Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR


Critical Journal Review (CJR) merupakan suatu hal yang penting bagi mahasiswa karena
mempermudah dalam membahas inti hasil penelitian yang telah ada. Terdapat beberapa hal penting
sebelum kita mereview jurnal, seperti menemukan jurnal yang sesuai dengan topik yang diangkat,
membaca keseluruhan dari isi jurnal dan mencoba untuk menuliskan kembali dengan bahasa sendiri
pengertian dari jurnal tersebut. Jurnal memiliki beberapa ciri-ciri, seperti dibatasi sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh organisasi penerorganisasi yang memuat jurnal ilmiah; memiliki judul dan nama penulis
serta alamat email dan asal organisasi penulis; terdapat abstract yang berisi ringkasan dari isi jurnal,
introduction, metodologi yang dipakai sebelumnya dan metodologi yang diusulkan, implementasi,
kesimpulan dan daftar pustaka.
Langkah penting dalam mereview sebuah jurnal, yaitu mengemukakan bagian pendahuluan,
mengemukakan bagian diskusi, mengemukakan bagian kesimpulan. Hal-hal yang perlu ditampilkan
dalam critical journal review, yaitu mengungkapkan beberapa landasan teori yang digunakan oleh
peneliti sebagai acuan dalam penelitiannya dan tujuan apa yang ingin dicapai; mengungkapkan metode
yang digunakan, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, alat pengumpul data, dan analisis data
yang digunakan; mengambil hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan memberikan deskripsi
secara singkat, jelas, dan padat; serta menyimpulkan isi dari jurnal.

B. Tujuan Penulisan CJR


1. Memahami dan menganalisis kelebihan dan kekurangan dari suatu jurnal.
2. Mempermudah dalam membahas inti hasil penelitian yang telah ada.
3. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam suatu jurnal.

C. Manfaat CJR
1. Membantu semua kalangan dalam mengetahui inti dari hasil penelitian yang terdapat dalam suatu
jurnal.
2. Menjadi bahan evaluasi dalam pembuatan suatu jurnal di penerbitan berikutnya.

1
D. Identitas Jurnal
Judul : Integrasi manajemen berbasis sekolah : Kepemimpinan Kepala Sekolah
Jurnal : Education Management
Tahun : 20 Febuary 2019
Volume : Vol.7, hlm. 30-38
Penulis : A.M Asfar, A.M Akbar

2
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL

Jurnal ini membahas mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (school based management) pada
dasarnya memberikan peluang yang sangat besar (otonomi) kepada sekolah untuk mengelola dirinya
sesuai dengan kondisi yang ada serta memberikan kesempatan kepada masyarakat (stakeholders) untuk
ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga diperlukan adanya kemampuan
manajerial yang cukup memadai serta jiwa kepemimpinan dari kepala sekolah dan didukung oleh
adanya kinerja guru yang profesional. Guru tidak akan bisa mengajar dengan baik jika tidak mempunyai
kepemimpinan kepala sekolah yang bisa menginspirasi mereka untuk mengajar secara profesional.
Kurikulum di sekolah pun tak akan bisa diterapkan dengan sempurna, apabila kepala sekolah tidak
cekatan dalam memimpin dan membimbing guru-guru dalam mengaplikasikan pengajaran sesuai
tuntutan kurikulum. Seberapa banyakpun guru-guru hebat di sekolah jika tidak ada kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif, maka tidak akan terlahir sekolah yang bermutu.
Selama ini dunia pendidikan khususnya di Indonesia masih terkesan meraba-raba dalam kegelapan
terhadap lemahnya mutu keluaran peserta didik. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan
Keudayaan selalu terpaku pada peningkatan guru atau mengandalkan bongkar pasang kurikulum. Tidak
sedikit dana yang dialokasikan pemerintah pusat dan daerah untuk sekedar memberikan pelatihan
kepada guru-guru. Akan tetapi, pemerintah terkesan lupa bahwa pelatihan masif yang selama ini
diadakan tak pernah dievaluasi. Pelatihan-pelatihan untuk guru terkesan sekedar formalitas belaka, atau
untuk menghabiskan anggaran pendidikan. Bahkan, untuk memberikan kesan bahwa pemerintah
memperhatikan kualitas guru, banyak sekali pelatihanpelatihan diadakan di hotel berbintang lima. Selain
memberikan pelatihan kepada guru, Kementrian Pendidikan juga mengupayakan reformasi pendidikan
dengan mengganti kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013. Namun, masih dinilai belum efektif
seperti yang terlihat saat ini dimana buku ajar siswa dan buku guru masih sangat sulit didapatkan.
Bahkan beberapa guru mengatakan bahwa kesulitan memperoleh buku tersebut karena masih tersedia
dalam bentuk soft copy sementara beberapa daerah belum tersentuh jaringan internet. Fokus pemerintah
untuk memberikan perhatian kepada guru, juga pada kurikulum tidak salah. Akan tetapi pemerintah
terkesan lupa bahwa ada elemen penting yang selama ini terkesan dikesampingkan yakni kepemimpinan
kepala sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah adalah salah satu faktor penting untuk memajukan pendidikan.
Akan tetapi, unsur penting ini belum mejadi konsentrasi pemerintah saat ini. Padahal, guru tidak akan
3
bisa mengajar dengan baik jika tidak mempunyai kepemimpinan kepala sekolah yang bisa menginspirasi
mereka untuk mengajar secara profesional. Kurikulum di sekolah pun tak akan bisa diterapkan dengan
sempurna, apabila kepala sekolah tidak cekatan dalam memimpin dan membimbing guru-guru dalam
mengaplikasikan pengajaran sesuai tuntutan kurikulum. Seberapa banyakpun guru-guru hebat di sekolah
jika tidak ada kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, maka tidak akan terlahir sekolah yang
bermutu. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam
mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Hal tersebut
menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang
menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.
Beberapa hal justru menjadi kontradiksi yakni fenomena-fenomena peran kepala sekolah sebagai
pemimpin juga masih dipandang sebagai profesi belaka. Hal ini sebaiknya menjadi perhatian pemerintah
khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal keprofesionalan seorang kepala sekolah.
Beberapa fenomena saat ini yang menunjukkan kelemahan kepala sekolah sebagai berikut:
1) Rendahnya motivasi kerja kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya
2) Pengalaman kerja kepala sekolah yang masih minim
3) Lemahnya disiplin kerja kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya
4) Kepemimpinan Kepala sekolah masih rendah
5) Keterampilan kepala sekolah dalam menyelesaikan permasalahan belum memuaskan.
Banyak hasil-hasil studi menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan faktor yang
berhubungan dengan produktivitas organisasi dan efektivitas organisasi. Sutermeister (1985:44)
mengemukakan bahwa ada beberapa faktor determinan terhadap produktivitas dan efektivitas kerja
antara lain leadership climate, type of leadership, leaders, dari faktor lain yang berpengaruh.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan
sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam
melaksanakan tugasnya. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan
peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena
itu, kepala sekolah harus memiliki kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan-
keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam perannya sebagai seorang pemimpin,
kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga
kinerja guru selalu terjaga. Sardiman (2009:125) mengemukakan bahwa guru adalah salah satu
4
komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan
sumber daya manusia potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah
satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai
tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru
tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai
pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan
pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.
Selama ini, kepemimpinan kepala sekolah diartikan lebih pada kepemimpian birokrasi. Kita
terkesan lupa bahwa ada tugas dasar kepala sekolah yang lain: Instructional leader, dan Community
Leader. Di Indonesia, tugas kepala sekolah dinilai sebagai seorang bureaucrat dan community leader.
Kepala sekolah hanya fokus pada bagaimana mampu mencari sumber dana untuk membiayai keperluan
sekolah, menjadi pimpinan birokrasi surat menyurat, atau menjadi perwakilan sekolah untuk rapat-rapat
dengan dinas pendidikan, dan yang lebih penting mampu memimpin rapat dengan komite sekolah untuk
meminta uang sumbangan pembanguan. Tapi hanya sedikit yang berpikir bahwa tugas kepala sekolah
yang paling utama adalah sebagai instructional leader yakni memimpin para guru dan siswa untuk
menciptakan susasana belajar mengajar yang kondusif. Instructional leader atau learner leader, berarti
bahwa semua unsur di dalam sekolah termasuk guru, siswa dan kepala sekolah adalah pembelajar.
Kepala sekolah yang mampu menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran (instructional
leader), tentunya dibutuhakan prasayarat tertentu. Setidaknya ada tiga kemampuan dasar yang harus
dimiliki kepala sekolah menurut Glickman (2011): prasyarat pengetahuan, prasyarat skill teknis, dan
prasyarat kemampuan interpersonal. Prasyarat pengetahuan berarti kepala sekolah harus memiliki
pengetahuan tentang: pedagogik, pendekatan pengajaran, metodologi pengajaran, serta perkembangan
perserta didik. Pengetahuan interpersonal berarti, kepala sekolah harus mampu melakukan pendekatan
pada guru, siswa dan pegawai sehingga tercipta susasana kekeluargaan di dalam sekolah. Pengetahaun
skill teknis berarti, kepala sekolah harus mempunyai wawasan dan kemampuan di bidang Information,
Communication and Technology (ICT) serta kemampuan mengolah data (data sekolah, data siswa, dan
data proses pengajaran) sehingga tercipta budaya pengambilan keputusan yang berdasarkan pada data.
Menurut Nawawi (1995:83), fungsi-fungsi kepemimpinan pendidikan (1) mengembangkan dan
menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perseorangan maupun
kelompok sebagai usaha mengumpulkan data atau bahan dari anggota kelompok dalam menetapkan
keputusan yang mampu memenuhi aspirasi di dalam kelompoknya. (2) mengembangkan suasana
kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-
orang yang dipimpinnya sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri dan kesediaan menghargai
5
orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing.(3) mengusahakan dan mendorong terjadinya
pertemuan pendapat dengan sikap harga menghargai sehingga timbul perasaan ikut terlibat di dalam
kegiatan kelompok atau organisasi dan tumbuh perasaan bertanggung jawab atas terwujudnya pekerjaan
masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan. (4) membantu menyelesaikan masalah-
masalah, baik yang dihadapi secara perseorangan maupun kelompok dengan memberikan petunjuk-
petunjuk dalam mengatasinya sehingga berkembang kesediaan untuk memecahkannya dengan
kemampuan sendiri.
Reitz (dalam Fattah, 2008:98), faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas kepala sekolah
meliputi:
1) Kepribadian, pengalaman masa lalu dan harapan
2) Harapan dan perilaku atasan
3) Karakteristik harapan dan perilaku bawahan
4) Kebutuhan tugas
5) Iklim dan kebijakan organisasi
6) Harapan dan perilaku rekanan.
Dalam kaitannya dengan kepemimpinan instruksional, Russel et al., (2003:86), mendeskripsikan
tingkah laku kepala sekolah yang efektif sebagai berikut:
1) Melakukan peran aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan staf, dengan
mendorong guru untuk berpartisipasi dan menggunakan pengetahuan yang telah
dipelajarinya
2) Memperbaiki unjuk kerja pengajaran yang kurang baik
3) Melakukan kepemimpinan pengajaran langsung dalam interaksi dengan masing-masing guru
4) Meyakinkan, bahwa unjuk kerja guru di kelas dievaluasi
5) Menjadi model tokoh yang efektif. Keefektifan kepemimpinan akan sangat menopang
keberhasilan visi, misi dan tujuan organisasi yang dipimpinnya sehingga menjadikan lembaga yang
dipimpinnya menjadi lembaga yang efektif.

Kepemimpinan Pendidikan
Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengertian. Pendidikan menerangkan dalam
lapangan apa dan di mana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula tentang
kemampuan apa dan sifat-sifat atau ciri-ciri bagaimana yang harus terdapat atau dimiliki oleh pimpinan,
sedangkan kepemimpinan itu bersifat universal, berlaku dan terdapat pada berbagai bidang kegiatan
hidup manusia. Kepemimpinan pendidikan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan proses
6
memengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan
pengembangan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan-kegiatan
yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan
pengajaran tersebut (John Bartky, 1982:111).
Menurut Nawawi (1995:44), kepemimpinan pendidikan adalah proses menggerakkan orang-orang
dalam organisasi atau lembaga pendidikan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Burhanuddin (1994:36), berpendapat bahwa kepemimpinan pendidikan merupakan
kemampuan mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain
yang terlibat dalam pelaksanaan dan pengembangan pendidikan secara efektif dan efisien guna
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Dikaitkan dengan kepemimpinan
suatu sekolah berarti kepala sekolah tersebut mempengaruhi, menggerakkan atau melibatkan orang-
orang atau segenap personil sekolah, baik guru, staf administrasi maupun siswa untuk berpikir dan
berbuat dalam rangka mencapai tujuan sekolah.

Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan


Kepala Sekolah adalah seseorang yang paling tinggi kedudukannya di suatu sekolah, karena
merupakan pemimpin bagi semua unsur yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Sikap dan perilaku
Kepala sekolah merupakan teladan dan panutan bagi guru sebagai pelaksana pendidikan. Melihat
keadaan dan perkembangan dunia, tentunya merupakan suatu tantangan bagi seorang kepala sekolah
dalam menjalankan operasionalisasi dalam posisinya sebagai “top leader”, bagaimana Kepala Sekolah
harus mengusahakan sekolah tersebut menjadi baik dari segi prestasi maupun pengelolaannya,
menghasilkan siswa yang terbaik, baik prestasi, budi pekerti, ataupun siswa yang mampu menjawab
tantangan zaman dengan pengetahuannya.
Agar proses pengembangan pengelolaan pendidikan berjalan dengan baik, antara lain dibutuhkan
kepemimpinan yang efektif ialah suatu kepemimpinan yang menghargai usaha para bawahan yang
memperlakukan mereka sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat masingmasing individu, yang
memberi dorongan untuk berkembang dan mengarahkan diri ke arah tercapainya tujuan lembaga
pendidikan.
Hal ini dimulai dari bagaimana pelaksana pendidikan (guru) dikoordinasikan, digerakkan dan
diupayakan untuk menjadi ujung tombak dari kegiatannya. Sehingga seorang kepala sekolah
memerlukan keahlian, strategi dan cara untuk dapat mengupayakan guru-guru di bawahnya bisa
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Tugas kepala sekolah secara garis besar dibagi menjadi dua,
yaitu: tugas kepala sekolah di bidang administrasi dan tugas kepala sekolah di bidang supervisi.
7
Tugas kepala sekolah di bidang administrasi meliputi: (a) administrasi pengajaran, (b) administrasi
kepegawaian, (c) administrasi kesiswaan, dan (d) dministrasi keuangan. Tugas kepala sekolah di bidang
supervisi antara lain: (a) membimbing guru-guru agar memahami secara jelas tujuan-tujuan pendidikan
pengajaran yang hendak dicapainya, dan hubungannya dengan aktivitas pengajaran dengan tujuan-
tujuan tersebut, (b) membimbing guru untuk dapat memahami lebih jelas tentang persoalan-persoalan
dan kebutuhan murid-muridnya dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengatasai persoalan
tersebut, (c) membantu guru agar mereka mampu memahami lebih jelas tentang masalah-masalah dan
kesukaran belajar murid-muridnya, (d) membantu guru untuk memperoleh kecakapan mengajar yang
lebih baik dengan menggunakan variasi-variasi pengajaran modern sesuai dengan kurikulum dari bidang
pelajaran masing-masing, (e) menyeleksi dan memberikan tugas yang sesuai dan cocok dengan bidang
keilmuan dan bakat masing-masing guru, (f) memberikan bimbingan yang bijaksana kepada guru-guru,
terutama kepada guru-guru baru, agar mereka dapat memasuki, memahami dan menghayati suasana
sekolah dan jabatan sebaik-baiknya, dan (g) membantu guru untuk memahami sumber-sumber
pengalaman belajar bagi murid-murid di sekolah, di tengah-tengah masyarakat sehingga situasi belajar
mengajar diperkaya karenanya.
Sebagai pemimpin di sekolah, tugas kepala sekolah memengaruhi dan menggerakkan orang-orang yang
terlibat di dalam organisasi sekolah untuk melaksanakan berbagai kegiatan sekolah dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan atau tujuan sekolah. Menurut Daryanto (2005:12), sebagai pemimpin di
sekolah, tugas atau fungsi kepala sekolah memimpin berjalannya kegiatan: (1) perencanaan, (2)
pengorganisasian, (3) pengarahan, (4) pengkoordinasian, dan (5) pengawasan.
Sergiovanni (1987), merumuskan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah adalah
sebagai: (1) perencanaan, (2) pengambil keputusan, (3) organisator, (4) koordinator, (5) komunikator,
(6) motivator, dan (7) evaluator program sekolah.
Kedua pendapat tersebut di atas menekankan bahwa tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
melaksanakan fungsi-fungsi administrasi dan manajemen sekolah yang mencakup: perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan di sekolah. Lebih lanjut istilah manajemen
sekolah sering disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga
pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen
merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi
(administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik
dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang
sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan
8
(directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi
(evaluation).

Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Penerapan MBS memungkinkan sekolah untuk mengoptimalkan kemampuan sekolah dalam
menjawab kebutuhan masyarakat sekitar. Pemberian kewenangan kepada guru dan kepala sekolah
sebagai ujung tombak pendidikan akan memberikan ruang gerak yang cukup untuk menyelenggarakan
pendidikan berbasis keunggulan lokal. Konsekuensi logis dari penerapan MBS adalah diperlukannya
kepala sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola pendidikan dengan memperhatikan
kebutuhan masyarakat sekitar (community bassed education).
Tujuan MBS adalah memandirikan dan memberdayakan sekolah. Tahap-tahap pelaksanaan MBS
meliputi: mensosialisasikan konsep MBS, melakukan analisis sasaran, merumuskan sasaran,
mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, menyusun rencana sekolah,
mengimplementasikan rencana sekolah, melakukan evaluasi, dan merumuskan sasaran baru.
Dari segi implementasi MBS, seorang kepala sekolah perlu mengadopsi kepemimpinan
transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal.
Kepemimpinan transformasional didefenisikan sebagai kepemimpinan yang mengutamakan pemberian
kesempatan, dan atau dorongan kepada semua yang ada di dalam unsur yang ada dalam
struktur/organisasi sekolah agar dapat bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur,
sehingga semua unsur yang terlibat (guru, siswa, pegawai, orang tua siswa, masyarakat, dan sebagainya)
bersedia tanpa paksaan untuk berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria
berikut:
1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar, dan produktif.
2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan
mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain disekolah.
5. Bekerja dengan tim manajemen
6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
9
Strategi agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan, salah satunya yaitu
strategi menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni:
1. Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua
siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi
penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building
if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic
Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental
berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala
sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah
pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi
pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan
pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah.
Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang
lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran
MBS.

10
BAB III
PENILAIAN TERHADAP JURNAL

1 Kelebihan/Keunggulan Penelitian
a. Memaparkan secara jelas berbagai peristiwa untuk menjadi seorang pemimpin yang baik
b. Memaparkan berbagai hal penting menyangkut kepemimpinan kepala sekolah dalam
memanajemen sekolah yang dipimpinanya.
c. Penulisan kata bersifat baku dan mudah dimengerti serta banyak menggunakan bahasa
ilmiah.

2 Kelemahan/Kekurangan Penelitian
a. Tidak adanya kesimpulan dalam jurnal tersebut sehingga pembaca harus membaca
keseluruhan dan menarik kesimpulan sendiri.
b. Dalam penulisan abstrak jurnal ini tidak memaparkan metode dan hasil pembahasan serta
data yang cukup menyangkut pokok pembahasan yang terjadi.

11
BAB IV
PENUTUP

Simpulan

Jurnal ini membahas mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (school based management) pada
dasarnya memberikan peluang yang sangat besar (otonomi) kepada sekolah untuk mengelola dirinya
sesuai dengan kondisi yang ada serta memberikan kesempatan kepada masyarakat (stakeholders) untuk
ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga diperlukan adanya kemampuan
manajerial yang cukup memadai serta jiwa kepemimpinan dari kepala sekolah dan didukung oleh
adanya kinerja guru yang professional

12

Anda mungkin juga menyukai