku “Ada banyak di antara kalian? Dari agama lain juga kah?”
“Kami yang saya maksud adalah saya dan para pendahulu saya. Dan kamu, Dio.”
“Sa.. Saya? Kenapa?” Wanita itu berubah sosok lagi. Bukan sebagai bentuk manusia,
tapi lebih ke bentuk sebuah hewan bersayap. Sayapnya megah berwarna merah terang.
Bentuknya seperti elang kali ini. Cakarnya mencengkeram kotak peti kecil yang ringan.
Elang merah tersebut memberikannya kepadaku. “Giliranku untuk mengawasi dunia,

22
sudah selesai, begitu kamu sampai di tempat ini Dio. Sekarang giliranmu untuk
memulai kehidupanmu dari sudut pandang tempat ini. Kamu bisa menggunakan
semuanya demi apapun yang kamu bubuhkan kepada kehidupan kecilmu, yang ada di
dalam kotak tersebut.”

Saya membuka kotak tersebut. Terlihat sebuah bola pendar kecil bersinar terang.
Cukup terang untuk menyinari ujung ruangan kotak peti kecil ringan tersebut.“Itu
sistem kehidupan. Kembangkanlah. Lakukan apapun yang menurutmu pantas untuk
dilakukan dan awasi perkembangannya.” “Apa yang harus saya lakukan?” Kataku “Apa
yang harus kamu lakukan? Kau Tuhannya, kau yang menentukan sekarang.”“Saya
Umm.. Paling tidak, beritahu apa yang terjadi pada saat kamu memulai.”
“Okay…”Sosok hewan penuh wibawa tersebut berputar tak beraturan dan menggumpal
menjadi… Sepertiku, persis. Aku melihat Dio yang lebih segar. Rambutnya lebih
tertata. Suaranya mirip denganku. “Saya suka memulai kehidupan dengan makhluk-
makhluk yang penuh kedamaian. Jauh sebelum sistem tata surya kamu dibuat. Baru
setelah dari titik itu, kemungkinan-kemungkinan terjadi. Hingga akhirnya, untuk
mengakhiri satu tatanan sistem ketuhananku, saya ciptakan Bumi. Awalnya, saya ingin
hanya Dinosaurus saja. Tapi itu bukan akhiran yang baik. Saya perlu mahkluk yang
mampu menyaingi daya pikirku sebagai Sang Pencipta. Dan hal yang paling bisa saya
lakukan adalah membentuk manusia.

‘nah sekarang giliranmu dio” Suara terakhir menggema kencang di telingaku. Hingga
akhirnya di sendang ini, hanya Saya dan kotak peti kecil ringan ini ada di tanganku.
Saya memutar-mutar bolanya. Keadaan di sekelilingku berubah drastis. Corak warna
saling bergantian dengan sangat cepat. Saya putar lebih pelan lagi sehingga prosesnya
bisa kulihat. Apa yang kupikirkan benar-benar terjadi. Semuanya berhenti, saya bisa
melihat prosesnya dengan baik.

“Selamat datang, makhluk kecil, soy Dio.

23
Ibuku Sayang
Oleh :miftah zainah

Di suatu perkampungan yang dipenuhi dengan sawah ada sebuah keluarga yang
tinggal secara harmonis. Mereka mempunyai dua orang anak perempuan yang bernama
Ita dan Mita. “Anak kita sudah besar ya bu,” kata Bapak Sutomo, Bapak paruhbaya ini
bekerja sebagai seorang petani di kampung mereka tinggal.
“Iya Pak anak kita sudah besar”, Sahut Hartati sambil tersenyum ke arah suaminya.
Tidak disangka Hartati Istri dari Bapak Sutomo ini orangnya pemarah, dia sering
memarahi anaknya sendiri dengan nada keras dan berkata kasar, karena emosi labil
disebabkan pernikahan muda yang sudah dialaminya membuatnya belum bisa berfikir
dewasa sehingga sering sekali dia memarahi kedua buah hatinya itu. “Mbak kenapa sih
Ibu selalu memarahi kita?” Tanya Mita “Ga marah Dek Ibu sayang kita kok!” Kata Ita
dengan lembut kepada adiknya yang masih berumur 6 tahun dan terpaut usia dengannya
2 tahun. Berbeda dengan sifat Istrinya Sutomo seorang suami yang penyayang. Pria ini
tidak pernah marah sedikitpun terhadap kelakuan Istrinya yang kadang memarahinya
jika dia tidak pergi ke ladang. Karena Sutomo menyadari Istri yang sudah dinikahinya
selama 10 tahun itu terlalu muda untuk menjadi seorang Istri sekaligus Ibu dari dua
anak mereka. Pagi hari sebelum ke ladang untuk membantu suaminya Hartati harus
terlebih dahulu mengurus keperluan rumah tangga, tetapi semua pekerjaan rumah
tangga itu bukan dia yang mengerjakan melainkan mengandalkan tenaga dari putri
sulungnya Ita.

“Ita!!! Ita!!! Kemana sih tu anak dipanggil ga nyahut”, dengan nada marah
Hartati terus berteriak memanggil anak sulungnya itu. Setelah membuka kamar emosi
Hartati kembali memuncak karena anak sulungnya itu masih tertidur dengan lelap.
“Heh bocah pemalas enak-enakan kamu tidur udah jam segini juga ga bangun.” Cepet
kerjain semua pekerjaan rumah ini bentak Hartati dengan nada tinggi. Karena masih
merasa mengantuk Ita kembali melanjutkan tidurnya, hingga Ibunya datang lagi dan
kembali memarahinya. “Ita kamu ga mau bangun? mau kusiram dengan air? kamu enak

24
ga nyari uang bisanya cuma minta doang pengen ini itu tapi malas, bodoh kamu!! Cepat
bangun!!” sambil menjambak rambut anaknya. “Iya bu Ita minta maaf”, sahut Ita
dengan nada lirih.“Maaf katamu? Maaf aja terus sampai mampus!! Cepet kerjain semua
pekerjaan rumah ini, kalau sampai aku pulang dari sawah masih belum beres jangan
harap kamu makan hari ini!” pergi berjalan menuju ladang. Ita menangis menahan
Amarah dalam hatinya dia berkata, “Ibu kamu malaikatku kamu sosok panutanku tapi
kenapa dirimu memarahiku setiap hari seperti ini, jikalau aku salah kamu seharusnya
memberikan aku nasehat dan menyuruhku dengan baik bukan dengan cara memarahi
dan mngeluarkan cacianmu, Ibu aku sangat menyayangimu!”. Walaupun sang Ibu
memarahinya setiap hari Ita tidak pernah merasa dendam kepada ibunya, dia hanya bisa
menangis menahan Amarah saja karena dia tau betapapun Ibu marah kepadanya itu
semua karena salahnya. Mita adiknya yang masih kecil pun kerap dihardik Ibunya,
karena kelakuan nakal yang tidak pernah mendengarkan perkataan ibunya.

Hari sudah Siang orang-orang di ladang sudah kembali satu persatu ke rumah
mereka masing-masing, begitupun dengan Bapak Sutomo dan Istrinya, Ita yang dibantu
Adiknya Mita tengah asyik di dapur memasak makanan untuk Bapak dan Ibunya
sehingga tidak mendengar Ibunya memanggil-manggil mereka di luar. “Ita…!! Mita..!!
Di mana sih tu Anak” Perasaan kesal. “Sabar Bu mungkin mereka sibuk di dapur” Sahut
Bapak. “Bapak ini selalu saja membela mereka, Anak-anak itu kurang ajar setiap
dipanggil lama sekali menjawabnya andai aku mau mati itu anak berdua pasti sudah liat
jasadku saja lagi” Sahut Hartati nada tinggi.“Astagfirullah Ibu… keterlaluan kamu,
sama anak sendiri saja begitu” Pergi menuju dapur.Benar saja apa yang ada dipikiran
Sutomo terhadap kedua anaknya, mereka memang tengah asyik memasak makanan
sehingga tidak mendengar suara ibunya memanggil-manggil. “Nak, (Ucap Sutomo)
keluar sana, Ibumu dari tadi memanggil-manggil kalian berdua”. Dengan Nada lirih
Sutomo menyuruh kedua anaknya keluar karena terlalu lelah Sutomo akhirnya
merebahkan badannya dikasur dekat dapur. “Baik Pak” Sahut kedua anaknya serempak.
Sebelum menghampiri Ibunya Ita berpesan kepada Adiknya agar jangan kesal kalau
nanti mereka dimarahi sang Ibu. Karena Ita tidak mau sampai Adik kecilnya ini
menaruh dendam kepada ibunya sendiri. “Dek jangan kesal ya kalau ibu entar memarahi

25
kita”, mengelus Adiknya dengan penuh kasih sayang. “Iya Mbak,”sembari menyepatkan
seyum..

Dalam hati Ita berkata “ia harus sanggup menahan segala Amarah yang ada
dalam dirinya bagaimanapun juga yang memarahinya adalah Ibu mereka sendiri, Ibu
yang sudah mengandung dan berjuang untuk kelahirannya di dunia. Ya Allah lapangkan
hatiku dan hati Adikku agar tidak ada dendam sedikitpun terhadap Ibuku”. Sesampainya
di depan Ibu, Ita memberanikan diri memulai pembicaraan dengan nada tergetar karena
ada perasaan takut. “Ibu… maaf, kami tidak mendengar Ibu sudah memanggil-manggil
tadi.” Kata Ita. “Iya Bu Maafin Mita sama Mbak Ita yaa..” Sahut sikecil. “Kalian berdua
memang sering sekali kalau Ibu memanggil lama untuk menjawabnya” Sambil
menjewer telinga kedua anaknya. “Telinga kalian ini harus dibersihkan biar tidak tuli
seperti ini lagi, andai saja Ibumu ini meminta tolong, kalian lama untuk menjawabnya
dan bahkan lama untuk menengok apa yang sedang terjadi terhadap ibumu, apa kalian
tega melihat Ibumu mati? Hah..!!!” Dengan Nada keras sambil meneteskan Air mata.
“Ibu sangat menyayangi kalian anak-anakku tapi sifat Ibu yang pemarah inilah yang
menyebabkan kalian harus setiap hari terkena omelan Ibu”, Kata Hartati dengan suara
lirih. Melihat Ibu menangis Ita dan Mita lekas memeluknya.M“Ibu jangan menangis Ita
tau kok Ibu menyayangi kami berdua, Ibu memarahi kami bukan karena tak sayang tapi
karena kelakuan kami sendiri,” Sahut Ita sambil terisak karena dia juga menangis.
“Iya Bu, benar kata Mbak Ita Ibu jangan menangis lagi ya.” Pinta sikecil Mita. Suasana
yang menegangkan tadi perlahan berubah menjadi suasana haru, emosi Hartati pun
sudah menghilang, akhirnya mereka bertiga saling berpelukan dan berkasih sayang
sebagaimana biasanya sikap seorang Ibu terhadap anak-anaknya.
“Sudahlah anakku, Kalian jangan bersedih lagi Ibu sudah tidak marah dan Ibu ingin
meminta maaf kepada kalian berdua, karena Ibu sering sekali marah bahkan menjewer
kalian seperti tadi.” Sembari kembali memeluk kedua anaknya.

“Kalian sudah masak tadi?” Tanya Hartati mengembalikan suasana yang semula
mengharukan. “Sudah kok Bu ayo kita makan sama-sama” Sahut Mita dengan wajah
semeringah karena bahagia sudah bisa merasakan kasih sayang sebenarnya dari sang
Ibu. “Ayoooooo…” Ucap Ita dan Hartati serempak. Dengan riang mereka bertiga masuk

26
kedalam rumah menuju dapur untuk makan siang bersama-sama.
“Bapak ayo bangun, Kita makan sama-sama” Ucap Hartati kepada suaminya yang
tengah terlelap di kasur dekat dapur.
“Iya Istriku sayang” Sahut Sutomo sembari bangun dari tempat tidur dan melempar
senyum kepada istrinya. Akhirnya mereka semua pun menikmati hidangan makan siang
yang sudah disajikan kedua anak mereka dengan penuh rasa syukur.
Dalam hati Ita berkata kembali, “Ya Allah terima kasih sudah memberikan
kesempurnaan dalam hidupku, aku mempunyai seorang Bapak yang penyayang dan
penyabar mempunyai seorang Ibu yang penuh kasih sayang, walaupun sering marah aku
tetap sayang padanya. Karena mereka Bapak Ibu aku bisa hadir di dunia ini.
Terimakasih juga Ya Allah engkau telah anugerahkan kepadaku seorang Adik yang lucu
dan pintar seperti Mita, Ya Allah terima kasih banyak atas semua ini aku merasa
hidupku terasa sempurna karena hadirnya mereka di sisiku”.

“Ibu Bapak semoga kalian sehat terus ya, Aku dan Adik sangat menyayangi dan
mengormati kalian berdua” Ucap Ita memecah suasana hening karena sekeluarga
sedang menikmati makan siang. “Iya Anakku kalian berdua memang segalanya bagi Ibu
dan juga Bapak” Sahut Hartati sembari melempar senyum kearah suaminya. Mereka
hidup dalam keharmonisan dimana sifat Ayah dan Ibu mereka yang berbeda jelas sangat
menguji perasaan, apalagi sifat Ibunya yang pemarah kadang menyisakan emosi yang
menyesakkan dada. Tetapi meskipun begitu, tidak sedikitpun Ita dan Mita menaruh
dendam terhadap sang Ibu, karena mereka tahu Ibunya sangat menyayangi mereka
berdua dan jika Ibunya marah itu karena kesalahan mereka sendiri.

27
Pengorbanannya Tak Sia Sia
Oleh : charissa

Namanya Dira Natania. Ia biasa dipanggil Natan. Natan termasuk orang miskin.
Ia kelas V. Bersekolah di sekolah elit. Itu pun dengan beasiswa. Ia mempunyai sahabat
sejati. Namanya Gabriella Hanifah/Abril, Syilfa Puspita/Syilfa, Maurena Kezia/Auren.
Mereka semua beragama islam. Keesokan harinya, Natan bangun dan segera mandi di
sumur. Sehabis mandi, Natan berpakaian lalu menggelar sajadah, memakai mukena biru
dan sholat. Sehabis sholat, ia memakai kerudung dan sepatu. Lalu menuju karpet untuk
makan. Setelah makan, Natan berpamitan sama emak dan bapaknya. Dan bergegas
untuk mengeluarkan sepedanya lalu menggoesnya.5 menit telah berlalu. Natan sudah
sampai di sekolah. ia segera memarkirkan sepedanya. Dan menuju kelas. Sesampainya di
kelas…

“Asalamualaikum Abril,Syilfa, Auren!” sapanya.


“Waalaikumsalam Natan” jawab mereka serempak.
“Eh Tan, udah ngerjain pr belum?” tanya Auren.
“Sudah Ren, mau pinjam ya?” tanyanya.
“Iya, kok tau sih Tan?” tanya Auren.
“Yaiyalah, aku kan sahabatmu!” jawabnya.
“Iya, ya, lupa aku!” jawab Auren cengengesan.
“Nih Ren!” jawabnya sambil menyodorkan bukunya.
“Thanks ya Nat!” katanya.
“You are welcome” jawabnya.

“Hai Drian!” sapanya. “Eh anak miskin! Jangan sok ramah deh!” bentak Drian
(namanya Driana Azzahra. Ia adalah siswa yang membenci Natan).“Aku nggak sok kok.
Aku memang bermaksud ramah!” jawabnya. “Ihh apa pun alasan loe, gue tetep ngira
loe so sok!” bentak Drian lagi. Syilfa pun sudah naik pitam. “Eh loe sama Natan lebih
baik Natan, dan loe jangan pernah gangguin Natan lagi, NGERTIII!” bentak Syilfa.

28
Drian pun langsung melengos pergi. “Udahlah Syil, nanti Drian pun sadar sendiri!”
kataku mencoba menenangkannya. “Tap.. tap Tan?” kata Syilfa. teeeet, teet. bel
berbunyi waktunya masuk.

“Asalamualaikum anak anak!” sapa ustadzah Tina.

“Waalaikumsalam ustadzah” koor murid murid.


“Sekarang, kumpulkan pr kalian! Bagi yang tidak mengerjakan harap maju ke depan!”
kata ustadzah Tina tegas.mSemua sudah mengumpulkan kecuali Drian.

“Drian, mana buku prmu?” tanya ustadzah Tina.


“Ma..maaf.. bu.. sa..saya.. ti..tidak.. me…mengerjakan!” kata Drian pelan.
“Sekarang, kamu berdiri di luar kelas sampai pelajaran ustadzah selesai!” suruh
ustadzah Tina tegas.
“Ba.. baik bu!” kata Drian sambil berjalan.
Ustadzah Tina pun menjelaskan dengan nada tegas.

Waktu berlalu dengan cepat. sekarang, pelajaran telah usai. Semua murid sudah
pulang. Kecuali Natan dan sahabatnya. Saat akan bermain, Natan melihat ada mobil
melaju kencang ke arah Drian. Natan pun berlari sambil berteriak. “Drian, awas!” teriak
Natan sambil mendorong tubuh Drian. Braaaakkkkk. Natan terhempas. Segera Drian
dan sahabat Natan membawa Natan ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah
sakit, Natan langsung ditangani. “Drian, kamu lihat sendiri kan, orang yang selalu kamu
bully, dialah yang menyelamatkanmu dari maut” kata Abril sambil menangis. “Emang
kamu nggak sadar apa? Natan tu sayang banget sama kamu daripada nyawanya. Emang
kamu belum bisa lihat kebaikan hati Natan.” kata Auren sambil menangis “Teman
teman, maafkan aku ya” kata Drian sambil menangis. “Ok. Kita maafin.” kata mereka
serempak. “Adik adik, dik Natan sudah sadar, kalian bisa menjenguknya”. Mereka pun
menjenguknya. “Natan, maafkan aku ya, selama ini, aku selalu ngebully kamu!” kata
Drian.“Iya, aku maafin kok” kata Natan. Sejak itu, mereka adalah sahabat sejati.

29
Sahabat Sejati
Oleh : listya adinugroho

Diceritakan ada sepasang sahabat, tukang tahu dan tukang roti. Tukang tahu
suka membuat tahu, tukang roti suka membuat roti, tukang masalah suka membuat
masalah, pegadaian mengatasi masalah tanpa masalah. Sudah sejak lama mereka
berkawan. Sayang, opo kowe krungu jerite atiku. Eh, sayang, mereka memiliki bentuk
tubuh bagai bumi dan langit. Tukang tahu memiliki badan yang gemuk seperti gajah
bengkak dan tukang roti memiliki badan yang kurus seperti belalang yang badannya
kurus seperti belalang. Nah lo. Suatu hari tukang roti dikeroyok warga karena diduga
menjual roti yang basi. Syukurlah, ketua RT segera datang dan menengahinya. Setelah
diusut, ternyata rotinya bukan roti basi, hanya saja ada orang iseng yang memberi racun
di rotinya agar dagangannya tidak laku.

Penjual roti dirawat di rumah sakit karena mengalami luka yang cukup serius.
Kepalanya memar, tangan kanannya terkena sayatan pecahan kaca, organ dalamnya
mengalami pendarahan cukup parah, dan di punggungnya masih terlihat bekas kerokan.
Mendengar kabar sahabatnya masuk rumah sakit, tukang tahu tak tinggal diam. Dia
segera mendatangi kawannya itu. Api bergejolak di dalam tubuhnya. Mengingat tukang
roti sudah tidak punya siapapun lagi, dia akan berusaha membayar biaya perawatannya.
Dia berjanji kepada tukang roti akan berusaha mencari dana demi kesembuhannya. Di
sisi lain, tukang roti masih belum sadarkan diri. Sampai di rumah, tukang tahu berpikir
keras bagaimana dia bisa mendapatkan uang yang lebih besar dalam jangka waktu
sesingkat-singkatnya. Setelah beberapa saat berkontemplasi dengan mendengarkan
musik relaksasi berupa suara deburan ombak, cicitan burung, desisan angin, dan kokok
ayam jago, dia teringat akan wasiat kakeknya dulu. Tukang tahu itu bukan sembarang
tukang tahu. Ada bakat membuat tahu yang mengalir pada darahnya. Kakeknya adalah
penemu tahu bakso. Kala itu dia menjual tahu biasa dan menikahi wanita tukang bakso.
Ketika keduanya bersatu dalam ikatan pernikahan, tahu dan bakso yang dia jual juga
bersatu dalam suatu ikatan. Jadilah dia tahu bakso. Setelah pernikahannya, sang kakek

30
setiap malam berpikir keras menemukan inovasi baru hingga dia menghembuskan napas
terakhir.

Dia sudah berhasil membuat sebuah resep rahasia. Tahu Piramida, The
Legendary Tofu. Tukang tahu akan belajar membuat tahu warisan kakeknya itu.
Masalahnya bahan utama untuk membuat tahu itu sangat terbatas. Mungkin dengan
bahan itu tukang tahu hanya bisa membuat 10 tahu piramida. Itu pun kalau berhasil,
mengingat dia belum pernah membuat tahu itu sebelumnya. Masa bodoh, dia tetap
berusaha membuat tahu itu. Semalaman dia mempelajari resepnya, menghitung berapa
persen kemungkinan keberhasilannya, seberapa besar suhu api yang digunakan, dan
mencari cara bagaimana agar emosinya tetap stabil dalam pembuatannya. Paginya, dia
langsung berlatih membuat tahu legendaris itu. Sudah lima kali dia mencobanya, tetapi
semuanya gagal. Berarti tinggal lima kesempatan lagi. Dia menghela napas panjang
yang panjangnya melebihi penggaris 30 cm (tidak usah dibayangkan). Tangannya dia
lemaskan, lalu berdoa sembari membayangkan sahabatnya yang sedang terbaring di
rumah sakit. Seperti kerasukan hantu yang belum pernah merasuki tubuh manusia
sebelumnya, dia menjadi sangat semangat. Dia mencoba lagi membuatnya dengan
konsentrasi tinggi. Alhasil, jadilah Tahu Piramida, The Legendary Tofu. Tak disangka
dia bisa membuat tahu itu hanya dalam percobaan keenam. Memang benar, bakat
membuat tahu mengalir dalam darahnya.

Untuk percobaan, dia menawarkan tahu itu di antara dagangan tahu lainnya. Tak
disangka, banyak sekali yang ingin membeli dengan harga lima puluh kali dari harga
tahu biasa. Dia sangat kaget. Kagetnya bertambah ketika ada seseroang yang hendak
membeli resep itu seharga *** (Saking tingginya nilainya, angkanya harus disensor).
Yang jelas, itu lebih dari cukup untuk membayar biaya perawatan temannya mengingat
perawatan temannya tidak bisa maksimal sebelum ada biaya. Tukang tahu bimbang, jika
dia memilih menjual resep itu dia bisa membiayai temannya yang sedang dirawat.
Namun dia mengkhianati warisan kakeknya. Jika dia menolak tawaran itu, dia harus
bekerja lebih lama dan penjalanan perawatan untuk temannya bisa tertunda. Apalagi
mencari bahan utama tahu piramid sangat sulit, harus pergi ke gunung Lalalayeyeye.
Menjual lima tahu piramida mungkin tidaklah cukup. Kebimbangan ini ia sampaikan

31
kepada si penawar yang ternyata adalah seorang dari pihak kerajaan. Dia memberi
penawaran dengan tetap membayar resepnya, namun dengan syarat dia harus mau
menjadi juru masak kerajaan. Dengan begitu, dia tetap bisa membiayai perawatan
sahabatnya dengan masih memegang hak milik resep itu. Tukang tahu pun sepakat.

Janji adalah janji. Biaya perawatan tukang roti ditanggung semuanya oleh pihak
kerajaan itu. Namun, tukang tahu tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan tukang roti
lagi. Tukang tahu menolak keras dan hendak memukul raja karena itu tidak ada dalam
perjanjian, namun pengawal raja berhasil melumpuhkan tukang tahu. Mengetahui akan
sangat mengganggu apabila tukang tahu dibiarkan seperti itu, dia pun diisolasi dalam
ruang kecil dan dicuci otaknya. Dia dihipnotis agar mau menurut dengan sang raja. Apa
maksud sang raja itu? Entahlah. Dia hanya tidak ingin rencananya diganggu. Tukang
roti kini sudah sembuh. Ia kaget ketika biaya perawatannya sudah lunas, hanya saja ia
tidak tahu siapa orangnya. Kebahagiaan ini ingin dia bagi dengan sahabatnya, tukang
tahu. Setelah sampai rumah tukang tahu, ternyata dia tidak di rumah. Keluarganya juga
cemas karena tukang tahu sudah lama tidak pulang. Seseorang memberi kabar bahwa
tukang tahu sudah direkrut menjadi juru masak kerajaan. Mendengar itu dia langsung
bergegas ke istana.Ia mendatangi istana dan menemui penjaganya dan meminta izin
untuk menemui sang raja. Namun, permintaannya ditolak hingga ramailah suasana.
Mendengar kegaduhan itu, sang raja keluar dan mempersilakan tukang roti masuk.
Tukang roti menanyakan tentang tukang tahu dan raja pun menceritakan dengan
gamblang apa yang dilakukannya kepada tukang tahu. Sontak tukang roti pun marah
besar. Akan tetapi, dia berusaha meredam kemarahannya karena melihat banyak
pengawal memegang senjata.

“Aku akan mengembalikan dia jika kamu bisa mengalahkannya dalam duel
memasak tahu, 5 tahun lagi.” Tukang roti bingung, bagaimana bisa tukang roti membuat
tahu. Tapi demi sahabatnya, ia pun memutuskan banting setir ke dunia tahu dan mulai
mencari referensi tentang tahu dan pengetahuan. Setelah cukup membaca referensi, dia
terpikirkan sebuah olahan tahu yang mungkin saja belum ada. Dia akan membuat
olahan tahu berbentuk bulat sempurna. Selama ini belum ada tahu yang berbentuk bulat
sempurna. Ia menggabungkannya dengan teknik membuat objek bulat sempurna dalam

32
pembuatan roti. Setelah sekian banyak percobaan, akhirnya jadilah tahu dengan bentuk
bulat sempurna dengan isian daging ayam. Namun, setelah ia meminta pendapat dari
orang-orang, semua mengatakan tahu itu tidak enak. Banyak yang menyarankan
berbagai macam isiannya mulai dari sayuran, nasi, sambal, mainan anak-anak, kartu
internet, dan lain-lain. Tak terlalu memperhitungkan, dia mendengarkan saran semua
orang dan mencobanya satu-satu, namun hasilnya sama. Tidak enak. Karena frustrasi,
dia memutuskan untuk tidak memberi isian pada tahunya. Karena tidak ada isinya, tahu
itu harus dimakan dadakan setelah digoreng. Anehnya, orang-orang menyukainya dan
jadilah Tahu Bulat, The Perfect Tofu. Dia pun sudah siap menghadapi duel dengan
sahabatnya sendiri (cie sendiri).

Waktu telah tiba. Keduanya saling memandang. Setelah sekian lama, akhirnya
bisa melihat tukang tahu. Tetapi ada yang berebeda. Senyum yang selalu ada di wajah
tukang tahu kini tidak ada lagi. Wajahnya sangat datar. Hal itu membuat dia lebih
termotivasi lagi untuk memenangkan duel. Pertandingan ini menghadirkan juri dari
jauh, seorang professor tahu yang tahu segalanya tentang tahu.mKedua peserta mulai
memasak tahu andalan mereka. Tukang roti terlihat sangat serius hingga keringat
mengucur dari tubuh atlet sepak bola yang sedang berlaga. Raja dan petinggi istana
memperhatikan dengan serius walau sesekali terlihat awan di langit. Apa sih. Tukang
tahu menyelesaikan tahu piramidanya terlebih dahulu, disusul tahu bulat beberapa detik
setelahnya. Duel itu sangat berkelas, hingga kedua tangan kedua peserta terlihat
mengeluarkan asap setelah memasak tahu andalan mereka. Penjurian pun dimulai. Juri
menilai tahu bulat terlebih dahulu. Dia mengagumi kesempurnaan bentuk bulat dari tahu
itu. Dari barisan petinggi kerajaan, ada yang berbisik kepada raja. Ternyata dia adalah
mata-mata dan memberitahukan kelemahan tahu bulat, yaitu bulat sempurnanya tidak
bisa bertahan lama.

Setelah manggut-manggut, raja memanggil juri untuk mencicipi tahu piramida


terlebih dahulu karena memang terlebih dahulu jadi. Dengan begitu, saat juri hendak
mencicipi tahu bulat, tahu itu akan kempis dan tidak akan menang. Tukang roti kaget
mendengarnya. Hatinya menjadi dag dig dug der. Juri pun setuju dan memutuskan
mencoba tahu piramida terlebih dahulu. Bentuk, tekstur, platting, dan rasanya hampir

33
sempurna. Benar saja, saat dia mendatangi tahu bulat, bentuk tahunya sudah tidak bulat
sempurna lagi dan menyebabkan tukang roti kalah. “Dan pemenangnya adalah Tahu
Piramida. Maaf tukang roti, sepertinya ini terakhir kalinya kamu bertemu dengan
sahabatmu. Selamat mencari sahabat baru. Hahaha.”,Raja masuk sambil tertawa.
“Tunggu dulu, raja bodoh!” Tukang roti kaget sendiri mendengar ucapannya.m “Apa
kau bilang? Kau bilang aku bodoh? Lancang sekali kau.” “Adakan duel lagi. Kali ini
aku akan menang dan kembalikan sahabatku.” “Hahaha.” Raja tertawa. Burung terbang.
Ikan berenang. “Kamu tidak bakal bisa mengalahkan tahu piramida yang legendaris itu.
Bahkan meski kamu membuat sepuluh miliar tahu bulatmu itu.” “Setidaknya tahu
bulatku disenangi oleh masyarakat.” “Hah? Disenangi masyarakat katamu? Oke, begini
saja. Aku beri kau tantangan. Jika berhasil aku akan melepaskan sahabatmu. Tapi aku
yakin kau tidak akan bisa.” “Katakan apa itu!” “Aku tantang kau mengedarkan tahu
bulatmu itu ke seluruh dunia. Semua orang di dunia ini harus memakan tahu bulat
milikmu. Santai, pihak kerajaan aku wajibkan memakannya. Jadi, kau tak usah repot-
repot menginjakkan kakimu ke istana ini lagi. Kalau kau berhasil, temanmu bebas.”
“Dasar licik, bagaimana mungkin aku bisa membuat orang seluruh dunia
menikmatinya?” “Sudah kubilang kau tidak akan bisa. Baiklah, aku ringankan
tantangannya. Buatlah tiga puluh juta orang memakan tahu bulatmu. Jika kau berhasil,
temanmu bebas.” “Oke. Aku terima tantanganmu.”

Semenjak itu tukang roti berusaha membuat tahu bulat sebanyak mungkin dan
menyebarkannya ke seluruh dunia. Harga yang sebelumnya jika dirupiahkan senilai Rp
100.000,00 ia turunkan menjadi Rp 500,00. Metode penjualannya pun ia ubah menjadi
dengan kendaraan roda empat untuk memudahkan mobilitasnya. Dia juga sudah
meminta bantuan beberapa armada untuk menyebarluaskan tahu bulat. Itulah kenapa
saat ini menyebarlah tahu bulat dengan pemasaran yang baik. Setiap tahu bulat yang
dimakan akan semakin mendekatkan tukang roti menuju kemenangan dan kebebasan
sahabatnya. Menjadi pahlawan keadilan dimulai dari makan tahu bulat. Sudah makan
tahu bulat hari ini?

34
Sahabat Bumi
Oleh : Dea Rizka

Hai, Kawan. Penahkah kalian bayangkan bagaimana keadaan bumi kita tahun
2040? Tahukah kalian bagaimana hidup manusia modern pada tahun tersebut? Baiklah.
Jika kalian tak bisa membayangkannya biar aku yang menceritakannya sedikit. Tahun
2040. Tahun dimana zaman sudah jauh dari kata modern. Mungkin bisa disebut dengan
super modern. Semua peralatan yang ada di dunia sudah benar-benar canggih. Jika
sekarang kalian punya gadget yang sudah kalian anggap sangat canggih, maka di tahun
2040 ada teknologi yang lebih mutakhir dari gadget itu. Jika sekarang kalian bisa
berpergian ke mana saja dengan naik mobil, maka di tahun 2040, kalian bisa bepergian
ke manapun dengan mobil terbang.

Tapi Kawan, taukah kalian? Keadaan bumi dan alam kita jauh dari asri. Di tahun
2040, kalian takkan bisa lagi menemui yang namanya pohon dan tumbuhan hijau.
Kalian takkan pernah lagi menemui air segar seperti air yang bisa kalian nikmati
sekaarang. Kalian takkan pernah bisa lagi menemui udara bersih untuk mengisi paru-
paru. Di tahun ini, kalian hanya akan menemui udara kotor pekat bercampur asap yang
menyesakkan dada. Kalian hanya kan menemui air keruh bekas limbah industri yang
tentunya menjijikkan. Dan yang lebih menakutkan lagi, sepanjang mata kalian
memanang, kalian hanya akan menemui gedung-gedung tinggi dan indusri bertingkat
yang saling berdesakan untuk berdiri. Namun bagi mereka yang berotak jenius, hal ini
bukanlah masalah besar. Mereka dengan mudah bisa menciptakan alat-alat penyaring
air yang super canggih untuk mereka minum. Mereka juga dengan mudah, bisa
menciptakan AC termutakhir yang bisa membersihkan udara sekitar rumah meraka.
Memang sekilas semua telihat mudah dengan teknologi. Tapi percayalah padaku,
Kawan. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada sesuatu yang alami. Apalagi cuaca
di zaman ini, efek dari global warming yang makin menjadi-jadi, terasa sangat panas. 10
gelas es saja takkan cukup untuk memperbaiki rasa gerah tersebut. Hingga suatu hari,
sebuah bencana datang, bencana dimana seluruh sistem mesin dan komputer mati

35
mendadak. Kota modern tahun 2040 lumpuh seketika. Manusianya langsung kehilangan
air bersih dari alat penyaring, manusianya langsung kehilangan udara bersih yang
biasanya mereka dapat dari mesin-mesin Mereka lalu terpaksa untuk menminum air
limbah demi mempertahankan hidup, tapi tentu saja hal itu sama sekali tidak akan
memeperbaiki apapun. mereka juga terpaksa untuk mulai bernafas menggunakan udara
kotor tanpa pembersihan dahulu. Dan, disaat inilah manusia akan sadar, seberapa
pentingnya alam dan pohon untuk mereka. Begitulah. Di titik ini semua manusia mulai
menyesal. Menyesal karena terlalu mengnggap remeh alam dan terlalu memikirkan
teknologi. Menyesal karena sudah membunuh ribuan pohon hanya demi kepentingan
industri mesin canggih.Hai, Kawan. Inilah ceritaku. Kuharap kalian bisa mengerti arti
dari pesanku ini. Satu pesanku, bersahabatlah dengan alam. Karena sebenarnya selama
ini alam sudah menjadikan manusia sebagai sahabatnya. Hanya saja kita tidak
menyadarinya.

Aku menurunkan lembaran kertas berisi cerita bertemakan lingkungan yang baru
saja kubacakan di depan teman-teman OSIS sambil menatap bingung ke arah mereka.
Ekspresi mereka tampak aneh, ditambah lagi mereka jadi diam seribu bahasa setelah
aku selesai menceritakan cerita tersebut.M “Kalian kenapa mendadak diam begini, sih?
Padahal tadi saat aku akan membacakan cerita ini, kalian teriak-teriak protes tidak
terima.” Aku mencoba membuka suara, memecahkan keheningan di ruang OSIS yang
tiba-tiba terbentuk. “Ceritamu seram sekali, Nia. Apakah menurutmu peristiwa itu
benar-benar akan terjadi?” Tanya salah satu temanku. Aku lalu mengangguk pelan. “Ya,
bisa saja. Jika manusia tidak pandai merawat alamnya.” “Eh? Yang benar saja. Aku gak
bisa bayangin gimana jadinya kalau kita minum air limbah.” Kali ini, Rini, si sekretaris
OSIS yang berkomentar Aku tersenyum tipis sambil duduk di hadapan teman-temanku.
Sepertinya aku punya ide untuk membuat mereka sadar kalau selama ini kami juga
sudah mengabaikan lingkungan. Yah, benar. Saat ini aku sedang berusaha menyadarkan
temn-temanku, bahwa selama ini kai sudah menelantarkan lingkungan hijau sekolahku
dengan sia-sia. “Tapi menurutku, Rin, kita semua harus siap-siap untuk segala
kemungkinan seperti yang terjadi di cerita itu.” “jangan menakuti kami, Nia. Itu sama
sekali tidak lucu.” Protes teman-temanku. Aku tertawa pelan, “Hey, bagaimana

36
mungkin aku tak berpikir seperti itu jika keadaan yang kita hadapi seperti ini. Lihat?
Sekarang sampah mulai lagi bertebaran di sekitar kita. Bunga-bunga yang awal tumbuh
dengan indah sekarang kering kerontang. Bahkan, pohon-pohon yang sudah susah
payah ditanam sekolah, tidak ada satupun yang mau merawatnya atau setidaknya hanya
sekedar untuk menjaganya.” Teman-temanku terdiam. Mata mereka menatapku penuh
arti.

“Dan, bukankah kita seharusnya melakukan sesuatu untuk semua itu? Apakah
kita akan diam saja dan hanya menontn lingkungan kumuh seperti ini? come on, guys.
Kita harus melakukan usaha untuk memperbaiki keadaan ini, sebelum semua
terlambat.” Aku menghela nafas sejenak, rasanya ada semangat yang mengalir saat ini
memenuhi ruangan. “Oh? atau kalian mau membiarkan semuanya akan tetap seperti ini
dan suatu hari nanti kita akan beramai-ramai mengirup udara kotor? Kalian tinggal
memilih.” Ruangan itu lagi-lagi diam. Terdengar helaan nafas berat. Sebagian temanku
tampak menunduk entah apa yag saat ini mereka pikirkan. Selama lima menit aku juga
diam, sedikit takut dengan reaksi yang mungkin mereka berikan. Apa mungkin mereka
akan protes dan mengatai aku ini sok piintar? Atau mungkin…

“Maafkan kami, Nia. Karena selama ini kami meremehkan jabatan mu sebagai
seorang seksi kebersihan di sini. Bahkan tadi kami sempat memprotes ketika kau minta
waktu untuk bercerita sedikit pada kami. Kami juga selalu melanggar jadwal piket yang
sudah kau atur. Sekali lagi, maafkan kami.” Mendadak aku merasa senang kuadrat. Aku
sedikit tidak percaya denag respon mereka. “Jangan minta maaf pada ku, Teman.
Sebenarnya selama ini kita telah melakukan kesalahan pada alam. Dan seharusnya
sekarang kita mulai lagi untuk memperbaiki lingkungan kita tercinta ini.” Semua
manusia yang ada di ruangan ini langsung mengangguk setuju. Semuanya tersenyum.
Dan aku juga tersenyum. Ternyata tak sulit untuk membuat mereka menyadari
kesalahan yang telah kami lakukan sebelum ini.

“Dan, hmmm, aku boleh kasih usul satu lagi?”


“Tentu boleh, Nia” jawab mereka kompak.
“Bagaimana kalau kita membuat program yang berhubungan dengan kebersihan setiap

37
kali dua minggu, misalnya gotong royong bersama atau menanam pohon?”
“Tentu, Nia. Jangankan setiap sekali dalam dua minggu, tiap haripun kami mau.”
Ucapan Ketua OSIS barusan disambut tawa oleh seluruh teman-temanku. Walaupun
aku tau dia hanya bercanda, tapi itu cukup untuk membuktikan kalau mereka memang
sudah bersungguh-sungguh menjaga alam, kan? “Kau tau, Nia? Kami gak mau kalau
suatu hari nanti kami akan minum air limbah seperti di cerita mu itu, hanya karena tak
bisa menjaga lingkungan” Aku tertawa lagi sambil bersyukur dalam hati.
Terima kasih.MKarena kalian sudah mau menjaga alam bersamaku. Berhubung kalian
adalah sahabatku, maka aku benar-benar bahagia.
Ah, bukan. Kalian bukan hanya sahabatku, tapi juga menjadi sahabat bumi. Mulai hari
ini. Ayo, Teman. Jangan biarkan sahabat kita telantar. Karena sahabat kita, bumi ini,
juga perlu perhatian.

38
Makna Dibalik Selembar Daun
Oleh : siti mashuliyah

Siang itu, Raskia terlihat sebal. Ia melangkahkan kakinya menuju rumah yang
jaraknya tak jauh dari sekolah. Didampingi sahabat baiknya Tasya, Raskia bejalan
terngopoh-ngopoh dengan wajah cemberut.,“Untuk apa sih, melakukan penelitian itu!”
sahut Raskia kesal seraya menendang sebongkah batu kecil. “Memangnya kenapa Ras?”
tanya Tasya sepulang sekolah. “Pak Dani itu! Tahunya hanya tugas, tugas, dan tugas melulu.
Materinya kapan?” jawab Raskia. “Bukankah dengan adanya tugas wawasan kita bisa lebih
berkembang” tegur Tasya. “Aku tahu, tapi kalau tiap kali pertemuan hanya ada tugas saja lalu
kapan belajarnya!” jawab Raskia dengan wajah cemberut “Yah, mau bagaimana lagi” ujar
Tasya menggelengkan kepala. “Kamu tahu kan, kalau aku ini sangat suka sama pelajaran IPA.
Tapi sejak Pak Dani yang bawain aku jadi enggak suka!” tukasnya.

Raskia memang dikenal sebagai siswa terpandai di kelasnya. Akan tetapi,


sikapnya yang sedikit cerewet terkadang membawa masalah. Baru saja, ia diberi tugas
Pak Dani untuk meneliti selembar daun hijau dan kering. Namun bagi Raskia, penelitian
itu tidaklah berguna. Yang ia inginkan hanyalah proses pembelajaran yang baik antara
guru dan murid. Keesokan harinya, Raskia memulai penelitian di halaman rumah. Ia
mengambil selembar daun hijau dan kering lalu ia dibandingkan. Melihat kedua daun
itu, pikiran Raskia mulai melayang, timbul beberapa pertanyaan dalam hatinya.
Mengapa daun diciptakan dengan warna hijau? Mengapa daun berbeda bentuk?
Mengapa daun harus mengering? Dan apa makna kehidupan yang terkandung dalam
sehelai daun! Pertanyaan itu selalu membebani pikirannya hingga malam larut
menyapa.,Didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, Raskia menanyakan hal tersebut
pada Ibunya. “BU, aku mau tanya. Mengapa daun harus diciptakan dengan warna
hijau?” tanya Raskia membuka pembicaraan. “Daun berwarna hijau akibat kandungan
klorofil di dalamnya. Tapi, daun diciptakan dengan warna hijau karena hijau merupakan
warna yang mendasari kesejukan alam. Rasurullah menyukai warna hijau karena dapat
memberi kesejukan pada mata bila dipandang. Mengingat bahwa daun merupakan salah

39
satu benda terbanyak di bumi, Allah kemudian menciptakan daun dengan warna hijau
agar dapat dipandang oleh setiap manusia. Dengan begitu, mata manusia dapat sejuk
tiap kali memandang daun” jawab sang Ibu.

“Lalu mengapa daun harus berbeda bentuk?” lanjut Raskia.


“Daun berbeda bentuk agar dapat memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Bentuk
daun yang berbeda bergantung pada fungsi daun masing-masing. Misalnya daun
pandang yang sengaja diciptakan dengan bentuk memanjang dan aroma yang khas agar
dapat dikelola manusia menjadi ketupat. Daun pisang yang lebar agar dapat digunakan
sebagai pembungkus makanan. Akan tetapi, bentuk daun yang berbeda juga dapat
dijadikan contoh akan sikap masing-masing setiap umat manusia. Misalnya daun obat-
obatan yang mampu memulihkan penyakit dan menyembuhkan luka, merupakan contoh
akan sikap orang yang suka menolong!” jelas Ibu Raskia. “Lalu mengapa daun harus
mengering?” lanjut Raskia tak henti bertanya. “Daun mengering menandakan bahwa
dirinya sudah tidak berguna lagi. Akan tetapi, meskipun sudah tidak berguna daun
kering tetaplah bermanfaat. Daun yang kering dan jatuh ke tanah akan mengalami
pelapukan lalu hancur dan menjadi pupuk kompas yang akan diserap ooleh tanaman lain
kemudian membawa kesuburan pada tanaman tersebut” jawab sang Ibu.

“Kalau begitu apa makna kehidupan yang terkandung dalam sehelai daun?”
tanya Raskia kembali. “Sebagian besar daun sangat bermanfaat bagi kehidupan.
Misalnya menghasilkan oksigen untuk pernafasan manusia. Namun makna dari sehelai
daun dapat ditinjau dari fungsinya dalam kehidupan manusia. Dengan warna hijau, daun
memberi kesejukan pada alam. Dengan bentuk yang beda, daun memberi banyak
menfaat pada keseharian manusia dan dengan mengering daun dapat memberi
kehidupan yang subur pada tanaman lain. Dengan kata lain, daun memiliki fungsi yang
sangat beragam. Daun diciptakan seolah-olah hanya untuk memberi keikmatan hidup
pada manusia. Daun sangat berfungsi bagi kehidupan. Oleh karena itu, jangan pernah
remehkan tiap helai dari daun. Daun selalu memberi manfaat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Karena itu, Ibu sarankan jadilah seperti daun yang tetap
bermanfaat bagi orang lain. Karena perbuatan seseorang yang terbaik adalah yang
bermanfaat bagi orang lain. Karena itu, jadilah orang yang tetap bermanfaat dan

40
hargailah usaha orang lain yang sudah bekerja keras hanya untuk menjadi insan
bermanfaat. Berusahalah untuk tetap membentuk kepribadian baik, jujur, serta tetap
bermanfaat. Jika bukan saat ini, mungkin besok atau di masa depan” jawab sang Ibu
panjang lebar menjelaskan. “Menghargai usaha orang lain!, jadi orang yang bermanfaat
saat ini besok atau masa depan?” ujar Raskia berfikir.

Mendengar jawaban Ibunya, Raskia teringat akan Pak Dani. Ia berfikir, bahwa
mungkin selama ini Pak Dani terus berusaha agar dapat memberi manfaat bagi
muridnya. Akan tetapi, Pak Dani memilih metode pembelajaran yang sedikit rumit
dengan selalu memberi tugas sesering mungkin karena menurut sudut padangnya proses
pembelajaran itu sangatlah bermanfaat. Sama halnya dengan bentuk daun yang berbeda,
tiap orang juga memiliki sudut pandang yang berbeda bergantung pada pola pemikiran
masing-masing.Raskia kemudian mengambil kesimpulan, mungkin saja saat ini manfaat
dari proses pembelajran Pak Dani belum terasa. Namun bagaimana di masa depan
nanti? Pembelajarannya mungkin akan membawa manfaat di suatu hari atau di suatu
tempat nanti. Sejak saat itu, Raskia kemudian mencoba untuk tidak memberi banyak
kritikan dan ejekan akan metode pembelajaran yang diterapkan Pak Dani. Ia mencoba
untuk bisa bergaul dan berkomunikasi yang baik dengan Pak Dani. Selain itu, ia juga
berusaha untuk dapat menjadi siswa yang bermanfaat bagi Guru dan sekolah. Juga
teman yang bermanfaat bagi sahabatnya dan sebagai generasi muda yang bermanfaat
untuk negeri tercinta di masa depan kelak.

41
Bertahan Untuk Hidup
Oleh :Dimas Misbachul Ichsan

Klamono, Irian Barat. 17 Mei 1962. “Muis, berapa orang yang sudah berkumpul
di sini?” “Dihitung dengan anda dan saya, semuanya 15 orang, Komandan!”
“Keparat!!!” Letnan Manuhua membanting ranselnya ke tanah. Ia menatap ke langit,
masih hitam. Berarti pagi belum datang. “Sekarang gimana, Ndan?,” Angkow
menghampiri sang letnan serta membopong Yatno. Tangan kiri Yatno terkilir akibat
menjatuhkan diri dari tingginya pohon pinus di tanah Irian ini. Yang lainnya bersama-
sama memindahkan mayat-mayat prajurit yang tersebar lalu dikumpulkan di satu
tempat. Mereka semua tewas karena jatuh dari ketinggian pohon pinus disana, yaitu 50
meter. Padahal mereka sudah dibekali tali masing-masing 30 meter. “Kita istirahat dulu
disini, sambil atur strategi.” Manuhua duduk di samping ranselnya, lalu mengambil
botol minumnya. Prajurit-prajuritnya mendekati, lalu duduk melingkar. 50 prajurit yang
terjun dari Hercules, hanya mereka yang bertahan. Mereka adalah salah satu Pasukan
Gerak Tjepat Angkatan Udara Republik Indonesia yang tergabung dalam misi Operasi
Serigala. Misi utama mereka adalah infiltrasi ke daerah pertahanan Belanda di Irian
Barat, lalu melakukan sabotase untuk melemahkan kekuatan Belanda disana. Tetapi
dengan keadaan prajurit serta jumlah mereka sekarang, misi tersebut tampak mustahil.

“Baik, kita bagi dua tim. Tim satu akan melakukan misi sabotase, sisanya stand
by di sini, tunggu perintah dari saya.” Letnan tersebut berdiri dan mengambil ranselnya.
“Kopral Muis, kau jadi tangan kanan saya. Sutarmono, Angkow, Hamid, Kusaeri,
Yatno, Bun, Sugik, dan Umar, kalian jadi pengawal.” Tiba-tiba suara pesawat datang
memecah langit di atas mereka. Suara pesawat tersebut sangat menggelegar di telinga mereka
pertanda benda tersebut terbang rendah. “Merunduk!!!” Serentak mereka semua tiarap.
Sepertinya Belanda telah mengetahui keberadaan mereka. Itu pesawat Belanda,” bisik Si
Angkow. “Baik, kita berangkat sekarang,” perintah Letnan Manuhua. Tim satu langsung
bergerak menuju arah Timur. “Komandan! Sepertinya akan malam. Dimana kita akan
beristirahat hari ini?” Yatno mengusap peluh di keningnya. Berhari-hari mereka berjalan dan

42
hingga kini tak pernah sampai ke tujuan. “Hhhh, jangan sampai kita tidur di rawa-rawa lagi.
Hampir saja darahku habis dimakan lintah,” keluh Angkow setengah berbisik. Hamid tersenyum
sambil meraba-raba senapannya. “Kow, tak usah banyak cakap! Aku sikut hidungmu, baru tahu
rasa kau!” Gelak para prajurit memecah kesunyian belantara Irian.

Sutarmono yang sejak tadi memandu arah pasukan itu terkejut dan langsung
memberhentikan langkahnya. Sontak Sang Letnan dan seluruh prajurit kaget dan
berhenti mendadak. “Diam!” perintah Sutarmono. Letnan Manuhua melihat ke arah
pandangan Sutarmono dan menyadari bahwa ada gerbang berbentuk gapura kecil
disana. Sepertinya ada sebuah desa. “Buka mata kalian lebar-lebar. Kita akan masuk ke
sana. Ingat! Mereka warga sipil. Jangan sampai kalian membunuh mereka.”
Perintah letnan tersebut dibalas dengan anggukan para prajuritnya. Pasukan kecil itu
masuk ke desa tersebut. Desa tersebut berisi sebuah gereja dan beberapa rumah
penduduk. Desa itu tampak sepi. Mungkin karena hari sudah malam. Pasukan itu
sampai di pinggir desa dan menemukan sebuah gubuk yang cukup untuk menampung
mereka. “Kita istirahat disini,” perintah Letnan Manuhua. Mereka menaruh ransel-
ranselnya dan mengambil perbekalan makanan masing-masing. “Komandan, ini
makanan terakhir kita. Sekarang bagaimana?” kata Muis sambil memakan sisa
makanannya kemarin. Letnan itu menatap Muis, lalu melayangkan pandangannya ke
desa tersebut. “Besok kita akan minta sedikit makanan ke warga desa, atau kita membeli
makanan dari mereka dengan uang Gulden kita.” Prajurit-prajurit itu mengangguk.
“Apapun caranya, kita harus bertahan. Demi wilayah ini bisa bergabung dengan
Indonesia.”

Matahari belum terbit, namun mereka mulai bersiap melanjutkan perjalanan.


Lalu, seorang penduduk desa mendatangi mereka. Manuhua menghampiri penduduk
tersebut. Letnan itu tampak bercakap-cakap dengan bahasa yang tidak diketahui oleh
pasukannya sendiri. Penduduk desa itu sangat ramah, dan tampak menawarkan sesuatu.
Manuhua menghampiri prajuritnya yang masih menunggu di gubuk bersama penduduk
tersebut. “Kita akan pindah tempat. Kata penduduk ini ada tempat yang lebih aman.”
Mereka diarahkan ke sebuah gubuk di sisi lain desa tersebut lalu disuguhi beberapa sisir
pisang dan sagu. Penduduk desa tadi meninggalkan mereka. Sutarmono curiga dengan

43
gelagat penduduk desa tadi. Ia berpikir, penduduk itu terlalu baik terhadapnya. Lantas ia
mendengar suara gemerincing. Lewat celah dinding, dia melihat beberapa serdadu
Belanda mendekat. Benar saja. Ini jebakan. “Keluar dari sini!!!” Sutarmono melompat
ke luar dari tempat itu dan meraih senapan G3-nya. Teman-temannya kaget, namun
respon mereka terlalu lambat. Dddrrr dddrr dddrrr drrr!!! Pasukan Belanda
memberondong gubuk itu dengan ratusan peluru. Peluru-peluru itu ibarat air yang
disemprotkan deras dari selang. “Aaaaaaaa!!!” Muis berteriak kesakitan. Yanto telah
tewas, peluru bersarang di kepalanya. Sutarmono berhasil menyelamatkan diri dan
bersembunyi di lubang sebelah gubuk tersebut. Ada dua tentara Belanda
memberondong gubuk dengan Machine Gun. Dibidiknya dua Belanda itu.

Dor! Dor! Kepala mereka ditembus peluru 7,62 mm dari G3 miliknya.


Sutarmono melihat seorang Belanda lainnya di dekatnya. Rentetan peluru ditembakkan.
Tentara itu tewas. Kemudian Sutarmono merayap mengambil Machine Gun itu, lantas
kembali ke lubang. Ia menembakkan senjatanya ke arah sekompi pasukan Belanda yang
berjalan menuju gubuk itu. Pasukan tersebut kocar-kacir, kebingungan mencari asal
tembakan itu. “Mati kau, bajingan!!! Pulanglah!!!” Pelurunya hampir habis. Ia
menghentikan tembakan. Sutarmono masuk ke gubuk dan melihat komandannya
sekarat. Kepala letnan tersebut disandarkan ke kaki Sutarmono. Sutarmono melihat
seluruh rekannya telah tewas. Tiba-tiba bajunya ditarik Manuhua. “Pergilah!!! Temui
yang lainnya! Jangan mati!!!” Sutarmono goyah, berat hati ia meninggalkannya. Ia
meninggalkan tempat itu. “Merdeka!!!” teriakan Manuhua disusul dengan ratusan
tembakan lagi yang mengarah ke gubuk itu. Sutarmono masuk ke hutan, melihat dari
kejauhan ketika serdadu Belanda masuk ke gubuk itu. Ia mendengar derap kaki
sekumpulan orang. Jangan-jangan Belanda. Ia tiarap lalu menutupi tubuhnya dengan
tanah dan daun-daunan. Ternyata memang pasukan Belanda yang berjalan tepat di
sampingnya. Ia tak ketahuan. Setelah dirasa aman, Sutarmono bangkit.

44
Takut Melangkah
Oleh : Muhammad khairul haafizhin

Pagi yang malang. Di saat manusia lemah itu menyeruput kopi pahitnya dengan
perasaan bimbang. Sudah lama dia tidak merasakan getaran yang dia rasakan saat ini.
Getaran yang membuatnya seperti berada dalam posisi di tengah kesedihan atau
kebahagian. Dia ragu, dia rapuh, dia merasa hal ini tidak seharusnya terjadi untuk
seorang laki-laki berumur dua puluh satu tahun. “Harusnya aku tidak terbawa suasana.”
Gumamnya sambil terus memaki dirinya sendiri. Pagi yang malang. Di saat manusia
lemah itu ragu mengambil langkah hanya karena percaya omong kosong yang
diciptakannya sendiri. Asumsi-asumsi kotor menggerayangi langkahnya untuk
mengambil perubahan dalam hidup. Terbawa. Terseret. Tidak tahu harus kembali atau
lanjut melangkah. Dia mengerti kondisi di mana ketika dia kembali dia hanya akan
menjadi seorang pengecut, tapi ketika dia melangkah dia akan tersungkur. Pilihan sulit
untuk seorang manusia lemah. Dan manusia lemah itu adalah aku. Eyun.

Cinta. Ini tentang cinta. Aku telah terperangkap dalam satu hubungan yang lebih
dikenal dengan sebuatan PDKT. Sebenarnya bukan hal baru untukku. Tapi ini adalah
hal yang sudah sekian lama aku tinggalkan sehingga aku menjadi tidak terlalu pandai
bermain hal semacam cinta itu. Masalah berawal sejak semua baru dimulai satu bulan
yang lalu. Aku bertemu dengan seorang wanita yang cukup cantik, tidak tinggi, dan
lumayan asik. Namanya Aily. Waktu itu aku sedang berada dalam perjalanan menuju
Bali untuk kembali kuliah. Aku menyebrang dari Lombok ke Bali dengan kapal laut,
melintasi Selat Bali yang jauh. Di kapal laut yang entah aku tak tau namanya itu kami
bertemu untuk pertama kali. Di pojok kiri dekat penyimpanan pelampung di tempat
duduk lesehan untuk penumpang aku melihatnya duduk sendiri. Bukan modus, bukan
apapun, waktu itu hanya naluri lelakiku yang bekerja sehingga aku langsung
menghampirinya dan duduk tepat di sebelahnya. “Kosong?” Tanyaku sambil berharap
kalau itu kosong. “Oh, iya, silahkan!” Oh, man. Ternyata suara dan senyumnya
kongruen. Manis. Aku duduk dengan santai di sebelahnya. Tidak ada percakapan

45
apapun sampai beberapa menit kapal berlalu meninggalkan pelabuhan. Situasi adalah
hal yang paling faham kondisi saat itu. Realita bahwa aku tidak akan memulai
percakapan karena aku sudah lama menjomblo dan realita bahwa dia tidak akan
memulai percakapan karena dia berfikir kalau aku copet. Aku hanya terdiam,
membiarkan semua berlalu.

Tapi entah keberuntungan atau apa, tapi waktu itu adalah pertama kalinya aku
bersyukur Selat Bali sedang memiliki arus yang tidak baik. Kapal kami bergoyang
seperti biduan dangdut yang membuat semua orang di dalam kapal mengingat Tuhan.
Semua orang panik karena takut kapal itu akan terbalik dan tenggelam. Tidak terkecuali
wanita cantik di sebelahku. Saat itu aku tidak khawatir sama sekali karena aku biasa di
laut dan aku berfikir kalau kapal ini tenggelam aku masih bisa selamat. Tapi dia takut
setengah mati dan akhirnya menyapaku dengan suara lirih dan agak gemetaran. “Mas.
Aku boleh pinjam pahanya untuk tiduran. Aku pusing.”
Fix. Waktu itu dunia berhenti berputar. Aku hanya bisa menjawab dengan mengangguk
dan tersenyum. Tidak bisa. Tidak bisa aku berkata “ya” sekalipun karena aku terlalu
bahagia. Hatiku meronta dan memaksaku untuk melakukan selebrasi tapi aku masih bisa
menahan dan memang harus kutahan. Sulit dijelaskan namun waktu itu kondisi yang
paling memahami situasi. Di sana. Saat kepalanya di pangkuanku kami mulai cair.
Berkenalan dan bercerita banyak hal sampai kami tidak meraskan kalau beberapa menit
lagi kapal kami sandar di pelabuhan Padang Bai, Bali. Saat itu juga aku percaya cinta
bisa mengalahkan badai sekalipun. Arus mulai tenang, semua orang bersiap untuk turun
dari kapal dan dia pun mengangkat kepalanya dari pahaku. Ah. Sial.

Kami berpisah di pelabuhan karena aku menggunakan motor dan dia


menggunakan bus. Kami berpisah dengan sebuah kenang-kenangan seperti nomer
handphone dan sedikit foto selfie. Di saat itulah kami mulai dekat sampai saat ini. Dan
sekarang. Pagi yang malang. Aku harus menerima kenyataan bahwa aku hanyalah
manusia lemah yang tidak berani menyatakan cinta hanya karena aku takut kalau dia
tidak merasakan hal yang sama. Padahal mengingat awal pertemuan kami, bisa dibilang
menarik dan penuh keromantisan. “Bagaimana dia tidak merasakan hal yang sama kalau
badai saja sudah kalian lewati berdua?” Kata sosok pemberani dalam hatiku.

46
“Tapi bagaimana kalau dia sudah punya pacar?” Kata sosok pesimis dalam hatiku.
“Ayolah, coba aja dulu. Kita tidak akan tahu sebelum coba.” Kata si pemberani lagi.
Fix. Aku gila karena cinta dan sisi pemberaniku menang. Aku masih bingung. Sering
aku meminta pendapat ke teman-temanku tentang hal ini dan semuanya pasti menjawab
“udah, tembak aja” seolah-olah menembak hanya butuh persiapan kata-kata saja.
Karena menurutku menyatakan cinta kepada seseorang adalah hal yang membutuhkan
persiapan yang harus sangat matang. Tidak bisa semudah membalik telapak tangan.
Cinta adalah sesuatu yang sakral menurutku. Sulitnya cinta akan berbanding lurus
dengan lamanya kalian tidak mengenalnya. Semakin lama kalian tidak mengenal cinta,
semakin lama juga cinta akan mengenal kalian ketika merasakannya. Itu sebabnya aku
takut, ragu, dan bimbang.

Namun. Kali ini aku harus mencoba untuk menyatakan. Apapun hasilnya adalah
kehendak Tuhan dan cinta itu sendiri. Aku tidak boleh mengecewakan sisi pemberaniku
yang sudah menang. Aku harus menyatakannya. Tekadku sudah bulat dan matang
sematang telur dadar. Aku memberi semangat kepada diriku kemudian menelponnya.

“Halo. Aily.” Aku takut. “Iya, Yun. Ada apa?”


“Aku mau ngomong kalau aku suka kamu, kamu mau gak jadi pacarku?” Aku tidak
mau berbasa-basi, karena basa-basi akan memperburuk keadaan.
“Mmm, Eyun. Aku minta maaf sebelumnya. Jujur aku juga suka sama kamu, tapi…
Aku sudah punya pacar dan aku ga mungkin ninggalin dia. Kita…” Belum sempat dia
menyelesaikan pembicaraannya aku langsung mematikan telepon itu. Ya. Benar sekali.
Selamat. Aku ditolak.

Pagi yang benar-benar malang. Menolak dengan alasan sudah punya pacar
menurutku adalah tindakan tidak terpuji. Aku merasa sedikit sakit hati dengan hal itu.
Tapi setidaknya aku sudah berani mengatakan dan aku sudah berani mengambil
keputusan yang optimis untuk melangkah maju. Intinya adalah seperti itu. Walaupun
tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan, setidaknya aku sudah berhasil menaklukan
diriku dan mengenal cinta. Setidaknya sekarang aku sudah bebas dari belenggu

47
keraguan. Setidaknya sekarang aku bisa meminum kopi pahitku dengan tenang.
Setidaknya aku tidak lagi takut melangkah.

48
Kotak Pensil Misterius
Oleh : Zahra rizqy charissa hutama
Tavita meninggal. Gadis ramah berambut kepang satu itu tak dapat bertahan dari
penyakit thalasemia yang dideritanya. Teman teman sekelasnya di SD Pelita sedih.
Tavita alias Tavita Maharani, memang terkenal baik hati dan tidak pelit. Dua minggu
berlalu dan kelas 5 sudah berkegiatan seperti biasa. Fafa, yang dulu sebangku dengan
Tavita, kini sudah asyik duduk dengan Vania. Wajah wajah mutung kini sudah tak
tampak lagi. Tetapi, masih sering ada yang nangis diam diam. Pagi itu, Fafa masuk
kelas seperti biasa. Tiba tiba… Ia terpekik melihat mejanya tergeletak sebuah kotak
pensil warna biru. Wajah Fafa memucat, memperhatikan kotak pensil bergambar frozen
itu. Di bangku, belum ada tas Vania. Fafa menoleh ke kiri dan ke kanan, bingung.
“Kenapa Fa?” tanya Vayla yang melihat tingkah Fafa. “Ituuuu..!” bisik Fafa sambil
menunjuk ke mejanya. Vayla mengernyitkan kening, berpikir dan membelalak.
“Kotak pensil Tavita!” pekik Vayla. “Iya, kenapa bisa ada di situ!” spontan Fafa
mundur lalu memeluk Vayla. “Ada apa ini?” teman teman berdatangan. Setelah tahu
soalnya, mereka sama sama ketakutan melihat kotak pensil itu.
“Aku buka ya?” tanya Varez mengulurkan tangan. “Iya, buka aja Rez!” bisik
Vania. Ia juga ketakutan. Apalagi ia duduk di bangku Tavita. Mungkin sebaiknya ia
pindah ke bangku lamanya. Pelan pelan, Varez membuka kotak pensil itu. Di dalam,
terdapat benda benda kesayangan Tavita. “Benda benda yang selalu dibawa Tavita”
bisik Varez. Fafa mengintip “Barang kesayangan Tavita!” bisik Fafa lemas.
Bu Cici, wali kelas 5, sudah mendapat penjelasan dari Varez, sang ketua kelas.
Beliau duduk di meja guru bersama kotak pensil Tavita yang terbuka. Bu Cici menghela
nafas panjang, memandang satu persatu wajah muridnya. “Sekali lagi ibu tanya, siapa
yang membawa kotak pensil ini?” bu Cici bertanya pelan. Tidak ada yang menyahut.
“Apa mungkin si.. Tavita sendiri yang datang bu” suara Vayla memecah keheningan.
Anak anak langsung riuh seperti lebah berdengung. “Hantu itu gak ada!” bantah Varez
dengan suara pelan, tetapi, otaknya berputar memikirkan berbagai kemungkinan. “Benar
kata Varez, anak anak hantu itu tidak ada. Jelas kotak ini dibawa oleh seseorang. Ibu
beri waktu sampai jam pulang. Tolong mengaku saja yang sudah membawa kotak pensil

49
ini. Beri penjelasan pada ibu dan ibu tidak akan marah” “Maksud bu Cici, salah satu di
antara kita sengaja melakukannya?” bisik Chika pada Varez. Sang ketua kelas hanya
mengangguk. “Tetapi, apa tujuannya?” lanjut Chika. “Entahlah, nanti kita pikirkan sama
sama!” ucap Varez. Sampai jam pulang sekolah, tidak ada yang mengaku membawa
kotak pensil itu.
Dan keesokan harinya, kotak pensil yang sama ada di atas meja Fafa lagi. Dan
lebih parahnya, Fafa menjadi pingsan. Keadaan pun menjadi heboh. Kelihatannya bu
Cici marah sekali. Tetapi beliau tidak mengatakan apa apa karena sibuk mengurusi Fafa
di ruang kesehatan. Anak anak sibuk bercakap cakap membahas kejadian itu. “Kok bisa
ada lagi? Isinya malah jepit rambut dan barang kesayangan si Tavita. Aku pernah
melihat si Tavita bawa barang itu dan jepit rambut persis seperti itu” ucap Chika.
“Benar. Ku pernah meminjam jepit rambut dan barang itu dari Tavita” timpal Vayla.
“Padahal kotak pensil yang berisi barang kesayangan Tavita kemarin disimpan bu Cici”
gumam Varez. “Berarti si pelaku sengaja membeli kotak pensil yang sama dengan
Tavita” cetus Chika. “Pernah lihat toko yang menjual kotak pensil itu nggak?” tanya
Varez. Vayla menggeleng ragu. Chika mengangkat bahu. Varez berpikir keras hingga
alisnya menyatu di kening.

Hari ketiga, tidak ada peristiwa itu lagi. Hari ke empat, kotak pensil itu kembali
lagi membuat kelas 5 ribut. Kali ini, Varez berhasil menenangkan Fafa. Bu Cici duduk
diam karena Varez sudah meminta waktu untuk berbicara. “Bu Cici dan teman teman
semua. Kotak pensil Tavita kembali lagi. Kali ini, isinya Jam tangan Tavita dan alat
tulis berlogo Tavita. Tetapi aku dan Chika sudah tau bahwa pemilik kotak ini bukanlah
Tavita. Melanikan.. Vayla.” kata Varez. Seluruh siswa terperanjat. Lebih lebih Vayla.
“Ka.. kamu.. jangan asal menuduh dong!” teriak Vayla dengan wajah memucat.
“Selama dua hari ini, aku dan Chika sudah menyelidiki. Kami bertanya pada pak Ardi,
satpam sekolah, tentang siswa yang belakangan ini, masuk pagi pagi sekali. Lalu,
kemarin dan hari ini, aku dan Chika bersembunyi di balik lemari, menunggu si
pembawa kotak pensil beraksi lagi. Dan hari ini, kami berhasil memotret Vayla yang
sedang beraksi.” Kata Varez sambil menunjukkan foto di ponselnya. Vayla terbelalak,
lalu menangis terisak isak. Pengakuan terlontar dari mulutnya. “Aku ingat Tavita, ia

50
selalu baik. Kalian sering mengejekku. Tetapi Tavita enggak pernah begitu. Dua
minggu ini aku masih merindukan Tavita. Sementara kalian sepertinya memganggap
Tavita tak ada. Terutama kamu Fafa, kamu malah cepat sekali melupakan Tavita dan
asyik bermain dengan Vania.” Vayla terisak isak.
Bu Cici mendekatinya, lalu memeluknya. Teman teman Vayla juga mendekat.
“Aku juga rindu Tavita, Vayla,” isak Fafa. “Aku enggak pernah bisa melupakan
Tavita,” “Tidak ada yang lupa pada Tavita. Tavita akan ada di hati kita semua.” ucap Bu
Cici. Bu Cici memeluk murid muridnya yang terbawa akan kenangan Tavita. Misteri
kotak pensil Tavita sudah terpecahkan. Perbuatan Vayla sudah dimaafkan. Dan teman
temannya berjanji takkan mengejeknya lagi.

51
Ketika Membuka Mata
Oleh : Dwianeif
Ketika ku tau bahwa takdir tidak sepihak dengan jalan pikirku, saat dimana
sebuah harapan yang kadang hanya menjadi angan-angan. Kini ku tau bahwa hidupku
dimulai dari menutup mata dan kembali dengan mata terbuka dan berharap semua ini
nyata…
“Risti, tunggu!! Kau ini selalu saja meninggalkan temanmu ini. Dasar!!”, seru teman di
belakangku.
“Kamu, saja yang dari tadi lelet!”, jawabku membetak.
“Ya iyalah, emang tadi nggak lihat Ris?”, tanyanya lagi padaku.
“Liat apa sih?”, tanyaku geram.
“Itu tuh cowok pindahan di sekolah kita?”, jawabnya kembali.
“Hh, sorry gue nggak sempet liat Sit, gue buru-buru. O ya gue ingatin ya semua cowok
itu sama, nggak ada yang beda!!”, jawabku sambil berhenti sejenak lalu pergi
meninggalkan temanku itu.

Semester 1 telah berlalu kini aku sibuk dengan tugas-tugas yang telah
menumpuk beberapa hari kemarin. Entah ada apa siswa-siswa perempuan di kelasku,
mendengar bahwa ada siswa baru di kelas sebelah mereka lari pergi melihatnya, katanya
sih cowok. Bagaikan kerbau terbirit-birit berebutan makanannya. Tapi hanya aku aja
yang tak tertarik sama sekali, menurutku itu hanya membuang-buang waktu untuk
persiapan Tes semester 2. Saat aku sedang menuju perpustakaan untuk meminjam
beberapa buku untuk belajar, Bu Umi memanggilku dari belakang.
“Risti!! Tunggu dulu nak ibu ingin bicara”, teriak Bu Umi memanggilku.
“Iya Bu”, jawabku sambil berhenti melangkahkan kaki.
“Begini nak Risti, saya hanya menegur, sudah 1 minggu nak Risti belum membayar
uang SPP, kalau boleh tau kapan nak Risti membayarnya?”, tanya Bu Umi padaku, aku
pun terkejut, aku bahkan lupa kalau aku belum membayar uang SPP “Maaf Bu, pasti
akan segera saya lunasi uang SPPnya”, jawabku dengan lembut “Baiklah nak Risti, saya

52
pergi dulu ya”, jawabnya kembali sambil berpaling meninggalkanku. Aku pun juga
pergi menuju perpustakaan.

Malam ini aku merenungkan sebuah impianku yang kadang aku ragu dengan
impianku sendiri, Apakah akau dapat mewujudkannya? Apakah aku mampu? Ataukah
itu hanyalah angan-angan?. Tapi saat kutau bahwa mimpiku tidak akan terwujud dengan
keadaanku sekarang ini, aku pun memikirkan hal lain, hal yang mungkin akan terwujud
dan salah satunya adalah “BELAJAR DENGAN GIAT”. Satu minggu telah berlalu Tes
semester 2 telah terlewati, hari ini adalah di mana semua nilai siswa ditempel di papan
pengumuman. Aku pun yang tidak sabar dengan hasil nilaiku, berjalan bersama Siti
temanku menuju lobi. Aku yang tak sabar dengan hasil nilaiku, aku harus mendesak-
desak yang lainnya. Dan apa hasilnya? Sungguh tak percaya aku peringkat no. 2 untuk
juara umum dan 1 untuk juara kelas. Tandanya aku tak perlu lagi memikirkan uang SPP
karena aku akan mendapatkan beasiswa, artinya sekolah gratis. Tanpa sadar akupun
berteriak di depan semua siswa-siswa yang lain. Hingga semua siswa mengarah padaku,
Siti pun membungkam mulutku dengan tangannya, sungguh benar-benar tak percaya.
Mimpiku terwujud dengan sekali ucapan. MIMPIKU TERWUJUD HANYA DENGAN
MEMBUKA MATA, DAN TANPA SADAR MIMPIKU TELAH TERWUJUD.
Segala mimpi akan terwujud, jika kau berusaha mimpiku juga sederhana hanya
ingin sukses, dan jika kau mengerti “MIMPIMU BENAR-BENAR TERWUJUD
DENGAN MENUTUP MATA DAN BERHARAP SAAT KAU MEMBUKANYA
KEMBALI MIMPI-MIMPIMU TELAH DI DEPAN MATA”.

53
Hidup Ini Jangan Berhenti
OLEH : Elok Puteri Nalendra Sari
Assalamualaikum ukhti cantik, semoga kalian selalu berada dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.. Aku ingin sedikit berbagi cerita hijrahku. ini terjadi beberapa
tahun yang lalu, ketika hati dipatahkan sepatah-sepatahnya oleh si dia kaum Adam. Ya..
Aku pernah terserang virus itu, virus merah jambu yang membuatku terjerat pada suatu
ikatan, ikatan yang tidak halal “PACARAN”, ketika itu aku masih kelas X SMK, seperti
remaja pada umumnya akupun masih haus perhatian, ingin memiliki teman hati yang
selalu menyemangati. Sampai akhirnya aku bertemu dia, salah satu dari junior ekskulku.
Berawal dari sebuah pertemanan, meskipun begitu aku tidak terlalu mengenalnya,
bahkan akrab pun tidak mungkin karena aku tidak terlalu menganggap dia. Sampai
suatu ketika, ada tugas yang hanya bisa dikerjakan bersamanya. Bermula dari itulah,
entah kenapa setiap ada tugas aku selalu berkerjasama dengannya. Aku pun tidak
keberatan karena dia juniorku, pasti lebih mudah mengatur waktu mengerjakannya
pikirku. Bermula dari itulah kedekatan kita, dari yang gak pernah akrab jadi lebih akrab,
dari yang dibahas hanya tugas lebih sering curhat tentang perasaan, kebetulan waktu itu
aku dan dia sama sama sedang jomblo. Karena merasa senasib, curhatan tentang
“seorang jomblo” itu menjadi nyaman, nyambung, bahkan dia yang awalnya nggak
pernah SMS pun setiap malam tidak pernah absen meskipun hanya sekedar menanyakan
“lagi apa?”.

Hari demi hari kedekatan itu benar benar terasa, rasa nyaman itu muncul, cemas
kerap menghampiriku ketika tak ada satupun kabar darinya. Ah.. Perasaan apa ini?
Berdegup tak terkontrol setiap dekat dengannya, terbang tak karuan sebab perhatiannya.
Memang, ketika itu bukan pertama kalinya aku jatuh cinta, tapi waktu itu aku merasa
baru pertama kali dibuat terbang seperti itu. Jangan tanya lagi perasaanku, bohong
sekali jika aku tak ingin hubungan ini lebih. Sampai akhirnya apa yang aku harapkan
benar benar nyata, dia mengungkapkan perasaannya dan saat itulah aku terjebak dalam
rasa yang benar benar salah. Dalam ikatan yang Allah sangat membencinya. Tapi ketika
itu, sebagai wanita biasa yang hanya mengandalkan perasaan aku bisa apa? Selain

54
membuka pintu hatiku lebar lebar untuk tamu yang sudah aku harapkan sejak lama.
Betapa bahagianya aku waktu itu, dia meminjamiku sayap untuk terbang setinggi-
tingginya. Setiap waktu, kapanpun itu dia selalu menemaniku. Bagaimana tidak? Ketika
itu aku sudah sangat yakin bahwa dia memang yang Allah kirimkan untukku, bahkan
dia pun sudah begitu akrab dengan orang tuaku begitupun juga aku. Ah.. Tapi nyatanya
hubungan ini hanya bertahan dua tahun. Iya .. Dua tahun. Bagaimana aku sangat tidak
terpukul? Ketika pagi itu.. ketika aku bangun dari tidur, aku menerima sms yang inti
dari pesan itu adalah dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita. Alasannya
adalah karena dia masih belum bisa melupakan mantannya.. ah.. Tidak masuk akal
memang. Sudah menjalani hubungan denganku 2 tahun, tapi kenapa dia masih belum
bisa melupakan mantan pacarnya, sampai pada akhirnya aku dijatuhkan sejatuh
jatuhnya karena alasan itu.

Bayangkan betapa pilunya aku waktu itu. Apa arti dua tahun ini? Hanya karena
alasan itu dia segitu mudahnya pergi? Atau memang ada alasan lain? Begitu banyak
pertanyaan di pikiranku, iya.. Dia pergi bahkan tidak ada kata kata terakhir yang dia
ucapkan. Sungguh, ketika itu seakan hidupku berakhir, bagaimana aku bisa tanpa dia?
Aku belum terbiasa tanpa dia. Bagaimana tidak? Dua tahun itu tidak ada waktu yang
kita lewatkan berdua. Berhari hari aku sangat terpuruk, sampai akhirnya banyak Hal hal
yang menamparku keras. Bahwa hidup bukan hanya masalah tentang cinta. Umurku
Berapa? Iya.. Masih sangat belia memikirkan tentang itu. Kembali aku meraba, sudah
berapa lama aku melupakan Allahku yang bahkan sedetikpun tak pernah melupakanku.
Sholat hanya sekedar penggugur kewajiban, waktuku lebih banyak kuhabiskan
dengannya daripada memikirkan dosa yang sudah banyak kutumpuk. Pacaran sehat? Ah
tidak ada istilah pacaran sehat, meskipun hari harinya diwarnai dengan saling
mengingatkan sholat. Tapi nyatanya tetap menjerumus kepada kemaksiatan. Aku
semakin sadar, bahwa cinta yang tak pernah meninggalkan adalah cinta Rabbku.
Pengharapan yang tak mengecewakan hanya berharap kepada Rabbku. Aku mulai
menata hatiku, memantaskan diri untuk mengejar cita citaku. Karena aku percaya tulang
rusuk itu tidak akan salah kemana dia harus kembali. Sekian.

55
Berharga
Oleh : Maulana Ikhsan Habibie
Dan terjadi lagi, kisah kamvret yang terulang kembali. Akhirnya gua cuma bisa
menuliskannya di laptop butut ini. Jam menunjukkan pukul 15.34 waktu Martapura dan
sekitarnya. Mungkin ortu udah landing di Balikpapan. Seharusnya tadi pagi gua ke
kampung dulu, tapi gua bangun kesiangan, mana gak enak badan lagi. Gua masih
pengen maen ama adek-adek gua. Yah mau gimana lagi, gua emang sengaja balik ke
kos sehari sebelum ortu pulang ke kaltara karena kalo gua pulang sebelum mereka ke
bandara rasanya tu cyedih banget, tapi kalo gua pulang setelahnya yah berat juga,
soalnya suasana rumah kakek langsung berubah seketika, sepi. Boom!!. Setiap tahun
selalu ada momen perpisahan, gua paling gondok ama yang namanya perpisahan. Gua
ngerasa 11 hari yang lalu gak gua manfaatin semaksimal mungkin. Yap, 11 hari
berliburnya ortu dan adek-adek gua, mereka dateng ke kalsel sejak 1 juli.

Andai aja gua bisa kembali ke 1 juli, meski hari itu…, Sabtu, 1 juli 2017, pukul
12.15, gua udah berkemas dan siap-siap ke kampung. Gua panasin dah motor gua. Di
perjalanan gua awalnya hepi-hepi aja, namun hepi gua saat itu pecah saat masuk jalan
raya, entah kenapa macet banget, gua baru inget hari itu puncak arus balik lebaran.
Memasuki kawasan perkampungan, makin macet guys, otomatis jalur dialihkan, gaswat
banget mana gua gak hapal banyak jalan lagi. Ya gua ikutin aja deh orang-orang,
awalnya gua yakin mereka satu jalur ama gua, tembus sana tembus sini akhirnya tembus
kampung 1. Ternyata eh ternyata kampung 1 juga macet, jalur satu-satunya juga
dialihkan, gua muter lagi lewat jalan pinggir sawah. Diliputi rasa naif dan kepo akan
jalanan, karena gua bukan anak jalanan, gua masih buntutin ibu-ibu di depan gua. Tak
henti-hentinya gua berdoa, “semoga gak kesasar”. Hampir 20 menit berlalu. Gua
melewati banyak sawah dan perumahan kayu ulin. Lama kelamaan kok ada yang aneh,
gua masuk jalanan bercabang, belok sana belok sini, masuk kebun, pinggir hutan,
irigasi. Gua mulai panik. Demi keverawanan meme verih setebal tembok titan, gua
nyasar!. Akhirnya gua coba lurus, tempat yang gak asing, gua baru inget ternyata gua
ada di wilayah Tungkaran, gua langsung tau karena beberapa bulan yang lalu sempet

56
kesana buat masang papan reklame waktu masih magang. So, gua ketemu jalur kembali
ke jalan raya.

Gua coba lagi ke jalur yang ditutup tadi, hasilnya sama, gua muter-muter disitu
doang, gak kerasa udah jam 2, hujan pun turun, gua putuskan balik ke kos buat istirahat,
belum nyampe kos hujan makin lebat, gua berteduh di toko hp. Badan gua basah semua,
sejam kemudian barulah reda. Gua ganti pakaian sambil menghangatkan badan di kos,
jam 4 gua coba jalan lagi, untungnya tembus. Jam 5 baru nyampe dah tu di rumah kakek
gua, meski kedinginan, gua seneng bisa ngumpul lagi bareng keluarga kecil gua. Gua
bener-bener pengen kembali ke tanggal itu, tapi gak bisa. Gua rela nyasar lagi
kehujanan lagi, tapi gak bisa. Gua baru sadar bahwa sesuatu yang berharga itu ialah
sesuatu yang terbatas, kita baru akan menyesalinya atau menganggapnya bernilai ketika
ia sudah hilang. Meski begitu kesedihan sekarang hanyalah sementara. Don’t worry
about it, sang waktu akan selalu memberi kejutan. Gua percaya, besok atau lusa akan
ada kejutan dan cerita seru lainnya.

57
PENUTUP

Terima kasih atas waktu yang kalian berikan untuk membaca antolongi cerpen
yang saya buat ini dari beberapan pengarang yang saya petik. Jika ada kata-kata yang
kurang dapat dimengerti ataupun salah –salah kata saya mohon untuk dimaafkan dan
dimaklumi karena saya hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.

Kesempurnaan hanyalah milik tuhan, oleh kerena itu saya selaku penulis sangat
mengharapkan saran serta kritikan dari para pembaca mengenai antolongi cerpen yang
saya buat ini.mungkin masih terdapat banyak kesalahan terutaman dalam penyampainya
katanya yang masih kurang jelas dan harus lebih banyak diperbaikin lagi, oleh karna itu
saya selaku penulis memohon kepada para pembaca sekalian agar menyisihkan
waktunya untuk mengomentari tulisan saya agar dapat lebih baik lagi kedepannya.

58

Anda mungkin juga menyukai