Anda di halaman 1dari 15

Who’s The Real Idol?

Panggung megah dengan lighting yang diatur


sedemikian rupa menghasilkan gemerlap cahaya yang
menghiasi langit malam, lautan manusia saling menyerukan
nama sang idola dan ikut bernyanyi berama seolah-olah lupa
akan semua masalahnya. Meriah dan fantastis, itulah kata
yang cocok untuk menggambarkan suasana konser K-pop
saat itu. Siapa yang tidak tahu BTS, EXO, NCT, IKON, dan
BLACKPINK? boyband dan girlband asal Negeri Ginseng
yang tengah digemari oleh anak muda zaman sekarang
terutama kaum hawa, Syifa salah satunya. Gadis dengan
nama lengkap Alisya Syifa Kamila ini ikut menghadiri konser
K-pop bersama teman-temannya. Seperti remaja lainnya dia
juga membawa lightstick sambil bernyanyi mengikuti lagu
sang idola.

"Lo yakin nggak bakal dimarahin sama nyokap, Syif?" tanya


Rani setelah mereka keluar dari tempat konser.

"Tenang aja, jam segini mommy pasti udah tidur, jadi nggak
ada yang perlu dikhawatirin," jawab Syifa mencoba
meyakinkan temannya dan dirinya sendiri, karena terakhir
kali dia pulang larut, mommy-nya marah besar hingga
menyetop uang sakunya selama seminggu.

"Kalau gitu gue balik dulu ya Ran, bye." lanjutnya sambil


memasuki mobil.

Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi,


menciptakan bunyi deru mesin yang membelah keheningan
malam.
Setelah memarkirkan mobilnya dengan baik di garasi, Syifa
berjalan memasuki rumah dengan mengendap-ngendap,
khawatir jika ibunya akan terbangun mendengar derap
langkahnya. Namun, keberuntungan seolah tidak berpihak
padanya, saat dia membuka pintu tiba-tiba lampu menyala
dan tampaklah sosok sang ibu yang sudah berdiri di anak
tangga dengan raut marah.

"Mommy kok belum tidur?" tanya Syifa canggung sambil


menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Darimana aja kamu? Jam segini baru pulang, anak gadis


nggak baik keluyuran malam-malam, apalagi masih berstatus
sebagai pelajar," ucap ibunya.

"Hehehe, ayolah Mom aku kan cuma nonton konser sama


teman-teman, apa salahnya?"

"Nggak ada yang salah dengan nonton konser, tapi


kesalahannya itu ada di kamu yang sudah menyalahgunakan
kebebasan dari mommy," jelas sang ibu.

"Hampir tiap hari kamu membeli pernak-pernik yang


berhubungan dengan K-pop, entah itu album yang baru
mereka rilis, lightstick, poster, dan masih banyak lagi.
Bahkan, kamu pergi kemana pun mereka mengadakan konser
hingga rela bolos sekolah, apa itu nggak keterlaluan?"

"Maafin Syifa mom, Syifa janji nggak bakal bolos sekolah


lagi deh," ucapnya sembari berusaha meyakinkan sang ibu.
"Udah berkali-kali kamu janji, tapi belum ada satu pun yang
kamu tepati. Pokoknya mommy udah mutusin bahwa mulai
besok kamu akan dimasukkan ke pesantren."

Syifa sangat terkejut mendengar keputusan mommy-nya itu.


"Ha, apa aku nggak salah dengar, mommy mau masukin aku
ke pesantren?" tanya gadis itu.

"Ya, kamu nggak salah dengar. Besok mommy akan antar


kamu ke pesantren milik teman daddy," tukas sang ibu.

"Mommy nggak bisa gitu dong, kenapa harus pesantren?


Syifa nggak mau," rajuk Syifa.

"Oke, kamu tinggal pilih mau masuk pesantren atau mommy


kirim kamu ke luar negeri, tapi semua fasilitas pribadi kamu
mommy tahan?"

"Itu lebih parah mom , emang daddy sama mommy tega


ngebiarin Syifa jadi gelandangan?"

"Mommy anggap itu sebagai persetujuan untuk masuk


pesantren. Sekarang pergi ke kamar!" titah sang ibu.

"Syifa nggak mau mom ... , bagaimana dengan sekolah Syifa


dan teman-teman Syifa?" ucap Syifa berusaha menolak.

"Mommy tadi sudah bicara dengan pihak sekolah tentang


kepindahan kamu ke pesantren dan mereka juga sudah
menyetujuinya. Kalau untuk teman, kamu akan dapat teman
baru di pesantren. Dengar Nak, mommy melakukan ini agar
kamu berubah jadi lebih baik." jelas sang ibu.
"Syifa bisa kok berubah, tapi bukan dengan cara ini mom.
Syifa nggak mau masuk pesantren." tolak Syifa.

"Terserah kamu mau bicara apa, tapi mommy nggak mau


dengar alasan apa pun dan tidak menerima penolakan." tegas
sang ibu, lalu meninggalkan Syifa sendiri.

"Mom jangan tinggalin Syifa, dengerin Syifa dulu ... Syifa


nggak mau masuk pesantren," teriak Syifa.

Dengan berat hati, Syifa melangkah ke kamarnya sambil


menghentak-hentakkan kaki dan berakhir dengan suara
bantingan pintu. Semalaman Syifa berpikir bagaimana
caranya agar dia tidak masuk pesantren, tapi semuanya nihil,
hingga pada akhirnya dia mengambil sebuah keputusan.
"Baiklah gue akan turuti keinginan mommy untuk masuk
pesantren, dengan begitu kehidupan gue akan lebih bebas.
Bahkan bisa kabur dari pesantren dan kemudian nonton
konser sama teman-teman," batinnya.
Minggu pagi terlihat cerah dengan pancaran hangat
sang mentari, tapi berbeda dengan suasana hati Syifa yang
saat ini sedang mendung. Bagaimana tidak? Pasalnya sesuai
keputusan sang ibu, hari ini dia akan masuk pesantren,
meninggalkan teman-temannya dan mulai menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru. Tidak ada sepatah kata pun yang
keluar dari mulutnya sejak mereka keluar dari rumah, dia
duduk di kursi belakang dan memasang earphone di
telinganya. Begitu pula dengan ibunya yang memilih fokus
untuk menyetir, hanya keheningan yang menemani
perjalanan menuju pesantren.
Tak terasa mereka telah sampai ke tempat tujuan saat
matahari tepat berada di atas kepala, di sana terlihat seorang
pria dewasa dan juga wanita yang Syifa yakini sebagai pak
kyai dan istrinya, kalau tidak salah mommy-nya memberitahu
bahwa Syifa harus memanggilnya ummi. Setelah turun dari
mobil, mommy-nya langsung menghampiri mereka.

"Assalamu'alaikum," ucap mommy-nya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab


suami istri tadi.

Lalu, terjadilah aksi kangen-kangenan khas ibu-ibu, sampai


mereka melupakan kehadiran Syifa. Beruntung ada pak kyai
yang menghentikan aksi itu.

"Eh Nak Syifa udah besar, jadi makin cantik aja," ucap pak
kyai.

"Hehe, terimakasih. Pak kyai juga tampan, mirip Kim Soek-


jin."

"Hus, kamu ini nggak sopan," tukas ibunya, tapi Syifa tidak
peduli dengan teguran ibunya itu karena dia masih sakit hati.

"Sudahlah, lebih baik kita masuk aja ke dalam," kata ummi


mencoba menengahi.

Mereka lalu berjalan menuju kediaman pak kyai.


Sejak Syifa memasuki pesantren semua mata tertuju ke
arahnya. Penampilan, itulah yang menarik perhatian seluruh
penghuni pesantren, dengan mengenakan celana jeans dan
jaket kulit berwarna coklat yang sangat pas ditubuhnya serta
jilbab yang asal tempel saja, Syifa berjalan dengan penuh
percaya diri. Ada santriwan dan santriwati yang mengucap
istighfar, tapi ada juga yang mengucapkan "Subhanallah"
karena melihat indahnya makhluk Allah yang satu ini.
Namun, Syifa tidak peduli akan hal itu.
Kedatangan mereka di kediaman pak kyai disambut dengan
baik oleh warga pesantren.

"Jadi begini pak kyai, saya dan suami saya ingin menitipkan
Syifa di pesantren ini agar dia bisa mengenal lebih dalam
mengenai agama," ucap ibunda Syifa seraya memulai
pembicaraan.

"Alhamdulillah, saya seneng banget kalau kalian percaya


bahwa saya bisa menjaga Syifa," ucap pak kyai.

"Iya mbak, lagipula saya sudah menganggap Syifa sebagai


anak sendiri, jadi jangan sungkan-sungkan," ucap ummi
disertai dengan senyuman.

"Oh iya, kalau Syifa berani kabur dari pesantren ini atau
diam-diam pergi untuk nonton konser, beri hukuman yang
berat padanya ya pak kyai, agar dia jera," ucap sang ibu.

"Mommy kok gitu sih, Syifa udah menuruti kemauan mommy


‘kan," gerutu Syifa.

"Ya, siapa tahu aja kamu berencana kabur. Semalam saja


kamu menolak mentah-mentah dan sekarang tiba-tiba setuju,
makanya mommy jadi curiga."
"Terserah," ucap Syifa kesal. Dia tidak habis pikir, bagaimana
mommy-nya bisa tahu kalau dia berencana untuk kabur,
malah memberitahu pak kyai dan ummi agar menghukumnya
jika dia benar-benar kabur.

Selang beberapa menit, dari luar munculah seorang gadis


cantik yang mengenakan baju gamis dan jilbab yang panjang,
dia mengucapkan salam lalu menghampiri ummi.

"Oh iya, Nak Syifa perkenalkan ini Zahra, ummi


memanggilnya kemari untuk menunjukkan kamar mu Nak,
dan dia juga akan menjadi teman sekamar dengan kamu."
jelas ummi.

Syifa pun memperhatikan gadis bernama Zahra itu dari atas


sampai bawah,
"Apa dia tidak merasa gerah berpakaian seperti itu," batin
Syifa.

"Mari saya tunjukkan kamar kamu , Syifa." ajak Zahra.


Syifa hanya mengikuti gadis itu dari belakang tanpa berniat
untuk bicara, hanya Zahra saja yang sedari tadi berbicara
mengenai segala hal yang mereka lewati, dia juga
mengatakan bahwa kamar yang akan Syifa tempati ini
ditinggali oleh empat orang. Dapat Syifa lihat dua orang
santriwati sedang bersih-bersih, ketika dia dan Zahra
memasuki kamar. Zahra memperkenalkan Syifa kepada
mereka, dari perkenalan itu Syifa tahu bahwa nama kedua
santriwati tersebut adalah Aisyah dan Fitri.
Hari pertamanya di pesantren tidak berjalan dengan
baik, saat santriwan dan santriwati lainnya bangun untuk
melaksanakan salat subuh, dia malah bergelung nyaman
dalam selimut. Tidak ada seorang pun yang berhasil
membangunkannya, sampai ummi pun turun tangan dan
akhirnya berhasil. Ketika santriwati lainnya pergi mengaji dia
malah mengendap-endap keluar dari pesantren, ya kemana
lagi kalau bukan bertemu teman-temannya untuk membahas
grup K-pop favoritnya itu. Dengan alasan sakit Syifa tidak
pergi mengaji sehingga dia bisa keluar pesantren dan dia
kembali ke pesantren saat jadwal mengaji selesai, dia kembali
supaya pak kyai tidak mengadu kepada mommy-nya, hari
berikutnya dia juga melakukan hal yang sama dan belum
ketahuan, mungkin hari ketiga ini adalah hari yang tidak
beruntung baginya. Ketika malam hari dia berusaha lagi
untuk pergi karena ada janji dengan teman-temannya
menonton konser, tapi ketika dia meloncat dari tembok ada
seorang pemuda yang berdiri di sana,
" Eh, kamu mau kemana berpakaian seperti itu?" tanya laki-
laki itu.

"Demi apa? Oh Sehun masuk pesantren ini?" batin Syifa.

Merasa tidak mendapat jawaban, laki-laki itupun melambai-


lambaikan tangannya di hadapan Syifa.
"Saya tanya, kamu mau kemana?" ucapnya.

"Huh, gue mau kemana itu bukan urusan lo, minggir-


minggir." jawab Syifa setelah kesadarannya kembali.

"Astaghfirullahaladzim, kamu ditanya baik-baik kok


jawabannya seperti itu. Sepertinya kamu santriwati di sini,
tapi kenapa keluar malam-malam dengan pakaian seperti ini
pula. Apa peraturan pesantren belum cukup jelas?"

"Gue mau kemana dan berpakaian seperti apa, ya terserah


gue lah," ucap Syifa sewot.

"Kalau kamu nggak mau jawab, saya akan panggil pak kyai,"
ancam pemuda itu.

"Apa-apaan sih lo, nggak usah pakai acara ngadu-ngaduan


segala ‘napa,"

"Kalau begitu, silahkan kembali ke kamar kamu!" ucap


pemuda itu.

Kebimbangan melanda Syifa, kalau dia tetap pergi keluar


maka pemuda ini akan mengadukannya ke pak kyai dan pasti
mommy-nya juga tahu, tapi kalau dia kembali, maka konser
idolanya harus terlewatkan. Setelah melalui perdebatan
panjang dalam dirinya, akhirnya Syifa memilih kembali ke
kamarnya daripada harus dihukum yang aneh-aneh. Setelah
kembali ke kamar, teman-temannya memberondonginya
dengan banyak pertanyaan.

" Eh, Syifa kamu darimana?" tanya Fitri.

"Dari luar." jawabnya asal.

"Eh, kamu kenapa kok kesal gitu?" tanya Aisyah.

"kalian tahu nggak, tadi saat gue mau pergi nonton konser,
ada cowok yang nyebelin banget, ganteng sih tapi songong.
Masa dia bilang mau ngadu ke pak kyai kalau gue nggak mau
balik," jelas Syifa.

"Siapa?" tanya Zahra.

"Mana gue tahu, kan gue itu baru di sini." jawab Syifa.
Teman-temannya yang nggak mau kena semprot Syifa,
akhirnya memilih untuk diam saja.

Keesokan paginya, ummi menemui Syifa dan memintanya


untuk tidak bolos ngaji lagi,
"Pasti ini ulah cowok itu, dia yang ngaduin gue ke ummi,"
pikirnya.

Dengan sangat terpaksa Syifa menuruti kemauan ummi. Dia


berangkat bersama ketiga sahabatnya, ya mereka menjadi
sahabat karena memang pada dasarnya Syifa itu anak yang
mudah bergaul. Saat di perjalanan menuju mushola Syifa
melihat pemuda itu lagi.

"Eh bentar, itu tuh cowok nyebelin yang gue ceritain." ucap
Syifa sambil menunjuk seseorang.

"Syifa, kalau bicara lebih sopan dikit dong, jangan pakai lo


gue. Asal kamu tahu, pemuda itu adalah putra pak kyai,
namanya Gus Raihan." jelas Zahra.

"Ooo, jadi dia putranya pak kyai? Pantesan aja songong,"


kata Syifa.

"Huss, kamu nggak boleh ngomong gitu. Sudahlah ayo


masuk kelas!" ajak Fitri.
Hari ini yang mengajar adalah ustadzah Rina,
semuanya berjalan lancar meskipun Syifa agak kesulitan
untuk beradaptasi. Para santriwati kembali ke kamarnya
setelah kegiatan ngaji selesai, tapi tidak dengan Syifa. Saat
dia hendak menuju kamarnya, dia melihat pemuda itu lagi.
Raihan namanya, dia terus memandanginya bahkan tidak
sadar kalau ustadzah Rina ada di sampingnya.

"Assalamu'alaikum, lagi ngelihatin apa Syifa kok serius


banget ?" tanya ustadzah Rina.

"Wa'alaikumussalam ustadzah, Syifa nggak ngelihatin apa-


apa kok." ucap Syifa sambil nyengir.

"Kamu ngelihatin ustadz Raihan, ya?"

"Hehehe, iya ustadzah. Soalnya dia kan ganteng banget kayak


oppa-oppa Korea, Syifa jadi nge-fans."

"Syifa, nge-fans sama seseorang karena ketampanan,


kemampuan, maupun gayanya itu adalah hal yang wajar.
Namun, ada batasan bagi kita ketika mengidolakan
seseorang," jelas ustadzah.

"Maksudnya gimana ustadzah, apa mengidolakan idol K-pop


juga ada batasannya?" tanya Syifa.

"Jadi begini, jika idola itu bisa menjadi motivasi bagi kita
untuk terus melakukan hal baik, maka itu boleh-boleh saja.
Namun, jika kita sampai mengikuti gaya hidupnya, membeli
merchandise yang harganya ekstrem, terjaga sampai larut
malam hanya untuk menunggu sang idola live di Instagram,
bahkan tidak terima kalau idolanya itu sudah menikah,
bukankah itu melewati batas? mereka bahkan tidak mengenal
kita." jelas ustadzah.

"Tapi ustadzah, mereka sering kok menyebut nama fandom-


nya ketika mendapat penghargaan." ungkap Syifa.

"Ya, jikalau kamu menganggap itu sebagai bentuk perhatian


dari mereka, maka tidak masalah. Namun, sebagai seorang
muslimah tidakkah ada sosok yang lebih berhak untuk kamu
idolakan?" tanya ustadzah.

Syifa bertanya pada ustadzah Rina mengenai sosok


tersebut, tapi beliau mengatakan kalau itu adalah tugas
untuknya. Syifa juga bertanya pada sahabat-sahabatnya, tapi
mereka hanya memberi petunjuk padanya dan tidak mau
memberitahu jawabannya. Dia mulai berfikir apakah sosok
itu tampan? Atau dia seorang bintang besar? Atau seorang
kyai? Semua pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, dia
bahkan hampir menyerah karena belum mendapatkan
jawabannya. Sampai suatu ketika pak kyai memberikan
ceramah mengenai peristiwa wafatnya Rasulullah, dari
situlah dia mendapatkan jawabannya.

Pagi ini, Syifa dan para sahabatnya bertemu dengan ustadzah


Rina di halaman pesantren.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka.

"Wa'alaikumussalam. Oh iya Syifa, sudahkah kamu


menemukan sosok idola tersebut?" tanya ustadzah.
"Sudah ustadzah, beliau adalah Nabi Muhammad SAW,"
jawabnya.

"Kamu benar sekali, Rasulullah adalah Uswatun Hasanah,


sosok yang seharusnya kita idolakan. Beliau
memperjuangkan Islam ditengah ancaman dan gangguan dari
kaum kafir Quraisy, tapi beliau tidak pernah menyerah.
Bahkan, ketika hendak wafat, apa yang beliau khawatirkan?
umatnya yakni umat Islam. Jadi, sudah sepatutnya kita
menjadikan Rasulullah sebagai idola terbaik bagi kita." jelas
ustadzah Rina.

Mendengar hal itu, Syifa dan ketiga sahabatnya mulai


menyadari bahwa siapa pun yang mereka idolakan,
Rasulullah SAW itu yang utama, beliau itulah sosok idola
yang sebenarnya. Dari peristiwa itulah, Syifa akhirnya bisa
memulai merubah dirinya menjadi sosok yang lebih baik.
-The End-

Data Diri Penulis :

Nama : Salsalatul Khasanah


Nama Pena : Salcya
Nomor Handphone : 082326654764
Akun Media Sosial :
 Instagram : @salsaltl_khsn

 Facebook : ‫سلسلة الحسنه‬

 YouTube : Salsaltl_khsnh

 Twitter : @salcyaaa
 Telegram : Salcya caca
Status : Mahasiswa UIN Walisongo Semarang
Kota Asal : Rembang, Jawa Tengah
Hobi : Menggambar dan Menulis
Motto Hidup : ‫من جد و جد‬

Anda mungkin juga menyukai