BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas, maka sebagai rumusan masalah adalah bgaimana kepemimpinan
kepala sekolah ditinjau dari kompetensi manajerial dalam meningkatkan kinerja guru di SMK
Jam’iyyatul Aulad Kec Palabuhanratu.
Robert B. Myers melakukan studi tentang hal yang sama dengan Ralph M. Stogdill dengan
menghasilkan kesimpulan:
a). Sifat-sifat jasmaniah manusia tidak ada hubungannya dengan leadership.
b). Walaupun pemimpin cenderung untuk lebih tinggi dalam kecerdasan daripada orang yang
dipimpinnya, akan tetapi tidak ada hubungan yang berarti antara kelebihan kecerdasan
tersebut dengan soal kepemimpinan itu.
c). Pengetahuan yang dimanfaatkan untuk memecahkan problem yang dihadapi kelompok
yang dipimpin merupakan bantuan yang sangat berarti pada status kepemimpinan.
d). Ciri dan watak yang mempunyai korelasi dengan kepemimpinan adalah: kemampuan
melihat problem yang dihadapi, inisiatif, kerja sama, ambisi, ketekunan, emosi yang stabil,
popularitas, dan kemampuan berkomunikasi.
Kaum Dinamika Kelompok berpendapat, bahwa terdapat ciri-ciri yang harus dimiliki
pemimpin secara umum:
a). Persepsi sosial (social perception) :
Yang dimaksud dengan persepsi sosial adalah kecakapan untuk cepat melihat dan
memahami perasaan, sikap, kebutuhan anggota kelompok. Persepsi sosial diperlukan untuk
melaksanakan tugas pemimpin sebagai penyambung lidah anggota kelompoknya dan
memberikan patokan yang menyeluruh tentang keadaan di dalam maupun di luar kelompok.
b). Kemampuan berpikir abstrak (ability in abstract thinking)
Kemampuan berpikir abstrak diperlukan dalam menafsirkan kecenderungan kegiatan di
dalam kelompok dan keadaan di luar kelompok dalam hubungannya dengan realisasi tujuan-
tujuan kelompok. Untuk itu diperlukan ketajaman penglihatan dan kemampuan analitis yang
didampingi oleh kemampuan mengabstraksi dan mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial di
dalam maupun di luar kelompok. Kemampuan tersebut memerlukan adanya taraf inteligensia
yang tinggi pada seorang pemimpin.
c). Kestabilan emosi (emotional stability)
Pada dasarnya harus terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan pada
kesadaran yang mendalam tentang-kebutuhan, keinginan, cita-cita serta pengintegrasian semua
itu ke dalam kepribadian yang bulat dan harmonis. Kematangan emosi diperlukan untuk dapat
merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok secara nyata dan untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain secara wajar.
Selain melakukan penelitian melalui pendekatan sifat dan ciri kepribadian, para ahli juga
mengadakan penelitian melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan dari sudut pembawaan
Berdasarkan pendekatan di atas, Gordon Lippit mengemukakan sebagai berikut: "Leader
are the great man who are born that who and make history" (Pemimpin itu adalah "orang
besar" yang dilahirkan dan membuat sejarah. Dengan kata lain, kepemimpinan itu tidak
bisa dibentuk melalui pendidikan dan latihan karena merupakan sifat dan watak bawaan.
2. Pendekatan berdasarkan pada keadaan
Pendekatan ini menggunakan hipotesis bahwa tingkah laku seorang pemimpin dalam suatu
keadaan akan berbeda bila ia berada dalam keadaan lain. Melalui pendekatan ini dapat
disimpulkan bahwa diperlukan fleksibilitas dalam memilih pemimpin demikian juga
kepekaannya dan pendidikannya.
3. Pendekatan berdasarkan peranan fungsional
Pendekatan ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi bila berbagai macam tugas
pekerjaan dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, serta fungsi atau tugas tersebut
dapat pula dilaksanakan oleh si terpimpin dengan jalan kerja sama.
4. Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan.
Menurut Shaleh, sifat, ciri atau nilai-nilai pribadi yang hendaknya dimiliki oleh pemimpin
da'wah itu antara lain adalah sebagai berikut: (1). Berpandangan jauh ke masa depan,
(2).Bersikap dan bertindak bijaksana, (3). berpengetahuan luas, (4). bersikap dan bertindak
adil, (5). berpendirian teguh, (6).mempunyai keyakinan bahwa missinya akan berhasil,
(7).berhati ikhlas, (8). memiliki kondisi fisik yang baik, (9). mampu berkomunikasi.
Pendekatan atau teori kepemimpinan ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard
berdasarkan teori-teori kepemimpinan sebelumnya. Pendekatan situasional biasa disebut
juga pendekatan kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan
kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung pada atau
dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap-tiap organisasi atau lembaga
memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang sejenis pun akan
menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat dan watak
bawahan yang berbeda. Situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku
kepemimpinan yang berbeda pula. Karena banyaknya kemungkinan yang dapat dipakai
dalam menerapkan perilaku kepemimpinan itu sesuai dengan situasi organisasi atau
lembaga, maka pendekatan situasional ini disebut juga pendekatan kontingensi; sesuai
dengan kata kontingensi yang berarti kemungkinan.
Sesuai dengan pendapat Hersey dan Blanchard, pendekatan situasional atau
pendekatan kontingensi ini merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah
antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang
bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan
memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan
tertentu.
Salah satu faktor yang menunjukkan adanya perbedaan situasi organisasi adalah
tingkat kematangan dan perilaku kelompok atau bawahan. Tinggi-rendahnya tingkat
kematangan kelompok turut menentukan ke mana kecenderungan gaya kepemimpinan
seorang pemimpin harus diarahkan. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan di sini: Seorang
kepala sekolah atau kepala kantor yang sebagian besar anak buahnya berpendidikan
sarjana, perilaku kepemimpinan yang diterapkannya akan berbeda dengan, misalnya, jika
anak buahnya itu pada umumnya hanya berpendidikan SMTP atau SMTA. Seorang kepala
sekolah yang memimpin SMA di Jakarta sudah barang tentu akan menerapkan perilaku
kepemimpinan yang berbeda dengan kepala SMA di daerah Sukabumi, misalnya. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan situasi yang ada pada lembaga itu masing-masing.
Demikianlah betapa banyak faktor yang dapat menimbulkan adanya perbedaan-
perbedaan situasi tiap organisasi atau lembaga, yang selanjutnya dapat mempengaruhi
perilaku kepemimpinan. Dalam hubungan ini, berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
pemilihan gaya kepemimpinan antara lain sifat pribadi pemimpin; sifat pribadi bawahan;
sifat pribadi sesama pemimpin; struktur organisasi; tujuan organisasi; kegiatan yang
dilakukan; motivasi kerja; harapan pemimpin maupun bawahan; pengalaman pemimpin
maupun bawahan; adat, kebiasaan, tradisi, budaya lingkungan kerja; tingkat pendidikan
pemimpin maupun bawahan; lokasi organisasi di kota besar, kota kecil, atau desa;
kebijaksanaan atasan; teknologi, peraturan perundangan yang berlaku; ekonomi, politik,
keamanan yang sedang berlangsung di sekitarnya.
Para ahli filsafat dan ahli teori sosial telah berusaha untuk menyimpulkan
pandangannya dengan mengajukan bermacam-macam tipologi kepemimpinan. Di dalam In
The Republic, Plato sebagaimana dikutip Mar'at mengajukan tiga tipe kepemimpinan:
1. Ahli filsafat, negarawan yang memerintah republik dengan penalaran dan
keadilan.
2. Militer, untuk mempertahankan negara dan pelaksana kebijaksanaan.
3. Pedagang, menyediakan kebutuhan material penduduk.
Sepanjang diketahui sekarang ini, para pemimpin dalam berbagai bentuk organisasi dapat
digolongkan kepada lima golongan (lima tipe pemimpin). Tipe-tipe itu ialah:
a. Tipe pemimpin yang otokratis,
b. Tipe pemimpin yang militeristis,
c. Tipe pemimpin yang paternalistis,
d. Tipe pemimpin yang kharismatis, dan
e. Tipe pemimpin yang demokratis.
B. Kinerja Guru
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau
bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di
permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri
sendiri.
Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik ialah guru. Kedua istilah
tersebut bersesuaian artinya, bedanya ialah istilah guru seringkali dipakai di lingkungan
pendidikan formal, sedangkan pendidikan dipakai di lingkungan formal, informal
maupun non formal. Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak
bisa guru abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan
interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik.
Dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial. Guru
harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang
dipercayakan orang tua kandung/wali anak didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu
pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dapat dengan mudah
memahami jiwa dan watak anak didik. Begitulah tugas guru sebagai orang tua kedua,
setelah orang tua anak didik di dalam keluarga di rumah.
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah
pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat
untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila. Memang tidak dapat
dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa
Indonesia.
Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga
sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci lebih jauh, tugas
guru tidak hanya yang telah disebutkan. Guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
1. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan
pengalaman-pengalaman.
2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita
Pancasila.
3. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-Undang Pendidikan
yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
4. Sebagai perantara dalam belajar. Download penelitian tindakan sekolah sd
Di dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium, anak harus berusaha
sendiri mendapatkan suatu pengertian/ insight, sehingga timbul perubahan dalam
pengetahuan, tingkah laku, dan sikap.
5. Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan,
pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan
demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah di bawah pengawasan guru.
7. Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat
berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
8. Guru sebagai administrator dan manajer.
Di samping mendidik, seorang guru harus dapat mengerjakan urusan tata usaha seperti
membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat
mengkoordinasi segala pekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana
pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan.
9. Pekerjaan guru sebagai suatu profesi.
Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus
menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai suatu profesi.
10. Guru sebagai perencana kurikulum.
Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak
dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh
ditinggalkan.
11. Guru sebagai pemimpin (guidance worker).
Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk
membimbing anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan
anak-anak pada problem.
12. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.
Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstrakurikuler
membentuk kelompok belajar dan sebagainya.
Dengan meneliti poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan.
Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas dengan
baik, dan ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang
patut diperjuangkan melebihi profesi¬profesi lainnya, sehingga keinginan peningkatan
kompetensi guru dan kualitas belajar anak didik bukan hanya sebuah slogan di atas
kertas.
Sudah dapat dipastikan bahwa tugas dan tanggungjawab guru tidaklah ringan.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari baik sebagai pengajar (instructional function)
maupun sebagai pendidik (educational function), ia akan selalu menghadapi problema-
problema. Misalnya saja problema dalam mengajar, secara proses, problema tersebut
akan selalu muncul pada tiga periode, yaitu periode sebelum aktivitas mengajar
(preinstructional activities), periode aktivitas mengajar (instructional activities), dan
periode setelah aktivitas mengajar (postinstructional activities). Problema-problema yang
muncul sebelum mengajar berupa bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran
yang baik, antara lain bagaimana cara merumuskan tujuan pengajaran secara spesifik dan
operasional, bagaimana cara menyusun materi pelajaran, bagaimana cara menentukan
metode dan alat bantu mengajar yang relevan dengan tujuan dan materi pelajaran, serta
bagaimana cara menentukan teknik dan alat untuk mengevaluasi keberhasilan proses
belajar mengajar.
Problema-problema yang muncul saat mengajar, misalnya bagaimana
menciptakan suatu sistem pengajaran sesuai dengan yang telah direncanakan, antara lain
bagaimana mengelola kelas dengan sebaik-baiknya, bagaimana mengatasi murid-murid
yang nakal, bagaimana memotivasi belajar murid¬murid, bagaimana menggunakan
metode dan alat bantu mengajar, dan bagaimana membuka dan menutup pelajaran yang
baik. Sedangkan problema¬problema yang muncul setelah mengajar berupa bagaimana
menentukan keberhasilan pengajaran yang telah dilakukannya, yang antara lain berupa
bagaimana mengukur keberhasilan murid-murid dalam mencapai tujuan performa
pengajaran, standar apa yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan murid-
murid, bagaimana menganalisis hasil pengukuran tersebut, serta bagaimana melaporkan
hasil pengukuran baik kepada murid-murid yang bersangkutan maupun pihak lain yang
berhak menerima laporan hasil pengukuran. Yang perlu ditekankan di sini adalah
bagaimana secara mandiri, kreatif, inovatif agar setiap guru dapat meningkatkan
kinerjanya tanpa harus tergantung kepada pimpinan atau pemerintah.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik,
mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru
sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak
didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti
mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan
anak didik.
Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut seorang guru harus
memiliki moral kerja yang tinggi. Seorang guru dituntut memiliki kedisiplinan yang
tinggi, ia harus datang tepat pada waktunya untuk mengajar dan pulang tepat pada
waktunya pula, tidak boleh menyia-nyiakan waktu mengajarnya dengan kegiatan-
kegiatan lain yang tidak relevan dengan tugas mengajarnya. Sebagai seorang guru, ia
harus mampu mengajar dengan tenang sehingga dapat menyampaikan materi pelajaran
secara sistematis dan mudah dipahami oleh semua murid, ia harus mengajar dengan
penuh antusias, kegembiraan, dan penuh gairah, sebab yang demikian ini akan
menimbulkan daya tarik tersendiri bagi murid-muridnya.
Selanjutnya, apabila murid-murid merasa tertarik pada penampilan guru dalam
mengajar, biasanya murid-murid tersebut tidak akan mudah merasa bosan dalam
menerima pelajaran. Di samping itu, seorang guru harus suka bekerja sama dengan
kepala sekolah, guru-guru lainnya, dan staf sekolah lainnya. Akhirnya, seorang guru
harus memiliki daya kreativitas dan inisiatif yang tinggi untuk memperbaiki kegiatan-
kegiatan kependidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan
dampak tersendiri bagi penyelenggaraan pendidikan. Kini banyak dilakukan penelitian-
penelitian di bidang pendidikan sehingga banyak pula teori-teori baru di bidang
pendidikan, seperti teori psikologi anak, teori-teori baru metode mengajar, teori-teori
baru motivasi belajar murid, teori-teori baru penciptaan situasi belajar mengajar, yang
kesemuanya ini menuntut adanya inisiatif dan keberanian guru untuk melakukan
perubahan-perubahan terhadap
Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan teori-teori baru yang telah dikemukakan
melalui penelitian-penelitian sebelumnya.
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat
membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk
dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa,
dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat
diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Jabatan guru
memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk
pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas
kemanusiaan dan kemasyarakatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu
tentang alat-alat dalam penelitian. Metode penelitian mengandung prosedur dan cara
melaksanakan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah
penelitian, peranan metodologi penelitian dalam upaya menghimpun data yang diperlukan dalam
penelitian. Dengan kata lain, metodologi penelitian akan memberikan petunjuk bagaimana
penelitian dilaksanakan.
Dari segi metodologik, penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yakni
mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan keseluruhan pelaksanaan
manajemen kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di SMK
Jam’iyyatul Aulad. Untuk mencapai tujuan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dan diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara menyeluruh.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai informasi kualitatif tentang
pelaksanaan manajemen kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di
SMK Jam’iyyatul Aulad.
3. Studi Dokumen
Metode untuk mencapai data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Metode ini
digunakan untuk memperoleh data tentang tinjauan histories, misi dan visi, kondisi guru
dan siswa, struktur organisasi, dan data lainnya yang berhubungan dengan SMK
Jam’iyyatul Aulad yang dibutuhkan untuk melengkapi data penelitian ini.