Anda di halaman 1dari 6

KASIH KU DI BATAS SENJA

Senang bermain senja bersama senja. Kutemukan dia dibawah pohon dengan tatapan
dingin jauh melihat matahari hampir punah tenggelam. Sebenarnya aku tak ingin mendekat
tapi aku harus mendekat, kerbau-kerbau ku berlari ke arah dia. Dengan langkah sedikit berat
dan mulut tak ingin terbuka, aku hanya menghalau kerbau ku menjauh dari dia.
”Hey, jangan dihalau!”, kata dia seakan memanggilku untuk bertamu. Aku diam sedikit
mencerna kode dari dia dan sangat disayangkan dia kembali menatap kosong ke arah
kumpulan kerbau-kerbau ku.
Senja pun berakhir dan dia berjalan menatap kosong lagi kembali pulang ke rumah.
Selesai memasukkan kerbau-kerbau kedalam kandang, aku membersihkan diri dan bersiap
shalat magrib.
“Buyuong anta’andoluo ka tampek uci!1”, perintah ibu ku.
Selesai shalat aku mengantarkan titipan ibu ku dan itu tidak terlalu jauh dari
rumahku. Langkah ku terhenti melihat dia yang duduk melihat langit tanpa kelap-kelip
bintang. Memang untuk hari ini bisa dikatakan langit akan menangis. aku melewati dia dan
melihat tatapan kosong itu lagi, ingin sekali menyapa dia serta duduk membicarakan ‘ada
apa dengan mu’. Tapi ragu lebih besar dari mau ku.
Malam pun menangis . . .
Ku ambil selimut dan menatap kosong ke arah buku yang bertumbuk di depan ku. Selesai
baca doa tidur aku berjanji pada diriku bahwa besok perkenalan ku dengan dia, aku langsung
terlelap dalam buayan mimpi.

1.buyuong ( nama panggilan untuk anak laki-laki disekitar Natal)

uci (nama panggilan untuk seorang nenek di sekitar Natal)

antarkan dulu ke tempat nenek

Pagi duluan menyapa ku, aku terlambat bangun karena buayan mimpi ku sangat
nikmat untuk terbangun. Aku sangat tergesa-gesa menyiapkan diri untuk berangkat ke
sekolah.
“Buyuong,buyuooongg. Di jagoan. Langsung duduk!2,” omelan ibu ku yang juga sedang
terburu-buru berangkat kerja.
Ibu berangkat kerja aku berangkat ke sekolah. Tak ada istimewanya disekolah, aku hanya
mengikuti semua pelajaran dan pulang secepat kilat jika bel sudah bernyanyi di sudut dinding
kelas.
Sengaja hari ini aku melewati pantai barat dan berharap bisa bertemu dia untuk menyapanya.
Harapanku pupus saat aku sudah di tempat dia tidak ada. Kaki enggan untuk melangkah lagi
aku hanya bersimpuh duduk manis di bawah pohon dimana dia sedang menatap kosong
kearah ujung laut.
Melihat sambil memikirkan apa yang sedang dia pikirkan, aku tak kunjung mendapatkan
jawaban.
‘apa mentari yang kau tatapi membuat mu terkesan, hingga tatapan mu hanya menuju
matahari yang singgah di ujung sana. Ataukahkau membenci matahari itu yang terkesan
matahari telah meninggalkan luka pada mu. Aku ini bodoh! Tak bisa membedakan mana
tatapan kasih dan tatapan mengasih.’
Tak sadar ku ternyata aku terlelap memikirkan khayalan panjang yang tak kunjung berujung.
Aku tersadar langit sudah berubah menjadi merah, ternyata ini sudah waktuny senja dan aku
masih berpakaian sekolah bahkan aku melupakan kerbau-kerbau ku yang belum aku iringi
untuk pulang ke kandang.
“Tidur mu nyenyak”.
“Astagfirullah,”. Ucapku kaget melihat dia posisi duduk jongkok menghadap matahari di
ujung sana.

2. dibangunkan, langsung duduk!

Beberapa menit kami masih membisu satu sama lain.


“Nama kamu siapa?”, Tanya kudengan sedikit keberanian.
“Senja”,
“Iya cantik, memang cantik”
Dia memandang ku, aku melihat tatapan yang mengenaskan seketika itu juga.
‘apa aku melakukan kesalahan, tatapan nya sangat membuat aku takut’, bisikku dalam diam.
Tatapan yang di berikan pada ku seperti ingin memaki ku.
‘kau tau apa!
Pergilah!’
Seperti makian yang akan membuat bekas luka pada ku.
Dengan begitu aku tak ingin menatap dia lagi, dia kembali menatap kearah matahari yang
sudah hampir hilang bersembunyi.
Setelah matahari hilang total, dia berdiri ingin beranjak dari tempatnya sekarang ini.
“Aku Tanya nama kamu siapa?”, Tanya ku penuh penekanan hingga memberhentikan
langkahnya.
“Senja”, jawabnya tanpa menatap ku.
“Sekarang bukan waktu senja lagi, ini sudah malam”, kata ku
Dia menggelengkan kepala dan pergi meninggalkan aku yang kebingungan sendiri.
”Salah ku dimana?”, teriak ku
Dia melangkah tanpa menoleh atau berhenti akan teriakkan itu.
Aku juga beranjak dari tempat itu. Sepanjang berjalan ke rumah aku hanya memikirkan apa
dan apa bahkan ujung dari itu semua juga apa.
Apa yang sudah membuat dia tidak menjawab aku, apa salah ku, dan apa yang membuat aku
salah. Jawabannya masih juga belum ada ujungnya bahkan sampai di rumah juga aku tidak
menemukan jawaban.
“Dai mano buyuong?3”, suara ibu ku dari dapur.
“Indak dai mano-mano e”, jawab ku lemas.
“Masuokan kabodu ka kandang kinin, ala magrib abie tu solatlah wak buyuong4”, perintah
ibu ku.
Kerbau-kerbau ku masukkan ke dalam kandang, aku mandi lalu shalat magrib. Kemudian aku
masuk kamar menyendiri memikirkan ulang adegan dramatis ku hari ini.
Mendengar langkah kaki mendekat aku langsung mengambil buku pelajaran, ibu ku
mengintip dari pintu. Aku berpura-pura mengerjakan pr, beberapa detik ibu meninggalkan
kamar ku. Dan setelah aku pikirkan lagi ternyata aku memiliki tugas sekolah, tanpa
memikirkan lagi aku langsung mengerjakan tugas rumah ku.
Malam semakin larut aku tidur tanpa memikirkan lagi apa yang terjadi tadi.
Sangat disayangkan mata ini enggan tertutup, pikiran ku menerawang jauh mengulang
adegan di waktu senja. Aku berbaring ke kanan lalu ke kiri mencari nyaman untuk berpikir.
Aku sangat putus asa kenyaman itu tidak dapat aku temukan. Aku keluar kamar lalu duduk di
teras menikmati angin hujan yang sangat dingin, tapi sekarang aku tidak sedang kedinginan.
Badan ku hangat apalagi pikiranku.
Kesal jawaban juga tak kunjung terjawab, aku menggarukkan kepala yang tidak gatal. Aku
menarik nafas lalu berdiam diri memikirkan lagi.
Akhirnya,
Jawabannya aku temukan.

3. dari mana buyuong

4. tidak dari mana-mananya

Keesokkan harinya, aku bangun sebelum ayam beralarm pagi. Aku bersiap-siap ke
sekolah dan tidak lupa menggiring kerbau-kerbau ke keluar kadang supaya mereka mencari
makan di luar. Setelah sarapan pagi aku dan ibu bersama-sama pergi meninggalkan rumah
menuju tujuan masing-masing.
Pelajaran hari ini di kelas sangat menyentuh sekali, pembuatan puisi adalah tugas rumah yang
tadi malam aku kerjakan.
Sepi
Termenung itu sepi
Mengkhayal itu sepi
Menanti bayangan yang hilang itu sepi
Hujan itu berisik tapi sepi
Rindu itu sepi
Kosong itu sepi
Sepi itukah alasan mu termenung
Sepi itukah alasan mu mengkhayal
Sepi itukah alasan mu menunggu
Sepi itukah alasan mu memandang kosong bersama senja
Menanti bayangan senja di waktu senja
Bahkan hujan tak membuat mu beranjak
Aku hanyalah bayangan yang menemani mu di waktu senja
Bukan sekedar dambaan hati yang tersirat
Tapi kau adalah senja

Dengan bangga puisi ini akan aku berikan pada dia si Senja namanya sebagai salam kenalan
ku pada Senja. Pulang sekolah aku pulang ke rumah menggantikan pakaian lalu menggiring
kerbau-kerbau lebih cepat pulang kandang. Setelah semua beres tanpa terasa senja pun tiba,
aku berlari menuju Senja.
Dari jauh aku melihat bayangan nya berdiri untuk pertama kali bukan duduk lagi. Beberapa
langkah lagi aku melangkah aku akan berdiri menghadap Senja. Tapi langkah itu terhenti.
Senja sedang memeluk seseorag. Seketika itu hati ku menangis.
“Hey, Buyuong!”, panggil lembut Senja melihat aku yang sudah mendekat. Ini pertama kali
aku melihat senyum Senja dan mungkin ini untuk terakhir senyum itu.
“Bintang, ini Buyuong teman sepi aku”, Senja memperkenalkan aku pada seseorang laki-laki
disampingnya.
“Hallo Buyuong, terima kasih sudah menemani Senja di waktu senja. Aku Bintang kekasih
Senja yang berjanji akan datang di waktu senja. Mungkin Senja tidak bicara apa-apa
mengenai ini tapi dirimu sudah menemani Senja. Terima kasih”, tutur ramahnya.
Aku tidak bisa berkata-kata, air mata ku sudah duluan menangis. aku hanya tersenyum ikhlas
sambil mengangguk.
Mereka beranjak dari tempat ini. Hari ini bukan senja lagi namanya tapi gelap senja karena
hujan sudah mengotori perapaduanmatahari. Hujan adalah teman terbaik ku sekarang.
Air mata ku dan air hujan berlombaan sedetik ini juga.
‘Senja mengapa kau menghilang
Senja mengapa kau bisu
Senja mengapa kau tuli
Senja…
Apakah hadir ku membuat mu luka
Apakah kata ku membuat mu sakit
Apakah sapaan ku membuat mu menderita
Kasih ku senja…
Termenung kudisini bersama sepi
Menerawang jauh ke arah sang mentari
Hampir punah dalam peraduan sunyi
Kasih ku dibatas senja…
Mata ku mulai buta
Pikiranku kini buntu
Akan bayangan mu jadi kelabu
Harus melepaskan mu yang sudah berlabu
Kasih ku di batas senja…
Selamat tinggal Senja di waktu senja.’
Sindi, lahir 02 November 1998 Natal. Pendidikan dasar (SD) diselesaikan di Sikara-Kara III,
Mts.Muhammadiyah 20 Natal, dan SMA Negeri 1 Natal. Pada kelas VIII
Mts.Muhammadiyah menjuarai juara harapan 1membaca puisi judul dalam rangka
memperingatiis'rami'ratnabi Muhammad SWT sekecamatan Natal.
Sekarang sedang menyelesaikan studi S1 di Universitas Negeri Medan (UNIMED) dalam
jurusan Bahasa dan Sastra IndonesiafakulatasBahasa dan Seni (FBS). Kegiatan yang saya
ikuti sekarang adalah UKM_UKMI Ar-Rahman (Unit Kegiatan Mahasiswa Islam ) sebagai
anggota muda.

Anda mungkin juga menyukai