Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar perlu
dikelola secara baik dan benar. Keberhasilan suatu sekolah mencapai tujuan yang
diharapkan sangat tergantung kepada bagaimana model pengelolaan terhadap
segala sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut. Sumber daya sekolah yang
memadai bukan jaminan akan mewujudkan harapan-harapan warga sekolah yang
telah dirumuskan menjadi tujuan sekolah tersebut jika kepala sekolah sebagai
pimpinan tidak mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.
Dunia pendidikan kita terutama jalur pendidikan formal yakni sekolah
sampai sampai saat ini belum berhasil membuktikan kualitas (mutu) yang
diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di berbagai jenjang
termasuk di dalamnya jenjang pendidikan dasar. Menurut teori bahwa
keberhasilan harus didukung dan ditunjang oleh tiga komponen yakni sekolah
termasuk didalamnya pemerintah, orang tua dan lingkungan masyarakat. Dari
teori tersebut timbul pertanyaan apakah ketiga unsur tersebut berjalan normal?
Sejauh mana perhatian ketiga komponen tersebui terhadap dunia
pendidikan? kiranya tidak bijak apabila rendahnya dunia pendidikan ini
mengkambinghitamkan salah satu komponen, intropeksi diri tentang sejauh mana
perhatian yang diberikan terhadap kemajuan dunia pendidikan.
Peran kepala sekolah sangat berpengaruh dalam peningkatan dan kemajuan
pendidikan. Dalam kesempatan ini penulis mencoba membahas esensi peranan
kepala sekolah dalam meningkatkan kemajuan pendidikan di sekolah dasar.
Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah walaupun kepemimpinan itu
sifatnya situasional, artinya suatu tipe kepemimpinan dapat efektif untuk situasi
tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain.
Kepala sekolah adalah guru yang diserahi tugas tambahan untuk
memimpin dan mengelola sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagai seorang guru, kepala sekolah sejatinya adalah juga pendidik yang harus

1
2

mampu membina guru-guru disekolahnya menjadi guru kreatif dan selalu


melakukan inovasi dalam pembelajaran. Dengan adanya tugas tambahan tersebut,
kepala sekolah tidak hanya dituntut untuk membina guru saja, tetapi lebih dari itu,
juga dituntut untuk membina dan mengelola seluruh komponen sekolah lainnya
seperti tenaga adminstrasi sekolah, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan
lain sebagainya. Tuntutan-tuntutan ini adalah merupakan tugas-tugas yang baru
bagi seorang guru yang diserahi tugas tambahan kepala sekolah. Disisi lain, tujuan
utama sekolah berupa peningkatan mutu pendidikan hanya dapat diraih jika
seluruh komponen sekolah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing melalui pembinaan dan pengelolaan seorang kepala sekolah yang
profesional.
Karena begitu banyaknya tugas-tugas baru seorang kepala sekolah maka
untuk menjadi seorang kepala sekolah yang profesional tentu tidaklah mudah.
Diperlukan waktu yang cukup untuk belajar bagaimana melaksanakan tugas-tugas
yang baru tersebut. Pelatihan, pembimbingan dan pembinaan bagi calon kepala
sekolah merupakan upaya-upaya yang mesti dilakukan oleh pihak terkait dalam
rangka melahirkan pemimpin sekolah yang berkualitas yang diharapkan mampu
untuk memimpin dan mengelola sekolah dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan.
Peraturan menteri pendidikan nasional (permendikas) Republik Indonesia
nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah memberikan
angin segar bagi peningkatan profesionalisme seorang kepala sekolah ataupun
calon kepala sekolah.
Dalam permendiknas tersebut dijelaskan bahwa seorang guru yang telah
dinyatakan lulus seleksi calon kepala sekolah diharuskan mengikuti pendidikan
dan pelatihan sebagai kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik
maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
Berdasarkan permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar
kompetensi kepala sekolah menetapkan dimensi kompetensi manajerial kepala
3

sekolah merupakan dimensi kompetensi yang menuntut 16 kompetensi. Jumlah


kompetensi ini merupakan jumlah terbanyak dibandingkan dengan kompetensi
pada dimensi kompetensi kepribadian, kewirausahaan, supervisi dan sosial.
Tingkat kemampuan kepala sekolah dalam mengarahkan, memberdayakan,
menggerakkan, dan mengembangkan sumber daya sekolah dalam usaha
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah sangat bergantung kepada kompetensi
manajerial seorang kepala sekolah.
Keinginan menjadi kepala sekolah merupakan hal yang positif dan hak
bagi setiap guru, sebab tidak mustahil dengan keinginan tersebut akan memotivsi
diri untuk melaksanakan tugas dan kewajiiban dengan sebaik baiknya.
Sesungguhnya menduduki jabatan kepala sekolah itu kalau kita kaji secara
jujur merupakan beban dan perjuangan yang tidak mudah karena dituntut untuk
dapat meningkatkan kualitas pendidikan, oleh karena itu sangat proposional
apabila momentum promosi jabatan kepala sekolah tetap berakar pada kerangka
peningkatan kualitas pendidikan.
Secara sederhana kepala sekolah adalah orang yang diangkat oleh pihak
yang berwenang untuk mengelola suatu sekolah. Karena praktek pengangkatan
seperti ini, mungkin kepala sekolah belum cukup untuk mengembang tugas yang
rumit ini. Mungkin setelah diangkat, kepala sekolah akan bekerja sambil belajar.
Akan dirasakan betapa sulitnya melaksanakan tugas, karena banyak yang harus
dipelajari dalam kaitannya dengan sikap, pengetahuan dan keteramplian yang
diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif ditambah masih kurangnya
kemampuan manajerial
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mengangkat tema tulisan dengan judul “Upaya Meningkatkan Profesionalisme
Guru Melalui Supervisi Akademik”

B. Rumusan Masalah
Seluk beluk masalah kepemimpinan pada hakikatnya sudah ada sejak
manusia hidup berkelompok, setiap organisasi yang bergerak dibidang apa saja
membutuhkan seorang pemimpin, sehingga dengan kepemimpinannya diharapkan
4

dapat menghantarkan atau membawa organisasi tersebut kearah keberhasilan


pencapaian tujuannya.
Suatu ungkapan mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab
atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini merupakan suatu ungkapan
yang menggambarkan betapa pentingnya kedudukan sang pemimpin dalam suatu
organisasi. Bahkan ada pula yang melukiskan bahwa pemimpin ibarat seorang
pengembala maka setiap pengembala akan diminta pertanggungjawaban atas
perilaku pengembalaannya.
Dalam aktiftasnya pimpinan dan staf dihadapkan dalam ragam persoalan.
Keputusan yang bijaksana adalah ketepatan dalam memutuskan suatu persoalan.
Pengambilan keputusan hendaknya tidak disertai perasaan emosional, karena akan
berpengaruh dalam keputusan yang akan diambil. Di sini daya intelegensia yang
tinggi dari pimpinan sangat dibutuhkan pada saat-saat darurat untuk pengambilan
keputusan yang tepat dan akurat.
Bila kita plikirkan secara mendalam setiap masalah pada hakekatnya
kompleks, begitu kompleksnya sehingga tidak mungkin kita kemukakan
seluruhnya. Oleh karena itu masalah perlu dibatasi agar lebih jelas dan mudah.
Dalam makalah yang penulis beri judul Upaya Meningkatkan Profesionalisme
Guru Melalui Supervisi Akademik, membatasi masalah pada:
1. Bagaimana fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin di satuan pendidikan TK?
2. Bagaimana upaya kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik untuk
meningkatkan profesionalisme guru ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan tentang kepala sekolah sebagai pemimpin.
2. Menambah pengetahuan mengenai upaya kepala sekolah dalam melakukan
supervisi akademik untuk meningkatkan profesionalisme guru.
5

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kepala Sekolah Sebagai Manajer di Sekolah


Antara kepemimpinannya dan manajerial tidak dapat dipisahkan.
Kepemimpinan akan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya. Tugas
kepala sekolah sering dirumuskan sebagai EMASLIM, artinya educator
(pendidikan), manager, administrator, supervisor, leader (pemimpin), inovator
(pencipta), dan motivator (pendorong). Dalam melaksanakan ketujuh tugas itulah
kepemimpinan akan ditetapkan. Dengan kata lain, kepeminpinan harus terpadu
dalam pelaksanaan ketujuh tugas tersebut.
Sejalan dengan implementasi konsep MBS, maka semakin penting peran
kepala sekolah sebagai manajer (pengelola) Pendidikan disatuan sekolah dalam
upaya meningkatkan mutu sekolah. Sebagai seorang manajer aktifitasnya harus
melakukan manajemen (mengelola) sekolah yang berorientasi pada pencapaian
tujuan pendidikan.
Dalam pengelolaan sekolah hendaknya melalui berbagai kegiatan
(aktivitas), sebagaimana dikemukakan oleh A.Tabrani Rusyan “Pada umumnya
kegiatan manajer atau aktivitas manajemen itu adalah : Planing, Organizing,
Staffing, Directing dan Controlling”. (1997 : 20). Sedangkan Dadi Permadi
Berpendapat "Prinsip Prinsip manajemen yang lama dirumuskan dengan POAC
(Planning, Organizing, Actuating dan Controlling). Dalam manajemen yang
modern sudah berubah dimana sebelum membuat perencanaan sebaiknya
didahului dengan mengkaji informasi informasi yang relevan. Dan kedua
pendapat di atas pada prinsipnya mempunyai kesamaan pendapat bahwa dalam
rangka pengelolaan sekolah tidak lepas dari perencanaan, pengorganisasian dan
pengawasan, yang pada manajemen modern sebelum memulai langkah tersebut
perlu mengkaji sumber informasi terutama relevansinya dengan perubahan
perubahan (inovasi).

5
6

Oleh karena itu, peran kepala sekolah sebagai manajer mempunyai tugas
dan kewjiban sebagai berikut
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah dan
pemerintah tentang mutu sekolah;
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian
mutu yang diharapkan.

B. Tuntutan Terhadap Manajer Sekolah


Kepala sekolah adalah penghubung terpenting dalam jaringan itu untuk
memastikan efektivitas sekolah. Kepala sekolah adalah guru senior yang
dipandang memiliki kualifikasi menduduki jabatan itu. Dalam kenyataannya,
banyak diantaranya yang tadinya berkinerja sangat bagus sebagai guru, menjadi
tumpul setelah menjadi kepala sekolah. Karenanya, orang-orang seperti ini telah
mencapai puncak inkompetensinya dan akan tetap disitu sampai pensiun.
Para kepala sekolah perlu memperoleh persiapan dan pelatihan, untuk
mengelola sekolahnya secara efektif dan ini merupakan kebutuhan yang mendesak
di negara sedang berkembang seperti di Indonesia ini. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu kepala sekolah merefleksikan realitas situasi di Indonesia, yang
peranannya kepala sekolah semakin rumit, cara ini dirancang untuk lebih
menyadarkan kepala sekolah tentang perlunya upaya terus menerus untuk
mengembangkan diri agar dapat menjadi kepala sekolah yang efektif. Hal ini
perlu ditularkan pada staf sekolah, agar pengembangan diri ini mengelembaga di
sekolah yang bersangkutan.

C. Fungsi Kepala Sekolah


1. Sebagai administrator, mengelola adiministrasi sekolah, dalam hal menyusun
program tahunan (RAPBS), serta hal hal yang berkaitan dengan sekolah.
7

2. Sebagai komunikator. Kepala sekolah memberikan pengarahan pembinaan


para guru.
3. Sebagai motivator. Kepala sekolah hendaknya dapat membangkitkan dan
memelihara kegairahan kerja pada guru, dengan memberikan gagasan
gagasan yang baik bagi penyampaian KBM.
4. Sebagai inovator. Kepala sekolah hendaknya memiliki prakarsa atau gagasan
perbaikan dalam pembaharuan pendidikan dan mendorong guru untuk
melakukan hal yang berkaitan dengan pelajaran.
5. Sebagai fasilitator. Kepala sekolah harus mampu mengusahakan pengadaan
alat/sarana sekolah, seperti meubelair dan sebagainya.
6. Sebagai dinamisator. Kepala sekolah harus mampu sebagai pengerak dalam
pencapaian tujuan sekolah.
7. Sebagai transformator. Kepala sekolah sebagai alat penyampai nilai nilai pada
gurunya.
8. Sebagai stimulator. Kepala sekolah harus mampu sebagai perangsang pemicu
semangat kerja kepada guru.
9. Kepala sekolah sebagai pelaksana dan pengemban kurikulum.
10. Kepala sekolah sebagai pembimbing. Kepala sekolah harus mampu
mengembangkan profesi guru.

D. Kepala Sekolah dan Sistem Kerja


Tanggung jawab seorang kepala sekolah adalah tercapai hasil sebaik
mungkin dengan mengkoordinasikan sitem kerja pada unit kejanya secara efektif.
Suatu sistem, kerja secara sederhana dapat digambarkan dalam hubungan kondisi
proses hasil sebagai berikut :
Penjelasan Sistem Kerja Kepala Sekolah
Kondisi: Semua masukan yang diperlukan sebagai kondisi dalam proses seperti
faktor lingkungan kerja (baik fisik maupun non fisik), diantaranya SDM, ruangan
belajar dan bekerja, peralatan belajar mengajar, struktur organisasi, prosedur,
intruksi, kebijakan pemerintah (kurikulum), hubungan antar pribadi dana suasana
kerja.
8

Proses : Semua kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai hasil (keluaran)


misalnya bila sekolah ditinjau sebagai suatu sistem, maka proses disini adalah
interaksi sernua komponen sekolah dalam pembelajaran.
Hasil : hasil adalah keluaran, yaitu segala sesuatu yang dihasilkan dari proses
kerja. Misalnya : barang dan jasa tertentu atau laporan mengenal pelaksanaan
pekerjaan. Hasil sekolah sebagai sistem adalah lulusan sekolah.
Balikan formatif : balikan (feedback) formatif adalah informasi yang digunakan
untuk mempengaruhi kualitas hasil balikan ini mengharuskan adanya perubahan
dalam cara menghasilkan perubahan tertentu, sebagai contoh kepala sekolah
meminta agar guru menggunakan tehnik mengajar tertentu dalam mengajar.
Balikan motivatif : informasi yang digunakaan untuk mempengaruhi kualititas
hasil / keluaran. Informasi ini untuk meningkatkan kecapatan bekerja misalnya,
kepala sekola memuji seorang guru yang bekerja dengan baik dalam menangani
keluhan orang tua peserta didik.

E. Profesionalisme Guru
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
bahwa yang disebut Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu
(1) Mempunyai komitmen terhadap siswa dan proses belajarnya;
(2) Menguasai mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya
kepada siswa;
(3) Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara
evaluasi, dan
(4) Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
dari lingkungan profesinya. (Hasan, 2003:5)
9

Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang


telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya “penghargaan yang profesional”
terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa
guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat
penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionalisme pada diri guru.
Dengan adanya pengembangan profesionalisme guru, maka peranan guru harus
lebih ditingkatkan. Guru tidak hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi,
diagungkan, tetapi guru harus lebih mengoptimalkan rasa tanggungjawabnya.
Peranan guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru menurut Gerstner dkk., peranan guru
tidak hanya sebagai teacher (pengajar), tapi guru harus berperan sebagai:
1. Pelatih (coach), guru yang profesional yang berperan ibarat pelatih olah raga. Ia
lebih banyak membantu siswanya dalam permainan, bedanya permainan itu
adalah belajar (game of learning) sebagai pelatih, guru mendorong siswanya untuk
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai
prestasi setinggi-tingginya.
2. Konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang
mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa, menciptakan suasana dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru.
3. Manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer perusahaan, ia
membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa, mengeluarkan ide terbaik
yang dimilikinya. Di sisi lain, ia bertindak sebagai bagian dari siswa, ikut belajar
bersama mereka sebagai pelajar, guru juga harus belajar dari teman seprofesi.
Sosok guru itu diibaratkan segala bisa.
Wujud nyata pemerintah dalam peningkatan kualitas guru salah satunya
dengan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat
pendidik pada guru. Sertifikat guru adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani
oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti bahwa bukti formal
pengakuan formalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional. Sertifikat ini diberikan kepada guru yang telah memenuhi standard
profesional. Guru profesional merupakan syarat mutlak ut menciptakan sistem dan
10

praktek yang berkualitas. Tujuan utama dalam mengikuti sertifikasi bukan untuk
mendapatkan tunjangan profesi melainkan untuk menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam
kompetensi guru. Dengan menyadari hal ini, maka guru tidak akan mencari cara
lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan
belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Adapun tujuan dari sertifikasi
adalah:
a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
c. Meningkatkan martabat guru.
d. Meningkatkan profesionalitas guru.

“Guru yang profesional harus selalu kreatif dan produktif dalam


melakukan inovasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan”
(Danumihardja, 2001:39). Namun “untuk menyiapkan guru yang inovatif
merupakan kendala yang sangat sulit, jika dikaitkan dengan sistem kesejahteraan
bagi tenaga guru di Indonesia yang jauh dari memadai (Surya, 2005:5).
Sagala (2005:210) mengemukakan guru yang profesional harus memiliki
sepuluh kompetensi dasar, yaitu :
1) Menguasai landasan-landasan pendidikan
2) Menguasai bahan pelajaran
3) Kemampuan mengelola program belajar mengajar
4) Kemampuan mengelola kelas
5) Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
6) Menilai hasil belajar siswa
7) Kemampuan mengenal dan menterjemahkan kurikulum
8) Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9) Memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran
10) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan
11

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru


Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor dan merupakan
permasalahan, yaitu faktor “kualifikasi standar guru dan relevansi antara bidang
keahlian guru dengan tugas mengajar (Taufik, 2002:244). Gibson et al (1985:51-
53) mengemukakan bahwa “ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi
profesional guru , yaitu pertama variabel individu, variabel organisasi dan variabel
psikologis individu”.
Cascio (Sukmadinata, 2004:21) menyatakan bahwa “abilitas dan motivasi
merupakan faktor-faktor yang berinteraksi dengan kinerja, profesionalisme
berhubungan dengan kinerja.” Faktor-faktor yang tidak langsung mempengaruhi
kinerja ialah manusia, modal, metode, produksi, lingkungan organisasi,
lingkungan negara, lingkungan regional dan umpan balik.
Selain faktor-faktor tersebut di atas yang perlu diperhatikan dan dikuasai
guru agar profesional dan berkinerja tinggi di era informasi, guru juga perlu
menguasai sejumlah standar kompetensi dan penjabaran berbagai sub kompetensi
dan pengalaman belajar yang terkandung dalam kompetensi pedagogik, sosial dan
kepribadian sesuai rumusan yang dihasilkan oleh Asosiasi LPTKI Indonesia tahun
2006. Masalah kualifikasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
profesionalisme dan kinerja guru untuk menunjukkan profilnya sebagai guru
berkualitas sesuai dengan tuntutan era informasi dalam era globalisasi.

G. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru Dilihat Dari


Perspektif Input-Proses-Ouput
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dapat
dibedakan/dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu dari perspektif masukan
(input), proses dan perspektif keluaran (output). Yang dimaksud dengan
perspektif masukan adalah hal-hal yang terdapat dalam pribadi guru yaitu
mencakup kualifikasi atau tingkat pendidikan guru, masa kerja, pengalaman kerja,
latihan yang dijalani, penguasaan kompetensi sosial, pedagogik dan keterampilan.
Selain itu ada pula faktor input yang berasal dari lingkungan di sekitar guru
seperti faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja di sekolah, dukungan
12

dari keluarga, dukungan dari dewan sekolah/komite sekolah, peserta didik dan
masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dilihat dari
perspektif proses belajar-mengajar di kelas mencakup faktor-faktor motivasi
mengajar dan mendidik yang tinggi pada diri guru, motivasi dan minat belajar
yang tinggi pada diri peserta didik untuk belajar di sekolah, ketersediaan media
dan sumber belajar di sekolah yang memadai, penguasaan guru dalam aplikasi
psikologi pendidikan dalam proses pembelajaran di kelas, penguasaan guru dalam
aplikasi pengetahuan tentang perkembangan peserta didik dalam proses
pembelajaran di kelas, penguasaan guru terhadap landasan pendidikan di kelas,
penguasaan guru dalam aplikasi berbagai metode, strategi pembelajaran yang
inovatif di kelas, penguasaan guru tentang berbagai teori belajar mutakhir yang
relevan dalam pembelajaran di kelas, penguasaan guru terhadap aplikasi metode
evaluasi proses dan hasil pembelajaran yang inovatif, penguasaan guru terhadap
aplikasi teori bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar peserta
didik, penguasaan guru dalam aplikasi teori administrasi pendidikan dalam
pembelajaran di kelas, kemampuan guru menguasai materi pelajaran dan
mengelola PBM secara profesional, kedisiplinan guru dan peserta didik dalam
belajar, bekerja dan mengajar di kelas, kemampuan guru dalam mengkaji
metodologi keilmuan bidang studi, kemampuan guru dalam menguasai struktur
dan materi kurikulum, kemampuan guru mengidentifikasi substansi materi bidang
studi sesuai perkembangan dan potensi peserta didik, kemampuan guru memilih
substansi, cakupan dan tata urut materi pembelajaran secara konstekstual,
kemampuan guru menggunakan teknologi komunikasi dan informasi dalam
pembelajaran secara kontekstual, kemampuan guru dalam melaksanakan
penelitian tindakan kelas, kemampuan guru dalam berkomunikasi sosial dengan
peserta didik di kelas, dan kemampuan guru dalam mendesain peningkatan mutu
pembelajaran sesuai hasil penelitian tindakan kelas.
13

Faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dilihat dari


perspektif keluaran (output) yaitu mencakup faktor-faktor profesionalitas dan
kinerja lulusan sekolah di dunia kerja atau di masyarakat, respon dan penghargaan
masyarakat dan dunia kerja terhadap lulusan sekolah, dan perilaku teladan yang
ditunjukkan oleh para lulusan sekolah di dunia kerja dan di masyarakat.
14

BAB III
PEMBAHASAN

A. Melaksanakan Supervisi Akademik Terhadap Guru


Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981). Sementara itu, Daresh (1989)
menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.Dengan
demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja
guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi
akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola
pembelajaran.
Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan
prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja
guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari
serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi
akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan
penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu
dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk
kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di
dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di

14
15

dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas


itu yang berarti bagi guru dan murid? Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam
mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana
cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola
kegiatan pembelajaran.
Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan
penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi
akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan
pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik
guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam
pengertian supervisi akademik:
a) Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan
mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah
karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah
diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa
diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada
satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru
(Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan
kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus
dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan
Daresh, 1989).
b) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya
harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya
program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk
program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena
supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan
guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor
dan guru.
16

c) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu


memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.

1. Tujuan Supervisi Akademik


Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-
muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas
akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara
sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan
mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau
kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan
meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan
meningkat.
Sedangkan menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi
akademik, yaitu:
a) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru
mengembangkan kemampuannya profesionalnya dalam memahami
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya
dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
b) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-
kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru
sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian murid-muridnya.
c) Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya,
mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta
mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh
(commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya
17

B. Kerangka Pemikiran
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan
bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.
Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi
salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan.
Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi.
Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara
profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja
seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki
kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin
kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi
kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan
seluruh kompetensi guru. Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus
menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya,
pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional
development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini
menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru.
Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses
pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui
supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik,
professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan
nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan,
bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor
lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang
materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.
18

Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency


areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini
menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus
profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to
do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik
akademik.
Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah
cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya.
Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru
harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-
baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow)
kemampuan dirinya sendiri.

C. Implementasi Program
1. Rancangan tindakan siklus 1
Pada tahap rancangan tindakan siklus 1, dilakukan penyusunan atau
pengadaan instrumen-instrumen yang akan digunakan pada tahap pelaksanaan
tindakan siklus 1. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Menyusun instrumen identifikasi kompetensi guru dalam mengelola
pembelajaran.
b. Mengidentifikasi kompetensi guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran melalui pengisian instrumen.
c. Memilih tenaga pengajar atau guru yang dapat diberdayakan membantu
calon kepala sekolah dalam melakukan supervisi.
d. Menyusun instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus
1.
19

2. Pelaksanaan tindakan siklus 1


Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus 1 yaitu
melakukan supervisi guru berdasarkan hasil identifikasi kompetensi yang
dianggap rendah atau tidak memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
permendiknas nomor 24 tahun 2008. Supervisi dilakukan bersama-sama dengan
guru yang sudah ditentukan sebelumnya. Supervisi dilakukan selama dua minggu
dengan jumlah pertemuan minimal 4 kali pertemuan. Pelaksanaan supervisi
dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan. Lama supervisi setiap
pertemuan tergantung dari waktu lowong yang dimiliki oleh pembimbing. Kisaran
waktu lowong yang dapat digunakan untuk pembimbingan adalah 30 – 90 menit.
3. Monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan tindakan siklus 1
Pada tahap monev pelaksanaan tindakan siklus 1, guru yang menjadi
peserta supervisi melakukan pengisian instrumen monev pelaksanaan tindakan
siklus 1. Sebelum melakukan pengisian instrumen diberikan penjelasan tentang
cara pengisian instrumen. Dijelaskan pula bahwa apapun yang diisikan tidak
mempengaruhi penilaian kinerja mereka.
4. Hasil yang di peroleh
Berdasarkan analisis hasil pelaksanaan supervisi yang dilakukan pada
pelaksanaan tindakan siklus 1 melalui pengisian instrumen monev 1 diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Rata-rata peningkatan kompetensi tindakan siklus 1
Kompetensi setelah Peningkatan
Kompetensi awal
tindakan 1 kompetensi
(%)
(%) (%)

58 68 10

Tabel 1 memperlihatkan tingkat kompetensi guru dalam mengelola


pembelajaran setelah mengikuti supervisi siklus pertama naik dari 58% menjadi
68%. Peningkatan kompetensi sebesar 10% menunjukkan adanya hasil jerih payah
calon kepala sekolah sebagai manajer dalam melakukan supervisi dan
menjalankan tugasnya mengembangkan kompetensi guru.
20

5. Rancangan tindakan siklus 2


Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus 1 diperoleh bahwa guru
masih memiliki kompetensi yang rendah pada kompetensi-kompetensi tertentu
terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk itu, pada rancangan kegiatan siklus 2 akan difokuskan pada usaha
mengembangkan pada kompetensi-kompetensi tersebut.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan siklus
2 antara lain adalah sebagai berikut:
a. Meminta kembali kesediaan guru yang memiliki kompetensi lebih untuk
diberdayakan membantu calon kepala sekolah dalam melakukan
pembimbingan terhadap guru berdasarkan kompetensi yang perlu
ditingkatkan.
b. Menyusun instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus
2.
6. Pelaksanaan tindakan siklus 2
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus 2 yaitu
melakukan pembimbingan tenaga administrasi berdasarkan pada kompetensi-
kompetensi yang masih kurang atau rendah berdasarkan analisis hasil kegiatan
monev 1. Pembimbingan dilakukan bersama-sama dengan tenaga administasi dan
guru yang sudah ditunjuk sebelumnya. Pembimbingan dilakukan paling lama dua
minggu dengan jumlah pertemuan minimal 4 kali pertemuan. Pelaksanaan
bimbingan dilakukan diwaktu-waktu lowongnya tenaga pembimbing atau saat jam
istirahat siswa yang berkisar 30 – 90 menit .
7. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 2
Pada tahap monev pelaksanaan tindakan siklus 2, guru yang menjadi
peserta pembimbingan melakukan pengisian instrumen monev pelaksanaan
tindakan siklus 2. Sebelum melakukan pengisian instrumen diberikan penjelasan
tentang cara pengisian instrumen. Dijelaskan pula bahwa apapun yang diisikan
pada instrumen tersebut tidak akan mempengaruhi penilaian kinerja mereka.
21

8. Hasil yang di peroleh


Berdasarkan analisis hasil pelaksanaan pembimbingan yang dilakukan
pada pelaksanaan tindakan siklus 2 melalui pengisian instrumen monev 2
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Rata-rata peningkatan kompetensi tindakan siklus 2
Kompetensi setelah Kompetensi setelah Peningkatan
tindakan 1 tindakan 2 kompetensi
(%) (%) (%)

68 95 27

Tabel 2 menunjukkan tingkat kompetensi guru dalam mengelola


pembelajaran setelah mengikuti pembimbingan yang kedua naik dari 68%
menjadi 95%. Kompetensi 95% sudah termasuk kategori kompetensi sangat baik.
Peningkatan kompetensi guru sekolah menunjukkan adanya peningkatan yang
drastis yaitu sebesar 27%. Peningkatan tersebut merupakan hasil dari usaha
pembimbingan yang diberikan kepada guru yang mengelola kegiatan
pembelajaran. Pembimbingan tersebut adalah tugas seorang kepala sekolah
membina dan mengembangkan kompetensi guru dalam perannya sebagai
supervisor di sekolah.
22

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepala Sekolah haruslah dimulai dengan menggunakan waktu sebaik
baiknya dalam memimpin, merencanakan gagasan gagasan baru, dan bekerja lebih
dekat dengan para guru dan seluruh yang terlibat didalamnya. Peran kepala
sekolah harus dapat merekrut masyarakat untuk terlibat dalam memajukan
pendidikan baik yang beperan dengan dana atau dalam mengawasi sekolah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, karena hasil pendidikan merupakan kepentingan
masyarakat. Kepala sekolah harus terbuka dan jelas dalam mengelola keuangan
sekolah. Antara kepemimpinanya dan manajerial tidak dapat dipisahkan.
Kepemimpinan akan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai salah satu faktor pendukung terhadap keberhasilan pendidikan,
para guru harus memperhatikan berbagai faktor yang bersumber pada komponen
masukan, proses dan keluaran agar menjadi guru yang profesional dan berkinerja
tinggi. Ciri guru seperti inilah yang dibutuhkan dalam era informasi dan
globalisasi sebagai cermin guru yang bermutu.
Namun, harus disadari bahwa guru yang profesional dan berkinerja tinggi
dalam melakukan proses pendidikan di sekolah, tak lahir jika tidak ada niat yang
suci dan tulus dari para guru untuk mengetahui, memahami, memperhatikan,
menghayati, dan menerapkan berbagai faktor-faktor tersebut untuk meningkatkan
profesionalismenya.
Selain itu, para kepala sekolah, orang tua peserta didik, masyarakat,
pemerintah, dan semua pemerhati pendidikan, hendaknya selalu memberikan
perhatian, bimbingan dan dorongan kepada guru dalam meningkatkan
profesionalismenya. Harus disadari guru sebagai komponen mikro dari sistem
pendidikan secara makro, tidak akan dapat meningkatkan profesionalismenya jika
tidak ada kerjasama yang sinergis dan harmonis dengan berbagai pihak, misalnya

22
23

kepala sekolah, staf sekolah, peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
pemerintah, dan dunia kerja sebagai komponen dari sistem pendidikan

B. Saran
Upaya untuk meningkatkan SDM yang berkualitas di Indonesia terus
ditingkatkan. Salah seorang yang memikul tugas ini adalah kepala sekolah karena
kepala sekolah yang menjadi manajer dalam menentukan segala kebijakan di
sekolah. Meskipun hasil data yang diperoleh serta pembahasan yang masih kurang
sempurna, maka tidak ada salahnya kalau penulis memberikan saran-saran kepada
kepala sekolah atau calon kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan
adalah :
1. Mempunyai visi dan misi jauh ke depan yang mendalam untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.
2. Gaya kepemimpinan yang tepat untuk membudayakan mutu pendidikan.
3. Meyakinkan kebutuhan peserta didik sebagai pusat perhatian kegiatan/
kebijakan.
4. Menambah wawasan dengan ikut pelatihan-pelatihan, membaca buku atau
bacaan yang berkaitan dengan kepemimpinan dan peran kepala sekolah sebagai
manajer di sekolah.
24

DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin. 2004. Analisis Administrasi, manajemen dan Kepemimpinan


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Cuandi, Ade. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Bandung : Suara Daerah.

Depdikbud. 2009. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikmenum.

Kusmiharjo dan Burhanudin. 2007. Dasar dasar Manajemen Pendidikan II


(Kepemimpinan) . Jakarta : Dikmenum.

Mulyasa,E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 132 Tahun 2007. Standar Kepala
Sekolah / Madrasah. Jakarta

Sudirman. 2005. Peran Kepala Sekoloh Dalam Konsep MBS. Bandung : Suara
Daerah.

Sudjana, Nana. 2007. Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Surakhman, S.2000. Metode Penelitian. Bandung : Transito.

Wahjosumidjo. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

24

Anda mungkin juga menyukai