Anda di halaman 1dari 22

HIJRAHKU KARENA CINTA-NYA

Cerpen Karangan : Diah Ksuma Nalaratih


Kategori : Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada : 14 September 2019

“Kamu, iya kamu.. Begitu santunnya caramu memasuki duniaku, mengetuk pintu
dengan salammu. Mataku melihat ada yang berbeda dari dirimu. Cahaya itu selalu
kau pancarkan. Aku pun melihat matamu yang berbinar binar. Memandangmu
adalah suatu ketenangan. Senyummu sederhana, namun terasa istimewa.”

Menuliskan kata hati adalah salah satu kebiasaanku dikala sepi, karena hal itu
selalu membuatku tersenyum dan mensyukuri nikmat yang Allah beri. Allah
memang sutradara yang paling hebat. Menjadikan hamba-Nya hijrah secepat kilat.
Dan Allah pun tau kapan hidayah hamba-Nya layak didapat.

Aisyah Nur Fiiqolbi. Itulah namaku. Nama terindah yang pernah aku dapatkan
dari orangtuaku. Nama yang berarti aku ‘Aisyah Cahaya di hati’. Panggil saja
Aisyah. Aku berusia 16 tahun. Aku adalah akhwat yang sudah lama menjalani
proses hijrah namun masih saja melanggar perintah-Nya.

Aku tipe orang yang periang, humoris tapi moodnya suka turun drastis. Aku
memiliki dua orang sahabat yaitu Vina dan Karis. Kemana pun kita selalu bersama
sampai izin ke toilet pun ikut semua.

Saat itu adzan dzuhur tengah dikumandangkan, aku dan dua sahabatku langsung
bergegas menuju Masjid. Sengaja kubawa mereka melewati mading dan ternyata
ada info yang luar biasa. Aku mendapatkan informasi tentang Kak Yusuf, kakak
tingkat yang menjadi ikhwan impianku.
“Karis, liat deh ini.. inii..” Kutunjuk ke arah mading bagian biodata seorang
ikhwan.
“Ya terus kenapa?” dengan dinginnya dia menjawab.
“Liat nih.. ada tipe akhwatnya juga… Yang pertama, sholihah.. Kedua, berbakti
kepada orangtua, ketiga feminin, yang keempat berkulit kuning langsat dan yang
kelima tidak terlalu tinggi. Duhhh ris, pokonya aku harus bisa penuhi 5 kriteria
ini” ucapku dengan rasa percaya diri.

Sejak saat itu aku mulai mencari tahu tentang diriku. Mulai dari tinggi badanku,
warna kulitku, kebiasaan sehari-hariku. Apa aku feminin? Apa aku sudah berbakti
pada orangtuaku? dan apakah aku sudah menjadi akhwat sholihah?. Banyak sekali
pertanyaan tentang diriku.

Hari demi hari kulewati dan kucoba untuk memperbaiki diri. Hingga disuatu hari
aku menceritakan masalah yang sedang aku hadapi yaitu ketidakakrabanku
dengan ayahku. Aku menceritakan hal itu pada Kak Yusuf, kami memang suka
saling bertukar cerita dan dia juga selalu memberikan masukan untuk mengubah
keburukan yang ada dalam diriku. Setelah kuceritakan itu, dia memberikan sebuah
nasehat agar aku segera meminta maaf pada ayahku. Kutunggu moment yang
tepat untuk meminta maaf, kuambil waktu dimana aku memasuki usia 17 tahun.
Saat dihadapan orangtuaku, kucium tangannya dan kuhiasi suasana dengan air
mata hingga akhirnya aku berhasil. Berhasil mendapatkan maaf dari kedua
orangtuaku bukan hanya dari ayahku. Aku tak tahu, apakah itu salah satu bentuk
bakti kepada orangtuaku? Tapi semenjak moment itu, Aku jadi mulai akrab
kembali dengan ayahku dan rajin membantu orangtuaku.

Nah, tinggal satu kriteria lagi yang belum aku penuhi yaitu ‘Sholihah’. Aku
bingung harus memulainya dari mana. Tapi saran dari sahabatku ialah mulai
dengan introspeksi diri, apa saja yang harus aku perbaiki. Mulai dari sholat tepat
waktu, menutup aurat, berpikiran positif dan menghadiri majelis-majelis ilmu.
Kujalani tahapan itu tanpa aku pikirkan “Apakah yang kujalani ini karena Allah?”.
Selang beberapa minggu aku mulai berubah, sedikit demi sedikit aku belajar
menjadi akhwat sholihah. Walaupun banyak sekali godaan tapi kucoba untuk
istiqomah.

Sejak saat itu aku mulai mengenali sahabat-sahabat Kak Yusuf dan mereka pun
mengenaliku. Setiap mereka bertemu denganku, pasti ada saja pembahasan
tentang Kak Yusuf. Hingga disuatu hari salah satu sahabatnya mengatakan padaku
“Sudahlah.. tak perlu menunggu, dia menyukai akhwat lain. Bukan kamu”. Aku
terkejut mendengar kalimat itu tapi kucoba memasang muka tak masalah saat itu.

Dua hari kemudian, sahabat kak Yusuf menemuiku lagi dan memberi tahuku
akhwat yang Kak Yusuf sukai. Aku mencoba untuk menahan air mataku
dihadapannya dan mengucapkan “Terimakasih telah memberi tahuku”. Kubalikan
badanku dan mencari tempat untuk meluapkan kesedihanku. Aku menangis di
tempat itu dan tak lama Karis pun datang menghampiriku “Syah kamu kenapa?”.
Beberapa kali Karis bertanya padaku namun aku tetap menangis.
“Aisyaahh.. kumohon jawab aku. kamu kenapa?” Tanya Karis sambil mengusap
air mataku.
“Kak.. Kak Yusuf ris” Jawabku dengan sedikit terbata-bata.
“Iya kenapa?”
“Kak Yusuf suka sama akhwat lain”

Setelah itu, aku kembali menangis dan terus menangis. Karis pun tersenyum dan
memelukku. “Aisyah, ini kasih sayang Allah.. Allah sedang menunjukkan kasih
sayang-Nya untukmu.” Aku pun terdiam dan melepaskan pelukan Karis.
“Maksud kamu?” Tanyaku dengan wajah heran.
“Aku tahu kok, kamu ingin menjadi sholihah itu bukan karena Allah. Tapi aku
takut kamu sakit hati jika aku menasehatimu seperti itu. Aisyah.. kamu harus
ingat, Allah itu sangat pencemburu. Allah cemburu liat kamu suka sama Kak
Yusuf dengan cara seperti itu. Allah ingin kamu kembali kepadaNya.”
“Astaghfirullah..” Kutundukkan kepala dan mencoba menenangkan diri.

Dua Minggu ini.. Aku tak bertemu Kak Yusuf. Ingin sekali kukatakan “Aku
merindukanmu” Namun kini, rasanya berat sekali untuk mengatakan itu. Aku
hanya bisa menjerit di hadapan Allah, diatas sajadah yang suci ini dan
kuungkapkan semuanya dari hati.
“Yaa Allah, katakanlah padanya.. Aku merindukannya.. Kumohon.. Maafkan aku
yang masih belum bisa menghilangkan rasa. Entah sampai kapan rasa ini akan
bersinggah namun saat ini aku akan berusaha untuk mencintai-Mu dan
meluruskan niat hijrahku yaitu memperbaiki diri karena Allah dan menjadi
sholihah karena ingin mendapat ridhoMu Yaa Allah”.

Setelah itu, kucoba untuk mengikhlaskan rasa yang pernah ada. Karena kini aku
tahu dan mengerti bahwa “Sebaik-baiknya mencintai yaitu dengan cara menjaga”
dan “Yang terindah dari sebuah perpisahan yaitu mengikhlaskan”. Akhirnya, aku
pun belajar dari kesalahanku. Belajar untuk menjadi akhwat sholihah karena Allah
dan menjadi diri sendiri karena Allah. Segala sesuatu yang ku lakukan memang
atas izin Allah namun tak semua yang kulakukan disertai ridho Allah dan jangan
pernah kau memandang kesakitan sebagai suatu penyiksaan sebab Allah
memberikan rasa sakit bukan semata-mata hanya sebuah teguran namun kau harus
tahu bahwa itulah salah satu bentuk cinta-Nya kepadamu.

TAMAT

Cerpen Karangan : Diah Ksuma Nalaratih


Blog / Facebook : Diah Ksuma Nalaratih
Instagram : @diah.nalaratih
JANGAN TAKUT

Cerpen Karangan : Apika Jayatullah


Kategori : Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada : 7 September 2019

Jam pelajaran sudah menunjukkan jam ke 6 hari itu cuacanya agak mendung dan
kelihatannya sedikit lagi akan turun hujan. Aura dalam kelas terasa sejuk karena
hembusan angin dari ventilasi ventilasi ruangan kelas. Tidak biasanya, hari itu
seolah olah akan terjadi apa apa, dan fellingku sangat jelas akan hal itu.

Perkenalkan namaku Rizal aku duduk di bangku kelas X 3 SMAN XX


Banjarmasin dan aku memiliki sedikit kelebihan dari siswa yang lain, kelebihan
itu bisa disebut dengan indigo.
Yap.. aku mendapatkan kelebihan itu karena keturunan dari ibuku yang seorang
indigo. Tetapi aku tidak sepenuhnya mengetahui tentang kelebihanku itu dan aku
tidak begitu menghiraukannya.

Kembali ke pokok pembahasan awal. Siang itu terasa seperti sore bagiku, karena
cuaca yang gelap pekat. Suasana riuh dalam kelas terus berlanjut seakan cuaca
tidak menghalangi mereka dalam bercanda dan ngobrol satu sama lain. Kecuali
satu teman perempuan bernama Uswatun yang ada di depanku dia tampak hening
tak mengeluarkan satu kata pun dan aku cukup memperhatikannya karena aku
melihat sesuatu yang janggal padanya. Aku melihat ada tangan yang mengelilingi
lehernya dan aku mencoba untuk menyapanya

“Hoy!” aku mengejutkannya, menepuk pundaknya


“Ah..hh i.yaa?” Sahutnya sambil berpaling
Tiba tiba tangan yang melilit lehernya menghilang dan aku tersenyum padanya.

“Gapapa cuma negur kok”


“Ah hehe iya” balasnya
Guru tak kunjung datang mungkin sedang rapat atau ada keperluan lain, aku ke
toilet untuk buang air karena cuaca yang dingin membuatku tidak kuat
menahannya.

Di luar kelas hembusan angin sangat kencang sehingga rambutku seperti diacak
acak, aku bergegas ke toilet. Kuperhatikan kiri kanan tampak sepi tak ada siswa
siswi yang ada di luar kelas selain aku. Seakan cuma ada aku di sekolah itu.
Setelah 5 menit aku selesai buang air dan bergegas kembali ke kelas. Tanpa
sengaja aku melihat sosok hitam pekat masuk ke dalam kelasku. Aku menggosok
mataku agar aku percaya bahwa aku telah melihatnya, kemudian sosok itu
berpaling dan tersenyum padaku. Aku sontak kaget dan terpaku karena melihat
wajahnya yang hancur bersimbah darah. Aku terduduk lesu di lantai selasar, tiba
tiba terdengar suara teriakan di dalam kelasku, sontak aku menuju kelas. Setelah
sampai alangkah terkejutnya aku melihat suasana di dalam kelas yang sangat
berantakan, meja kursi dan kertas seperti dihambur hamburkan. Para murid
berhamburan keluar dan tersisa aku bersama Uswatun. Aku melihat dia
diselubungi aura hitam yang tadi aku lihat saat hendak kembali ke kelas.

“Apa yang kamu lakukan?” Tanyaku


“Yang aku lakukan? Aku sedang bersenang senang agar semua orang
memperhatikanku” sahutnya kasar
“Sebaiknya kau keluar dari tubuh temanku! Sebelum aku panggil guru dan
paranormal untuk mengusirmu secara paksa!!” Ancamku tegas
“Silahkan! Aku tidak takut.. panggil mereka ke sini sebelum temanmu ini mati!!”
jawabnya
“Apa maksudmu?” Sambil mendekatinya
“Maksudku? Dengarkan baik baik”
Brakk!!! Aku terlempar ke dinding kelas
“Uhukk uhukk”
Karena kesakitan aku terbatuk batuk

“Aku hanya ingin ditemukan dan dimakamkan dengan layak. tapi pihak sekolah
menutup mata dan menyembunyikan kematianku. Karena yang membunuhku
Siska Anak kepala sekolah, yang tidak menyukaiku sejak dulu karena iri aku
selalu disanjung guru dan banyak anak laki laki menyukaiku. aku dibully dan
disiksa habis habisan tanpa ampun setiap hari, karena kelelahan dan rasa sakit aku
tidak kuat lagi dan mereka menyekapku di belakang sekolah. Aku didiamkan
selama 2 hari tak diberi makan dan minum. Setelah hari ketiga mereka datang,
Siska dan ayahnya kepala sekolah membawa pemukul bisbol dan memukul
wajahku, dan memguburku secara tidak layak.. karena takut terbongkar mereka
menghilangkan jejakku dan menganggap aku hilang di perjalanan pulang sekolah,
orangtuaku sangat khawatir padaku aku ingin bertemu dengannya tapi tidak bisa
karena kami sudah berbeda alam. Tolong cari jasadku dan ceritakan semuanya”

Kemudian Uswatun terjatuh pingsan dan aura hitam seketika hilang. Aku
melaporkan kejadian ini pada wali kelasku dan wali kelasku melaporkannya pada
polisi. Setelah menuju TKP memang benar adanya jasad yang dikuburkan di
belakang sekolah. Kemudian kepala sekolah dan putrinya dimintai keterangan
oleh pihak yang berwajib.

Aku melihat ibu dari anak itu mengangis tersedu sedu melihat bahwa anaknya
sudah tiada. Sulit bagi seorang ibu menerima bahwa anaknya sudah kembali
kepada-NYA.

Tidak berselang lama turun cahaya berwarna putih menghampiri ibu dari anak itu
dan mencium keningnya.
Ternyata itu adalah sosok anak yang aku tolong, dia tersenyum padaku dan terlihat
di bibirnya “Terima Kasih”

Cerpen Karangan : Apika Jayatullah


Blog / Facebook : Zaya
LUPA BERTANYA NAMANYA

Cerpen Karangan : Amelia Sofia


Kategori : Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada : 7 September 2019

Cuaca siang ini sangat mendukung, atau bahkan terlalu mendukung menurutku.
Karena teriknya sinar matahari yang semakin lama terasa membakar kulit
membuat siapa saja enggan berlama-lama berada di luar, tak terkecuali juga
dengan diriku. Keringat yang bercucuran mulai memancing indra perabaku untuk
merasakan yang namanya rasa gatal.

Kulihat arlojiku menunjukkan pukul 12.30 tepat, kemudian aku memasuki sebuah
gedung perpustakaan yang berada diantara gedung-gedung para penuntut ilmu.
Keadaan kulitku terasa mulai membaik setelah memasuki ruangan ber-AC ini,
keringat sebesar biji jagung yang membuatku kegatalan tadipun terasa menguap
entah kemana.

Kususuri lorong-lorong dari deretan lemari-lemari tinggi yang penuh dengan


buku, menyelinap diantara mereka sungguh menyenangkan. Jadi, inilah yang
sering kulakukan saat sedang tidak disibukkan dengan tugas-tugas sekolah. Aku
bisa menghabiskan waktu hingga 2 sampai 3 jam lamanya di perpustakaan ini
hingga aku merasa telah kenyang melahap semua buku-buku, terlebih pada novel
yang selalu membuatku lapar dan ketagihan untuk membacanya.

Aku duduk dan mulai menikmati isi lembar demi lembar yang kubaca, entah
mengapa kali ini aku merasa jenuh dengan buku-buku ini. Kupandangi setumpuk
buku dan novel di depanku. Teringatlah aku akan sosok laki-laki itu, dengan
sebuah untaian pertemuan singkat. Wajahnyapun mulai lenyap di ingatanku akibat
uluran waktu. Dan setelah hari itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi, dan
itu sudah berlalu hampir satu tahun lamanya. Terbanglah aku kembali ke saat itu.
Saat dimana sebuah awal dimulai.
Flashback on…
Tahun ini aku mendaftar menjadi peserta didik baru di salah satu SMK Negeri di
kotaku, seminggu kemudian aku mengikuti tes fisik setelah aku lolos pada seleksi
berkas minggu lalu. Panas sekali rasanya berdesakan dengan peserta lain di
ambang pintu ruangan tes, menunggu giliran nama kami dipanggil untuk masuk
ke dalam ruangan. “Zayya Hafisa dari SMP KOTA CANTIK” panggil suara
bernada mikrophon tersebut.
“Ada..” sahutku sambil mengacungkan jari dan berusaha menyelip untuk masuk
ke dalam ruangan, dengan susah payah karena banyak peserta yang berdesakan di
depanku, akhirnya aku berhasil masuk.

Aku melewati berbagai macam tes fisik, mulai dari tinggi badan, berat badan
sampai tes warna. Sesudahnya aku diminta oleh seorang Ibu guru berwajah
masam nan terlihat garang untuk mengisi sebuah lembar formulir di bangku yang
sudah disediakan di ruangan ini.
Kulihat tidak ada satupun bangku yang tersisa untukku, jadi aku memutuskan
dengan berjalan ke bagian belakang ruangan untuk mengisi formulirku di atas
meja tanpa kursi, owch.. kasihannya. Kulihat sebuah bangku di pojok sana sedang
tak berpenghuni, setelah sekian lama akhirnya aku dapat merasakan lagi betapa
nikmatnya itu duduk.

Mulailah kulanjutkan mengisi formulirku dengan senang hati, tiba-tiba seorang


laki-laki yang berada di depan bangkuku menoleh ke belakang, aku yang
merasakan adanya hal itupun langsung mengangkat kepalaku. “yang ini, apa
maksudnya ya?” tanyanya tanpa basa basi terlebih dahulu sembari menunjuk
sebuah pertanyaan yang tertulis di atas lembar kertas formulir milikku. Dan aku
menjawabnya dengan sepengatahuanku tentang pertanyaan tersebut. Kemudian
dia kembali menghadap ke depan pada tempatnya semula.

Kemudian saat aku hampir menyelesaikan formulirku, ada bagian yang harusa
kuisi, namun aku tidak begitu paham. Dengan ragu aku menggoyang-goyangkan
bangku leki-laki yang tadi bertanya kepadaku. Dia pun menoleh ke belakang.
“boleh nanya gak, yang bagian ini maksudnya apa?” tanyaku ragu.
Kemudian laki-laki itu menjelaskannya kepadaku. Saat dia menjelaskan apa yang
kutanya, suasana terasa agak cair karena cara bicaranya yang menyenangkan.
Setelah ia selesai menjelaskannya kepadaku, kami pun mulai berbincang-bincang.
Setelah formulir terisi kami mengumpulkannya bersama dan kami diizinkan untuk
keluar dari ruangan dan menunggu hasil seleksi tes fisik yang akan diumumkan
pada keesokan harinya.

Aku merapikan alat-alat tulisku untuk segera keluar dari ruangan padat makhluk
yang sedari tadi membuatku gerah dan gatal-gatal. Mataku mencari laki-laki tadi
dan kutemukan dia sedang berbincang dengan seorang gadis manis dengan rambut
panjang yang tergerai sampai tulang rusuknya.
Sebelum pulang aku ingin mengucapkan terima kasih padanya karena telah
membantuku mengisi formulir dan berpamitan untuk pulang deluan. Namun,
nampaknya perbincangan mereka sangat serius dan aku tidak mau mengganggu
mereka. Akhirnya kuputuskan untuk pulang tanpa berpamitan kepadanya. Dalam
hatiku aku berharap minggu depan saat tes tertulis nanti aku bisa bertemu
dengannya lagi.

Keesokan hrinya aku kembali ke sekolah itu untuk melihat ada atau tidakkah
namaku di papan pengumuman seleksi tes fisik. Ternyata namaku ada dan itu
berarti minggu depan aku akan mengikuti tes tertulis. Setelah menemukan
namaku di papan pengumumn, ayah mengajakku pulang. Sayangnya aku tidak
melihat batang hidung lelaki itu dan parahnya lagi sepanjang perbincangan kami
kemarin aku lupa unuk menanyakan siapa namanya.

Semiggu berlalu, kuharap dapat bertemu dengannya lagi. Setelah menemukan


ruang tesku dan bangku dimana namaku tertempel di atasnya, akupun duduk
manis sembari melihat dan memperhatikan wajah-wajah yang baru bagi mataku,
dan… TAP! Laki-laki itu, akhirnya aku bisa bertemu dengannya lagi dan ternyata
dia duduk di dua bangku dari sebelah kanan bangkuku. Betapa seangnya aku,
setidaknya hari ini aku memiliki peluang untuk berbincang dan menanyakan
namanya, nanti.
Tik.. Tik.. Tik… suara detik jam terdengar begiu jelasnya di ruang tes yang terasa
hampa karena semua peserta benar-benar fokus pada soal-soal di depan mereka.
Waktu mengerjaknpun habis. Seorang Ibu guru berbibir merah merona dengan
rambut bergelombang sebahu mwnyuruh kami untuk mengumpulkan lembar soal
beserta jawaban kepadanya. Aku pun berdiri untuk mengumpulkannya, berjalan
menuju meja guru melewati tempat duduk laki-laki itu tanpa menoleh ke arahnya,
namun terlhat jelas dari sudut mataku dia melihat ke arahku sambil mengubar
senyum manis yang merekah. Ingin aku menoleh namun aku ragu lebih tepatnya
aku tidak kuat. Dan saat aku melewatinya untuk kembali ke bangkuku, aku
melihat ke arahnya hanya untuk melempar senyum. Namun sayangnya, dia
menunduk melihat lembar soal di atas mejanya. Setelah itu, kami dipersilahkan
untuk meninggalkan ruangan dan menunggu hasil seleksi ujian tertulis yang akan
diumumkan dua hari mendatang.

Aku terus saja memperhatikan laki-laki itu, menunggunya beranjak dari sana dan
berjalan keluar dari ruangan ini. Bebrapa menit kemuadian dia beranjak dari
bangkunya menuju pintu, aku pun bergegas mengikuti langkah kakinya.
Sesampainya di luar ruangan aku sedikit terkejut dengan keberadaan dua
temannya yang langsung berjalan di sisi-sisi lelaki itu berjalan. Aku pun
mempercepat langkah kakiku di belakangnya, hati ini seakan ingin memanggilnya
agar dia berhenti, namun lisanku tak kuasa untuk mngeluarkan kata apapun. Aku
semakin mempercepat lagi langkah kakiku dan dia berjalan semakin jauh, aku
sedikit berlari hingga sepertinya aku benar-benar berlari di koridor itu.
Kuharap dia berhenti sejenak. Aku lelah, sungguh aku tidak kuat lagi untuk berlari
dan aku memilih untuk tidak melanjutkanya. Sekejap aku terpaku menatap
punggungnya yang semakin hilang di ujung sana. Kutarik nafas panjang dan
berbalik arah, berjalan dengan lamat menuju tangga dimana seharusnya aku turun.
Dan aku masih berharap agar esok bisa bertemu dengannya lagi.

Keesokan harinya..
Aku merasa sedikit kecewa atau bahkan menyesali diriku sendiri karena aku tidak
menoleh ke arahnya saat dia tersenyum kepadaku atau karena aku tidak berhasil
mengucapkan terima kasih dan bertanya namanya. Dan perihnya lagi aku tidak
lolos pada tes tertulis kemarin. Ohh aku tidak tahu bagaimana dengan
keberuntungan lelaki itu.. dan..

Flashback off..

Apa kabarnya lelaki itu sekarang?


BRUUAAKKK!!!
Suara buku-buku yang jatuh dari rak buku itu membuatku tersadar dari
lamunanku. Kuhampiri lelaki di sana yang sudah pasti dialah orang yang
menjatuhkan buku-buku itu hingga aku terkejut disko dibuatnya.
“sini biar aku bantu” ucapku sembari mengambil satu demi satu buku yang
berserakan itu.
“terima kasih, sepertinya aku memang membutuhkan bantuanmu” sembari
mengangkat wajahnya.

1 detik, 2 detik, 3 detik, tik tok tik tok… bola mata kami berada pada satu garis
lurus, menyelam dengan tenang dan begitu dalam. Apa aku mati? Dimana detak
jantungku dan saraf-saraf ototku? Apakah aku masih berada dalam lamunan?
Tolong!! Seseorang, siapa saja cubit aku?

“aauu..”
“tolong jangan berteriak di dalam perpustakaan!” tegur seorang petugas di sudut
sana.
“Ssssstttt… jangan teriak” dengan jari telunjuk yang bertengger manis di bibirku.
“maaf, sakit benget ya?” tanyanya. Mataku semakin membulat. “gak nyangka ya,
kita bisa ketemu lagi” sambungnya dengan senyum manis yang kian melebar,
persis seperti satu tahun lalu.
“in, ini beneran kamu?” tanyaku masih tak percaya.
“ya.. iya ini aku”
Bibirku yang sedari tadi terus melongo memandangnya berganti menjadi sebuah
senyuman. Dan teringatlah aku pada satu hal. Takkan aku lewatkan lagi
kesempatan yang kesekian kalinya ini seperti satu tahun lalu.
“Oh ya, waktu kita ngobrol-ngobrol itu.. kita.. belum ada kenalan lho ” ucapku
malu-malu. Ahayyy..
“Oh, iya ya kok kita bisa ya ngobrol panjang sebelum sesi kenalan” sahutnya
dengan tawa kecil. “ya udah, kenalin namaku Deva Mahendra” dia nengulurkan
tangan yang sedetik berikutnya kujabat.
“Zayya Hafisa” senyum pun mengembang di antara kami.

Akhirnya, aku tak melewatkan lagi kesempatanku untuk menanyakan siapa


namanya.

Cerpen Karangan : Sofia


Blog / Facebook : Amelia Sofia
LELAH MENANTI

Cerpen Karangan : Maylya Isnaeni


Kategori : Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Patah
Hati, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada : 7 September 2019

Di bawah pancaran sinar matahari, dua orang pemuda yang sedang asik
memperebutkan bola oranye itu seakan tidak mempedulikan keringat yang
bercucuran membasahi wajahnya. Mereka tertawa lepas tanpa memperlihatkan
wajah yang kelelahan, tanpa mempedulikan seragam sekolahnya yang semakin
bau terkena keringat. Hingga akhirnya mereka menghentikan permainan dan salah
satu dari mereka menanyakan sesuatu dan hanya dijawab dengan anggukan oleh
pemuda yang satunya, kemudian mereka berjalan ke pinggir lapangan mungkin
mereka lelah.

Tidak lama setelah mereka berdua duduk di pinggir lapangan ada seorang gadis
berambut panjang bermata lebar yang berlari menghampiri mereka dengan
membawakan sebotol minuman dan diberikan kepada pemuda dengan sorot mata
tajam dengan kulit hitam manis, sedangkan pemuda berhidung mancung dengan
sorot mata teduh dan berkulit putih di sebelahnya hanya tersenyum melihat
sahabatnya itu.

Tanpa mereka semua sadari, ada seorang gadis yang memperhatikan mereka dari
bangku taman yang tidak jauh dari lapangan basket. Ya gadis mungil berambut
panjang yang mengenakan bandana berwarna hijau muda itu enggan mengalihkan
pandangannya dari sana, mungkin ada yang ia pikirkan dengan memperhatikan
dua pemuda yang sama-sama pernah mengisi hatinya bahkan sampai sekarang
salah satu pemuda itu masih tetap ada di hatinya. Gadis yang duduk sendiri dan
hanya ditemani oleh sebuah buku diary berwarna hijau muda itu ialah Ranesya
Iraniah, atau lebih akrab disapa Nesya. Dan pemuda berhidung mancung dengan
sorot mata teduh dan berkulit putih itu ialah Raynald Elhandi atau lebih akrab
disapa Ray, dia adalah mantan kekasih Nesya dan setahu Nesya setelah mereka
putus Ray dikenal sebagai seorang playboy, tidak seperti yang Nesya kenal dulu.
Sedangkan pemuda dengan sorot mata tajam yang berkulit hitam manis itu ialah
Narendra Haffandi atau lebih akrab disapa Rendra, dia adalah sahabat Nesya sejak
kecil dan bahkan mungkin Nesya menaruh harapan lebih dari sahabat kepada
Rendra, namun harapan itu harus dikuburnya dalam-dalam karena Rendra telah
memiliki pacar. Ya gadis berambut panjang bermata lebar yang menghampirinya
adalah pacarnya, dia ialah Calya Karelina dan lebih akrab disapa Calya. Calya
merupakan kakak kelas mereka namun karena wajahnya yang imut mungkin
terlihat cocok dengan Rendra yang notabenenya adalah adik kelasnya.

Angannya kembali ke masa itu, kepada kejadian beberapa bulan yang lalu, yang
mengharuskan Nesya menjaga jarak dengan Rendra. Waktu itu Rendra masih
berpacaran dengan Kak Filda, dia juga merupakan kakak kelasnya. Awalnya
hubungan Rendra dan Kak Filda baik-baik saja, bahkan di sekolah mereka dikenal
sebagai pasangan yang cukup membuat orang lain iri melihatnya dan Nesya pun
cukup akrab dengan Kak Filda karena mereka sama-sama anak organisasi. Hingga
beberapa bulan kemudian mereka putus entah karena apa? Nesya sendiri tidak
mengetahuinya. Yang Nesya tahu Rendra hanya bilang kepadanya bahwa dia
putus karena merasa sudah tidak nyaman.

Namun ternyata sepertinya Kak Filda tidak menerima dengan keputusan Rendra
dan menyangka bahwa Nesyalah penyebab ini semua. Karena beberapa minggu
setelah mereka putus Kak Filda menulis di dinding facebooknya dengan kata-kata
yang tidak mengenakan dan itu ditujukan kepada Nesya. Awalnya Nesya tidak
mengetahui itu karena memang dia tidak cukup aktif dalam bermain social media,
hingga akhirnya salah satu sahabatnya memberitahunya bahwa kata-kata Kak
Filda di dinding facebooknya ditujukan untuknya. Dan yang membuat Nesya
tidak menyangka adalah dalam tulisannya Kak Filda menyindir Nesya dan
mengatakan bahwa Nesya adalah orang munafik, tambah-tambah saat dia
membaca semua komentar yang mengomentari tulisan itu, ada salah satu
komentar yang menuliskan “dari luar aja keliatan alim, padahal sih sebenarnya
munafik”. Dan itu dituliskan oleh sahabatnya sendiri dan bahkan sahabat-
sahabatnya yang lain juga banyak yang meng-iyakan tulisan itu, Nesya tidak habis
fikir oleh semua itu.

Rendra yang mengetahui semua itu merasa tidak enak dengan Nesya karena tidak
cuma di facebook Nesya dibully, namun di sekolahnya juga dia dijauhi oleh
beberapa sahabatnya. Dan Rendra memutuskan untuk meminta maaf kepada
Nesya, karena keputusannya memutuskan Kak Filda ternyata berimbas kepada
Nesya. Saat Rendra meminta maaf, akhirnya Nesya memutuskan agar mereka
menjaga jarak hingga semua kembali seperti semula, dengan catatan mereka
masih bersahabat namun jika di depan teman-teman mereka berusaha berbicara
jika ada perlu saja tidak lebih. Dan benar, Rendra menuruti permintaan Nesya
namun sepertinya dia benar-benar melupakan Nesya sejak dia berpacaran dengan
Calya hingga sekarang, Rendra benar-benar mengacuhkannya, Rendra benar-
benar sudah tidak peduli dengan Nesya. Itulah yang membuat Nesya sedih, namun
Nesya selalu berfikir mungkin dengan bersama Calya, Rendra bisa lebih bahagia.

Angannya kembali, tanpa sadar seulas senyum muncul di wajah Nesya sekejap
dan setelah itu hilang. Senyum yang menyembunyikan seribu satu rasa yang ia
rasakan. Nesya mengambil buku diary di sampingnya dan menumpahkan rasa
yang sedang ia rasakan ke dalam barisan kata.

“RINDU”

Hay Rindu,
Sejak kapan kita sedekat ini?
Ehm, entahlah Aku sendiri lupa,
Mungkin sejak,
Aku terperangkap dalam belenggu rasamu yang asing,
Rasa yang sebelumnya tidak pernah kukenal saat Dia masih dekat.

Hay Rindu,
Sejak kapan engkau hadir?
Mungkin sejak,
Aksaranya mulai menghilang dari ponselku,
Aksara yang dulu selalu datang tanpa pernah kuminta.

Hay Rindu,
Kapan kau akan pergi?
Apa saat Dia mulai kembali lagi?
Namun itu hanyalah harapku,
Harapan kosong yang selalu meyakinkanku bahwa Dia akan kembali.

Dia menuangkan perasaannya dalam puisi yang berjudul “rindu”, ya dia


merindukannya. Merindukan sosok yang dulu pernah hadir dan sampai sekarang
namanya masih tetap di hatinya.

Nesya menutup buku diarynya dan beranjak dari duduknya untuk menuju ke
kelasnya. Entah apa yang sedang dipikirkan Nesya hingga dia berjalan tanpa
memperhatikan jalannya dan itu mengakibatkan dia menabrak seseorang hingga ia
sendiri terjatuh saat berada di koridor kelas. Nesya mendongak dan mendapati
sesosok wajah lelaki yang sangat ia rindukan dengan tatapan tajam yang masih
sama seperti yang dulu. Mereka sama-sama terdiam untuk beberapa detik.
“Eh, sorry Sya.” ujar cowok itu, ya benar dia adalah Rendra.
“Iyah nggak pa-pa kok Ren.” jawab Nesya sambil menunjukkan seulas senyum
untuk meyakinkan bahwa dia tidak apa-apa.
“Yaudah aku duluan ya.” ujar Rendra dengan melangkahkan kakinya
meninggalkan Nesya.
Nesya hanya tersenyum tipis sambil memandangi punggung itu yang akhirnya
menghilang di belokan ujung koridor kelas. Dia hanya bisa menghela nafas
mengingat sekarang Rendra sudah tidak mempedulikannya lagi. Nesya pun
kembali melangkahkan kakinya menuju kelasnya.

Hari-hari Nesya kini ia jalani dengan sepi, tanpa Rendra. Sekalipun mereka
berdua sering bertemu dalam acara-acara organisasi, namun tak sekalipun Rendra
menyapa Nesya, jangankan menyapa tersenyum tipis saja mungkin dia enggan.
Kriiiiingggggg kriiiingggg kriiiiingggg, Nesya terbangun dari tidurnya ketika
mendengar dering alarm jam bekernya berbunyi. Nesya mengambil jamnya dan
melihat jarumnya yang menunjukkan pukul 11:50 malam, yah seharusnya masih
sangat malam untuk jamnya berdering ditengah malam seperti ini, namun tidak
untuk malam ini. Nesya sengaja mengatur alarmnya pada pukul 11:50 untuk hari
ini, itu semua ia lakukan hanya untuk memberi ucapan kepada seseorang yang
akan berulang tahun tepat di pukul 12 nanti.

Nesya pun mengambil handphonenya yang tergeletak di meja samping tempat


tidurnya, menuliskan beberapa baris kalimat di kolom sms setelah ia rasa sudah
tepat, Nesya melirik jamnya lagi dan ternyata jarumnya telah menunjukkan pukul
12 tepat, dan ia pun segera mengirimkan sms tersebut kepada seseorang yang
berulang tahun itu. Siapa lagi orang yang istimewa untuk Nesya sampai dibela-
belain bangun jam 12 malam cuma buat ngucapin selamat ulang tahun, ya dia
adalah Rendra.

Tanpa perlu menunggu lama, handphone Nesya pun berdering menandakan ada
sms masuk ia pun segera segera mengambil handphonenya dengan berharap itu
balasan dari Rendra. Harapan Nesya benar itu sms dari Rendra, namun sms itu
bertuliskan
“Makasih yah buat ucapannya, tepat jam 12 lagi. Ini pasti no-nya Calya kan?”
“Iya” singkat jawaban yang dikirimkannya.

Mungkin cukup Nesya sampai disini penantiannya, dia lelah dengan semua ini.
Mulai saat itu Nesya bertekad untuk melupakan Rendra.

Cerpen Karangan : Maylya Isnaeni


Blog / Facebook : Maylya Isnaeni
KOPI HITAM DAN SENYUMAN YANG MANIS

Cerpen Karangan : Phileo Nanda Wicaksana


Kategori : Cerpen Cinta Sedih
Lolos moderasi pada : 3 September 2019

Dari mata turun ke hati. Sama seperti hari itu, dimana aku jatuh hati kepada
pemimpin mos di universitasku. Hanya dari tatapan, dia berhasil menyihir hatiku.

Hari demi hari berlalu, aku selalu semangat memulai hari untuk pergi ke kampus
karena pada saat di kampus aku selalu bertemu dengan Reno. Ya. Reno namanya,
senior kampusku yang telah memikat hatiku. Dia pemain basket di kampus ini,
disaat dirinya sedang latihan aku selalu duduk di kursi penonton dan
menyaksikannya latihan sambil membaca buku dan meminum kopi hitam
favoritku. Tak jarang ia melihat ke arahku dan memberikan senyuman, begitu juga
aku saat dia melihatku aku juga memberikan senyuman, senyumannya itulah yang
selalu mengacaukan hatiku. Di saat ada lomba, Reno selalu mengikuti
pertandingan tersebut, karena dia adalah salah satu pemain terbaik di kampusku.
Setiap kali dirinya bertanding, aku selalu duduk di kursi paling depan untuk
menyaksikannya. Aku tidak ingin melepaskan pandanganku dari Reno.

Pada suatu saat kebetulan aku tidak membawa mobil ke kampusku karena ban
mobilku pecah, pada saat ingin pulang tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras
dan tidak memungkinkan jika aku pulang dengan naik ojek yang ada di dekat
kampusku. Kebetulan sekali mobil Reno lewat dan berhenti di depanku, dia
membuka jendela dan menawariku tumpangan. Awalnya aku ragu, meskipun aku
menyukainya tapi tetap saja aku merasa canggung jika hanya berdua dengan
Reno. Tapi entah bagaimana aku telah duduk di samping Reno.

“Kok kamu gak bawak mobil?” Tanya Reno


“Ban mobil aku pecah tadi pagi, jadi aku titipkan di bengkel.” Jawabku
Reno menjawab “Oh gitu, kalau besok gak ada yang ngantar pulang lagi kamu
boleh kok ikut sama aku.”
Aku hanya bisa berkata “Haha makasih udah nawarin, ngerepotin aja nanti.”
Semakin hari semakin besar rasa cintaku padanya.

Pada Siang hari itu adalah hari keberuntunganku, aku berpapasan dengan Reno di
lorong di kampusku. Pada saat itu juga ia melantunkan senyuman khasnya yang
sangat manis itu, namun aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Aku
ingin jual mahal dengan harapan dia yang mengejar diriku dan bukan sebaliknya.

Setelah ia tersenyum kepadaku di lorong itu, ia langsung memanggil diriku


“Anjani?”
Pada saat itu juga rasanya diriku ini seperti mau terbang, dan aku langsung
menoleh ke belakang ke arah Reno dan menjawab dengan penuh rasa malu “Iya?”
Reno berjalan mendekat ke arahku
“Ini nomor HP aku, besok kita ketemuan di kafe Killney bisa ya? Ada yang mau
aku omongin. Kamu kabarin aku lewat nomor yang aku kasih.”
Diriku hanya bisa menganggukkan kepala dengan perasaan senang dan malu yang
bercampur tidak tertahankan. Di malam harinya yang aku pikirkan hanyalah pergi
ketemuan dengan Reno, hingga aku tidak bisa tidur.

Keesokan harinya Sore hari itu hujan turun dengan sangat deras, tetapi aku masih
ingat bahwa saat itu juga diriku harus pergi ke kafe Killney untuk menemui orang
yang sangat kucintai itu. Tanpa pikir panjang aku langsung SMS ke nomor Reno
dan mengambil jaket dan kunci mobil untuk pergi ke kafe Killney. Sesampainya
diriku disana aku belum melihat tanda-tanda keberadaan Reno.

Aku langsung saja membeli minum untuk diriku sendiri, kebetulan cuaca sedang
sangat dingin, jadi aku memesan kopi hitam panas kesukaanku. Karena cuaca
yang sangat dingin, aku jadi ingin pergi ke toilet sembari menunggu kopiku
datang. Kembalinya aku dari toilet, aku sudah melihat kopiku dan Reno sudah
duduk disitu. Aku langsung menyeruput kopi hitamku dan rasanya luar biasa
nikmat hingga bisa menghangatkan tubuhku yang kedinginan dan ditambah aku
melihat ke arah Reno dengan senyuman manisnya itu.
“Kamu udah lama nunggu disini?” Tanya Reno
“Gak juga sih..”
Kemudian aku menawarinya kopiku “Kamu enggak mau mesen minum? Nih coba
kamu cicipin kopi yang aku pesen ini.”
“Enggak deh nanti aja.”
“Oh iya, gimana nilai kamu di kampus?”
“Ya gitu-gitu aja sih, enggak ada yang terlalu istimewa juga nilai aku.” Jawab
Reno
“Oh gitu, kalau aku sih paling senang waktu kelas matematika, makanya nilai aku
bagus disitu, ngomong-ngomong apa yang mau kamu bilang sama aku?”
Reno menjawab dan disaat bersamaan aku menyeruput kopiku untuk yang kedua
kalinya
“Sebenarnya aku cuma mau bilang kalau aku sayang sama kamu.”
Dari balik cangkir itu rasanya aku ingin berteriak dengan penuh rasa senang dan
gembira.

Aku melihat mata dan segores senyum yang ada di wajah Reno dan aku langsung
tahu bahwa semua yang diucapkannya itu tulus apa adanya, namun pandanganku
itu teralihkan oleh TV yang berada di kafe itu, isinya berita tentang mobil Camry
hitam dengan nomor polisi B 98 EZ yang mengalami kecelakaan tunggal hingga
masuk ke dalam jurang dan sedang dievakuasi, sontak aku bertanya kepada
kepada Reno
“Kamu tau gak itu mobil siapa? Sepertinya aku pernah lihat.”
Tiba-tiba ada seorang pelayan yang mendatangiku dan menepuk pundakku, di
belakangnya ada orang berseragam seperti polisi
“Mbak, sudah agak lama dari tadi anda ngomong sendirian, ini ada orang yang
ingin menemui anda.”
Polisi itu datang ke arahku dan bertanya “Apakah benar anda adalah Anjani
kawan dari Reno?”
“Ya saya sendiri Anjani, ada apa ya?”
“Mobil Camry dengan nomor polisi B 98 EZ atas nama Reno baru saja
mengalami kecelakaan dan masuk ke jurang, kami menemukan HP Reno dan yang
ada hanya SMS dari nomor anda yang berisi bahwa anda sudah menunggu di kafe
ini dan kami pun langsung menuju kemari, apa benar ini SMS dari anda dan anda
mengenal Reno? Kata polisi tersebut sambil menunjukkan SMS dari HP Reno.
Aku langsung menjawab
“Iya benar.”
Jawabku disaat bersamaan aku mengambil kopiku dari atas meja dan Reno yang
tadi ada di hadapanku sudah tidak ada lagi.

Aku hanya bisa terdiam merenung dengan penuh ketidakpercayaan, dengan


pikiranku masih membayang-bayangkan senyuman manis Reno yang kulihat tadi
kemudian aku menyeruput kopiku untuk yang ketiga kalinya, kali ini yang
kurasakan hanyalah gelap, pahit, dan hitamnya kopi ini.

Cerpen Karangan : Phileo Nanda Wicaksana


Blog / Facebook : Phileo Nanda W

Anda mungkin juga menyukai