Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan pengetahuan,

wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu pada individu-individu guna

mengembangkan dirinya sebagai taraf insani untuk mampu menghadapi setiap perubahan

yang terjadi sepanjang hidupnya. Di dalam perubahan itu banyak juga terjadi adanya faktor

penentu yang mempengaruhi kelangsungan pembangunan suatu negara adalah kualitas dan

kuantitas sumber daya manusia yang memadai dari berbagai aspek untuk mencapai tujuan

pembangunan nasional.

Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan

yang seiring dengan tantangan dan hambatan dalam menyiapkan sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas dan mampu bersaing di era globalisasi. Salah satu permasalahan

yang dihadapi oleh bangsa kita adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap

jenjang. Jika kualitas pendidikan belum terjamin maka berdirinya Negara dan bangsa belum

sehat dan masih diragukan untuk berkompetisi dalam dunia akademi.

Pimpinan Pondok merupakan pemimpin pendidikan tingkat satuan pendidikan, yang

harus bertanggung jawab terhadap maju mundurnya Pondok yang dipimpinnya. Oleh

karena itu, Pimpinan Pondok dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan, baik berkaitan

dengan masalah manajemen maupun kepemimpinan, agar dapat mengembngkan dan

1
memajukan Pesantrennya secara efektif, efisien, mandiri, produktif, dan akuntabel.

Kondisi tersebut menuntut tugas yang harus dikerjakan oleh para tenaga kependidikan

sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing, mulai dari evel makro sampai pada

level mikro, yakni bertenaga kependidikan tingkat pesantren.

Di Pesantren yang berperan penting dalam menentukan kualitas pendidikan, yakni

Pimpinan Pondok dan guru. Pimpinan Pondok merupakan figur sentral yang harus menjadi

teladan bagi seluruh Santri dan guru. Oleh karena itu, untuk mewujudkan visi dan misi

Pesantren, serta mencapai tujuan yang diharapkan, perlu dipersiapkan Pimpinan Pondok

yang mampu memahami peranan sebagai manajemen pondok, dan tugas sebagai seorang

pemimpin.

Untuk menjalankan tugas manajerial di atas, dan juga merespon tuntutan yang terus

berubah saat ini, Pimpinan Pondok pesantren harus memiliki kepeimpinan yang kuat agar

mampu melaksanakan berbagai program yang mereka bina secara efektif. Hal ini

mengingat bahwa Pimpinan Pondok tidak saja bertanggungjawab mengelola guru, dan staff

peserta didik, tetapi juga harus menjalin hubungan pesantren dengan masyarakat sekitar

Pesantren.

Studi yang dilakukan Heyneman dan Loxley (1983) di 29 negara, beliau menemukan

bahwa diantara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan sepertinya

ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi ditengah keterbatasan sarana dan

2
prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang termasuk

negara Indonesia yang tercinta ini.

Perlu diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam melaksanankan dan

menjalankan roda pendidikan, meskipun fasilitasnya lengkap dan canggih, bila tidak

ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil juga dan akan

menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal, maka guru sebagai

pelaksana pendidikan nasional yang merupakan kunci utama keberhasilan.

Keberadaan guru sebagai unsur utama tenaga kependidikan yang merupakan faktor

yang sangat strategis dan keseluruhan penggerak pendidikan, dimana Sumber Daya

Manusia meliputi; sarana, anggaran, organisasi dan lingkungan (Nanang Fatta, 1988).

Dalam proses belajar mengajar berlangsung seharusnya guru menggunakan sarana dan

fasilitas yang memadai dari pemerintah untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang guru

yang mendidik, mengajar dan membina.

Dalam pelaksanaan pendidikan di Pondok pesantren, pasti ada guru yang belum dapat

melaksanakan pengajarannya dengan baik dan optimal. Kehadiran guru di kelas untuk

melakukan kegiatan mengajar perlu juga membuat dan menyusun rencana pengajaran

harian, bulanan, trimestral, dan tahunan. Hubungan antara guru dan santri harus baik,

tanggung jawab didasari dengan kejujuran, kesetiaan, mentaati dan mengajar dengan tepat

keikhlasan dan kerja sama karena hubungan tersebut, seperti orangtua dan anak. Rendahnya

kinerja guru hal seperti ini dapat menyebabkan oleh beberapa hal seperti; (1) Perekrutan

3
guru belum mengikuti aturan yang seharusnya (2) Minimnya pendidikan tentang keguruan

dalam menjalankan tugasnya.

Proses pembelajaran berlangsung dengan baik apabila yang didukung oleh guru yang

mempunyai kompetensi dan kinerja yang tinggi, sebab guru merupakan ujung tombak dan

pelaksana terdepan pendidikan anak-anak di Pondok pesantren dan sebaliknya akan mampu

menumbuh semangat dan motivasi belajar santri yang lebih baik dan pada akhirnya mampu

meningkatkan kualitas pembelajaran, peningkatan prestasi pendidikan merupakan sesuatu

proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan prestasi sumber daya manusia (SDM)

itu sendiri.

Pentingnya proses peningkatan mutu sumber daya manusia, maka pemerintah masih

terus berupaya untuk menwujudkan melalui perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi,

perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi pengajaran serta

memberi pelatihan dan kursus serta pendidikan bagi para guru guna meningkatkan prestasi

belajar santri sehingga dalam mengembangkan tugasnya guru dituntut dapat mendidik,

mengajar dan melatih agar penguasaan konsep tentang suatu pendidikan tertanam.

Dari pengamatan peneliti di Pondok Pesantren Latansa masih belum bertumbuhnya

iklim yang demokratis di pesantren dan budaya pesantren yang kondusif bagi terciptanya

kualitas pembelajaran yang optimal sehingga gaya kepemimpinan dan profesionalisme

pimpinan pondok masih perlu dikaji untuk mewujudkan pesantren yang efektif.

4
Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan perubahan yang

berorientasi pada unsur-unsur yang mendukung pendidikan dalam hal ini guru. Adapun

unsur tersebut adalah orangtua, guru, alat, metode, materi dan lingkungan pendidikan dan

semua unsur tersebut saling keterkaitan antara satu dengan yang lain demi tercapainya

tujuan pendidikan.

Berdasarkan pada uraian diatas maka penulis selanjutnya mencoba untuk mengetahui

secara lebih mendalam dan mewujudkan dengan melakukan penelitian yang berjudul :

“PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI PIMPINAN PONDOK

TERHADAP KINERJA GURU DI PONDOK PESANTREN LA-TANSA TAHUN

AJARAN 2019”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi Pimpinan Pondok secara simultan

berpengaruh terhadap kinerja guru di Pondok Pesantren Latansa Tahun Ajaran 2019?

2. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi Pimpinan Pondok secara parsial berpengaruh

terhadap kinerja guru di Pondok Pesantren Latansa Tahun Ajaran 2019?

5
3. Diantara gaya kepemimpinan dan motivasi Pimpinan Pondok variable manakah yang

lebih dominan berpengaruh terhadap kinerja guru Pondok Pesantren Latansa Tahun

Ajaran 2019?

1.3. Tujuan

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan dan motivasi Pimpinan Pondok yang

berpengaruh secara simultan terhadap kinerja guru di Pondok Pesantren Latansa Tahun

Ajaran 2019?

2. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan dan motivasi Pimpinan Pondok yang

berpengaruh secara Parsial terhadap kinerja guru di Pondok Pesantren Latansa Tahun

Ajaran 2019?

3. Untuk mengetahui diantara gaya kepemimpinan dan motivasi Pimpinan Pondok yang

lebih dominan berpengaruh terhadap kinerja guru Pondok Pesantren Latansa Tahun

Ajaran 2019?

1.4. Kegunaan

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka yang menjadi manfaat dalam penelitian

ini adalah:

6
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi orang tua, pimpinan pondok,

guru dan santri agar dapat mengambil kebijakan dan upaya perbaikan kepemimpinan

pimpinan pondok, motivasi guru agar mencapai kineja guru yang maksimal.

2. Bagi almamater Instituto Superior Cristal penelitian ini dapat menjadi referensi bagi

peneliti selanjutnya yang mempunyai obyek penelitian yang sama kajian manajemen

sumber daya manusia tentang pengaruh kepemimpinan dan motivasi guru terhadap

kinerja guru.

3. Bagi peneliti karya tulis akhir ini sebagai salah satu syarat akademis untuk meraih gelar

Sarjana Pendidikan dan sekaligus mengapliksikan ilmu pengetahuan teoritis di

lapangan yang telah diperoleh selama studi di ISC.

1.5. Ruang Lingkup

Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu dan literatur dari penulis, maka penulis

membatasi permasalahan ini hanya pada pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi

pimpinan pondok terhadap kinerja guru di Pondok Pesantren Latansa tahun Ajaran 2019.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

7
Kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian kegiatan yang saling berhubungan

satu dengan yang lain, meskipun tidak mengikuti rangkaian yang sistematis. Rangkaian itu

berisi kegiatan menggerakkan, membimbing dan mengarahkan serta mengawasi orang lain

dalam berbuat sesuatu, baik secara perseorangan maupun bersama-sama. Seluruh kegiatan

itu dapat disebut usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain kearah

pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu, kepemimpinan juga merupakan proses interaksi

antara seorang (pemimpin) dengan sekelompok orang lain, yang menyebabkan seseorang

atau sekelompok orang lain untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak pemimpin.

George P. Terry berpendapat bahwa: “Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi

orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok” (Kartini

Kartono, 1983: 160).

Howard H. Hoyt, ia berpendapat bahwa “kepemimpinan adalah seni untuk

mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang” (Kartini

Kartono. 1983: 160 )

Kepemimpinan sebagai satu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas / pribadi,

yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai

tujuan bersama (Kartini Kartono, 1983: 187). Kepemimpinan adalah suatu proses

penggunaan pengaruh positif terhadap1 orang lain untuk melakukan usaha lebih banyak

dalam sejumlah tugas atau mengubah perilakunya (Kenneth N. Wexly dan Gary A. Yuki,

2003:189).

8
Dari pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan sebagai dasar

atau rangkaian teori yang dapat dipahami oleh seorang pimpinan pondok, untuk

memotivasikan dan mengarahkan bawahannya untuk menjalankan kegiatan proses belajar

mengajar sesuai rencana yang telah ditetapkan.

2.1.2 Asas-Asas Kepemimpinan

Dibawah ini terdapat tiga asas dalam Kepemimpinan yaitu antara lain :

1. Kemanusian, kepemimpinan mengutamakan sifat-sifat kemanusian, yaitu

pembimbingan manusia oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemanpuan

setiap individu, demi tujuan-tujuan human.

2. Efisien, efesiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya sumber-

sumber, materi, dan jumlah manusia, atas prinsip penghematan, adanya nilai-nilai

ekonomis, serta asas-asas manajemen modern.

3. Kesejahteraan dan kebahagian yang lebih merata, menuju pada tarap kehidupan

yang lebih tinggi. Dari ketiga asas tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa,

seorang pemimpin mampu menciptakan situasi dan kondisi yang diharapkan oleh

masyarakat atau bawahannya dan mampu mengarahkan dan memotivasikan masyarakat

atau bawahannya dalam meningkatkan tujuan yang ingin dicapai secara merata.

2.1.3 Etika dan Profesi Kepemimpinan

Di bawah ini ada beberapa etika dan profesi Kepemimpinan yaitu:

9
1. Pemimpim harus memiliki satu atau beberapa kelebihan dan

pengetahuan,ketrampilan sosial, kemahiran teknis serta pengalaman,

2. Kompeten melakukan kewajiban dan tugas-tugas kepemimpinannya,

3. Mampu bersikap susila dan dewasa,

4. Memiliki kemanpuan mengontrol diri yaitu mengontrol pikiran, emosi,

keinginan dan segenap perbuatannya, disesuaikan dengan norma-norma kebaikan.

Sehingga memunculkan sikap moral yang baik dan bertangung jawab,

5. Selalu melandaskan diri pada nilai-nilai etis (kesusilaan, kebaikan). Sekaligus

mampu menciptakan nilai-nilai yang tinggi atau yang berarti. Nilai adalah segala sesuatu

yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. dan

6. Adanya norma perintah dan larangan yang harus ditaati oleh pemimpin demi

kesejahteraan hidup bersama dan demi efisiensi organisasi, maka segenap tindakan dan

kesalahan pemimpin itu dikontrol.

Dari uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pemimpin harus memiliki etika

dan profesi untuk melaksanakan dan menyelenggarakan tugasnya sesuai dengan etiket

kepemimpinannya.

2.1.4 Syarat-Syarat Kepemimpinan

Menurut Kartono Kartini (2005:36-38), persyaratan kepemimpinan harus selalu

dikaitkan dengan tiga hal penting , yaitu :

10
1. Kekuasaan, ialah kekuatan otoritas dan legalitas yang memberikan

wewenang kepada pemimpim guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk

berbuat sesuatu.

2. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga mampu

mengatur bawahan untuk patut dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

3. Kemampuan ialah segala daya kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau

ketrampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota

biasa.

Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan dalam suatu

organisasi, pemimpin harus mengarahkan tujuan yang baik untuk menciptakan kebahagian,

kesejahteraan keadilan bagi masyarakat atau bawahannya dalam melakukan sesuatu guna

mencapai tujuan kebersamaan.

2.1.5 Sifat-Sifat Kepemimpinan

Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan

mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai

sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan

oleh beberapa ahli yaitu dalam Handoko dan Edwin Ghiselli, dalam Utami R.

Mutamimah. (2006: 17-18), mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat

kepemimpinan yang meliputi 6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu:

11
1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas

(supervisory ability) atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen.

2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup

pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.

3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan

daya pikir.

4. Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-

keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.

5. Kepercayaan diri, atau pandangan pada diri sehingga mampu

menghadapi masalah.

6. Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung,

mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.

2.1.6. Tugas dan Fungsi Kepemimpinan

1. Tugas Kepemimpinan

Berdasarkan pengertian bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tingkah

laku yang mengandung indikasi serangkaian tugas penting seorang pemimpin

(Wahjosimidjo 2002: 40). sebagai berikut:

12
a.Mendefenisikan misi dan peranan organisasi, misi dan organisasi dapat dirumuskan

dengan baik apabila seorang pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktur sebuah

organisasi.

b. Pimpinan merupakan pengejewantahan tujuan organisasi, dalam tugas ini

pemimpin harus menciptakan kebijaksanaan kedalam tatanan atau keputusan terhadap

sarana untuk mencapai tujuan yang direncanakan.

c. Mempertahankan keutuhan organisasi, pimpinan bertugas untuk mempertahankan

keutuhan organisasi dengan melakukan koordinasi dan kontrol melalui dua cara, yaitu

melalui otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan, dan koordinasi khusus terhadap

berbagai peraturan.

d. Mengendalikan konflik internal yang terjadi didalam organisasi.

2. Fungsi Kepemimpinan

Ada beberapa fungsi yang dilakukan oleh seorang pemimpin seperti diungkapkan

oleh Mitfah Thoha dan Mintzberg, dalam Djaenuri M. Aries. (1989: 30) dalam bukunya

Perilaku Organisasi bahwa fungsi-fungsi pokok pemimpin antara lain memotivasi,

mengembangkan dan mengendalikan.

Pendapat Arifin Abdul Rachman (1986: 37), juga mengungkapkan hal yang serupa

bahwa kepemimpinan itu apabila ditinjau lebih dalam berkisar pada tugas-tugas tertentu

dalam fungsi menggerakkan; dengan mana pemimpin itu menjalankan peranannya.

13
Pengarahan yang sering juga disebut directing itu pada hakekatnya

mempunyai cakupan beberapa kegiatan antara lain seperti pemberian perintah,

instruksi, pembinaan dan memberi arahan kepada masyarakat atau bawahannya

dalam melaksanakan berbagai kegiatan.

Sofwan Badari dalam Djaenuri, M. Aries. (1989: 55), memberikan batasan

pada konsep directing sebagai “aktivitas memberi perintah harus jelas siapa yang

diberi perintah dan bertanggungjawab atas setiap bagian dari rencana”. Pendapat

yang lebih luas dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirdjo, yang berpendapat bahwa

inti directing adalah mengajar, memberi tahu dan membuat bisa melakukan.

Kesimpulan serupa juga didapati di dalam Ensiklopedi Administrasi yang

menegaskan bahwa directing adalah aktivitas berupa memerintah, menugaskan,

memberi arah dan menuntun bawahan untuk melaksanakan pekerjaan dalam

mencapai tujun.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

fungsi pengarahan terdapat kegiatan yang dapat dikategorikan menjadi dua bagian,

yaitu;

1. Memberi Perintah dan Instruksi.

Memberi perintah dan instruksi, adalah merupakan aktivitas pemimpin sehari-

hari dalam rangka mengarahkan pelaksanaan tugas bawahannya untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Pemberian perintah oleh pemimpin kepada

14
bawahan merupakan salah satu wujud dari komunikasi vertikal. Perintah-perintah

harus diberikan oleh pemimpin dalam rangka mengendalikan organisasi yang di

pimpimnya.

7. Aktivitas untuk memberi tuntutan atau pembinaan, merupakan salah satu unsur

lain dari kegiatan pengarahan. Tujuan adalah agar orang-orang atau bawahan itu

tahu dan mengerti apa yang harus dikerjakan serta timbul kemauan untuk

mengerjakan sesuatu sesuai kehendak pemimpin.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Thursan Hakim, (2001:26) berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan motivasi. :”Motivasi sebagai suatu dorongan kehendak yang menyebabkan

seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu”

Menurut Huitt, W. (2001), mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status

internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang

mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu

tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu:

1. Kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi

arah pada perilaku seseorang;

2. Keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku

seseorang untuk mencapai suatu tujuan;

15
3. Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap

intensitas perilaku seseorang.

Thursan Hakim (2000:26), mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu

dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk

mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan santri sangat ditentukan oleh

adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004:2), motivasi

diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme

psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi

tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur

esensial, yakni:

1. Faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal

maupun eksternal,

2. Tujuan yang ingin dicapai,

3. Strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk

mencapai tujuan tersebut.

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan,

persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses

psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut

instrinsik sedangkan faktor di luar diri disebut ekstrinsik. Sedangkan pengarahan adalah

16
sebagai salah satu fungsi kepemimpinan, merupakan fungsi lain yang cukup dalam upaya

menggerakkan orang-orang ke tujuan yang telah ditetapkan, tanpa arahan akan sulit bagi

orang-orang / anggota organisasi menuju tercapainya tujuan.

Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang melaksanakan sesuatu

karena ada dorongan dalam dirinya untuk mencapai sesuatu. Makin kuat dorongan

tersebut maka makin optimal pula ia berupaya agar sesuatu yang dituju dapat

tercapai, di mana sesuatu yang diinginkan itu dapat tercapai maka ia akan merasa

berhasil dan juga akan merasa puas.

Istilah motivasi adalah kata yang berasal dari ahasa latin yaitu “movere yang

berarti menggerakkan” (Prasetyo Irawan,Suciati dan IGK Wardani, 1996:41).

Menurut Keller dalam Prasetya, Suciati, dan Wardani dikemukakan model

ARCS (Attention, Relevance,Confidance, and Satisfaction) yakni :

a. Perhatian

Perhatian santri didorong oleh rasa ingin tahu. Oleh sebab itu rasa ingin tahu

ini perlu mendapat rangsangan sehingga santri akan memberikan perhatian, dan

perhatian tersebut terpelihara selama proses belajar mengajar, bahkan lebih lama

lagi. Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen

yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada.

17
Apabila elemen-elemen seperti itu dimasukkan dalam rancangan

pembelajaran, hal itu akan menstimulir rasa ingin tahu santri. Namun yang perlu

diperhatikan stimuli tersebut jangan terlalu berlebihan, sebab akan menjadikan

hal yang kebiasaan dan kurang kefektifannya.

b. Relevan

Relevan menunjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran dengan

kebutuhan dan kondisi santri. Motivasi akan terpelihara apabila mereka

mengganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi,atau bermanfaat

dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi dikelompokkan ke

dalam tiga kategori yaitu motivasi pribadi, motif instumental, dan motif kultural.

c. Kepercayaan diri

Merasa diri kompoten atau mampu merupakan potensi untuk dapat

berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Konsep tersebut berhubungan

dengan keyakinan pribadi santri bahwa dirinya memiliki untuk melakukan suatu

tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini

adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan

untuk berhasil. Hal ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses dimasa

yang lampau.

Dengan demikian, ada hubungan spiral antara pengalaman sukses dengan

motivasi. Motivasi dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan

18
(prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi santri

untuk mengerjakan tugas berikutnya.

d. Kepuasan

Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan

santri akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan serupa. Kepuasan

karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang

berasal dari dalam maupun dari luar diri santri. Untuk memelihara dan

meningkatkan motivasi santri, guru dapat menggunakan pemberian penguatan

berupa pujian, kesempatan dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas sudah sangat jelas sekali bahwa,

seseorang di dalam melakukan sesuatu tindakan pasti mempunyai suatu alasan

yang dijadikan dasar, atas sebab apa dia melakukan tindakan tersebut. Pengertian

motif tidak bisa dipisahkan dengan kebutuhan.

Senada dengan pengertian tersebut di atas, Freemont dan James, seperti

yang diterjemahkan oleh Hasyim Ali menyatakan: “Motivasi adalah apa yang

menggerakan seseorag untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-

kurangya mengembangan sesuatu kecenderungan perilau tertentu, yang dapat

dipicu oleh ransangan luar, atau yang lahir dari dalam diri orang itu sendiri

(Ngalim Purwanto ; 1996).

19
Setiap manusia memiliki kebutuan-kebutuhan yang secara sadar mupun

tidak, berusaha mewujudkannya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan

merupakan awal timbulnya suatu perilaku, diperlukan adanya suatu dorongan

(motivasi) yang mampu menggerakkan atau mengarahkan peilaku tersebut.

Setiap Mnusia berbeda antara satu dengan yang lain, perbedaan itu selain pada

kemampuannya dalam bekerja juga tergantung pada keinginan untuk bekerja atau

tergantung kepada keinginan, dorongan dan kebutuhannya untuk bekerja.

Keinginan untuk bekerja dalam hal ini disebut motivasi.

Menurur Sardiman A.M. (1996) Motivasi dapat juga dikatakan sebagai

serangkai usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang

itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, makaberusaha untuk

meniadakan atau mengelakan perasaan tidak suka tersebut. Jadi motivasi itu

dapat dirangkai oleh factor dari luar tetapi motivasi adalah tumbuh di dalam diri

seseorang (Sardiman A.M : 1996).

Dari berbagai teori dan penanganan mengenai motivasi yang dikemukakan

di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kondisi internal yang

mampu menimbulkan dorongan dalam diri manusia yang menggerakkan dan

mengarahkan untuk melakukan perilaku dan aktivitas tertentu guna mencapai

tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

20
Dimiyati dan Mudjiono (2002:43) mengatakan bahwa “motivasi

merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seorang santri, seperti

kepintaran dan hasil belajar sebelumnya yang akan dapat menentukan

keberhasilan dalam mencapai kesuksesan berupa ilmu pengetahuan dan

katrampilan’.

Koeswara (1989:80) menjelaskan bahwa dalam motivasi terkandung

adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan

mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam hal ini santri untuk belajar.

Pendapat tersebut di pertegas oleh R. Soetarno(1989:39) bahwa “motivasi

merupakan dorongan keinginan atau penggerak yang berasal dari dalam diri

manusia dan juga dari luar diri manusia untuk melakukan sesuatu demi

terwujudnya suatu tujuan”.

Dari kedua pendapat tersebut di atas, Koeswara dan R. Soetorno hendak

menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnnya ada dua hal yang mendorong

santri untuk belajar dimana hal yang terpenting adalah motivasi yakni motivasi

dalam dirinya (Inrtinsic motivation). Dan motivasi dari luar dirinya (Extrinsic

Motivation). Motivasi dari dalam diri sendiri dapat di lihat sebagai suatu tenaga

yang mendorong dari dalam diri seseorang untuk bertindak melakukan suatu

aktivitas yang bersifat positif. Sedangkan motivasi dari luar diri sebagai dorongan

yang di berikan secara sadar oleh orang lain terhadap individu yang membutuhkan

21
motivasi. Selain itu, sebenarnya faktor mental santri juga turut berpengaruh, sebab

mental juga merupakan alat penggerak dalam pribadi santri untuk melaksanakan

tugas pokoknya sebagai seorang pelajar. Untuk meningkatkan niat belajar santri,

maka ia perlu dibimbing atau diberikan suatu informasi yang aktual dan benar

sehingga dengn perlahan-lahan santri tersebut akan memperbaiki pribadinya.

Contoh santri yang prestasinya menurun akan menjadi baik apabila memperoleh

informasi yang benar dalam hal belajar.

Ngalim Purwanto (2003:81) menguraikan bahwa “Motivsi merupakan

dorongan bagi perbuatan seseorang, menyangkut soal mengapa ia berbuat

demikian, dan apa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan memotivasi”.

Dalam pernyataan Ngalim Purwanto menantang setiap orang yang biasanya

melakukan sesuatu aktivitas, dengan pertanyaan mengapa orang melakukan hal

tersebut, apa yang mendorongnya berbuat demikian. Dari sini penulis berasumsi

bahwa seseorag melakukan apa yang menurutnya baik demi perubahan dirinya

maupun pada orang lain di samping harus menjauhkan hal-hal yang dilarang oleh

norma-norma agama di mana yang terpenting adalah bagaimana seseorang

berbuat sesuatu dengan membina pribadi, sambil memperhatikan hal-hal positif

yang akan bermanfaat bagi pribadinya, keluarga dan masyarakat umumnya.

Motif-motif untuk bekerja atau belajar perlu ditanam dalam diri seorang santri

demi terwujudnya impian dan cita-citanya di masa depan. Oleh karena itu, upaya-

22
upaya untuk mewujudkan impian dan cita-citanya di masa depan. Oleh karena itu,

upaya-upaya untuk mewujudkan impian dan cita-cita santri perlu di laksanakan

dengan menjamin kondisi belajar santri yang harmonis di pesantren dan

menciptakan suasana kondusif demi timbulnya persaingan atau kompetisi di

kalangan para santri secara positif dan sehat.

2.3. Pimpinan pondok

2.3.1 Pengertian Peranan Pimpinan pondok

Defenisi tentang peranan pimpinan pondok sangat berfariasi banyak orang

yang mencoba mendefenisikan konsep ini. Defenisi peranan pimpinan pondok

secara luas meliputi proses mempengeruhi dalam menentukan tujuan organisasi

pesantren, memotivasi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan

bermutu.

Apapun bentuk organisasi pesantren, dalam kenyataannya pasti memerlukan

seseorang dengan atau tanpa dibantu orang lain untuk menduduki posisi

pimpinan/pemimpin. Seseorang yang menduduki posisi pimpinan dalam suatu

organisasi pesantren mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan pesantren.

Pimpinan pondok adalah seorang tenaga professional guru yang diberi tugas untuk

memimpin suatu pesantren dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi

pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

23
Dari penjelasan tentang pengertian peranan pimpinan pondok tersebut diatas

penulis berpendapat bahwa pimpinan pondok sebagai pemimpin hendaklah

mempunyai kemampuan untuk memimpin, menggerakkan, melakukan koordinasi

atau mempengaruhi para guru dan segala sumber daya yang ada di pesantren

sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang

ditetapkan.

2.3.2 Peranan Kepemimpinan

Wahjosumidjo, (2010:38) menyatakan bahwa pimpinan pondok adalah

pimpinan pendidikan di pesantren yang mempunyai peranan sangat besar dalam

mengembangkan mutu pendidikan di pesantren yang dipimpinnya. Peranan-

peranan tersebut antara lain; berkembangnya semangat kerja, kerja sama yang

harmonis,minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja yang

menyenangkan dan perkembangan mutu professional di antara para guru banyak

ditentukan oleh kualitas kepemimpinan pimpinan pondok.

Sebagai pemimpin pendidikan di pesantren, pimpinan pondok harus mampu

menolong stafnya untuk tujuan saling bertukar pendapat dan gagasan sebelum

menetapkan tujuan. Di samping itu pimpinan pondok juga harus mampu

membangkitkan semangat kerja yang tinggi, menyenangkan, aman dan penuh

semangat. Hal ini berarti ia harus mampu membagi wewenang dalam pengambilan

24
keputusan, sebab banyak tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pimpinan

pondok (Soewadji.L. :2006:26).

2.3.3 Fungsi Pimpinan pondok

Dalam organisasi pesantren, fungsi pimpinan pondok adalah tugas yang

diemban oleh seorang pemimpin pesantren untuk memajukan organisasi

pesantrennya. Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan

suatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi pimpinan pondok

berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi

pesantren yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan

di luar situasi itu.

Fungsi pimpinan pondok tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan situasi

sosial yang terbentuk dan sedang berlangsung di lingkungan sutu organisasi

pesantren. Oleh karena situasi itu selalu berkembang dan dapat berubah-ubah,

maka fungsi pimpinan pondok tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan rutin

yang diulang-ulang. Tidak satupun cara bertindak/ berbuat yang dapat digunakan

secara persis sama dalam menghadapi dua situasi yang terlihat sama, apalagi

berbeda di lingkungan suatu organisasi pesantren oleh seorang pimpinan pondok.

Dengan demikian berarti juga suatu cara bertindak yang efektif dari seorang

pimpinan pondok yang berbeda dengan situasi sosial yang tidak sama, maka

hasilnya juga akan berbeda. Cara bertindak dari seorang pimpinan pondok didasari

25
oleh keputusan yang ditetapkannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan

menganalisa situasi sosial pesantrennya. Pimpinan pondok yang baik akan selalu

berusaha mengembangkan situasi sosal yang bersifat kebersamaan yang mampu

memberikan dukungan positif terhadap keputusan yang ditetapkannya.

1. Fungsi Instruktif

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, pimpinan pondok sebagai

Administrator pesantren merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana,

kapan dan dimana perintah itu dikerjakan oleh para guru dan pegawai lainnya

agar keputusan dapat dilasanakan secara efektif. Pimpinan pondok yang handal

memerlukan kemampuan menggerakan dan memotivasi para guru dan pegawai

lainnya agar mau melaksanakan perintah.

2. Fungsi Konsultatif

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha

menetapan keputusan, pimpinan pondok kerapkali memerlukan bahan

pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan guru dan pegawai

lain yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang

diperlukan dalam menetapkan keputusan ditetapkan dan sedang dalam

pelaksanaan. Konsultsi itu dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh

umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan

yang telah ditetapkan.

26
3. Fungsi Partisipatif

Dalam menjalankan fungsi ini pimpinan pondok berusaha mengaktifkan

bahannya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam

melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, teapi

dilaksanakan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak

mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain

4. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat

dan menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa

persetujuan dari pimpinan pondok. Fungs delegasi pada dasarnya berarti

kepercayaan. Wakil pimpinan pondok atau guru penerima delegasi itu harus

diyakini merupakan pembantu kepala seolah yang memiliki persamaan

prinsip, persepsi dan aspirasi.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa pimpinan pondok yang sukses mampu

mengatur aktivitas bawahannya scara terarah dan dalam koordinasi yang

efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

27
Fungsi pengendalian ini dapat diwujudka melalui kegiatan

bimbingan,pengarahan, koordinasi dan pengawasan.

Berkaitan dengan fungsi pimpinan pondok, Gerungan sebagaimana

mengutip pendapat Ruch bahwa ada tiga fungsi dari pimpinan pondok antara lain :

1. Seorang pimpinan pondok bertugas memberikan struktur yang jelas dari

situasi-situasi yang rumit yang dihadap oleh kelompoknya (structuring the

situation).

2. Seorang pimpinan pondok bertugas mengawasi dan menyalurkan perilaku

bawahan yang dipimpinnya (controlling group behavior). Ini juga berarti bahwa

seorang pimpinan pondok bertugas mengendalikan perilaku bawahannya dan

kelompok itu sendiri.

3. Seorang pimpinan pondok bertugas sebagai juru bicara kelompok yang

dipimpinnya (spokesman of the group). Seorang pimpinan pondok harus dapat

merasakan dan menerangkan kebutuhan-kebutuhan kelompok yang dipimpinnya

ke dunia luar, baik mengenai sikap kelompok, tujuan, harapan-harapan atau hal-

hal yang lain.

Seluruh fungsi tersebut diselenggarakan dalam aktivitas pimpinan pondok

secara integral. Adapun dalam pelaksanaannya pimpinan pondok berkewajiban

menjabarkan program pembelajaran, mampu memberikan petunjuk yang jelas,

berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat,

28
mengembangkan kerja sama yang harmonis, mampu memecahkan masalah dan

mengambil keputusan sesuai dengan batas tanggungjawab masing-masing,

berusaha menumbuhkembangkan kemampuan memikul tanggung jawab,

mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali.

Melihat fungsi-fungsi tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa

tidaklah ringan beban tugas yang diemban oleh seorang pimpinan pondok,

sehingga sudah barang tentu untuk menjadi pemimpin pesantren dituntut

persyaratan-persyaratan tertentu agar dalam melaksanakan kepemimpinannya

dapat berlangsung dengan baik.

2.4. Kinerja Kerja

2.4.1. Pengertian Kinerja Kerja

Kinerja pada dasarnya merupakan satu faktor kunci guna mengembangkan

suatu organisasi secara efektif dan efisien. Hal ini mengingat bahwa langkah,

tindakan maupun perilaku karyawan dalam pelaksanaan tugas sangat pengaruh

pada kualitas penggunaan optimal sumber daya manusia yang ada dalam

perusahaan, sehingga diperlukan informasi yang relevan, kinerja kerja masing-

masing individu atau kelompok. Informasi demikian akan mempermudah

perumusan kebijaksanaan lebih lanjut yang lebih efektif, sangat bermanfaat bagi

dinamika perusahaan secara keseluruhan.

29
Prawiro Sentoso dalam Harbani Pasolong (1992 : 2 ) mengatakan kinerja

adalah hasil karya yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai

dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-

masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Mangkunegara (2002: 67 ) mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam

melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Susilo Martoyo (2000: 92) kinerja atau penilaian prestasi kerja (performance

appresial) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau

menilai prestasi kerja pegawai.

Handoko (2000 : 5) penilaian prestasi kerja adalah salah satu proses yang

dilakukan organisasi-organisasi untuk mengevaluasi dan menilai prestasi kerja

yang dicapai pegawai. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan dan

memberikan umpan balik para pegawai tentang pelaksanaan kerja pegawai.

Hasibuan (2002 : 87 ) penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio kerja

nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap pegawai.

Dengan penilaian prestasi kerja tersebut, maka organisasi dapat menentukan

30
kebijakan-kebijakan yang berarti apakah pegawai akan dipromosikan atau balas

jasanya dinaikkan.

Berkaitan dengan beberapa pengertian di atas maka kinerja merupakan

gabungan tiga faktor penting yaitu; kemampuan dan minat para pekerja serta

kemampuan untuk menerima penjelasan atas delegasi tugas serta peran atas

motivasi seseorang bekerja. Dan penilaian prestasi kerja diperlukan bagi seorang

pemimpin dalam pengambilan keputusan atau kebijakan-kebijakan tentang umpan

balik para bawahan maupun organisasi yang bersangkutan.

2.4.2. Tujuan Penilaian Kinerja Kerja

Setiap penilaian prestasi kerja pegawai harus benar-benar memiliki tujuan

yang jelas, tentang apa yang hendak dicapai.

Menurut Susilo Martoyo (2000 ; 95 ) ada beberapa tujuan yang dicapai antara

lain :

1) Mengidentifikasi para pegawai mana yang membutuhkan pendidikan dan

pelatihan

2) Menetapkan kenaikan gaji atau upah pegawai

3) Menetapkan kemungkinan pemindahan pegawai ke penugasan baru

4) Menentukan kebijkan baru dalam rangka reorganisasi

5) Mengidentifikasi para pegawai yang akan dipromosikan ke jabatan tertentu.

31
2.4.3. Manfaat Kinerja Kerja

Menurut Susilo Martoyo (2000 : 92 ) ada 10 (sepuluh) manfaat dari penilaian

kinerja kerja antara lain :

1). Perbaikan prestasi kerja.

Umpan balik memungkinkan pegawai, manajer dan departemen personalia

dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan kinerja kerja.

2). Penyesuaian-penyesuaian kompensasi evaluasi prestasi kerja membantu para

pengambil keputusan dalam menentukan kanaikan upah, pemberian bonus dan

bentuk kompensasi lainnya.

3). Keputusan-keputusan penempatan

Promosi, transfer dan demosi (penurunan jabatan ) biasanya didasarkan pada

prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya.

4). Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan

Prestasi kerja yang jelek mungkin membutuhkan latihan. Demikian juga,

prestasi yang baik mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5). Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik prestasi kerja seseorang

pegawai dapat mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur

karier tertentu yang harus diteliti.

32
6). Penyimpanan-penyimpanan proses staffing prestasi kerja yang baik atau jelek

mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen

personalia.

7). Ketidak akuratan informasional prestasi kerja yang jelek mungkin

menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisa jabatan, rencana-

rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen sistem informasi

manajemen personalia lainnya.

8). Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan prestasi kerja yang jelek mungkin

merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan tersebut.

9). Kesempatan kerja yang adil penilaian prestasi kerja secara akurat akan

menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa

diskriminasi.

10). Tantangan eksternal kadang-kadang prestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor di

luar lingkungan kerja, seperti : keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau

masalah-masalah pribadi lainnya.

2.4.4. Pengukuran Kinerja Kerja

Menurut syarif dalam Dharma (1985 ) pengukuran kinerja didasarkan pada

mutu ( kehalusan,kebersihan, dan ketelitian ), jumlah waktu (kecepatan), jumlah

33
macam kerja (banyak keahlian), jumlah jenis alat (ketrampilan dalam

menggunakan macam-macam alat) dan pengetahuan tentang pekerjaan. Kinerja

juga dapat dilihat dari individu dalam bekerja, misalnya prestasi seseorang pekerja

ditunjukkan oleh kemandiriannya, kreativitas serta adanya rasa percaya diri.

Pengukuran prestasi kerja menurut Lopez dalam Swasto (1996) menyatakan

bahwa mengukur kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam

penilaian perilaku kerja secara mendasar yaitu meliputi : (1) kuantitas kerja, (2)

kualitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan

yang disampaikan, (5) keputusan yang diambil, (6) perencanaan kerja dan (7)

daerah organisasi kerja.

Berdasarkan berbagai pandangan dan pemikiran diatas dapat disimpulkan

banyak kriteria dan ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kinerja. Semua

faktor tersebut pada dasarnya saling melengkapi dan dapat dijadikan acuan untuk

mengukur kinerja. Sehubungan dengan ukuran penilaian kinerja pegawai maka

kinerja pegawai dalam penelitian ini secara operasional diukur dengan indikator-

indikator sebagai berikut; (1) hasil kerja, hasil kerja kuantitas maupun kualitas; (2)

ketangguhan dalam melaksanakan tugas; (3) sikap menghadapi perubahan

pekerjaan, teman kerja dan bekerja sama.

2.4.5. Faktor-Faktor Yang dapat Mempengaruhi Penilaian Kinerja

34
Menurut Hasibuan (2002:95) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

penilaian kinerja atau unsur-unsur yang akan dinilai antara lain :

a. Kesetiaan

Penilaian mengukur kesetiaan pegawai terhadap pekerjaannya, jabatannya dan

organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesetiaan pegawai menjaga dan

membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang

yang tidak bertanggung jawab.

b. Prestasi kerja

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan

pegawai tersebut dari uraian pekerjaannya.

c. Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi

perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada

bawahannya.

d. Kedisiplinan

Penilai menilai disiplin pegawai dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada

dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.

e. Kreativitas

35
Penilai menilai kemampuan pegawai dalam mengembangkan kreativitasnya

untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil

guna.

f. Kerja sama

Penilai menilai kesetiaan pegawai berpartisipasi dan bekerja sama dengan

pegawai lainnya secara vertikal maupun horizontal di dalam maupun di luar

pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.

g. Kepemimpinan

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi

yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau

bawahannya untuk bekerja secara efektif.

h. Kepribadian

Penilai menilai pegawai dan sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai,

memberikan kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta

berpenampilan simpatik dan wajar.

i. Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang original dan berdasarkan inisiatif

sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan,

mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang

dihadapinya.

36
j. Kecakapan
Kecakaan pegawai dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam

elemen yang terlibat dalam penyusunan kebijaksanaan di dalam situasi

manajemen.

k. Tanggung jawab

Dalam hal ini pegawai mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan,

dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakan, serta perilaku

kerjanya.

2.5. Kerangka Berpikir

Sukses tidaknya pendidikan dan pembelajaran di pesantren sangat

dipengaruhi oleh kemampuan pimpinan pondok dalam mengelola setiap

komponen pesantren salah satu komponen penting adalah guru. Pimpinan

pondok yang mampu memberdayakan seluruh warga pesantren termasuk

pengembangan guru dan staf. Salah satu tujuan mendayagunakan guru adalah

agar guru dapat memiliki kinerja yang optimal namun dalam kondisi yang

menyenangkan. Sehubungan dengan itu fungsi guru yang harus dilaksanakan

pimpinan pondok adalah mengembangkan dan memotivasi guru untuk

mencapat tujuan pendidikan, memaksimalkan perkembangan karier guru serta

menyelaraskan tujuan individu dan organisasi pesantren. Untuk memperjelas

paradigma pemikiran ini maka dapat dilihat dalam gambar 1 kerangka

berpikir berikut ini:

37
Gambar 1 Kerangka Berpikir

Kepemimpinan
X1Y
(X1)
X1X2Y Kinerja (Y)

Motivasi (X2) X2Y

2.6. Hipotesa

Untuk menjawab permasalahan yang diajukan, maka jawaban sementara

yang akan dibuktikan kebenarannya:

1. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan dan motivasi

pimpinan pondok secara simultan terhadap kinerja guru Di Pondok Pesantren

Latansa Tahun Ajaran 2019.

2. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan dan motivasi

pimpinan pondok secara parsial terhadap kinerja guru Di Pondok Pesantren

Latansa Tahun Ajaran 2019.

3. Diduga dari kepemimpinan dan motivasi pimpinan pondok, faktor motivasi

pimpinan pondok sebagai faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap

kinerja guru Di Pondok Pesantren Latansa tahun Ajaran 20113.

38
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah Pondok Pesantren Latansa karena berdasarkan

pengamatan penulis prediksikan bahwa ada pengaruh kepemimpinan dan

motivasi terhadap kinerja guru. Dan waktu penelitian berlangsung bulan Juni

sampai dengan Juli 2019.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003 :90).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah para guru di Pondok Pesantren

Latansa Dili yang berjumlah 30 orang.

3.2.2. Sampel

39
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono,2009:115).

Sampel yang yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel jenuh atau sampel

populasi yaitu jumlah populasi dijadikan sampel. Dengan demikian sampel yang

ditetapkan dalam penelitian ini adalah sejumlah 30 orang responden.

3.3. Defenisi Operasional Variabel

Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik berat

perhatian suatu penelitian ( Algifari, 2000:52). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel penelitian adalah :

1. Kepemimpinan

Yang dimaksud dengan Kepemimpinan dalam penelitian ini adalah

kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu kegiatan

bersama untuk mencapai tujuan.

Indikatornya, kemampuan berkomunikasi, kemampuan megembangkan

kurikulum dan pembelajaran,kemampuan supervisi, kemampuaan

pengambilan keputusan.

2. Motivasi

40
Yang dimaksud dengan motivasi dalam penelitian ini adalah suatu dorongan

kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk

mencapai tujuan tertentu.

Indikatornya; keinginan berprestasi, pengembangan intelektual, peningkatan

karier, pemenuhan kebutuhan fisik.

3. Kinerja

Yang dimaksud dengan kinerja dalam penelitian ini adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan

fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Indikatornya : Ketuntasan, kerja sama,tanggungjawab,kesetiaan,ketaatan.

3.4.Pengukuran Instrumen

Pengukuran variabel ini menggunakan metode skala Likert dengan jalan

memilih salah satu dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan yaitu : skor

skala yang digunakan adalah 1 sampai 5 untuk item positif dan sebaliknya 5

sampai 1 untuk item negatif dan skala yang digunakan merupakan skala Likert.

Setiap alternatif jawaban diberi nilai dengan skala sebagai berikut:

1. Kategori sangat setuju skor 5

2. Kategori setuju skor 4

41
3. Kategori netal skor 3

4. Kategori tidak setuju skor 2

5. Kategori sangat tidak setuju skor 1.

Penyusunan kuisioner di lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut

1. Pembuatan kisi-kisi berdasarkan indikator

2. Menyusun pernyataan-pernyataan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat

serta melakukan diskusi dan konsultasi dengan pembimbing agar memperoleh

butir yang memenuhi validitas isi.

Penyusunan butir pernyataan kuisioner tetap mempertimbangkan

kemudahan pengisian oleh responden maka penyusunannya mempertimbangkan

beberapa hal antara lain:

a). Menghindari pernyataan yang meragukan

b). Menghindari kata-kata yang berbentuk abstrak

c). Tidak menggunakan kata-kata yang menimbulkan rasa curiga.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam peneliti ini penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai

berikut

1. Library Research ( Riset kepustakaan)

42
Dari buku-buku, majalah-majalah, jurnal, struktur, surat kabar dan situs yang

berkaitan dengan perumusan masalah. Yaitu dengan mempelajari literatur-

literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti terutama mengenai

masalah kepemimpinan dan motivasi.

2. Riset lapangan (Field Research)

Data-data yang penulis dapatkan dengan cara mengunjungi SMA Comoro Dili

yang menjadi sampel objek penelitian.

Hal-hal yang dilakukan sebagai berikut:

a. Observasi

Yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek yang diteliti

untuk memperoleh data yang diperlukan selama penulis melakukan

penelitian.

b. Kuesioner

Penulis menyebarkan angket yang berupa pernyataan kepada para guru

untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan dan motivasi

terhadap kinerja.

3.6. Teknik Analisa Data

`Penulis menggunakan analisis data sebagai berikut : Analisis Regresi

Berganda.

43
Model analisis yang dipergunakan pada penelitian ini adalah dengan teknik

analisis regresi berganda.Teknik ini digunakan untuk menentukan ketepatan

prediksi dari keseluruhan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.Model

persamaan dalam penelitian ini (Arikunto, 2007) adalah:

Y = a +β1X1+β2X2 + e

Keterangan:

Y = Kinerja

a = Intercept
β = Bilangan koefisien
X1 = kepemimpinan
X2 = Motivasi.

3.7. Uji Hipotesis

3. 7.1. Pengujian Hipotesis Satu

Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji pengaruh secara

simultan variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis statistiknya

dinyatakan sebagai berikut:

1. Ho : β1= β2 = 0, berarti bahwa secara simultan variabel independen tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

44
2. Ha : β1≠ β2≠ 0, berarti bahwa secara simultan variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Dengan tingkat signifikansi a = 5% dan dengan degree qf freedom (k) dan (n-k-

1) dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah variabel independen.

Maka Nilai Fhitung dirumuskan sebagai berikut:

R2 /k
Fhitung =
( 1−R 2 ) / ( n−k )

Dimana:
R2= R Square
n = Banyaknya Data
k = Banyaknya variabel independent

1. Sedangkan F tabel ditentukan dengan melihat tingkat signifikan a

sebesar 5% dan df = (n-1), sehingga Jika F hitung > Ftabel atau Sig. F <5 %

maka Ho ditolak dan H1 diterima

2. Jika F hitung <Ftabel atau Sig. F >5 % maka Ho diterima dan H1

ditolak

3. 7 .2. Pengujian Hipotesis Dua

Hipotesis dua akan diuji berdasarkan pada analisis yang dihasilkan dari

model regresi berganda.

45
1. Ho: β = 0, berarti variabel independen secara parsial tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2. Ha: β ≠ 0 berarti variabel independen secara parsial memiliki pengaruh

signifikan terhadap variabel dependen. Dengan tingkat signifikansi a = 5%

dan dengan degreeof freedom (k) dan (n-k-1) dimana n adalah jumlah

observasi dan k adalah variabel independent.

Maka nilai t hitung dirumuskan sebagai berikut:

βi
t hitung=
Se β i

Dimana:

βi = koefisien regresi
Se β = Standard error koefisien regresi
i

Sedangkan t tabel ditentukan dengan melihat tingkat signifikan a sebesar 5% dan

df = (n-1), sehingga:

1. Jika t hitung> ttabel maka Ho ditolak dan H1 diterima.

2. Jika t hitung< ttabel maka Ho diterima dan Hl ditolak.

3.7. 3. Pengujian Hipotesis Tiga

46
Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji variabel-variabel

independen yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel

dependen. Hipotesis statistik dinyatakan sebagai berikut.

1. Ho : β1= β2 = 0, Hipotesis noll (Ho) ini berarti bahwa variabel independen

tidak berpengaruh dominan terhadap variabel dependen.

2. Ha : Minimal salah satu koefisien # 0, Hipotesis alternatif (Ha) ini berarti

bahwa salah satu variabel independen berpengaruh dominan terhadap variabel

dependen. Apabila di antara variabel-variabel independen yang mempunyai

nilai koefisien regresi (R) lebih besar diantara yang lainnya maka variabel

tersebut merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap

variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA

Furchan, Arief. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan,Surabaya Usaha

Nasional.

47
Hakim, Thursan. (2001). Belajar Secara Efektif.Jakarta.

Puspasari.Irawan, Prasetyo, Suciati dan IGK Wardani, (1996). Teori Belajar, Motivasi

dan Keterampilan Mengajar, Jakarta. Universitas Terbuka.

Kast, Freedom E dan James, E. Rosenzweig. Terjemahan : A. Hasyim, 1995.Jakarta.

Bumi Aksara.

Munadir, (1996) Kondisi Belajar dan Teori Pembelajaran, Jakarta. Universitas

Terbuka. Nawaw, Hadari. (1997).Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV. Haji

Masagung.

Pasaribu, L.L., dan B. Simanjuntak. (1996).Teori Kepribadian. Bandung: Tarsito.

Purwanto, Ngalim. (1996) Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sardiman, A. M., (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: PT.Raja

Grafika Persada.

Soedijarto. 1997.Menuju Pendidikan yang Relevan dan Bermutu. Jakarta.

BalaiPustaka. Sutadipura, Salnadi. (1996) Aneka Problem Keguruan. Bandung:

Angkasa.

Riduwan. (2010) Dasar-Dasar Statistika. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Santoso, Singgih. (2011) Mastering SPSS Versi 19. Penerbit Kompas Gramedia,

Jakarta.

Sunyoto, Danang. (2011) Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Penerbit CAPS,

Yogyakarta.

48
Winkel W. S., (1996) Psikologi Pengajaran.Jakarta: Grasindo.

49

Anda mungkin juga menyukai