Anda di halaman 1dari 2

Senin,19 agustus 2019

Biasan Spektrum
Aku kiriru kyriel, cowok pendiam yang kelewat realis sehingga terlalu malas berfantasi.
Namun awal pekan ini Fantasi mengganggu ku.Pulas tidurku dibangunkan alarm gadget yang berisik
saat waktunya untuk bernyanyi.Aku pun terbangun dan melihat kearah atap kaca yang masih gelap
dengan dipenuhi kilauan cahaya bintang yang cantik menemani bulan yang kesepian dalam dingin.
Tanpa sadar ragaku melayang ke angkasa menuju satu bintang yang bercoret sebuah nama yang
tersamarkan debu serpihan dari bintang yang berbentuk setengah hati. Entah apa maksudnya ini
tapi aku merasa terbangun lagi, dengan sekejap aku sadar bahwa itu hanyalah bunga tidur yang
aneh seperti biasa. Memiliki makna atau tidak,aku tidak paham karena orang yang kelewat realistis
mana mungkin memikirkan hal penuh fantasi seperti itu. Tapi, entah kenapa mimpi itu selalu ada
disetiap langit diatasku bak awan yang selalu menantap dari atas kepalaku dan membuatku
terbayang akan paras indahnya aurora yang berkibar di langit kutub. Siapa dia......? Apakah aku
mengenal aurora itu....?. Hal gila ini membuatku kehilangan fokus di sekolah sampai-sampai badanku
terpaku dan otakku bekerja ekstra dibuatnya. Hingga sekolah usai pun aku bahkan tak beranjak dari
tahta kebesaranku di ujung kelas.
Lalu seorang guru kesenian, Pak Koijima menghampiriku “Nak, ditunggu orang tuamu di
depan lho. Kenapa kamu bengong?” hal itu mengejutkan tubuh kakuku sehingga membuatnya
lemas. “owh iya pak, terimakasih” jawabku lirih lemas,karena otakku hanya terikat pada aurora itu.
Dengan muka datar dan tatapan kosong aku berjalan keluar kelas. Hingga aku tersadar tasku
tertinggal di bawah tahtaku, aku pun mengambil dengan segera dan melesat layaknya elang yang
menyambar itik menuju ke gerbang sekolah. Hingga di depan saat menaiki motor pun aku hampir
terjatuh karena rel gerbang. Saat berjalan sejenak melihat spion motorku, aku melihat sosok afrodit
melambaikan tangan dan menunjukkan barang semacam gelang merah. Tapi aku tak
menghiraukannya karena mungkin dia melambaikan tangan kepada temannya.
“huft....!Kehidupan monotonku pun kembali” sembari membuka pintu dan masuk ke
kerajaan sunyi yang orang sebut kamar. Aku pun merestorasi tubuhku dengan membasuh wajahku. “
Hah.......! Owch...! Cihh....! Gelangku.....?!” ungkapku. Sejenak terkejut karena itu gelang kesukaanku.
Walau begitu, aku pun tidur tanpa menghiraukan seutas tali merah itu, walaupun kesukaanku
Aku pun bangun dan menata ulang kerajaan kecilku lalu melakukan melanjutkan tugas
sekolah yang diberikan kemarin. Tanpa sadar cahaya oranye senja pun mulai tertutup kegelapan
bulan yang memanggil pasukan bintang untuk menginvasi malam. “ Pasukan bintang menguasai
langit, ” sembari membuka buku, pikirku tidak ada waktu yang lebih pas untuk membaca selain
petang hari menuju gelap nan senyapnya malam . Malam pun semakin gelap. Tubuhku mulai
menolak aktivitas, pengawalku mengingatkan untuk segera tidur. “ tidurlah tuan. Sudah waktunya
tidur.” Serunya.

Malam ini, mimpi aneh itu pun muncul lagi. Akan tetapi, berbeda dari malam sebelumnya,
aku melihat bentuk yang berbeda dan namanya pun terlihat jelas. “ NISA'...?!?!” ucapku setelah
melihat coretan di atas sebongkah bintang. Aku pun terbangun dan bertanya-tanya “NISA..? Siapa
dia..?” apa aku mengenal nya?” atau mungkinkah dia aurora yang selalu terlihat kemarin?”. Aku
bersiap berangkat menuju tahta kebesaranku. Tanpa sadar aurora yang mengikutiku kemarin
menghilang entah kemana. Hal itu tidak mengejutkanku karena dari awal aku tidak tertarik dengan
semua ini. Hingga di depan sekolah betapa terkejutnya aku melihat betapa indahnya sinar bulan di
pagi ini yang membuatku terpaku di depannya. “Inikah jawaban dari bintang yang ku lihat?” tanyaku
pada langit sembari terkejut. Selain itu, mengapa bentuk bintang itu hati dan hanya separuh ?
Bukankah bintang itu segilima yang di itari segitiga. “ Ooii... Kamu El kan? Ini gelangmu kan...? Nih..!”
bertanya padaku dengan menyodorkan gelang merah kesayanganku. “Ambil aja...! aku bisa buat lagi
kok.” Jawabku sembari menikmati indahnya bulan itu. Wajahku menyeringai melihat wajah polos
yang putih nan indah disetrtai senyum kecil penuh kehangatan. , aku hanya bisa mengaguminya
sembari memikirkan kenapa bentuk bintang terakhir terlihat berantakan. “Aku bawa ya?
Terimakasih El” dengan suara lembut yang membelai kerasnya otak ku dan membuat kegaduhan di
dalam isi otakku menjadi tenang dan hening. “Ya.... Sama-sama...” Jawab dengan bingung karena
selama tiga kali aku berpindah negeri dan membuat tahta di ujung kelas, seingatku kami bahkan
tidak pernah berbicara satu sama lain. Tapi bagaimana dia bisa mengetahui namaku dan panggilan
“El” itu bahkan aku tak pernah dipanggil seperti itu, walaupun sebenarnya aku ingin panggilan itu.
Tapi ini semua terlalu aneh sehingga aku tak memikirkan itu.
Dia pun pergi bersama semua poros keindahan dunia yang bersamanya. Hingga aku sadar
bel pelajaran dimulai,aku pun berlari menuju kelas. Entah apa yang membuat otak ku mau bekerja
sama tidak seperti biasa, tapi aku merasa ada suatu dorongan kuat dari sebuah senyum yang kulihat
pagi ini dan membuat otakku mau berpikir lebih dari biasanya. Senyum itu membuat hariku seolah
dipenuhi spectrum warna yang indah bergerak bersama udara disekelilingku. Aku tak tau apakah ini
akan berlangsung selamanya dihidupku atau malah hanya lewat seperti halnya awan yang tertiup
angin muson. Aku pun mencoba mencari makna dari semua ini, namun pikiran ku tidak sampai jika
harus memikirkan hal abstrak seperti ini. Akhirnya aku menyerah dan memilih Menikmati tahta
dalam kesendirian dan kesunyian. Namun nampaknya dia tak memberiku kesempatan untuk
menikmati itu karena siluetnya yang pekat selalu membayangiku. “Ki....! Bangun sudah waktunya
pulang...!” tegur pak ryujiman dengan nada lantang. “ iya pak, maaf saya ketiduran.” Tuturku dalam
keadaan terkulai. “kamu cuci muka terus pulang! Kasian orang tuamu menunggu.!” Sembari melihat
wajah musam dan kusut disetiap centi kulitku. “Bentar Fla. Bapak mau tanya, kamu keliatan kusut
kayak kanvas picaso yang terbuang.” Ledek pak jiman (panggilan akrabku) “nggak pak.cuman
kepikiran sama mimpi dan kenyataan” jawabku dengan senyum tipis tak berdaya. Aku pun beranjak
dari tahtaku dan melanjutkan perjalanan menuju kerajaan kecilku. Tertidurlah badan tak berdaya ini
dalam kesunyian, lalu terbangun oleh suara pipit di senja hari. Kala terbangun diantara kilauan jingga
yang tampak seperti dejavu karena terlihat seperti hal yang sama yang membuatku terbangun
beberapa hari lalu. Matahari menyerahkan kuasanya pada bulan. Aku pun mulai membuka bingkai
lukisan tuhan dimalam hari di bawah sorot bulan. “Lukisan pengantar tidur yang indah” batinku
mengucap sembari memulai menutup mata.
Alaram pagi kembali membangunkanku.Hari-hariku pun kembali seperti biasa,tanpa mimpi
aneh itu lagi. Dan aku pun tersadar bahwa semua bayangan itupun hilang bersama semua ingatan
indah akan gemerlapnya fantasi romansa yang ku lalui . Kini semua telah kembali ke awal kodratnya
yaitu ke apatisan akan cinta dan romansa. Si raja apatispun kembali melupakan apa itu cinta dan
hidup di kerajaan sunyi dalam hatinya.
Pesanku hanya satu untuk para rakyatku. Jangan pernah berharap lebih pada bunga indah
yang kau temui di satu dunia. Karenanya kamu hanya akan berputar-putar pada anganmu dan
melupakan dunia mana yang kau tinggali.

Anda mungkin juga menyukai