Anda di halaman 1dari 11

“ When You Wish Upon A Star ”

Oleh : Lilyan Bisty - XI B (18)

Perkembangan dunia terjadi sangat pesat bahkan di luar kendali kita, dunia akan terus
berkembang. Perkembangan ini memunculkan pemikiran, wadah, dan inovasi baru,
namun pada saat yang sama ia juga menenggelamkan semua pencapaian lama. Tekanan
dan tuntutan yang kita dapatkan juga bertambah seiring berkembangnya dunia, hal ini
menyebabkan timbulnya rasa stress dan depresi dalam diri. Ketidakmampuan untuk
mengikuti arus perkembangan dunia juga telah memunculkan kekhawatiran, kecemasan
dan keluhan bagi sebagian orang.

Gabriella Taylor, ia merupakan salah satu dari “sebagian orang” yang memiliki
kecemasan dan banyaknya keluhan akan arus perkembangan dunia. Salah satu keluhan
yang sering diucapkan nya berbunyi “seandainya waktu bisa diputar kembali, pasti
kesalahan bisa diperbaiki dan hidupku akan menjadi lebih baik” tapi tentunya itu
hanya khayalannya semata, bagaikan sebuah mimpi di siang bolong yang tak akan pernah
terwujud. Namun, ia bukanlah seorang pecundang yang selalu menghabiskan waktunya
untuk mengeluh. Gabriella adalah seorang mahasiswa teknik geologi di ITB yang tahun
ini akan genap berusia 20 tahun. Ramah, pintar, aktif itu kata orang - orang tentang Ella,
ciri khas yang bisa kamu hafalkan darinya adalah rambut lurus hitam, gigi gingsul dan
lesung pipi yang semakin mempercantik penampilannya.

Ella terlahir dari keluarga yang sederhana dan penuh ambisi. Segudang bakat sudah ia
kuasai sejak dini demi memastikan masa depan yang menjanjikan, dan semua itu
terbayarkan setelah ia masuk ke universitas impiannya. Dia seharusnya bebas dari
kekhawatiran tentang masa depannya, namun semua tekanan dan ekspektasi yang
ditumpahkan padanya seolah menjadi sebuah belenggu yang tak kan pernah bisa ia
lepaskan.

Minggu malam pukul 23. 00, ditemani secangkir matcha hangat dan terangnya lampu
belajar, Ella membaca kembali materi ujiannya untuk besok pagi. Dinginnya angin malam
yang menelisik masuk lewat jendela kamar menyapa Ella, seolah memberi tahunya untuk
segera menutup jendela. Tersadar akan hal itu, ia segera bergegas menutup jendelanya dan
memakai erat sweater biru dengan corak motif bunga tulip, kesukaannya. Ella kemudian
melanjutkan sesi kencannya dengan buku, ia terlihat asyik membaca buku itu, namun
sebenarnya, pikirannya melayang jauh dari itu. Lebih dari sekedar memikirkan rumus
fisika, pikirannya dipenuhi dengan kenangan akan kesulitan hidupnya. Seperti
ranting-ranting yang menjalar, kegagalan dan kebosanan yang merasuk dalam dirinya
telah menghiasi ruang pikirannya. Beban itu menyusup ke setiap sudut dalam dirinya,
memuncak dari masalah keluarga, pertemanan yang meredup, hingga kesulitan di
kampus.
Ella merasa kepalanya riuh dengan beban pikiran, lebih gaduh daripada suasana
sekitarnya. Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak, menikmati kesunyian malam,
sembari mencoba meredakan kegaduhan dalam pikirannya. Tangan lentiknya mengambil
sebuah kotak musik klasik dengan balerina cantik di atasnya, dengan lembut, ia memutar
kotak musik itu, sambil meletakkan kepala nya di meja. Melodi - melodi indah terdengar
keluar dari kotak musik itu, lantunan lagu When You Wish Upon A Star memberikan
sebuah kenyamanan dan ketenangan tersendiri bagi Ella. Malam itu, Ella tertidur sambil
mendengarkan melodi dari kotak musiknya, dengan sebuah harapan agar esok pagi dia
terbangun dalam keadaan lebih baik.

Kring. . kring . . kring. .


Suara alarm jam weker terdengar memecah keheningan ruangan, tangan Ella reflek
mematikan alarm itu. Dengan mata yang masih tertutup, ia sedikit menggeliat, hendak
mendudukan diri, namun satu fakta kecil menyadarkannya. Kapan dirinya berbaring? Ia
ingat betul semalam dirinya duduk sambil mendengarkan kotak musiknya, jadi
bagaimana mungkin dia tiba - tiba di di kasur sekarang? Ella berusaha tenang, ia mulai
mengatur nafasnya perlahan - lahan, ia membuka kelopak matanya, menatap benda di
sekelilingnya yang terlihat sangat asing. Tempat apa ini? Dimana dirinya? Sejak kapan
kamar pastelnya berubah menjadi penuh tanaman dan lentera begini? Belum selesai
dengan kebingungannya, Ella mendengar suara pintu diketuk.

Tok. . tok. . tok . .


“Ella apakah kau di dalam?” tanya seseorang dari luar
“Ah.. eh iya aku di dalam, sebentar akan aku buka pintunya” jawab Ella

Dengan langkah tergesa, Ella kemudian mendekati pintu kamar dan membukanya.
Dihadapannya sekarang, berdiri seorang gadis dengan rambut pirang, tinggi dengan mata
hijau yang menghanyutkan. Cantik, satu kata yang langsung terlintas di kepala Ella ketika
melihatnya. Sungguh Ella tidak hanya membual, gadis di hadapannya sekarang sangatlah
cantik sekali, dirinya sungguh memukau. Dalam hening, mereka berdua bertatapan cukup
lama, Ella masih terpesona dengan kecantikan gadis di hadapannya. Tanpa memutuskan
kontak mata mereka berdua, gadis itu memulai percakapan dengan Ella.

“Selamat pagi Ella, apakah kau siap untuk Archipelago Contest?” ucap gadis itu
“Selamat pagi juga, uh. . sebentar, untuk kontes apa…?” balas Ella dengan raut muka
kebingungan

“Archipelago Contest, jangan bilang kau melupakannya, kita akan melakukannya besok
pagi Ella, ini sangat penting !” ucap gadis itu dengan menggebu - gebu
“Ah tentu saja aku tidak melupakannya, bagaimana jika kamu menjelaskan nya sedikit
selagi aku bersiap? aku bermimpi aneh semalam, rasanya aku jadi melupakan semua hal
yang aku ingat” balas Ella dengan tatapan membujuk
“Benarkah? mungkin itu efek setelah kau mengkonsumsi ramuan babbling? Kau tahu, kau
pingsan setelah meminumnya dan sedikit meracau aneh. .” jelas gadis itu

“Ya ya, mungkin, aku rasa juga begitu, ayo masuk dan jelaskan semuanya” ucap Ella
sembari menyuruh gadis itu masuk

Mereka berdua kemudian masuk ke kamar Ella, sembari Ella bersiap ia menanyakan
beberapa hal kepada gadis itu, ternyata namanya adalah Sunny Martinez, ia berasal dari
Phoenix House. Sebentar- apa itu Phoenix House? Yeaa. . setelah melakukan sesi tanya
jawab yang sangat panjang, Ella mendapatkan beberapa informasi penting.

Ella kini menempati sebuah asrama istimewa dalam sebuah Academy yang terletak di
Kerajaan Verdanthia.Kerajaan Verdanthia dikelilingi oleh pemandangan gemerlap yang
menakjubkan, dengan pegunungan yang menjulang gagah di utara dan lautan biru yang
memukau di selatan. Kerajaan ini penuh kedamaian dan rakyatnya hidup dengan makmur
sejahtera. Rakyat disini dibebaskan dari adanya pajak dan masyarakat tak mampu selalu
mendapat bantuan. Raja Royald William, sosok raja mereka yang adil dan bijaksana. Tak
hanya dikenal karena kemakmurannya, namun juga akan kemegahan academy nya.
Crystal Academy, adalah salah satu dari sekian banyaknya academy yang ada di Kerajaan
Verdanthia. Berbeda dari academy lainnya, Crystal Academy hanya bisa dimasuki oleh
siswa terbaik dari yang terbaik. Dari ribuan pendaftar, hanya segelintir atau sekitar 10%
peserta yang dapat lulus tanpa hambatan.

“Arghh kepalaku rasanya akan pecah, looks like I’m going mad” batin Ella sambil
termenung memikirkan hal tersebut

Point Of View Ella

Crystal Academy memiliki 4 shelters (asrama) dan setiap shelters memiliki karakteristik
tersendiri, aku akan mencoba menjelaskan nya secara sederhana. Pertama adalah Citryne
shelters, asramanya sangat melekat dengan warna kuning agak oranye. Citryne
dilambangkan dengan burung phoenix sebagai tanda keabadian dan kekekalan. Mereka
digambarkan sebagai seseorang yang tangguh, berani dan memiliki jiwa kepemimpinan,
mereka dianggap memiliki naluri alami dan suka akan tantangan. Seorang Cytrine sangat
terkenal akan kekuatannya di elemen api, mereka bisa mengendalikan dan memanipulasi
api seperti yang mereka inginkan, kekuatan ini dapat digunakan untuk menyerang,
pertahanan diri atau bahkan untuk menciptakan sumber cahaya. Tak hanya dalam elemen
api, Citryne juga memiliki kekuatan untuk teleportasi, self-regeneration, dan resurrection
touch.
Baiklah aku rasa cukup untuk Citryne, mari kita beralih ke Aquamarine. Aquamarine
shelters, jika Citryne identik dengan warna kuning-oranye senja yang terlihat
menghangatkan maka Aquamarine identik dengan warna biru laut memikat yang
menghanyutkan. Mermaid adalah lambang dari Aquamarine, mermaid dipercaya sebagai
tanda akan sesuatu yang tidak terikat, berdiri sendiri dan memiliki kebebasan. Anggota
shelter ini digambarkan sebagai seseorang yang ramah, mudah beradaptasi, serta suka
berdiskusi namun mereka memiliki rahasia tersendiri yang cenderung memberikan
mereka kesan misterius. Berbanding terbalik dengan kekuatan api Citryne, elemen air
adalah identitas dari seorang Aquamarine. Selain itu mereka juga terkenal sebagai
pengendali pikiran, dan penyembuh. Saat mereka mulai bernyanyi, kau akan merasa
dibawa menyelam, menuju mimpi terbesar yang pernah dirimu dambakan, aku rasa itu hal
bagus tapi kau akan kehilangan kesadaran setelahnya dan mereka akan mulai mengambil
alih pikiranmu.

Ah cukup, ini mulai terdengar tidak jelas, mari kita lanjutkan saja ke Amethyst. Amethyst
shelter, jika kau pernah melihat seorang anak ambis yang selalu belajar setiap harinya, tak
mau kalah saIng dan sifatnya cukup menyebalkan, aku rasa itu adalah tipikal penghuni
Amethyst shelter. Bukan bermaksud buruk, tapi patut diakui sikap mereka cukup
menyebalkan. Sunny mengatakan mereka sangat berbakat dalam bidang elemen maupun
penguasaan teknik sihir, namun mereka senang sekali membanggakan dirinya hingga
setiap orang akan bosan mendengarnya. Ugh, terdengar memuakkan. Lambang shelter
mereka adalah seekor naga dengan tubuh yang dipenuhi sisik sekeras baja, tanduk
panjang di bagian kepala dan tak lupa gigi taring yang siap untuk mencengkram mangsa.
Sumber kekuatan mereka berasal dari api ungu, api terpanas yang bisa membakar apapun
di dunia ini. Mereka kebal terhadap suhu dan hawa panas, konon jika anggotanya berhasil
melakukan triaksata maka mereka dapat menguasai teknik harsa untuk terbang
selayaknya seekor naga.

Terakhir namun tak kalah penting, Quartz. Bisa aku katakan Quartz shelter sangatlah
berbanding terbalik dengan Amethyst, keduanya ambivalen. Putih, warna yang
melambangkan kesucian, kemurnian, dan ketenangan, itulah warna dari Quartz.
Dilambangkan dengan unicorn, seekor kuda putih dengan tanduk ajaib dan surai
menawan yang dimilikinya. Empati, unik dan cerdas, tiga kata yang bisa aku gambarkan
tentang penghuni shelter ini, Sunny mengatakan jika mereka sangat baik hati dan sangat
pintar. Mereka pengendali elemen cahaya dan udara, mereka bahkan bisa melakukan
sesuatu tanpa perlu mengatakannya. YA!!, mereka bisa telepati dan telekinesis, bukankah
itu sangat keren??
Aku rasa cukup dengan perkenalan shelters nya, sekarang aku dalam masalah. Besok
adalah Archipelago Contest, setiap shelters diminta mengirimkan seorang perwakilan
untuk kontes itu dan kabar buruknya aku terjebak sebagai perwakilan Quartz shelters.

“Sial, aku bahkan tak tahu mengapa aku disini, kenapa malah ada kontes konyol seperti
ini ARGHH” keluhku sambil memukul bantal di kasurku

Tak puas dengan melampiaskan amarahku pada bantal tak berdosa itu, amarahku masih
tak kunjung reda, aku uring - uringan di atas kasur sambil mengeluh untuk kesekian
kalinya

“Aku harus bagaimana Tuhan, aku bahkan tak tahu cara mengendalikan elemen?!! belum
5 menit memasuki kontes itu aku pasti sudah mati konyol. Ah rasanya lebih mending aku
mengerjakan soal fisika saja, aku berjanji akan belajar dengan giat, itupun jika aku bisa
kembali dengan selamat” desahku dengan lesu

“Apakah tidak ada petunjuk lain, ini sudah sore dan kontesnya besok pagi ! Dosa apa
yang telah aku lakukan hingga terjebak seperti ini” tanyaku pada diri sendiri

Pasrah dan lelah dengan keadaan aku pun memutuskan untuk berbaring lebih tenang di
kasur, aku sandarkan kepalaku ke sebelah kiri. Hawa dingin seketika menyapa kulit
tanganku, dengan malas kutarik kasar selimut yang berada di kakiku. Aku ingin tidur, tapi
tidak bisa. Kepalaku terasa berat, rasanya frustasi dan takut, bagaimana ya nasibku ke
depannya?. Dengan lirih aku bergumam Archipelago dengan suara lemah, tanpa sadar aku
menyebutnya 3 kali sangking frustasinya!

Tepat setelah aku mengatakan Archipelago, sebuah sinar terang muncul di atas meja
belajarku. Aku terkejut. . apa itu?

Dengan pelan kudekati meja belajar itu, aku mencoba menengok ke atas meja,
memastikan tidak ada sesuatu yang aneh. Ada sebuah buku di sana, buku itu terlihat tua
dan sampul nya terlihat unik, terlihat 5 kristal dengan warna yang berbeda di atasnya.
Aku putuskan untuk membuka buku itu, tunggu . . . tidak ada yang aneh, tidak ada cahaya
yang muncul ataupun hologram. Aku buka lembaran - lembaran buku itu hingga ke
bagian tengah, ada sesuatu yang tertulis.

“Ikutilah Archipelago Contest, temukan Moonstone dan Quartz Crystal maka kau akan
bisa kembali ke duniamu”

Aku terkesiap ketika membacanya, dengan agak ragu aku coba bertanya ke buku itu
“Bagaimana caranya aku bertahan?? Aku tidak tahu cara menggunakan elemen ataupun
sihir”

Sebuah kalimat baru muncul,


“Ketika waktunya datang, kau akan mendapatkan bantuan ”

“Bantuan? bantuan apa maksudmu? apakah bala tentara perang atau sebuah kekuatan luar
biasa?” balasku setelah membacanya

Tulisan lain muncul kembali


“Percayalah terhadap dirimu sendiri, maka kau akan menemukan jawabannya,
gunakanlah liontin mu sebagai penentu jalanmu”

“Tunggu, apa? Liontin? Ini hanya liontin sederhana yang bahkan tak punya kekuatan
spesial, bagaimana ia bisa membantuku?!!” keluhku kepada buku tua itu

Aku menunggu, namun tak ada tulisan lain muncul. Aku coba pikirkan kembali petunjuk
dari buku itu, liontinku. Liontin berbentuk matahari yang diberikan ayahku saat usiaku 17
tahun. Apa yang spesial dari liontin ini? aku terus bergelut dengan pikiranku sendiri,
mencoba memikirkan jalan keluar akan permasalahan esok pagi. Aku akan pergi
menemui Sunny saja, kurasa ia bisa membantuku mempelajari beberapa mantra.

Perlahan, aku langkahkan kakiku menuju Citryne Shelter, asrama milik Sunny.
Sebenarnya aku tak tahu dimana letaknya, namun dengan niat nekat aku berusaha
menemukannya. Setelah hampir 10 menit mondar - mandir seperti orang gila, akhirnya
aku mendapatkan bantuan dari Layla, penghuni Amethyst Shelter. Aku sungguh tak
mengenalinya sebagai Amethyst, ia terlihat ramah, berbanding terbalik dari apa yang
diceritakan Sunny, aku harus menanyakannya nanti saat bertemu dengannya.

“Apakah masih jauh Layla? Kakiku sudah mulai terasa pegal” tanyaku dengan lirih

“Ah tidak kok Ella, lihat itu pintu Shelter nya, mari masuk” jawab Layla dengan senyum

Saat kami ingin masuk pintunya tak mau terbuka, ternyata kami diminta untuk
memasukkan kode atau menjawab pertanyaan terlebih dahulu. Layla memilih untuk
menjawab pertanyaan, seperti yang kuduga.

Pertanyaan itu muncul


“Aku tinggi ketika aku masih muda, dan aku pendek ketika aku tua. Aku ini apa?”

“Apakah itu umur Layla?” tanyaku


“Aku rasa bukan, umur seharusnya bertambah seiring dengan hidupmu bukan?” jawab
Layla
“Kau benar, lalu apa itu?” balasku dengan raut penasaran
“Sepertinya aku tahu, aku akan mencoba menjawabnya” ucap Layla

“Citryne, jawabannya lilin” ucap Layla dengan jelas


“Benar, selamat menikmati Citryne Shelter”
Pintu Shelter terbuka dengan lebar, memberikan ruang bagi kami berdua untuk masuk.

“Kau tau, itu tadi cukup mengesankan bagiku yang bahkan tak paham maksud dari
pertanyaannya” kataku kepada Layla
“Benarkah? aku rasa kau berlebihan, semua orang bisa melakukannya Ella” jelas Layla
sembari tersenyum
“Tetap saja, oh iya Layla, apakah kau tak masalah aku tinggal? kurasa aku akan cukup
lama di sini, kau bisa kembali ke Amethyst jika terburu-buru” ucapku pada Layla

“Ah tak apa, aku sebenarnya penasaran dengan Citryne Shelter, aku akan menunggu di
ruang tamu sementara kamu bisa menemui temanmu” jelas Layla

“Baiklah, terima kasih banyak atas bantuanmu” balasku kepadanya

Segera aku langkahkan kakiku menuju kamar Sunny, ia sempat berpesan tentang no.
kamarnya sebelum pergi. Di depanku sekarang sudah terlihat pintu no. 3, aku ketuk
perlahan pintu itu sambil menyebut nama Sunny

Tok tok tok . . . (suara pintu diketuk)


“Sunny apakah kau di dalam?” teriakku dari luar

“Apakah itu kau Ella?” terdengar sautan suara dari dalam

“Iyaa, bolehkah aku masuk? kakiku sudah pegal berdiri di sini, shelter mu jauh sekali”
gerutuku dari luar

Sunny membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan ku masuk. Merasa waktuku tak
banyak, tanpa basa-basi aku langsung mencecar nya dengan pertanyaan terkait mantra
yang bisa aku gunakan saat Archipelago Contest. Sunny mengajariku tentang Luminous
Aura, sebuah pelindung yang dibuat dari elemen udara dan cahaya. Bentuknya seperti
aura yang melingkupi diriku, tak hanya sebagai pertahanan Luminous Aura juga bisa
dikendalikan menjadi senjata seperti pedang maupun panah. Kurasa keputusanku
menemui Sunny tidaklah salah, aku mendapatkan banyak bantuan darinya dan juga Layla.
Layla membantuku mencari informasi tentang Guardian, katanya setiap siswa akan
diminta untuk melakukan perjanjian guardian dengan hewan - hewan di Hutan Abadi.
Matahari telah tergantikan dengan bulan, waktu sudah larut. Aku putuskan untuk kembali
ke Quartz Shelter, memberikan waktu bagi diriku beristirahat, menyiapkan diri untuk
esok pagi.

Cahaya matahari menelisik masuk lewat jendela kamar, memberikanku sebuah sapaan
hangat untuk segera memulai hari. Archipelago, satu kata yang langsung terpikirkan tepat
saat aku bangun dari tempat tidurku. Apapun yang akan terjadi hari ini aku tidak akan
menyerah untuk mendapatkan batu itu, aku harus kembali ke tempatku yang semestinya,
apapun resikonya. Tak ingin membuang banyak waktu, aku segera bergegas menyiapkan
peralatanku hari ini. Hampir setengah jam aku sibuk dengan bersiap diri, tanpa kusadari
jam sudah menunjukkan pukul 8, waktu pertandingan akan segera dimulai.

Tepat pukul 8.30, seluruh perwakilan shelter berkumpul di depan gerbang hutan abadi.
Sebelum masuk, kami akan mendapat sebuah teka - teki sebagai petunjuk selama
perjalanan berlangsung. Ada 3 hal yang harus kami lakukan, yang pertama cari batu
kristal shelters, yang kedua lakukan kontrak dengan guardian, yang ketiga cobalah
bertahan hidup.

“Aku Gerald, salah satu penjaga hutan abadi, aku akan membacakan teka - teki sebagai
petunjuk kalian untuk mencari kristal shelters. Pastikan 3 hal selama kalian di dalam,
pertama fokuslah mencari kristal shelters, kedua lakukanlah kontrak dengan guardian, dan
ketiga pastikanlah kau tetap keluar dalam keadaan hidup. Baiklah langsung saja,
dengarkan baik - baik karena aku tak akan mengulanginya” papar pria itu (Gerald) dengan
lancar

Di bawah langit biru yang terang berseri,


Sayap sang merak terbuka lebar menyambut cahaya.
Di tepian sungai yang tenang, rerumputan melambai,
Burung-burung berkicau, bersenda gurau menatap gemercik air yang mengalir.
Di kegelapan gua, batu-batu purba bersemayam,
Bintang-bintang tetap bersinar dalam kelam.
Tempat di mana keabadian terpahat dalam diam,
Bersatulah dengan pemimpinmu, dalam cinta yang tak pernah padam

“Kalian memiliki waktu hingga matahari terbenam, pastikan dirimu kembali sebelumnya atau
kau akan terjebak di dalam, selamanya” tegas Gerald dengan raut muka serius

Aku terdiam sejenak, memikirkan teki - teki yang barusan saja ia ucapkan. Sayap sang merak
pasti untuk Phoenix, sungai yang tenang tentu saja ditujukan ke Aquamarine, namun mana
yang untuk Amethyst? aku bimbang, apakah bintang dalam kelam atau air yang mengalir?
Amethyst terkenal akan api ungu mereka, maka bintang yang kelam adalah Amethyst.
Maka burung berkicau yang sedang bersenda gurau di air mengalir adalah Quartz, aku harus
menemukan tempat itu segera. Tempat dimana burung berkicau dengan air mengalir,
bukankah itu sungai? tapi tentu saja tak mungkin, Aquamarine telah mendapatkan sungai
maka aku pasti di lain tempat Apakah itu waduk, bendungan, atau sesuatu yang lain?

Tunggu, ia mengatakan 'gemercik air' sebuah aliran air yang menimbulkan suara air jatuh,
tentu saja air terjun. Dengan langkah pasti dan penuh tekad, aku pijakkan kakiku menuju
hutan abadi. Setelah beberapa saat kuputuskan untuk membuka peta nya kembali,
memastikan bila aku tak kehilangan arah, ataupun salah jalur. Seharusnya sebentar lagi aku
sampai, namun belum ada gemercik air yang kudengar, kurasa masih cukup jauh. Perjalanan
ini sungguh menguras tenagaku, hutan abadi sangatlah luas dan penuh dengan pepohonan
yang menjulang tinggi. Cahaya matahari sungguh malu - malu menampakkan dirinya.

Setelah beristirahat sejenak, aku melanjutkan perjalananku menuju air terjun, beberapa saat
kemudian gemercik air mulai terdengar, hawa menyegarkan mulai menyeruak ke seluruh
tubuhku. Air terjun itu di sini, tingginya lebih dari 7 meter, setiap air yang turun
menimbulkan percikan air dengan kabut di tebal di bagian bawah. Aku sudah menemukan air
terjun nya, lalu dimana kristal itu?, aku tak melihat tanda adanya kekuatan magis.
Kuputuskan untuk lebih mendekat ke air terjun dengan teleportasi, kini aku berdiri tepat di
depan air terjun itu.

Sesuatu nampak bersinar di belakang aliran air terjun ini, sepertinya ada gua di belakangnya.
Aku putuskan untuk masuk, membelah aliran air terjun menggunakan elemen anginku,
membentuknya menjadi sebuah pedang dan pelindung di atas kepalaku. Berhasil. Saat masuk
aku sudah disuguhkan dengan sebuah crystal putih, mengambang di langit-langit gua. Aku
perlu menggunakan tangga atau batu sebagai loncatan, crystal itu terlalu tinggi. Dengan
elemen cahaya, ku bentuk Ethereal Radiance menjadi sebuah batu loncatan. Awalnya aku
ragu, takut jika ini tidak bekerja, apalagi elemenku adalah elemen cahaya, kau tahu warnanya
putih dan tidak terlihat seperti benda padat. Aku coba menaikinya, menggerakkannya naik
ke atas dan berhasil! Tapi masih tetap kurang tinggi, aku ingin mencoba telekinesis namun
aku belum terlalu ahli dalam itu. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa aku bisa melakukannya.
Aku fokuskan pikiran pada permata itu, mencoba menggerakkan nya melalui tanganku, itu
bergerak namun hanya sedikit, aku coba lagi dan lagi dan akhirnya bisa, permata itu kini ada
di tanganku. AKU BERHASIL!

Saat aku keluar, suasana siang ini begitu sepi dan muram. Angin diam, seperti tertahan oleh
suatu duka yang mendalam. Dibalut kabut dan awan kelabu yang berarak pelan. Aku
merasakan bumi bergetar bak diguncang sang penguasanya, sesuatu muncul dari air,
menampakkan wujud asli dari dirinya kepada dunia. Hydra, seekor naga berkepala tiga dan
sialnya dia tidak akan mati hanya dengan sekali tebas. Dia menatap Quartz Crystal yang
kubawa, ah dia pasti penjaga kristal ini. Mata merahnya menatapku tajam, menunjukan tanda
ketidaksukaan pada diriku.
“Arghm, kau, hanya seorang yang bisa mendapatkan kristal satu, seseorang yang memiliki
nilainya terletak jauh di dalam berlian kasar itu” ucap Hydra itu

Dengan gerakan cepat Hydra itu menyerangku secara bertubi tubi, belum siap, aku terpental
jauh masuk ke gua itu kembali. Dengan segera aku membuat Luminous Aura mengelilingiku,
menjadi sebuah perisai dan pedang cahaya. Aku berteleportasi ke depannya, menyerang nya
dengan sekuat tenaga yang kumiliki, ku tebas salah satu kepalanya. Bukannya semakin
lemah, kepala Hydra yang ku tebas tadi malah bertumbuh menjadi dua.

“Sial, tebas satu malah muncul seribu” gumamku pada diriku sendiri

Kali ini ia menyerangku dengan lebih cepat, kuputuskan untuk menghindarinya terlebih
dahulu. Ia sangat tangguh, ku perlebar area Luminous Aura, pedang cahaya kini telah
bercampur dengan elemen udara, membuatnya semakin ringan dan tajam untuk memotong
kepala Hydra sialan itu. Segera, aku berteleportasi ke belakang, menyerangnya sekali lagi, tak
mau membuang kesempatan, aku penggal keempat kepala Hydra itu. Aku rasa belum cukup,
maka aku keluarkan Ethereal Radian mengarahkan bola elemen itu tepat ke jantung Hydra.
Akhirnya, selesai juga. Tubuh Hydra itu tumbang di hadapanku, menyebabkan cipratan air
yang cukup besar. Tubuhnya perlahan berubah menjadi sebuah abu, menyatu dengan awan
kelam di langit mendung.

“Apakah ini telah berakhir?” tanyaku pada diri sendiri

Liontinku bersinar terang begitu pula dengan Quartz Crystal yang kubawa. Sinar mereka
mengarah ke gua tadi, sinar yang sungguh terang dan menyilaukan, membuatku perlu untuk
menutup mata sejenak. Setelah kurasa sinar itu sirna, kubuka mataku perlahan sembari
melihat sekeliling, aku masih di sini, di air terjun tempat diriku berdiri tadi. Namun suara
tapakan kuda terdengar, suaranya semakin kuat pertanda kuda itu mendekat. Membelah air
terjun, seekor unicorn putih keluar dengan gagahnya, ia menatap diriku kemudian mendekat.

“Ella kau telah melakukan semua hal ini dengan baik, perjuanganmu mengalahkan Hydra itu
menunjukan jika dirimu pantas menjadi seorang Quartz. Namun, kau harus membuat
perjanjian dengan ku agar bisa kembali ke dunia asalmu. Lukailah tanganmu lalu letakkan
tanganmu di tandukku, teteskan darahmu maka aku akan terikat denganmu” jelas Unicorn itu
di depanku

Aku melakukan hal yang baru saja ia ucapkan, memastikan aku melakukannya dengan benar
akan semua lekas terselesaikan. Sebuah cahaya berwarna putih melingkupi kami berdua
selama melakukan perjanjian, aku mendapatkan sebuah tato bergambar unicorn tepat di
sebelah tangan kananku.

“Kini aku telah terikat denganmu Ella, dimanapun kau berada aku akan selalu di sisimu. Aku
tanyakan satu hal padamu, apakah kamu ingin kembali ke duniamu atau tetap tinggal di
sini?” tanya Unicorn itu
“Aku ingin kembali, ke tempat di mana aku ada semestinya, di sini bukan tempatku kau tau?
Ini semua sangat asing bagi diriku” ucapku menjawab nya

“Akan aku kabulkan permintaanmu, dekatkanlah liontin mu dengan Quartz Crystal maka aku
dapat membuka portal ke duniamu. Liontin itu sesungguhnya ialah Moonstone yang kau cari
selama ini. Aku berpesan pada dirimu, we create our own heartbreak karena sebuah
ekspektasi yang salah tempat. You think you should make your dreams come true, well you
didn't, we need a bigger purpose. The everlasting one. Always remember to choose the
everlasting one, the untouchable dreams. Remember Ella, what's not meant to be yours will
never be yours. And what's yours. . will be yours”

Aku memeluk Unicorn itu dengan erat, menyalurkan semua keluh kesahku melalui air mata
yang mengalir deras saat ini. Ia seolah memberikanku kehangatan, agar aku tetap bertahan.

“Terima kasih, aku akan selalu mengingat dirimu dan bantuanmu, selamanya”. ucap diriku
dengan lirih

Setelah perpisahan itu, sebuah portal terbuka menuju ke bumi. Portal itu akan membawaku ke
rumah, rumah di mana aku bertumbuh dan berkembang serta mewujudkan semua hal yang
aku inginkan. Dengan langkah yakin, aku ayunkan kakiku menuju ke portal itu tanpa
sedikitpun melihat kembali ke belakang.

Malam ini, aku kembali ke bumi, ke waktu yang sama di mana aku meninggalkan nya. Tepat
pukul 12 malam, aku berada di sini kembali. Namun ada sesuatu yang berbeda, sebuah buku
tua muncul di meja belajarku sekarang. Buku itu sama persis seperti buku yang kubaca di
Crystal Academy, aku reflek mengecek tangan kananku, memastikan apakah ada tato di sana.
Dan tanda itu ada di sana, masih membekas di tangan kananku tanpa noda sedikitpun.

Aku mendekat ke arah jendela, melihat eloknya bintang di langit angkasa sambil bergumam
“Thanks stars, for the great adventure ever!”.

— What's not means to be yours will never be yours. And what's yours. .. will be yours”.
(Sesuatu yang tidak ditakdirkan untukmu tak akan pernah menjadi milikmu. Dan apa
yang menjadi milikmu. . . akan menjadi milikmu)

Anda mungkin juga menyukai