Anda di halaman 1dari 5

Malam Hari

Cerpen Karangan: Ulfa Setyaningsih

Kategori: Cerpen Lucu (Humor)

Lolos moderasi pada: 17 March 2019

Tak seperti malam-malam biasanya, malam ini mataku sulit untuk dipejamkan, gak tahu kenapa. Dan
temanku yang biasanya nemenin bbman sudah tidur duluan. Kulihat tv masih menyala di ruang
tengah, apa mungkin Emak belum tidur, karena penasaran ku mencoba untuk melihatnya. Ternyata
enyak udah terlelap sambil mengeluarkan suara khasnya saat tertidur.

Kebetulan malam ini aku di rumah hanya dengan Emak, Bapak dan adikku lagi pergi ke rumah
saudara yang ada di luar kota.Karena tak bisa tidur, aku mengambil sebungkus good day capucino
untuk menemani malamku hari ini hingga kantukku tiba. Sambil menikmati kopi ala-ala anak muda,
aku meraih remot tv yang angka-angkanya sudah tak kelihatan lagi, yang saat itu ada di genggaman
enyak. Perlahan-lahan aku mengambilnya karena takut enyak akan terbangun.

“habis juga nih kopi” ucapku sendirian, karena acara tv tidak ada yang aku sukai, aku kembali ke
kamar. Kuraih hpku yang ada masih di isi baterainya dan biasanya orang Tulungagung menyebutkan
di ces. Tak lama, kantuk pun datang, segera kupejamkan mata dan tidur pulas.

Selang beberapa menit tidur, tiba-tiba mata ini membuka lagi, karena ada sesuatu yang mau keluar,
yapppp rasanya saya ingin buang air kecil. “Ahhhhhhh gara-gara minum kopi tadi” ucapku kesal.

Segera aku tancap gas ke kamar mandi, karena aku tinggal di Desa yang jauh tapi gak jauh-jauh amat
dari kota, suasananya sangat sepi malam itu, kebetulan kamar mandi saya ada belakang rumah, dan
malam itu juga gelap sekali, mungkin mendung kali ya. Dan aku beranikan-beranikan saja dengan
sekuat tenaga.

“ahhhhh lega” ucapku sambil megang perut. Tiba-tiba “brukkkkk”, “masya allah” spontan aku
terkejut. Aku mulai mencari suara tersebut, dan ternyata ohhhh ternyata ada seekor kucing yang
jatuh dari pohon karena sekitar lima menit kemudian ada suara kucing dan lari ke arah utara.

“Neng” tiba-tiba ada yang memanggilku, kulihat dari kejauhan ada seseorang tinggi besar menuju ke
arahku, segeralah aku lari masuk rumah dan kubangunkan emak. “Mak mak bangun ada genderuwo
mak, mak ayo cepet bangun aku takut” aku membangunkan makku yang tidur sedang tidur pulas
dengan muka ketakutan. “Genderuwo dari hongkong” ucap makku yang tak tahu sebenarnya.

Tiba tiba “tok tok tok” ada seseorang yang mengetuk pintu belakang, “mak itu genderuwonya
ngetuk pintu belakang” tiba-tiba mata emakku yang tadinya kebuka setengah menjadi kebuka
semua, karena emakku yang jagoan, dia langsung membuka pintu tersebut dan alhasil “jum ada
minyak angin” terdengar seperti suara Pakde Slamet.Ternyata orang yang aku sangka genderuwo itu
Pakde Slamet, yang saat itu akan meminta minyak angin karena istrinya masuk angin.

“Makanya kalau lihat-lihat orang tu diperhatikan dulu masak Pakdenya sendiri dibilang genderuwo”
kata makku sambil narik selimut lagi, dan kuputuskan malam ini tidur bersama emakku tersayang.
Menggapaimu
Cerpen Karangan: Lucyacia

Lolos moderasi pada: 17 February 2019

Malam hari. Lari masih memikirkan tindakan Reno tadi di sekolah. Sambil menatap langit dari balkon
kamarnya ditemani secangkir susu cokelat. Bagi Lari susu cokelat adalah teman terbaiknya saat
malam hari seperti ini. Bukan susu putih, karena jika susu putih Lari merasa mual hanya sekedar
melihatnya apalagi meminumnya, entahlah kenapa.

Angin malam terasa sangat dingin, langit yang hari ini begitu cerah menampakkan banyaknya
bintang yang menghiasi dan bulan yang tampak penuh dengan cahaya yang redup. Malam yang
menemani gundahnya hati Lari.

“Apa Reno menyukaiku?” Gumam Lari untuk kesekian kalinya. Sebenarnya jika dipikir-pikir sikap
Reno tadi hanya untuk dirinya. Reno, cowok populer yang entah kenapa tadi saat akan masuk kelas
cowok itu malah mensejajarkan langkahnya dengan Lari mencoba membuka pembicaraan diantara
mereka hingga di depan kelas Lari, Reno berpamitan sambil mengacak Rambut Lari. Perbuatan Reno
tentu membuat syok Lari karena memang hubungan Reno dan Lari tidak sampai tahap harus
berpamitan seperti itu, bahkan menjadi teman saja mereka tidak. Mereka hanya saling mengenal
satu sama lain, hanya mengenal nama. Lagi bagi Lari jika cowok sudah mengacak rambut seorang
cewek itu tanda sebuah pernyataan sayang secara tidak langsung. Itu yang Lari tangkap dari
banyaknya novel romantis yang dibacanya.

“Bintang.. aku harap bisa menggapaimu. Aku selalu bisa menggenggammu dalam telapak tangan ini
dari jauh.” Lari mengangkat tangan kanannya keatas ke arah langit membuat gerakan seolah-oleh
sedang menggapai bintang nan jauh itu. Satu bintang pilihan Lari berhasil tak tampak karna
tersembunyi dalam kepalan tangannya.

“Tapi aku ingin bisa menggenggamu dari dekat. Ingin melihatmu dari dekat agar aku tidak lagi
merasa kesepian, agar aku tidak lagi merasa rindu dan agar hati yang kosong ini terisi. Aku merasa
tidak bisa lagi hanya sekedar mengagumi mu dari jauh, aku ingin dekat dengamu. Mengagumi dalam
diam, jarak dan perbedaan itu menyesakkan.” Lari menurunkan tangannya, menyesap susu
cokelatnya dan kembali menengadahkan kepalanya menatap objek kesukaannya itu.

“Aku punya banyak keraguan. Saat aku berjalan untuk mendekatimu, apa kamu akan bertahan di
tempatmu? Saat aku sampai di tempat itu, apa kamu akan menyambutku dengan senyum? Saat aku
ingin menangkap sedikit sinarmu, apa kamu bersedia membaginya?.” Pertanyaan yang selalu
berhasil membuta Lari menjadi sendu.

“Hahaha. Wah.. wahhh, aku udah cocok jadi sastrawan aja, puitisnya nggak nahan.” Lari
menertawakan kelinglungannya menyadari kalau dia sudah terlalu jauh karna kegilaannya pada
bintang itu.
“Apa yang aku katakan? Lebih baik tidur saja,” Setelah itu Lari masuk, sejenak menatap kembali
objek indah yang bersinar itu lalu perlahan-lahan menutup pintu balkon kamarnya sambil
berapalkan sebuah kalimat dalam hatinya, ‘Aku akan menutup pintu hatiku seperti aku menutup
pintu balkon ini dengan mudahnya sehingga sinar bintang itu tidak menggangguku. Ya, meski sinar
itu hanya setitik tapi tetap saja mengganggu hati dan pikiranku. Selamat tinggal!”

Lari memandang sekitaran sekolahnya, tampak sepi meski ada juga beberapa siswa yang juga sudah
datang mungkin kebagian piket kelas. Lain halnya dengan Lari, Ia bukan kebagian piket kelas atau
ada janji bertemu dengan seseorang sepagi ini. Ya, sekarang masih jam 6 padahal mereka masuk jam
7. Lari hanya ingin berangkat lebih awal saja untuk hari ini.

Lari memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman kecil belakang sekolahnya dengan membaca
novel romantis kesukaannya. Duduk di bangku bawah pohon yang rindang, di situlah Lari sering
menghabiskan waktunya.Seakan tenggelam dengan bacaannya Lari tidak menyadari sekitarnya lagi.
Hingga sebuah sapaan mengejutkannya yang sedang ada di alam lain mengikuti bacaannya itu.

“Hai..”

“Eh?” Tepat dihadapan Lari, Reno tersenyum manis menampakan lesung pipit di sisi kiri dan kanan
pipinya membuat orang lain iri saja tentu lesung pipit itu kan yang selalu dianggap manis oleh
banyak orang. Sedangkan Lari kini sibuk memasukan novel ke dalam tasnya dan siap akan
meninggalkan taman itu.

“Lari, mau ke mana?” tanya Reno yang heran melihat tingkah Lari. Kenapa Lari menghindarinya?

“Aku ingin ke kelas… sepertinya sebentar lagi bel..” Lari kembali ingin melanjutkan langkahnya
namun kembali Reno mencegatnya dengan perkataannya itu.

“Aku mau ngomong, Rii. Lagian masih ada 30 menit baru bel.”

“Maaf, ingin membicarakan apa ya Reno Ansgar?” Balas Lari dingin. Lari tidak mau luluh dengan
segala ketidak jelasan Reno. Mereka tidak pernah berteman tapi sikap Reno seakan mereka sudah
berteman lama tapi kadang Reno juga seakan tidak mengenalnya.

“Lari, dengarkan aku dulu,” Reno menatap Lari teduh. “Bolehkan?” Reno lalu memilih duduk di
bangku taman yang semula ditempati Lari sembari menepuk-nepuk bagian kosong sebelah kanan
menyuruh Lari untuk menempati bagian itu. Meski dengan setengah hati Lari akhirnya mau juga
mengikuti keinginan Reno.

‘Sebenarnya apa mau cowok nyebelin ini.’ Batin Lari. Lari merasa aneh, kenapa Reno mengajaknya
bicara? Mau membicarakan apa?

“Larita Hillary, usia 16 tahun, ulang tahun tanggal 12 Januari, kelas XI IPS 3. Cewek yang suka baca
novel romantis, baperan saat nonton drama korea tapi paling anti dengan cerita yang sedih-sedih
apalagi yang sad ending. Nggak suka pake banget sama film horor gara-gara hantunya sering tiba-
tiba muncul dan suasananya selalu gelap, itu mengagetkan plus menyeramkan baginya. Suka
menatap langit, entah apa yang dilihat di sana. Paling nggak suka sama pelajaran menghitung, suka
sama pelajaran Bahasa Indoesia aja. Punya sahabat namanya Yustika, kalo Yustika nggak pake maksa
ngajak jalan pasti seharian dikamar aja bergelut dengan novel, laptop dan hp. Cewek yang nggak
suka sayur, jarang makan tapi kalo masalah nyemil nomor satu. Juga cewek yangg tingkat
kepercayaan diri sangat rendah, sering ngatain diri sendiri kalo dia itu jelek.” Reno menjeda
ucapanya hanya untuk melihat reaksi Lari. Reno hanya tersenyum melihat wajah syok Lari sampai-
sampai Lari lupa menutup mulutnya. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca.

“Tapi bagiku dia itu cantik, sangat cantik malah. Aku suka senyum tulusnya saat memandang langit
biru, aku suka tawa lepasnya itu saat ada sesuatu yang menggembirakan, aku suka dengan wajah
kesalnya saat tidak menemukan novel yang dicarinya, aku suka wajah marahnya itu saat dia dikerjai
teman-teman yang lain. Dia baik hati yang menyisihkan uang jajannya hanya untuk memberikan
pengemis yang setiap hari selalu ada di jalur jalan ke rumahnya, dia akan menyempatkan diri untuk
memberi kucing liar cemilannya dijalan dan dia akan tersenyum sepanjang jalan, menyapa ramah
orang-orang kompleknya. Itulah kebaikan yang sungguh aku kagumi. Pokoknya aku suka semua
tentang Larita Hillary.” Reno menghembuskan nafas seakan masih banyak yang akan Ia ungkapkan.

“Ahh.. aku tidak suka satu hal tentangnya yaitu ketidakpekaannya. Aku sering me-likes postingan
sosmed yang hanya penuh dengan gambar sampul novel. Aku juga jadi sering keperpustakaan hanya
untuk melihatnya. Aku bahkan ke toko buku hanya untuk pura-pura bertemu secara tak sengaja,
bahkan di sekolah aku sering ke toilet, ke kantin barengan dengan waktu cewek itu tapi hasilnya
hanya balasan sapaan yang selalu kaku. Aku juga sering banget curi-curi pandang ke arah dia, tapi
malah sahabatnya aja yang sadar. Aduuhh… nasibku,”

“Eh? Itu…” Lari terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Reno. Ya, Lari menyadari hal itu. Ada
satu akun yang sering memberi ‘like’ postingannya itu @Ansgar R. Ia dan Reno juga sangat sering
bertemu tanpa sengaja, lalu Reno akan memberi senyum manisnya yang dibalas Lari dengan senyum
kaku. Reno akan menyapanya dengan kata ‘Hai,’ jika berpapasan di lorong, toilet atau kantin, jika
bertemu di perpustakaan Reno akan menyapanya dengan kata ‘Lagi baca apa?’ atau jika di toko
buku Reno akan memulai dengan sapaan ‘Cari novel apa?’ namun semua tanggapan Lari sama yaitu
senyum kakunya dan balas menyapa ‘hai’ atau dengan jawaban ‘tidak.’ Lari hanya terlalu gugup
berhadapan dengan cowok yang selama ini diam-diam disukainya itu. Hanya itu masalahnya.

Melihat Lari yang sepertinya sudah menyadari sebenarnya apa yang terjadi pada mereka berdua,
Reno akhirnya membuka percakapan lagi setelah beberapa waktu tenggelam dengan pikiran masing-
masing.

“Jadi.. Setelah panjang kali lebar aku menjelaskannya sampe mulutku ini jadi pegal, apa aku harus
mengatakan kesimpulannya dulu?” Reno tersenyum menatap Lari yang kini menjadi salah tingkah.
Wajah Lari sudah memerah seperti tomat saja saking malu yang bercampur gugup. Apalagi
mendengar godaan Reno tadi. Kemana Lari yang penuh haru tadi. Tentu Lari tidaklah bodoh kecuali
masalah ketidakpekaannya itu Ia tahu kesimpulan apa yang dimaksud Reno, cowok yang berhasil
membuat dadanya bergemuruh, berdebar seakan baru saja ikut lomba lari.

“Hmm.. itu.. itu tidak perlu.” Sambil mengatakan itu Lari menolehkan kepalanya ke belakang seakan
tidak sanggup memandang Reno saking malunya. sedangkan Reno melihat tingkah Lari hanya bisa
tersenyum bahagia. Cintanya terbalas. Reno mendekati Lari membunuh jarak di antara mereka.
Secara perlahan-lahan merengkuh Lari dalam pelukannya. Seakan ingin menyatukan debaran
jantung mereka berdua. Merasakan desiran yang begitu membahagiakan diantara mereka. Senyum
masing-masing tampil di kedua sudut bibir mereka seakan menyatakan mereka sudah menjadi
sepasang kekasih saat ini.

“Sejak kapan?”

“Entahlah, yang jelas sejak aku menyukaimu aku selalu mencari tahu apapun tentangmu.”

Lari telah terjebak pesona Reno begitu juga sebaliknya namun hanya karna Lari yang begitu
mempercayai bahwa Reno, si bintang tak akan pernah bisa dicapainya hanya karna perbedan yang
begitu kentara. Ya, Lari hanya gadis berkacamata, dengan rambut panjang yang selalu diikat dan
memiliki otak setengah, itu yang selalu Lari keluhkan. Intinya Lari itu tidak cantik, jauh dari kata
sempurna untuk ukuran pendapat teman-teman penghuni sekolah ini. Sedangkan Reno itu cowok
keren yang otaknya encer yang tentu masuk kelas IPA 1 dan ketua OSIS pula. Intinya Reno itu cowok
populer yang banyak penggemarnya.

Reno juga menganggap jika Lari terlalu jauh jaraknya untuk digapainya karna Lari terlalu nyaman
dengan dunianya sendiri.

Tapi kini, Lari telah menggenggam bintangnya dan Reno telah membagi cahanyanya. Itulah akhirnya.

Bel tanda masuk sudah dibunyikan sejak 15 menit yang lalu. Meski mereka dua akan mendapatkan
hukuman karna telat masuk kelas, biarlah karna jika sudah mendapatkan mantra cinta, hukuman
bisa saja terasa sangat manis.

Anda mungkin juga menyukai