Anda di halaman 1dari 6

JUDUL

I. PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing – masing
individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan
menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan
diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus di prioritaskan untuk
kelangsungan pendidikan, sehingga menghasilkan keluaran yang di inginkan.
Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus
dalam pengelolaan pendidikannya.
Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab
tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran –
sasaran ideal pendidikan yang harusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa di wujudkan.
Parahnya, terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu.
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan
berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan. Untuk
mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
bangsa.
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan supervisi
pendidikan untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal
yang elusif. Beberapa penyelenggara pendidikan masih menganggap bahwa supervisi
pendidikan tidak terlalu penting.
Padahal dalam manajemen pendidikan, supervisi pendidikan di butuhkan untuk
meningkatkan profesionalisme guru, dimana disana dilakukan evaluasi atau timbal balik
yang sangat dibutuhkan untuk menaikan mutu dari pribadi guru maupun instansi sekolah
yang terkait.

II. KASUS DAN OBJEK


Kasus penyelewengan supervisi pendidikan di sekolah banyak terjadi di Indonesia.
Namun, hanya beberapa saja yang terekspose oleh berita karena kurang beraninya dari para
narasumber untuk bersuara lantaran takut profesinya sebagai guru di copot atau di cutikan.
Berikut saya menemukan salah satu kasus dari penyelewengan supervisi pendidikan yang
terjadi di Indonesia :
Tidak Adanya Supervisi Oleh Kepala Sekolah di Demak. (sumber: kompasiana.com)
Kompasiana.com – “Beberapa waktu lalu, seorang guru di Demak menyampaikan
sebuah pernyataan bahwa terjadi perdebatan menarik di sebuah grup Ikatan Guru
Indonesia (IGI). Ada seorang guru yang ingin sekali disupervisi oleh Kepala Sekolahnya
tetapi keinginan itu tidak terwujud. Mengapa? Menurut guru tersebut, Kepala Sekolah
selalu menghindar untuk melakukan supervisi. Beberapa kali jadwal dibuat dan
diagendakan. Beberapa kali pula jadwal itu terabaikan. Akibatnya, supervisi oleh Kepala
Sekolah tidak kunjung terlaksana.
Guru sebagai pelaksana tugas mengajar di kelas, mengharapkan ada umpan balik
berupa saran, masukan, teguran, ataupun kritikan terhadap kinerja yang dilakukannya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui supervisi. Dengan supervisi, guru
akan mendapatkan informasi tentang kinerja yang dilakukan terutama dalam pengelolaan
pembelajaran di dalam kelas. Melihat betapa pentingnya supervisi dalam peningkatan
mutu pembelajaran, sudah selayaknya supervisi dilaksanakan secara berkesinambungan
dan terus – menerus.
Pertanyaannya, siapa yang harus melaksanakan supervisi? Seberapa sering
supervisi itu sebaiknya di laksanakan? Lalu, mengapa banyak Kepala Sekolah yang tidak
bisa melaksanakan supervisi? Supervisi bisa dilaksanakan dalam bentuk supervisi kelas
atau disebut juga supervisi akademis. Supervisi ini menjadi salah satu tugas pokok kepala
sekolah. Idealnya, supervisi dilaksanakan selama dua kali dalam satu semester, di awal
dan diakhir semester. Di awal semester, supervisi berfungsi untuk melihat kemampuan
guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran di dalam kelas. Dari hasil supervisi awal,
kepala sekolah memberi masukan kepada guru bagaimana melaksanakan pembelajaran
dengan lebih baik. Selanjutnya guru mencoba untuk memperbaiki kinerjanya selama
semeseter yang bersangkutan. Di akhir semester, supervisi dilaksanakan kembali untuk
melihat perkembangan dan perbaikan yang dilaksanakan guru sebagai tindak lanjut dari
supervisi yang pertama di awal semester.
Dengan tugas dua kali supervisi pada masing – masing berarti kepala sekolah
harus memiliki jadwal yang sangat padat. Andaikan dalam satu sekolah terdapat 40 guru
maka ada 80 kali supervisi kelas dan itu membutuhkan pengelolaan waktu yang tidak
mudah. Ketika mengelola jadwal supervisi menjadi tidak mudah maka dibutuhkan
keterampilan kepala sekolah agar kegiatan supervisi tetap terus bisa dilaksanakan. Untuk
hal ini, beberapa sekolah menerapkan sistem delegasi kepada para guru senior. Kepala
sekolah menunjuk beberapa guru senior untuk menggantikan fungsi kepala sekolah dalam
melakukan supervisi terhadap para guru. Para guru tersebut tergabung dalam sebuah Tim
Supervisi. Denagan asumsi jumlah guru sebanyak 40 maka maka dibutuhkan kira – kira 5
orang sebagai supervisor masing – masing bertugas terhadap kurang lebih 8 orang guru.
Dengan sistem delegasi apakah peran kepala sekolah dalam supervisi menjadi
hilang? Tentu saja tidak. Kepala Sekolah tetap mempunyai jadwal supervisi terhadap para
guru. Hanya saja keberadaan para guru supervisor diharapkan bisa menjadi pengganti
sebagai supervisor manakala kepala sekolah berhalangan untuk melakukan tugas
supervisinya. Pertanyaannya, apakah dengan mendelegasikan tugas supervisi kepada
guru lainnnya berarti supervisi dinaggap tidak penting oleh kepala sekolah tadi?
Jawabannya mungkin ya mungkin tidak. Namun perlu dicermati bahwa ketidakmampuan
kepala sekolah dalam melaksanakan semua tugas wajib disekolah tidak semata – mata
didasarkan pada asumsi penting dan tidak penting. Semua kepala sekolah pasti
mengaggap bahwa supervisi itu penting dilakukan namun karena adanya kegiatan lainnya
yang juga perlu mendapatkan penanganan maka model pendelegasian menjadi layak
diperlukan.
Sebuah analogi, ketika seorang ibu meninggalkan anak dan keluarganya demi
menjalankan tugas mengajar di sekolah apakah berarti sekolah lebih penting dibanding
keluarganya? Kita semua menjawabnya tidak. Sekolah penting, keluarga juga penting.
Supervisi kelas bagi guru sangat di perlukan bagi pengembangan diri dan peningkatan
mutu proses pembelajaran di kelas. Ketika kepala sekolah tidak mampu untuk
melaksanakannya secara pribadi maka perlu dibantu oleh beberapa guru senior sebagai
supervisor. Dengan cara seperti ini, esensi supervisi bisa terlaksana dan kepala sekolah
dalam kapasitas sebagai supervisor tetap bisa memenuhi tugas dan tanggung jawabnya.
Dan, yang lebih penting lagi harapan para guru untuk mendapatkan masukan dan umpan
balik terhadap kegiatan pembelajarannya juga terpenuhi.”
Contoh kasus diatas adalah sebuah pembuktian bahwa di Indonesia penyelewengan
terhadap supervisi utamanya di manajemen pendidikan masih marak terjadi. Dan ini bukan
kasus yang mudah untuk diatasi, pola pikir dari para penegak pendidikan pun tidak bisa
selalu sama maka dari itu contoh dari kepala sekolah diatas harus di benahi dan di betulkan
supaya di kedepannya pemimpin di sekolah sekolah tidak adalagi seperi kepala sekolah di
kawasan Demak tersebut.

III. PEMBAHASAN
Sudah bukan menjadi hal yang tabu bahwa banyak sekolah – sekolah yang juga
melakukan hal yang sama seperti kepala sekolah yang menjadi studi kasus diatas. Tindakan
seperti ini sudah selayaknya tidak dilakukan karena ini dapat menyebabkan tidak adanya
peningkatan kualitas mutu dan profesional guru. Permasalahan ini akan kita kaitkan dengan
beberapa materi yang ada di manajemen pendidikan yaitu pendidikan kepemimpinan dan
juga supervisi pendidikan :
1. Kepemimpinan
Menurut Duigan & Macpherson efektivitas sekolah menekankan pentingnya apa
yang terjadi di dalam kelas dan kepemimpinan pendidikan yang menyediakan suatu
kultur di dalam proses belajar mengajar, oleh karenanya, pemimpin pendidikan
memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kultur organisasi yang mempertinggi
pengembangan dan pertumbuhan organisasi(Bush & Coleman, 2000).
Proses dari belajar dan mengajar tidak terlepas dari sebuah kultur kepemimpinan
seorang pemimpin pendidikan, namun pada studi kasus diatas belum tercermin bahwa
kepala sekolah tersebut sidaj menyediakan kultur proses belajar mengajar yang
ditujukan untuk pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Sehingga dapat dikatakan
bahwa Kepala Sekolah tersebut belum memenuhi tanggung jawabnya sebagai
Pemimpin Pendidikan.
Selanjutnya, menurut Lunenberg & Orstein(2000) secara garis besar pemimpin
pendidikan memiliki tiga peran utama: bidang kepemimpinan, managerial, dan
kurikulum – pengajaran. Pada bagian kepemimpinan berisikan bahwa kepala sekolah
harus dapat membentuk budaya positif, di mana staf berbagi pengertian, dan memiliki
dedikasi untuk peningkatan sekolah dan pengajaran.
Sedangkan pada studi kasus diatas terpapar jelas bahwa Kepala Sekolah di daerah
Demak tersbut tidak menampakan bahwa dia memiliki dedikasi untuk penginkatan
sekolah dan pengajaran. Padahal sudah jelas bahwa tugas seorang pemimpin
kependidikan adalah memiliki dedikasi untuk peningkatan sekolah dan pengajaran.
2. Supervisi Pendidikan
Menurut Purwanto (1987) Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Dalam Dictionary of Education (Good, 1973), merumuskan “Supervision all
efforts designated school afficials directed toward providing leadership to teachers in
the improvement of instruction”. Rumusan ini mengandung makna bahwa supervisi
merupakan usaha yang dilakukan oleh para Pembina pendidikan dengan maksud
menumbuhkan kepemimpinan guru sebagai usaha perbaikan pengajaran.
Sedangkan menurut Sutisna (1987), Supervisi ialah suatu bentuk pelayanan,
bantuan provisional, atau bimbingan bagi guru – guru dan dengan melalui pertumbuhan
kemampuan guru hendaknya meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran.
Tidak terjadinya supervisi pendidikan di suatu instansi memperlihatkan bahwa
masih lemahnya peningkatan kualitas mutu dan profesional pendidikan di Indonesia
terlihat di dalam kasus ini dimana kepala sekolah malah menghindar saat guru nya
sangat ingin di supervisi. Supervisi ini bertujuan untuk merefleksi kinerja guru selama
beberapa waktu yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk lebih baik
dikedapannya.
Ketrampilan human dalam supervisi merupakan kemampuan mempengaruhi orang
lain agar mau melakukan perubahan untuk perbaikan atau peningkatan. Untuk itu
seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan baik, termasuk kemampuan
menyampaikan saran dengan baik, yaitu mudah dipahami. Jadi seorang supervisor
harus menguasai pengetahuan tentang substansi yang dipantau dan dievaluasi,
memiliki keterampilan berhubungan dengan orang lain termasuk berkomunikasi, dan
memiliki keterampilan dalam pengelolaannya (Direktorat Tenaga Kependidikan,
2008).
Sebagai seorang Kepala Sekolah atau Supervisor sudah sepantasnya menunaikan
tugasnya melakukan supervisi pendidikan terhadap guru yang ada di sekolahnya. Lagi
pula supervisi ini juga tidak hanya harus langsung terjung kedalam kelas, bisa juga
personal meeting dengan guru yang bersangkutan. Jadi apa bila kepala sekolah
memiliki jadwal yang padat, baiknya mengatur jadwal supervisi dengan guru tersebut
agar kegiatan supervisi pendidikan guna melangkah menjadi lebih baik dapat terwujud
di kedepannya.
IV. SARAN DAN KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari studi kasus kali ini adalah bahwa semua yang terjadi saat ini tidak
akan pernah berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Sama seperti saat sebuah instansi
pendidikan menyelenggarakan hal hal mengenai pendidikan selalu ada saja masalah
terjadi yang berbeda beda di setiap instansinya tinggal bagaimana kita menyikapinya
dengan baik sebagai orang yang berkependidikan. Kasus Kepala Sekolah yang tidak
mau sekolahnya mengadakan supervisi adalah salah satu bentuk penyelewengan
terhadap supervisi kependidikan. Dikedepannya diharapkan di masing – masing
sekolah dimanapun itu, supervisi kependidikan dilaksanakan dengan sebaik baiknya
guna peningkatan mutu dan professionalisme guru di sekolah.
Saran
Penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari
kualitas kepemimpinan dari masing – masing orang yang ditugaskan sebagai Kepala
Sekolah di sekolahnya sendiri. Cara kepemimpinan yang baik ialah ketika
pemimpinnya memberikan bahan refleksi dan evaluasi terhadap bawahannya atau guru
– guru yang berada di sekolahnya tersebut. Oleh karena itu supervisi kependidikan
diperlukan untuk menunjang terbentuknya kultur sistem kependidikan yang baik, juga
untuk meningkatkan mutu dan juga professionalisme dari guru yang di supervisi oleh
Kepala Sekolah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/murman/552e4f746ea83480438b4582/alasan-kepala-sekolah-tidak-
melakukan-supervisi
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132254846/penelitian/BUKU%20SUPERVISI%20PENDIDIKAN%20-
%20Lantip%20Diat%20P%20-%20Sudiyono.pdf
http://eprints.uny.ac.id/147/1/Educational_Leadership%2C_Slamet_Lestari_FINAL.pdf

Anda mungkin juga menyukai