Anda di halaman 1dari 193

.

Ozon
Oleh Daus Net

Editor : Tim Forum Indonesia Menulis


Tata Letak :
Sampul : Daus Net

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang, dilarang mem-


perbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apa pun tanpa seizin penulis dan penerbit.

Cetakan I : 2020

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Net, Daus
Ozon/Daus Net ; Editor, Tim FIM - Cet. 1 - Pontianak:
Pustaka One, 2020
hlm

ISBN : 978-623-

I. Judul II. Net, Daus III. Tim FIM

Pustaka One

CV. Pustaka One Indonesia


pustakaone1@gmail.com
Telepon/WA : 0899-1111-900

ii
Ozon
Daus Net

iii
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah
SWT penulis ucapkan, shalawat dan salam selalu
dihanturkan kepada junjungan besar baginda Nabi
Allah Muhammad SAW. Alhamdulillah berkat
nikmat-nikmat yang Allah berikan penulis bisa
menyelesaikan buku ini.
Terima kasih kepada orang tua, saudara, dan
sahabat yang selalu memberikan dukungan serta
motivasi. Terima kasih juga kepada TIM dari FIM
yang telah membimbing penulis hingga dapat
menghasilkan karya.
Untuk pembaca, penulis berharap buku ini
mampu memberikan sudut pandang baru dalam
memperlakukan bumi tercinta kita ini. Semoga
pembaca senatiasa melindungi tempat tinggal yang
Allah titipkan kepada kita.

iv
Daftar Isi
Prolog.............................................................................................. 1
Ily Ilya............................................................................................. 5
Dua Sahabat................................................................................. 11
Perpisahan.................................................................................... 19
Tujuan........................................................................................... 23
Kembali Bersama......................................................................... 31
Markas Militer............................................................................. 39
Latihan dimulai............................................................................ 45
Lumpur......................................................................................... 57
Lautan........................................................................................... 63
Asap............................................................................................... 73
Asteroid......................................................................................... 81
Pengungkapan............................................................................. 89
Memilih........................................................................................ 97
Keputusan...................................................................................105
Persiapan ke Bumi.....................................................................113
Operasi Malam Hari.................................................................119
Bumi............................................................................................125
Kebenaran Bumi........................................................................131
Prajurit Wanita...........................................................................139
Kebenaran yang Menyakitkan.................................................147
Mengundang Bahaya................................................................155
Akhir yang Tidak Mau berakhir ........................................... 161
Ronde Dua..................................................................................167
Baju Militer ................................................................................173
Akhir...........................................................................................177
Keputusan Ily.............................................................................181
Epilog..........................................................................................184
Profil Penulis :............................................................................186

v
Ozon

Prolog

Mars, Tahun ke-187, pukul 24:24


“Ilyy…, kenapa kamu belum tidur?”
suara wanita paruh baya berjalan menelusuri lorong
lantai atas. Diiringi detak langkah kaki wanita itu mengunjungi
salah satu kamar yang masih terang benderang.
“Ily?”
wanita itu membuka lebar pintu kamar anaknya. ia
melihat sisi kanan kamar tidak ada siapa-siapa hanya kasur dan
buku-buku tergeletak di lantai. Lalu matanya menuju sisi kiri,
juga tidak ada siapa-siapa. Wanita itu pun berjalan memasukki
kamar, ia hafal dengan tingkah laku putrinya disaat seperti ini
ia pasti ada di teras. Dan benar saja Ily terlihat sedang menatap
langit di sampingnya ada teleskop beserta kertas-kertas penuh
coretan gambar.
“Ily? Kamu sedang apa?”
“Eh, Bu”, Ily tampak kaget melihat kehadiran ibunya.
“Itu. eee aku sedang”, jawab Ily gugup.
Ibu Ily mendekat dan duduk bersamanya menatap

1
Daus Net

bintang-bintang, ia adalah ibu yang baik selalu mengerti tentang


anak-anaknya. Dirinya sangat memahami Ily yang menyukai
bintang-bintang malam. Keindahannya memang tidak bisa
dihiraukan bahkan untuk orang yang awam tentang ilmu langit
sekalipun.
“Sedang lihat apa?”
wajah ibu Ily bagai bulan, berhiaskan senyuman layaknya
matahari terangnya bintangpun mampu dikalahkannya.
“Bumi,” Jawab Ily
“Ahh, sedang ada opposisi ya?” kini ibunya menatap
langit.
Ily menganguk.
“Bu.”
“Ya?”
“Apakah, Ibu tidak pernah berpikiran untuk kembali ke
Bumi?”
“Hmm…memangnya kenapa dengan Bumi?”
“Yah…Ily pernah membaca kalau Bumilah tempat
manusia sebelumnya, jadi mungkin Bumi bisa dikatakan rumah
kita kan Bu?”
“Benar, Ibu tidak tahu secara pasti, tapi mungkin semua
orang punya pemikiran yang sama yaitu mereka ingin tahu
dimana rumah mereka. Begitu juga dengan ibu saat masih
remaja, ibu punya pemikiran seperti itu, tapi setelah menikah
rasanya dimanapun asal ada kamu, Alya, dan Ayah kalian itulah
tempat pulang Ibu.”
Menjadi ibu rumah tangga sudah seperti hidup dalam

2
Ozon

rumahnya sendiri. Bisa dikatakan ibu Ily telah menemukan


dimana ia harus pulang. Anak-anak dan suaminya akan selalui
menjadi cahaya ketika dirinya tersesat.
Ily sepintar ayahnya, secantik ibunya meski baru
memasukki usia delapan tahun, tapi ia sangat mengerti apa
maksud ibunya. Tanpa penjelasan lebih lanjut sekalipun Ily
sudah paham tentang seperti apa tempat untuk pulang itu.
Namun, ia masih tidak bisa menemukan tempat pulang untuk
dirinya di mana, mungkin itu menjadi misi Ily mencari tempat
pulang.
Dan hari ini telah menanti perjalanan yang panjang
menanti dirinya.

3
“Ada yang lebih murah dari pada mencari planet baru
yaitu
membuang sampah pada tempatnya”
Ozon

Ily Ilya

A ku Ily Ilya adalah manusia generasi ke-4 yang hidup


di Mars, berumur tujuh belas tahun. Dari novel yang kubaca
kehidupan di Bumi dan di Mars tidak jauh berbeda. Seperti
pagi ini aku berjalan di bawah atmosfer buatan menuju sekolah.
Di sekloah aku dikategori siswi SMA. Tidak banyak aturan
yang berbeda dengan kehidupan manusia di Bumi dulu, salah
satunya masalah lama pendidikan. Untuk SD selama 6 tahun,
SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun, total pendidikan wajib di Mars
adalah 12 tahun.
Tidak banyak yang aku ketahui bagaimana manusia dulu
hidup di Bumi, rasa penasaranku tidak bisa dengan mudah
terjawab. Meski kalimat “Membaca adalah jendela dunia”,
tapi masih ada hal yang tidak bisa didapatkan hanya dengan
membaca buku.
“Hai Ily”, seseorang mengagetkanku dalam lamunan.
Tia Tiana, sahabat baikku dan satu-satunya teman yang aku
punya. Hanya Tia satu-satunya orang yang mampu menembus
pertahanan ke anti-sosialanku. Awalnya memang terpaksa
untuk menerima Tia sebagai teman tapi, lama kelamaan jadi
lebih menyenangkan ketika bersamanya.
“Eh…Ily kamu kenapa, wajahmu terlihat pucat kamu

5
Daus Net

sakit? Belum makan?” Kata Tia sambil mengapit dua pipiku


dengan telapak tangannya.
“Huh? Tiaa aku memang seperti ini dari dulu.”
Yah, hanya sifatnya itu yang terkadang membuatku ingin
menjitaknya.
“Ahh iya, tapi rasanya kamu terlihat lebih pucat dari
biasanya.”
“Hmm, benarkah? Oh iya Tia kamu sudah PR yang
diberikan pak Gus?” Tia menatapku dengan mata penuh
keterkejutan.
“ILYYY AKU BELUM”, Dia langsung histeris. Sifat
pelupa Tia tidak ada habisnya, kemarin bahkan ia lupa
memabawa tasnya ke sekolah.
Kami berdua berjalan bersama menuju kelas hari
ini. Salah satu kelebihan Tia, ia tipe orang yang mudah
mengendalikan diri apapun masalahnya, meski tadi ia
sempat histeris. Ia selalu berkata kepadaku, “Sebesar apapun
masalahnya akan selalu ada solusi”, dan faktanya itu bukan
hanya sekadar kalimat kosong tak berarti. Tia berhasil selamat
dari hukuman tidak mengerjakan PR, dimenit-menit terakhir
sebelum masuk ia mengerjakannya dengan penuh konsentrasi.
Hanya dalam lima belas menit sepuluh soal esai berhasi dirinya
selesaikan. Entahlah apa yang akan terjadi pada nilainya.
Kelas dimulai pertama kami memperlajari kimia. Pelajaran
yang paling aku suka tapi, tidak dengan Tia, ia dengan mudahnya
tidur di dalam kelas. Pengajar kami di depan tidak begitu peduli
karena di SMA ini memiliki cara pendidikan yang berbeda. Di
sini peraturannya tidak ketat seperti di SMP, kami dibebaskan
untuk memilih berapa banyak pelajaran yang akan kami ikuti
tapi, tentu saja kami memiliki batas minimal untuk lulus dan
batas maksimal disetiap tahunnya.
Aku sendiri memilih pejalaran hingga batas maksimal
untuk tahun ini. bukan karena aku merasa hebat tapi, yah aku
6
Ozon

juga tidak banyak kerjaan di rumah. Organisasi? Jarang aku ikuti.


Jadinya aku punya banyak waktu kosong. Tia juga sepertiku, di
SMA ini ia hanya mengikuti satu organisasi itupun organisasi
yang hampir mati karena sudah tidak memiliki visi dan misi
yang jelas. Meskipun Tia memiliki banyak waktu kosong ia
hanya memilih setengah dari jumlah maksimal pelajaran yang
dapat di pilih. Tapi, anehnya kemanapun aku pergi ia ikuti,
entah itu pelajaran yang ia pilih maupun tidak.
Pelajaran pertama selesai, sebenarnya ada pelajaran lain
lagi hari ini. Namun, dikarenakan ada rapat antar sekolah dan
sekolah kami yang digunakan sebagai tempat rapat. Jadinya
pembelajaran hari ini diberhentikan untuk sementara.
“Empat pesawat yang menuju Bumi kembali hilang.”
Itu judul koran yang ku baca saat perjalanan pulang dari
sekolah. Bersama Tia tadi kami berdua mendapat pemberitahuan
dari media berita internasional. Kami langsung merogoh kocek
baju untuk mengambil telepon pintar, secara serentak aku dan Tia
menekan tombol ON lalu layar virtual muncul, di bagian bar atas
sebuah pesan singkat ditampilkan. Aku dengan cepat menekan
pesan singkat itu, sedetik berlalu halaman yang berisi kalimat-
kalimat muncul di layar portabel kami. Mataku langsung tertuju
pada kalimat “Hingga sekarang total sudah ada sembilan belas
pesawat hilang ketika melakukan ekspedisi ke Bumi.” Aku dan
Tia langsung saling menatap dengan ekspresi iba.
Sudah hampir dua dekade ini, para peneliti di Mars
mencoba melakukan ekspedisi ke Bumi dan hasilnya sia-sia.
Belum ada satupun pesawat yang mampu mencapai permukaan
Bumi, bahkan pesawat-pesawat itu tidak pernah kembali.
Sebenarnya apa yang terjadi di Bumi? Sudah 197 tahun manusia
meninggalkan Bumi. Jika di konversi ke perhitungan tahun di
bumi maka hampir empat abad kami tidak pulang ke rumah.
Semenjak tadi aku terus mengamati berita-berita dari
berbagai media berita. Yang paling banyak dibicarakan

7
Daus Net

tentang gagalnya ekspedisi ke Bumi. Saat di perpustakaan, di


café, bahkan di angkutan umum orang-orang tidak berhenti
membicarakannya. Saat sampai di rumah ibuku yang biasa
berkata, “Ah, Ily sudah pulang?” kini berganti menjadi, “Ily
apa kamu sudah tahu tentang gagalnya ekspedisi ke bumi?”
Yah, topik pembicaraan yang akan selalu panas hingga sebulan
kedepan.
“Ily bisa kau turun sebentar, tolong Ibu!”
“Baik Bu.” Aku langsung bergegas ganti pakaian dan turun
ke bawah.”
Setelah selesai beres-beres aku kembali ke kamar. Kegiatan
harian yang tidak boleh dilewatkan yaitu belajar. Tidak semua
pelajaran ku sukai hanya fisika dan kimia, sisanya sekadar
formalitas untuk menunjang pendidikan selajutnya.
Besok paginya, aku bangun dalam keadaan masih duduk
di meja belajar. Ku tekan tombol di bawah meja lalu muncul
layar yang menampilkan sekarang masih pukul setengah tiga
pagi.
“Pukul dua?” gumamku.
Aku langsung beranjak menuju kasur melanjurkan tidur.
Pukul 6 tepat adikku Alya mengoyang-goyang tubuhku
hingga hampir terjatuh dari kasur.
“Kak Ily bangun…bangun”, Alya berteriak dengan mulut
mungilnya.
“Iya…iya kakak sudah bangun”, kepala terasa pusing
rasanya baru sebentar tidur.
“Ily cepat berkemas, Ayah sudah mau berangkat.”
Ibuku membesarkan suaranya namun, tetap dengan nada
yang lembut. Terdengar sahut-sahut mesin pencuci piring.
Aku cepat melangkah turun duduk di meja makan melihat
ayah sedang mengurusi beberapa dukomen, sesekali tabletnya
berbunyi ditelpon seseorang.

8
Ozon

“Ayah ada masalah apa?” tanyaku penasaran.


“Ah, Ily kamu sudah di situ? Tadi ada pesan dari pusat
kota mengatakan bahwa atmosfer buatan sedang mengalami
kerusakan parah daerah timur, penduduk di sana bahkan sampai
dievakuasi”, Ayah mejelaskan sambil sibuk dengan dokumen-
dokumennya.
“Lagi?” tanyaku ini sudah keempat kalinya ada kabar
kerusakkan atmosfer buatan.
“Ya Ily, itu hal yang wajar. Kerusakkan ini sebenarnya
sudah diprediksi, tetapi lebih cepat dari yang diperkirakan.”
Hal itu aku sudah tahu, Ayah sering menceritakan bahwa
atmosfer buatan di planet ini hanya akan bertahan paling lama
dua setegah abad sejak pertama kali dibuat. Dan benar saja,
malah kerusakkan terjadi sebelum dua ratus tahun berlangsung.
Aku sudah selesai sarapan, Ayah juga tinggal Alya ia
memang sangat lama, berkali-kali ibu mengingatkannya tetap
saja butuh lebih dari lima belas menit untuk menghabiskan dua
roti isi dan segelas susu.
“Alya kamu sudah selesai?” aku selesai berkemas begitu
juga adikku terlihat meminum susu ditegukkan terakhir.
“Sudah.” Ujarnya dengan mulut penuh bekas susu.
Aku mengambil lap tangan lalu membersihkan sisa-sisa
susu dimulutnya.
“Terima kasih kak Ily.”
Setelah semuanya sudah selesai berkemas Ayah langsung
menyuruh kami naik ke mobil, ia lalu memerintahkan supir
untuk segera berangkat. Tujuan pertama adalah department
penelitian kota utara, tempat Ayah singgah ia sudah terlambat.
Yang kedua sekolah adikku dan terkakhir aku. Berbeda dengan
tingkat pendidikan sebelumnya siswa-siswa disiplin masuk
awal pukul setengah delapan pagi sudah harus di kelas. Berbeda
dengan aku yang sudah di tingkat menegah ke atas masuk

9
Daus Net

tergantung dengan persetujuan guru yang mengajar, bisa saja


kami masuk pukul tujuh pagi bisa juga pukul dua belas siang,
intinya antara rentang pukul tujuh dengan tujuh belas. Dan hari
ini guruku masuk jam setengah sepuluh pagi, masih terlalu awal
dua jam hingga kelas dimulai.

10
Ozon

Dua Sahabat

S udah lebih dari tiga puluh menit aku menunggu di kelas


sendirian. Kuratapi jam tangan masih pukul sembilan pagi,
berharap waktu ini bisa berjalan dengan cepat, tetapi percuma
jarum jam tanganku masih berdetak dalam kecepatan yang
sama. Akhirnya dari pada tetap diam di kelas kuputuskan untuk
pergi ke perpustakaan mungkin ada buku-buku yang menarik
untuk dibaca. Berjalan di antara kelas-kelas tepat di depan aku
melihat wanita yang sedang berlari tampak sedang terburu-
buru. Dengan kecepatan seperti itu hanya perlu beberapa detik
hingga wanita itu berada tepat di hadapanku.
“Ily, huft…huft, apa jam pelajaran sudah selesai?”
napasnya masih belum teratur, tubuhnya dipenuhi keringat, dan
ia masih mengenakan mantel.
“Mulai saja belum Tia”, kataku
“Eh, ah begitu, untunglah rencana datang awalku berhasil”,
sambil mengepalkan tangan, matanya berputar mengalihkan
pandangan dariku. Tia pembohong yang buruk.
“Ily kamu mau kemana?” tanya Tia
“Perpustakaan”, Jawabku sambil menunjukan ruang

11
Daus Net

perpustakaan yang tidak jauh lagi.


“Kalau begitu aku ikut, aku taruh tas dulu di kelas, tunggu
yaa”, Ia sudah berlari menuju kelas.
“Tiaaa,” teriakku.
“Jangan lupa lepaskan mantelmu!” Tia hanya melambaikan
tangga, aku harap ia benar-benar mendengarkan.
Lima menit kupandangi area sekolah, hujan membuat
genangan air menghiasi lapangan. Aku selalu suka hujan, ketika
hujan turun entah mengapa rasanya selalu ada ketenangan
melapisi tubuhku, rasa dinginnya pun membuat semangat.
Tanpa sadar selama lima menit ini aku terus memandangi hujan
yang rintiknya bagai alunan musik, hingga suara langkah kaki
terdengar.
“Ily ayo.”
Aku dan Tia berjalan menuruni tangga lalu pindah ke
bagunan sebelah. Sampailah kami di perpustakaan sekolah.
Perpustakaan di sini terdiri dari tiga lantai, lantai pertama
ruangan yang paling luas berisi ribuan buku-buku sekolah dan
cerita, naik ke lantai dua terdapat cafetaria dengan tema hijau,
berbagai tanaman tubuh di lantai ini, dan lantai terkahir di sini
berisi informasi paling update mulai dari e-book, e-journal,
berita, penelitian terbaru dan masih banyak lagi, disediakan di
dalam komputer yang berjumlah lebih dari tiga ratus unit. Setiap
siswa mempunyai hak yang sama dalam mengakses informasi
dan juga sekolah sangat memperhatikan keaslian dari informasi
tersebut.
Kami berdua memutuskan untuk berada di lantai satu, Tia
berkata ia sedang mencari kelanjutan dari novel berseri dan
hanya tinggal satu novel lagi yang belum dirinya baca.
“Ily”, Tia memangilku saat kami masih mencari-cari novel
yang ingin ia baca.
“Iya?”

12
Ozon

“Kamu tahu, kalau akan ada kunjungan dari pihak militer


ke sekolah kita?”
Tia memberikan pertanyaan yang membingungkan pihak
militer? Sejak kapan ada hubungan antara pihak militer dengan
sekolah?.
“Tidak, aku tidak tahu.”
“Sudah aku duga pasti Ily tidak tahu, dirimu terlalu fokus
dengan duniamu sendiri.”
“Hah?”
“Hari ini, pukul lima sore tepat mereka akan datang ke
sini.”
“Setelah pulang sekolah?” tanyaku.
Tia menganguk, aku tidak tahu apakah itu sebuah
informasi yang sangat penting atau tidak. Namun, ada sesuatu
yang menganguku sejak Tia mengatakan hal itu ada yang aneh
dengan sikapnya. Biasanya Tia orang yang periang, semangat,
tapi lihatlah sejak tadi ia tampak murung bahkan setelah kami
menemukan novel yang diinginkannya ekspresinya tidak
menunjukan rasa senang sama sekali. Kurasa setelah jam
pertama selesai baru aku akan bertanya.
“Tia, kamu tidak apa-apa? ada hal yang mengangumu?”
tanyaku
Tia hanya mengeleng, aku tahu pasti ada sesuatu yang
terjadi dengannya.
“Tia, jika ada sesuatu yang mengangumu ceritakan saja,
mungkin aku bisa membantu”, aku berusaha membujuknya.
Tia hanya diam, hingga satu menit kemudian matanya
menatapku.
“Ily kamu tahu kan kalau ayahku berkerja di kemiliteran?”
Tia bertanya
“Iya tahu.”

13
Daus Net

Tia diam sebentar menarik napas, sifat semangatnya tiba-


tiba hilang, aku yakin ada masalah besar yang sedang menimpa
dirinya.
“Kenapa Tia ada apa dengan ayahmu?” aku bertanya
mencari kepastian karena aku sangat khawatir, belum pernah
sekalipun Tia memasang wajah sedih seperti ini.
“hmm…”, Tia bergumam sambil melihat mataku, “Tadi
aku baru ingat kalau akan ada perekrutan pasukan.”
“Pasukan? Pasukan apa?” rasa penasaranku sekarang
seperti api yang bergejolak.
“Pasukan ekspedisi Bumi.”
Telingaku masih memastikan kata-kata yang diucapkan
Tia.
“Ekspedisi Bumi? Bukankah itu keren?”
“Iya aku tahu itu keren, tapi dari pihak militer akan
merekrut siswa dengan prestasi akademisi terbaik dari setiap
sekolah.”
“Hmm?”
Refleks kebingungan, kepalaku miring ke kiri untai-
untai rambut mengikuti membuat beberapa helai mengalangi
wajahku.
“Dan Ily kamulah kandidat yang paling cocok untuk
mereka rekrut”, kata Tia.
Heh, aku? Memang benar aku banyak mengukir prestasi
di sini, tetapi kenapa harus pretasi apa hubungannya dengan
ekspedisi Bumi. Bukankah mereka harusnya memilih orang-
orang yang punya fisik luar biasa, aku? Berlari sepuluh
meter saja sudah kelelahan bagaimana mungkin bisa ikut tim
ekspedisi?
“Apa kamu yakin informasi yang kamu terima benar?”
Tanyaku memastikan.
Tia menanguk yakin, “Ily, aku takut, aku takut kamu nanti
14
Ozon

disuntik”
“Ha?” Woi woi woi woi, aku tahu memang kenyatannya,
aku memiliki pobia dengan jarum suntik, tapi hanya karena aku
akan disuntik Tia sampai membuat wajah sedih yang bahkan
belum pernah terlihat sama sekali, “Aaaaaahh.” dalam hati aku
menggeram, ingin sekali rasanya memukul kepala anak ini biar
otaknya bisa bekerja dengan baik.
Pukul 10.21
Di atas loteng ini sungguh tenang tidak ada polusi suara
seperti di lantai bawah. Saat jam-jam sedang ramai banyak
siswa yang berkumpul ada yang di kantin, di depan kelas, dan
hampir di setiap lorong ada gerombolan sedang membicarakan
topik-topik kurang menarik menurutku. Aku tidak tahan dengan
keramaian seperti itu lebih nyaman memandangi langit-langit
meskipun cuman buatan.
Pelajaran pagi ini terhenti karena guru yang bersangkutan
tidak dapat hadir dan kami seluruh siswa di sini belum
diperbolehkan pulang. Jam lima sore nanti akan ada pihak
kemiliteran datang, maksud dan tujuan mereka dirahasiakan
oleh pihak sekolah.
Aku hanya sendirian di sini menatap langit sambil
berbaring. Yah, Tia sahabatku sedang dipanggil guru biologi
sebab tidak lain dan tidak bukan masalah PR, ini kali kedua
ia tidak mengerjakannya. Sudah berapa kali aku ingatkan, tapi
masih saja tidak mengerjakan.
Dalam bayang-bayang gedung aku terpikirkan tentang
perekrutan anggota ekspedisi ke Bumi. Memang bagus dan
aku juga dari dulu memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang
Bumi, tetapi jika memang benar bahwa aku kandidat terbaiknya
tidakkah ini terasa terlalu cepat. Maksudnya lihatlah aku masih
dibangku SMA, mungkin lebih baik jika aku ikut setelah lulus
dan juga bukankah belum pernah ada manusia yang selamat
dari ekspedisi itu.

15
Daus Net

Melelahkan saat ini keningku pasti keriput karena terlalu


banyak memikirkan hal-hal yang mungkin penting dan bisa
juga tidak. Ah, kenapa harus seperti ini? Jika saja aku punya
sifat bodo amat seperti Tia pasti masalah seperti akan berlalu
seperti angin.
“Ilyy”, seseorang dari kejauhan melambaikan tanggannya.
“Tia? Ada apa? sudah selesai dimarah?” Tia memasang
wajah cemberutnya dia pasti kesal.
“Ily kamu mau ke kantin?” sedetik berlalu tiba-tiba rasa
kesalnya hilang.
“Tidak, terima kasih.”
Aku selalu menjawab seperti itu saat seseorang mengajak ke
tempat yang dipenuhi polusi suara, hmm seseorang? Seingatku
tidak ada orang selain Tia yang mau mengajak manusia seperti
ini ke kantin.
“Bawa bekal?” aku menganguk, “Kalau begitu ayo
makan”, kami berdua membuka bekal yang sebelumnya telah
disiapkan tadi pagi. Seperti biasa aku membawa nasi putih, roti,
dan telur mata sapi dan Tia saat ia membuka kotak makananya
sama sekali tidak apa-apa.
“Ilyyy…aku salah membawa kotak makan”, mata Tia
berkaca-kaca. Huu, bisa-bisanya ia salah membawa kotak
makan.
Pada akhirnya kami berdua makan di kantin setidaknya di
sini sudah lebih sepi dari sebelumnya. Saat aku sudah selesai
makan dan Tia masih berusaha menghabiskan porsi terkahirnya,
aku melihat orang-orang yang tidak menggunakan seragam
sekolah ini.
Setelah sedikit menganggu konsentrasi Tia aku jadi tahu
mereka itu dari pihak kemiliteran. Hanya tebakkan ku saja
bahwa sekarang mereka sedang mencari data siswa untuk
dijadikan kandidat terbaik.

16
Ozon

Pukul 17.00
“Selamat sore siswa dan siswi.”
suara seorang komandan mengelegar di atas podium,
ribuan murid menyaksikan sosok gagah itu mengucapkan
salam dengan tegas namun, menghangatkan. Ternyata ada
serangkain acara mulai dari kata sambutan kepala sekolah
hingga menyayikan lagu kebangsaan rakyat Mars. Kukira ini
hanya sebuah kunjungan untuk memilih seseorang, ternyata
lebih dari itu dan formalitasnya tinggi mungkin ini sebagai
bentuk penghormatan.
Setelah berada di penghujung acara, sang komandan
kembali naik ke atas podium.
“Baiklah, kita sudah melewati acara formal kini saatnya
kita akan masuk ke inti, mengenai maksud kedatangan kami”,
Meski sudah sore dan semenjak tadi berdiri tidak ada satupun
kewibawaan sang komandan hilang bahkan suaranya masih
mengelegar.
“Kami dari pihak kemiliteran ingin merekrut salah satu
dari anda semua untuk bergabung ke dalam TIM ekspedisi ke
Bumi”, semua terlihat terkejut mendengar kalimat dari sang
komandan.
“Dan kami sudah mempunyai data tentang kalian semua.
Kami hanya akan memilih satu”, di saat ini ada yang berdoa
agar tidak dipilih dan ada yang berdoa agar dirinya dipilih.
“Satu nama yang akan diumumkan dengan tegas saya
katakan bahwa orang itu tidak boleh menolak”, tidak boleh
menolak? Yang benar saja, “Tanpa berlama-lama lagi saya
panggilkan Ily Ilya.”

17
Daus Net

18
Ozon

Perpisahan

A ku mematung dalam keramaian sorot mata keheranan


tertuju kepadaku. Orang-orang pada kebingunan, suara bisik-
bisik memenuhi lapangan sekolah. Aku tidak tahu apa yang
mereka katakan kefokusanku semantara ini hilang. Masih
diam tak bergerak, tiba-tiba tanganku ditarik lamunanku buyar
terkejut karena tubuh ini bergerak begitu saja. Setelah beberapa
detik barulah aku sadar ternyata Tia lah yang menarikku. Ia
semenjak tadi menariku membelah keramaian menuju podium.
“Tia”, panggilku, tetapi Tia hanya menoleh dan memberikan
senyumannya.
Oleh sang komandan aku disuruh naik ke podium berdiri
di sana. Aku masih belum sepenuhnya bisa mencerna apa yang
terjadi.
Setelah sang komandan memberikan ucapan penutup ia
mengajakku untuk ke ruang rapat guru. Kami berdua turun dari
podium, aku berjalan di belakang tubuh gagah mengikutinya
hingga sampai ke tempat tujuan. Semenjak tadi aku pikiranku
dipenuhi pertanyaan “Apa yang akan terjadi?”
Ruangan rapat ini ternyata cukup besar kira-kira bisa

19
Daus Net

menampung lebih dari dua puluhan orang, kursi-kursi disusun


mengelilingi meja berbentuk oval. Kuperhatikan seksama di
depan sana telah menunggu kepala sekolah, ia duduk di kursi
yang paling besar.
“Silahkan duduk komandan, Ily”, ia menyediakan dua
kursi di dekatnya.
Aku tidak terlalu mendegarkan apa isi pembicara dua orang
itu, sejak di sini aku masih berusaha untuk mengatur pernapasan,
sakit rasanya jantungku terus berdetak sangat kencang. Setelah
rasanya nyaman barulah aku menyimak, pembicaraan mereka
hanya tentang surat-surat. Oh, aku tidak mengerti tentang hal
itu.
Belasan menit berlalu pembicaran diakhirnya dengan
mengajaku kembali kerumah untuk mengurusi barang-barang
yang akan di bawa. Otakku masih tidak bisa menilai situasi
dengan baik jadinya aku hanya mengikuti prosedur tak tertulis
dari komandan. Setelah pembicaraan komandan dan kepala
sekolah selesai kami berdua keluar ruangan. Ahh, hujan rasa
sejuknya membuat pikiranku jauh lebih tenang.
Saat aku dan komandan berjalan keluar, kupikir kita akan
melewati hujan begitu saja, tapi ternyata ketika kami sampai
di Hall sekolah sekelompok orang membawa panyung segera
membentuk posisi siap siaga. Wow, tidak ada satupun air hujan
bisa menembus pertahaan orang-orang ini.
Ketika aku sudah sampai di mobil komandan dari kejahuan
terdengar seseorang memangil namaku. Semakin lama semakin
dekat hinggaa, “Ilyyy.” itu Tia, ia berlari ke arahku sambil
melambaikan tangganya.
“Ily”, Tia sudah berada di depan ia kemudian mengambil
kedua tanganku sambil memberikan senyumnya
“Jaga dirimu”
“Baik.”

20
Ozon

Aku ingin melakukan hal yang tak biasa kulakukan. Ku


tarik kedua tanggan Tia lalu kami berpelukkan. Aneh, perasaan
apa ini rasanya kami baru berteman kemarin dan sekarang sudah
harus berpisah. Tia yang dulu selalu ku anggap penanggu, selalu
ku usir, setiap kali dia mengajak makan bersama aku pasti lari
hingga tanpa disadari aku bisa menerimanya menjadi bagian
dari setiap jengkal kehidupanku di sini.
“Selamat tinggal Tia”
“Kita akan bertemu lagi nanti”
Masih terlihat Tia sedang melambaikan tangganya dibalik
jendela mobil.
“Kamu punya teman yang baik”, kata komandan,
kalimatnya membuatku terkejut tak kusangka ia bisa berbicara
seperti itu.
Sampai di rumah aku diberi waktu dua jam untuk
mengemasi barang-barang dan berpisah dengan ibu, ayah dan
Alya. Ibu dan ayah sudah diberi tahu tentang kejadian tadi sore
di sekolah, mereka banyak menitipkan pesan kepadaku. Dari
raut wajah mereka berdua ada tergambar rasa bangga karena
aku akan diikutkan dalam tim eskpedisi dan juga mereka terlihat
sedih karena harus melepas satu-satunya anak perempuan di
rumah ini.
“Jangan khawatirkan kami Ily, kami akan baik-baik saja”,
Ujar ibu, saat aku masih dalam pelukkannya.
Setelah dua jam, semua barang telah disiapkan. Komandan
menyuruhku untuk cepat karena pesawat tujuan dareah pusat
akan berangkat tiga puluh menit lagi.
“Ayo Ily, tenang saja kamu akan diberi libur sebanyak
enam kali dalam setahun, kamu akan bisa mengunjungi orang
tuamu saat itu.”
aku kemudian bergegeas masuk ke dalam mobil
meninggalkan kedua orang tuaku dan Alya yang masih menangis

21
Daus Net

terisak-isak.
“Dah-dah”, kataku kepada Alya.

22
Ozon

Tujuan

S uara mesin pesawat mendesing, bagai burung yang


ingin segera terbang membuat peka telinggaku. Komandan
meninggalkanku di lobi bandara ia sedang mengcek jadwal
penerbangan, dan aku baru tahu ternyata yang akan kami naiki
adalah pesawat militer­­. Pesawat militer itu spesial hanya bisa
dinaiki oleh orang-orang dengan pangkat yang sudah tinggi.
Pernah beberapa kali saat aku masih kecil melihat pesawat
militer mendarat dilapangan bermain dekat rumahku. Saat itu
pesawat militer sedang membawa orang super penting yaitu
pimpinan Mars.
Pesawat yang keren sekali, bodi yang dicat hitam dengan
tambahan sedikit corak berlian berposisi secara diagonal.
Saat komandan kembali, dari kejauhan ia memanggil
menyuruhku untuk segera menyusulnya. Aku kemudian
mengambil barang-barangku segera berlari.
Sedetik berlalu tubuhku mengeras, setiap jengkal sel-sel
seperti berhenti untuk bergerak karena ketakutan, jika bukan
karena kejadian pecahnya lapisan terdalam atmosfer buatan itu
aku pasti sudah masuk ke lorong VIP.

23
Daus Net

Hampir separuh bandara hancur terkena kepingan atmosfer


yang jatuh, udara mulai berhamburan keluar melalu cela.
Hampir disetiap sudut bandara alarm dibunyikan, perangkat
hologram secara otomatis menampilkan tingkat bahaya level 5,
sistem auto call memangil petugas keamanan terdekat.
Seruan kencang mobil petugas keamanan memecah
kerumunan warga yang sedang panik. Mobil berhenti lalu di
setiap mobil ada belasan petugas berlarian siap siaga untuk
menyelamatkan para warga. Tapi, tidak ada satupun petugas
yang berani memasuki kepulan debu akibat reruntuhan. Para
petugas masih menjaga jarak dari lokasi reruntuhan karena akan
masih memiliki pontensi untuk roboh. Dan benar saja beberapa
kepingan besi besar jatuh tak jauh dari lokasiku.
Komandan berteriak memangilku diantara kepulan debu.
Kakiku masih tersangkut diantara runtuhan hingga membuatku
tak bisa bergerak. Dari sini terdengar beberapa kali teriakan
dari komandan yang lama-kelamaan hilang lenyap bersamaan
dengan sirine mobil polisi dan pemadam komandan.
Saat aku masih merigisi kesatikan karena salah satu
kakiku yang terhimpit dua potongan besi. Aku pikir hanya aku
sendiri yang terjebak di sini ternyata disampingku terdengar
suara tangisan seorang anak yang memanggil ibunya. Aku
masih belum tahu apa yang terjadi tapi, sepertinya sangat
menghawatirkan. Seluruh usahaku mengeluarkan kaki ini sia-
sia malah semakin terasa sakit, semakin juga tangisan anak itu
membesar, tidak adakah petugas yang mendegarnya?
Satu menit berlalu tak kunjung juga ada orang yang datang
ke sini, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak
bisa keluar dari sini dan anak disampingku hampir kehilangan
suaranya. Lengang sudah tidak terdengar lagi seruan dari
petugas dan teriakan warga, sepertinya mereka sudah selesai
terevakuasi. Para petugas mungkin mengira kalau sudah tidak
ada orang lagi.

24
Ozon

Perasaanku mulai gaduh tak pernah sekalipun aku


mengalami hal ini. Terjebak dalam debu yang menghitamkan
pandangan dengan kaki yang terikat oleh dua besi. Semakin
lama semakin sulit untukku bernapas. Darahku terasa
menjelajar kemana-mana memberikan oksigen ke sel-sel
yang membutuhkan. Namun, pasokan oksigen dalam tubuhku
semakin berkurang.
Sudah tidak ada harapan lagi
Tidak tahu bagaimana bisa aku berpikir begitu, saat di
sekolah jika aku menghadapi soal-soal yang sulit belum pernah
sekalipun aku menyerah. Meski kondisinya berbeda tetapi tetap
saja saat ini aku merasa seperti bukan diriku saja. Yah, sudahlah
mungkin nantinya orang-orang diluar debu ini akan mencariku
jika situasi sudah lebih kondusif.
Namun, benarkah aku ini jika berpikiran seperti itu? Tidak,
tentu saja tidak harusnya aku berpikir seperi itu.
Meminta bantuan orang lain? Yang benar saja harusnya
akulah yang membantu orang-orang. Berharap kepada orang
lain? Yang benar saja bukankah selama ini aku selalu bisa
menyelesaikan masalahku sendiri tanpa bantuan orang lain.
Ayolah aku harus mengalahkan pikiran negatifku berpikir postif
lagi.
Kau bisa
Semangatku kembali mengecang, darahku meluap
mengalir dengan cepatnya. Aku bangun dari tidur panjang
lalu dengan kedua tangan ini ku coba untuk mengangkat
potong besi yang menghalangi kakiku. Terlalu berat, tidak bisa
hanya dengan tangan aku harus mengandalkan apapun yang
bisa digunakan. Lalulah kucoba untuk membuat dongkrak
dari beberapa besi. Dua besi berhasilku raih, satunya sebagai
tumpuan dan satunya untuk mengangkat. Aku sedikit kesulitan
saat memasukkan ujung besi satunya kedalam celah yang ada.
Satu menit berlalu akhirnya sempurna. Tanpa berlama lagi aku

25
Daus Net

mengeluarkan tenaga yang tersisa untuk mendorong ujung besi


didekatku ke bawah. Berat, meski dengan seluruh tenaga hanya
bisa mendongkrak sedikit ke atas saja. Kucoba mengeluarkan
kakiku, sedikit sulit tapi, tak sesulit sebelumnya. Semenit
berlalu akhirnya kakiku keluar dari reruntuhan besi.
Kakiku masih terasa sakit tapi, aku harus segera menyusul
anak itu suara tangisannya tak lagi terdengar, mungkin ia
sudah pingsang atau sudah dievakuasi tetapi, itu hampir tidak
mungkin karena aku tidak sedikitpun mendengar langkah kaki
atau kesibukan para petugas.
Luka pada kakiku cukup parah bisa membuat tidak dapat
berjalan. Namun, aku masih mencari-cari keberadaan anak itu
teringat jelas sekali ditelingaku suara sebelumnya berasal dari
arah kiri. Ku ambil sebatang besi setegah dari tinggiku untuk
menopang kakiku agar bisa berjalan, meski tertatih-tatih aku
tetap harus menemukan dimana anak itu.
Ternyata jaraknya tak jauh dari tempatku tadi hanya perlu
belasan langkah aku sudah menemukan anak itu tergeletak
didepan ibunya yang hampir setegah dari tubuhnya tertimpa
reruntuhan. Aku mencoba cara tadi untuk mengeluarkan ibu si
anak ini. Beratnya reruntuhan itu membuatku harus berkerja
keras untuk menemukan potongan besi yang lebih banyak dan
gagah, tumpuan untuk dongkraknya juga harus lebih tinggi.
Sekali lagi, dengan sisa kekuatan aku menekan bagian ujung
potongan besi ke bawah, terus-terus hingga aku tak mampu lagi
untuk mendorongnya. Tidak terangkat sedikitpun, aku harus
mencari cara lain. “Batu” itu dia tapi, tidak ada batu di sini.
Namun, aku bisa menggunakan bahan berat lainnya, sepuluh
menit waktu yang kubutuhkan untuk mengumpulkan pecahan-
pecahan keramik dari ukuran sedang hingga ukuran maksimal
yang bisa kuangkat. Kutaruh semua pecahan keramik di atas
potongan besi hingga sedikit demi sedikit reruntuhan yang
menimpa ibu itu mulai terangkat.

26
Ozon

Belasan menit kemudian akhirnya aku bisa mengeluarkan


ibu itu. Namun, aku hanya bisa menopang satu orang keluar.
Aku teringat sesuatu, semoga saja masih ada. Dengan tertatih-
tatih aku berjalan menuju tempatku terperangkap. Ku perhatikan
sekeliling, “ah itu dia” mataku tertuju ke troli yang sempat
ditinggalkan salah satu karyawan di sini. Dengan ini aku bisa
membawa keduanya.
Meski dengan bantuan troli sekalipun aku masih tetap
kesulitan membawa anak dan ibu ini. anaknya yang masih
pingsang ku masukkan ke dalam troli dan ibunya aku gendong
karena troli ini terlalu kecil.
Dalam gendongan, ibu itu terasa sangat dingin, entah apa
yang terjadi kepadanya. Selain dingin tubuhnya juga terasa
kaku. Saat tadi ingin mengendongnya aku kesulitan untuk
membenarkan posisi ibu itu agar bisa aku gendong dengan baik.
Sepertinya ibu itu pingsan total.
Yah, bagaimana tidak aku saja yang baru tertimpa di bagian
kaki rasanya sudah amat sakit. Apalagi ibu itu yang tertimpa
hampir setegah dari tubuhnya.
Ibu itu jauh lebih berat dari dugaanku. Kukira karena ia
tidak gemuk akan mudah mengendongnya ternyata ia lebih
berat dua kali lipat dari yang terlihat. Tapi, aku tidak boleh
menyerah begitu saja hanya karena berat ibu ini tetap harus
menyelamatkan ibu dan anak ini.
Udara di sini semakin tipis, kepulan debu tak begitu
saja menghilang masih menampakkan sosoknya membuatku
kesulitan mencari jalan keluar. Rasanya seluruh tubuhku
sakit, “dimana? Dimana?” sudah lebih dari dua puluh menit
aku berjalan tak juga kunjung ketemu. Tubuhku semakin
mencapai batasnya, “oh ayolah sedikit lagi.” keringatku sudah
membasahi, napasku sudah tak teratur. Ingin rasanya menyerah
terbaring di atas lantai berdebu ini, mati bersama keinginan
yang tak tercapai.

27
Daus Net

Namun, satu harapan mendengung di telingaku memecah


semua lelah, aku menarik napas dalam-dalam menguatkan
diri. Kakiku kembali melangkah kali ini lebih cepat. Tepat di
depanku suara sirine meski samar-samar tapi, aku yakin di sana
akan ada seseorang.
Debu yang mengempul dihadapanku mulai menipis,
langkahku semakin cepat beriringan dengan suara sirine itu.
Ayo terus tinggal sedikit lagi didepan sedikit terlihat garis
pembatas dari pihak kepolisian. Sedikit lagi, entah apa yang
terjadi tapi, seketika semuanya menjadi gelap seluruh tubuhku
tidak bisa digerakkan, aku masih bisa merasakan tubuh ibu itu
menimpa diriku. Aku pingsan padahal tinggal sedikit lagi, apa
yang akan terjadi? Ayolah. Hingga akhirnya seluruh tubuhku
berhenti beroperasi.
Cahaya menyebar masuk mengantikan kegelapan, aku bisa
merasakan gerakan tangganku, kakiku juga meski yang sebelah
kiri terasa sakit. Tidak, bukan hanya kaki kiri tapi, seluruh
tubuhku terasa sakit. Setelah belasan detik mataku akhirnya
bisa menangkap ruang sekitar.
“Ini di rumah sakit?” kataku pelan.
Terasa setiap bagian tubuhku diperban, aku mengeluh
kesakitan ketika mencoba untuk bangun.
Belasan menit ruangan senyap dari luar terdengar suara
langkah kaki menuju ke sini. Dua orang? Tidak terdengar sayup-
sayup tiga orang. Pintu ruanganku menderit memasukkan tiga
sosok, dua tak kukenal satunya lagi komandan.
“Ily kamu sudah sadar?”
Aku mengangguk.
“Oh, Syukurlah”, ujar komandan, bersamaan dengan
seoarng pria paruh bayah dengan setelah jas putih. Dia sepertinya
dokter di sini.
Dokter berbicara dengan komandan entah apa yang mereka

28
Ozon

bicarakan aku tidak tahu seluruh konsetrasiku terbuang karena


rasa lelah ini. setelah bicara dokter itu mulai memeriksa diriku,
dari pengecekan fisik hingga mengecek monitor yang terhubung
dengan denyut nadiku.
Lalu dokter itu menatapku “Setidaknya lebih baik dari dua
minggu yang lalu.”
“Dua minggu yang lalu?” kataku pelan.
“Ya nak Ily, kamu tidak sadarkan diri selama dua minggu.”
Mendengar pernyataan itu aku terkejut. Dua minggu
selama itu? Bagaimana kabar ayah, ibu dan alya? Dan tiba-tiba
aku terpikirkan sesuatu.
“Dok, apa anda tau bagaimana keadaan anak dan ibu itu?”
kataku cepat.
Dokter dan komandan saling bertatap muka, seperti
memberikan sebuah kode.
“Ily, saya sebenarnya tidak yakin akan mengatakan hal ini
tapi, yah tidak apalah”
Aku menatap bingung dokter itu.
“Ily, dengar anak yang kamu selamatkan waktu itu baik-baik
saja bahkan ia sudah tinggal menetap dengan ayahnya. Namun,
ibunya sayang sekali nyawanya tidak bisa diselamatkan.”
Aku terpaku mendiam bagai batu.
“Saat kamu membawa ibunya sebenarnya ia sudah tidak
bernyawa lagi.”
Pipiku memanas karena air mata yang jatuh tak berhenti.
Aku telat aku kesal dengan diriku sendiri, lemah jika saja saat
itu aku bisa lebih cepat, jika saja saat itu aku langsung sadar,
jika saja aku lebih kuat.

29
Daus Net

30
Ozon

Kembali Bersama

S udah hampir empat bulan sejak aku diperbolehkan


keluar dari rumah sakit. Kata dokter meski kondisiku sudah
cukup baik, tetapi masih perlu istirahat intensif apalagi untuk
kaki kiriku yang juga perlu untuk sekali-kali dicek keadaannya.
Sekarang aku tinggal di markas kemiliteran Mars,
tempatnya cukup nyaman aku bahkan mendapatkan kamar
pribadi yang terlalu besar untuk aku sendiri dan semuanya serba
gratis di sini, makanan, minuman, internet, hanya saja tidak ada
barang-barang yang menarik di sini.
Komandan memberiku istirahat selama empat bulan untuk
penyembuhan totalku, dia juga sudah menghubungi ayah dan
ibu, mereka bahkan diizinkan untuk menjungukku. Hanya
aku belum mendengar kabar tentang Tia, sudah berkali-kali
aku kirim surel tapi, tidak ada satupun yang dibalas ditelpon
nomornya tidak aktif lagi, ayah dan ibu pun tidak tahu tentang
keberadaan Tia. Semoga dia baik-baik saja.

31
Daus Net

Empat bulan tanpa melakukan apa-apa hanya melihat


para pelajar lain beraktifitas, aku tak tahu lagi harus bilang
apa sudah semombosankan apa hidup di sini. Yah, untungnya
asisten komandan yang kemarin juga ikut menjengukku punya
beberapa buku, jadi aku bisa meminjam beberapa untuk mengisi
hari-hari yang membosankan ini.
Si asisten komandan jugalah yang membantu
penyembuhanku dan mengenalkan setiap ruangan di sini
berserta orang-orangnya. Oh iya, nama asisten komandan itu
Ana Karana, ia menyuruku untuk memangilnya kak Ana.
Kak Ana memang terlihat baik bahkan senyumannya
tidak mampu untuk ku hilangkan. Akan beda lagi jika Kak
Ana berada di kelas kepribadiaan 180 derajat berubah total.
Dari yang lemah lembut menjadi super tegas, dari yang selalu
berbicara dengan nada pelan menjadi pembicara yang keras, ia
tidak pernah main-main dalam mendidik siapapun. Belakangan
ini juga kak Ana sudah jarang mengunjugiku bahkan ketika aku
bertemu dengannya ia hanya menganguk saat kutegur. Mungkin
karena tinggal seminggu lagi aku akan mulai masuk ke kelas.
Seluruh tubuhku kembali normal, aku juga sudah bisa
berjalan dengan normal. Dan hari ini adalah hari pertamaku
masuk ke dalam kelas, seperti yang dijelaskan komandan
bahwa kelas tingkat satu akan sama seperti SMA ditahun
pertama pada umumnya, belajar ilmu umum, moral, PR, ujian,
dan lain-lain. Berikutnya untuk tingkat dua kelasnya akan mulai
fokus melatih ketangkasan fisik, dan tingkat tiga semua murid
yang ada di tingkat ini akan dikirim ke martkas militer utama
di Bulan entah apa yang akan aku dapatkan di sana komandan
tidak menjelaskannya secara merinci. Dan satu hal lagi berbeda
dengan sekolah pada umumnya di sini tidak ditentukan berapa
tahun kami harus belajar dari tingkat satu hingga tingkat tiga
waktunya relatif tergantung pada kemampuan para murid. Dari
cerita kak Ana ada yang melenyesaikan tingkat satu selama
tiga tahun ada juga yang lebih pendek satu bulan. Semuanya
32
Ozon

bergantung pada pemahaman pelajar tersebeut.


Kelas pertama dimulai pukul delapan pagi dan aku sangat
kagum dengan pembelajar di sini selain fasilitasnya yang
lengkap, pengajarnya pun datang tepat waktu. Tidak lagi aku
menunggu bosan hingga pengajar masuk. Di sini semua sistem
harus diberlakukan secara adil dan merata agar tidak ada yang
merasa terugikan.
Pelajaran pertamapun dimulai. Kimia menjadi sosok yang
pertama kali aku temui di sini. Sebelum memulai pelajaran
pengajar memberikan kami masing-masing satu buku. Aku
sangat terkejut mengetahui buku apa itu, tanganku gemetaran,
buku super langkah dari penulis hebat seorang yang alhi kimia,
juga seseorang yang menemukan bagaimana cara kami bisa
tinggal di sini. Harga persatuan bukunya sama dengan tiga kali
lipat uang jajan bulananku, sangat mewah.
Pelajaran pertama berlangsung selama dua jam lebih diisi
dengan menjelaskan konsep-konsep kimia dasar dan sedikit
sejarah tentang kimia. Aku tidak terlalu memperhatikan dari
tadi aku hanya membaca buku luar biasa ini. Kata-kata yang
digunakan jauh lebih sulit dari pada buku kimia pada umumnya,
aku saja baru bisa memahami satu bab dari buku ini dan itu
membutuhkan waktu dua jam lamanya.
Aku sangat yakin pengajar itu tahu bahwa aku tidak
memperhatikannya saat menjelaskan di depan. Namun, aneh
jika di sekolah biasanya aku akan ditegur dan anehnya lagi dari
tadi murid di ruang kelas ini sama sekali tidak memperhatikan
pengajar yang ada di depan kebanyakan mereka ada yang
mengobrol satu sama lain bahkan ada yang tidur. Tapi, tidak
ada satupun yang ditegur, pengajar itu terus saja menjelaskan.
Memang mirip seperti di SMA.
Pada akhir sesi kelas, ada tes tertulis. Peraturannya sama
dengan halnya ujian, semua murid di sini tiba-tiba menghadirkan
eskpresi terkejut, tak menyangka bahwa kami akan di tes. Ada

33
Daus Net

empat orang yang masuk dua diantaranya membawa selembaran


soal dan kertas jawaban. Kertas? Terakhir kali aku melihatnya
saat ayah sedang membongkar barang-barang di gudang rumah
kami.
Kami semua disuruh untuk menyimpan telpon pintar, tidak
ada yang boleh menggunakannya hingga tes itu diselesaikan.
Selain kertas kami juga diberi alat tulis, berupa
bolpoin kalau tidak salah namanya. Setelah pengajar selesai
membacakan tata tertib selama ujian, soal dan kertas jawaban
dibagikan. Kami diberi tiga puluh menit untuk menjawab TIGA
PULUH SOAL? Mataku mengerjap-ngerjap menghitung ulang
soal yang padahal sudah tertulis nomornya di situ.
Sekolah di sini sedikit gila, tiga puluh soal yang benar saja.
Aku ujian saja paling banyak diberi lima belas soal itupun lama
pengerjaannya maksimal dua jam. Yah, dari pada mengeluh
lebih baik kukerjakan sekarang.
Merupakan sebuah kebiasaan dimana aku selalu membaca
keseluruhan soal terlebih dahulu sebelum mulai menjawab. Dan
saat itu aku menyadari, soalnya tidak begitu sulit meskipun
di jawab dalam bentuk esai, rata-rata tidak perlu dijelaskan
panjang lebar. Seperti salah satu soal ini
“Apa pengertian dari Ilmu kimia?”
Yah, bahkan anak SMP juga bisa menjawab pertanyaan ini
kurang dari satu menit.
Lima belas menit sejak ujian berlangsung aku telah
sempurna mengerjakan semua soal yang ada. Aku dengan segera
mengumpulkan lembaran yang telah diisi dengan jawabanku.
Saat aku ingin mengumpulkan lembaran jawaban tanpa segaja
mataku melihat lembaran milik orang lain dan mengejutkan
isinya kosong, hanya ada titik-titik yang dihasilkan dari ketukan
bolpoin ke kertas. Mereka tidak tahu?apakah seburuk itu
pengetahuan mereka? Itulah kesan pertamaku kepada teman
sekelasku.

34
Ozon

Dua tahun berlalu, tanpa disangka-sangka kalimat yang


dulu ku katakan kini berbalik. Memang benar aku bisa melewati
kelas tingkat satu dengan mudah hanya butuh waktu dua bulan
aku sudah naik ke kelas tingkat dua, murid-murid yang lain
membutuhkan lebih dari satu tahun untuk menyelesaikan
tingkat satu bahkan ada yang lebih dari itu. Namun, setiap orang
mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing,
lihatlah aku sekarang butuh waktu lebih dari tiga puluh dua
bulan untuk menyelesaikan kelas tingkat dua. Aku kalah dengan
murid-murid lain yang hanya perlu dua sampai tiga bulan saja.
Mereka kalah di otak tapi, menang di fisik.
Dari dulu aku memang tidak pernah melatih fisikku secara
serius, jadi aku memang benar-benar terhambat dalam pelatihan
fisik. Selain harus diajar dasar-dasarnya lagi. Aku tak ingin
ketinggalan jadi meski tidak suka aku harus melakukannya. Di
kamar aku panjang jadwal yang telah aku susun, jika biasanya
jadwal belajar kini aku buat menjadi jadwal latihan fisik.
Meski begitu aku masih butuh hampir dua tahun untuk
benar-benar menyelesaikan sekolah tingkat dua.
Setelah aku dinyatakan lulus dari kelas tingkat dua dan
naik ke tingkat tiga aku diberi libur selama dua bulan setegah,
keputusan terbaikku adalah pulang. Bertemu dengan orang
tua, sudah lama sekali sejak terkahir kalinya aku tidak melihat
mereka secara langsung. Apa kabar ayah, ibu, Alya, dan Tia.
Aku tak sabar untuk bercerita pengalaman apa yang telah aku
dapatkan di sini.
Tidak semua barang yang aku bawah pulang hanya
beberapa pakaian ganti.
Setelah semua beres aku langsung menuju tempat
pemberhentian taxi di sini. Satu dua taxi lewat tetapi, sudah ada
yang menumpang. Suasana di sini cukup ramai aku sampai-
sampai harus mengipasi diri sendiri agar tidak mabuk kepanasan.
Lebih dari tiga puluh menit aku menunggu di halte

35
Daus Net

setelah itu barulah ada taxi kosong yang akan mengantarkanku


kebandara. Pemilik taxi itu minta maaf kepadaku karena AC
pada mobilnya sedang rusak jadi tidak bisa digunkan.
Panas, ingin sekali aku mengambarkan kondisi yang lebih
buruk dari pada panas tapi, aku tidak mempunyai kata-kata yang
tepat. Ya, kondisi yang aku maksudkan ada di dalam taxi ini.
Awalnya kukira tidak masalah jika tidak ada AC pada mobil,
baiklah aku masih bisa menahan hal itu. Tapi, ternyata hal itu
tidak cukup membuatku kesal. Pada saat ditengah perjalanan
aku mencium bau tak sedap menjelajar hingga ke seluruh mobil.
Aku bertanya kepada supir taxi apakah ia ada pewangi ruangan
dan ia menjawab tidak. Hey, ayolah bagaiman mungkin supir
taxi ini bisa diterima kerja.
Haduh, sudahlah aku ingin melupakan hal itu hanya akan
membuatku tambah pusing.
Ada hal lain lagi ternyata yang membuat aku mengingat
hal yang baru saja aku lupakan. Supir di depanku itu entah
keraskukan apa tiba-tiba ia menghidupkan musik lalu
membersarkan volumennya hingga batas maksimal. Aku yang
tidak tahan memintah supir itu untuk mematikan lagunya.
“Eh matikan? Kenapa?” tanya supir itu.
“Saya butuh ketenagan.”
“Pftt, ketenagan ada-ada saja mbak ini lelucon yang
bagus.”
Eh lelucon? Apa aku tampak membuat lelucon?
Pada akhirnya karena sudah tidak mampu menghadapi
supir itu aku minta ganti taxi.
Butuh waktu dua jam hingga pesawat yang aku tumpangi
sampai ke bandara tempat dimana peristiwa itu terjadi. Bandara
ini menyisakan rasa perih dihatiku, meski seluruh bandara sudah
diperbaiki dan diperbaharui tetap saja kenang itu membuat
bantinku mengkerut.

36
Ozon

Aku lemah pada saat itu bukan hanya pada fisik tetapi,
juga pada keteguhanku. Duluku tak pernah memikirkan tujuan,
memikirkan orang lain saja aku tidak mau. Namun, sekarang
tidak lagi, tidak akan pernah lagi aku membiarkan seseorang
kehilangan nyawanya karena kelemahanku.
Saat aku di sini tempat dimana aku pulang, ada sosok yang
paling ingin aku temui. Tia tidak tahu kemana dirinya, tidak
ada kabar, aku juga tidak pernah tahu dimana alamat rumahnya.
Aku bertanya kepada kepala sekolah saat berkunjung ke
sana, menurut pernyataan beliau bahwa Tia satu bulan setelah
kepergianku ia berhenti sekolah di sini. Ia juga katanya meminta
dibuatkan surat pindah ke kota bagian utara, kota yang cukup
jauh dari sini, dan kalaupun aku berkunjung ke sana aku tidak
memiliki alamat pasti milik Tia.
Huh, apakah kami akan bertemu? Berkat tidak ketemunya
keberadaan Tia aku jadi tidak tahu apa yang harus aku lakukan
diminggu ini. Ah, dasar Tia ada atau tidak dirinya selalu bisa
membuatku kerepotan karena kasian Ayah mengajakku ke
tempat kerjanya, mungkin saja itu bisa membuat bosanku
hilang.
Tak sadar dua bulan lebih telah berlalu, aku sudah harus
berangkat ke markas militer seminggu sebelum keberangkatanku
ke Bulan markas militer utama. Kali ini aku benar-benar terpisah
jauh dari Ayah, ibu, dan Alya serta Tia yang entah kemana
perginya.
Perjalanan selama dua jam kembali aku terlusuri. Saat
sampai di bandara militer, tiba-tiba aku sambut oleh seseorang

37
Daus Net

38
Ozon

Markas Militer

K urang lebih dua tahun aku tidak melihatnya, tanpa


disadar kami berdua tumbuh begitu cepat, lihat lah Tia yang
sambil melambaikan tangannya, sudah lebih terlihat dewasa.
“Ilyy”, teriak Tia.
Aku mengambil koper memengangnya dengan erat lantas
berlari ke arah Tia.
Blubk
Kami berdua berpelukan erat-erat hingga tetesan air mata
perlahan membasahi pipiku. Perasaan ini sangat menganjal
sebelumnya tidak pernah sekalipun aku merasakan hal ini.
Bahagia, sedih, rindu melebur menjadi satu kesatuan.
Aku melepas pelukan, melihat Tia rindu dengan senyum
manisnya. Dari tadi ada satu hal yang tidak ku mengerti, kenapa
Tia ada di sini?
Setelah mengambil barang dan menaruhnya di kamarku,
aku berbincang-bincang dengan Tia. Berdasarkan peryataannya,

39
Daus Net

ternyata Tia keluar dari SMA untuk mengikuti kelas kemiliteran


di daerah utara.
“Aku memang sudah dari dulu ingin menjadi TIM ekspedisi
ke bumi”, jelaskan Tia.
“Kenapa?” tanyaku.
“Untuk suatu alasan”, jawab Tia.
Tia sama sekali tidak memberiku sebuah pentunjuk apa
alasannya berada di sini.
Sehabis berbincang-bincang, tertawa mendengarkan
kisah dan omelan dari Tia, kami berdua kembali ke kamar
masing-masing untuk menyiapkan keberangkatan yang akan
dilakasanakan besok pagi.
Ada tiga puluh orang dipilih dari seluruh sekolah
kemiliteran yang akan berangkat ke markas utama di Bulan
untuk melanjutkan kelas tingkat tiga. Dua diantarannya aku
dan Tia. Aku tidak menyangka akan mengikuti pelatihan ini
bersama Tia, sebelum-sebelumnya teman bicaraku hanya kak
Ana itu pun dalam waktu yang singkat.
Pukul sembilan malam, aku tak bisa tidur memikirkan hari
esok. Setelah berkali-kali memejamkan mata aku tetap tidak
bisa tidur. Mataku segar bugar tanpa ada sedikitpun rasa kantuk.
Satu jam berlalu tetap juga tidak bisa, akhirnya aku
putuskan untuk keluar kamar mengunjungi salah satu bagunan
kesukaanku, perpustakaan. Kupikir awalnya gedung tempat
jendela dunia itu tidak ada, ternyata hanya sedang direnovasi,
memperbaiki setiap kerusakan di setiap sudut bagunan
menambah buku-buku baru dan yang paling kerennya lagi
aku bisa mengakses informasi-informasi yang dulunya
disembunyikan oleh pemerintah meski aku tidak diperkenankan
untuk mempublishnya.
Lorong menuju kantin lengang, tidak ada siapa-siapa
di sini. Hanya aku dan beberapa lampu LED yang masih

40
Ozon

setia menerangi jalanku. Suara sayup-sayup juga tidak ada


terdengar lagi, seluruh murid di sini telah nyenyak tidur untuk
mempersiapkan kondisi terbaik mereka besok pagi.
Sesampai di gedung perpustakaan aku kecewa berat,
sebab pintu masuknya sudah dikunci rapat tidak ada yang
diperbolehkan masuk lagi. Terpaksa aku meninggalkan gedung
perpustakaan.
Perjalanan pulang terasa lebih dingin harusnya aku
membawa baju tambahan tadi. Berjalan di lorong tiba-tiba
ada suara yang hampir membuat jantungku rontok. Tepat
di pertigaan lorong aku melihat ada jendela yang terbuka
karena hembusan angin dari luar. Kalau tidak salah menurut
perkiraan yang ku baca tadi pagi akan ada badai dengan level
bencana 2 menghantam markas. Mengingat hal itu aku segera
menghampiri jendela yang terbuka mencoba menutupnya tapi,
tidak bisa engselnya sudah berkarat walaupun aku menutupnya
pasti akan terbuka saat badai nanti.
Semenit terkena udara luar rasanya tubuhku sudah ada
di kulkas, “dingin”. Sayangnya dingin ini tidak membantuku
untuk memperbaiki jendela jadinya aku segera melaporkan ke
komandan akan hal ini.
Satu-satunya ruangan yang masih diterangi remang-
remang cahaya berada tepat dihadapanku, kantor komandan.
Sepertinya komandan bukan orang yang suka tidur, terlihat dari
celah pintu yang sedikit terbuka ia sedang membaca berbagai
informasi, mencari data-data, dan menganalisanya.
Tok tok tok
Pintu berderit beriringan dengan masuknya aku.
“Apa ada Ily?” Tanya komandan.
Aku memberi hormat mengangkat tangan kananku dan
menyentuhkannya ke kiri dadaku.
“Saya ingin memberikan laporan.”

41
Daus Net

“Silahkan.”
“Di lantai dua, lorong yang mengarah ke kantin posisi
sebelah kiri dari pertigaan ada jendela yang sudah rusak, tidak
bisa ditutup”, aku menjelaskan.
“Begitu ya”, komandan terlihat mengeluh.
Ia kemudian mengambil telpon pintar miliknya lalu
menghubungi beberapa petugas.
“Jendela-jendela itu memang sudah tua, jadi wajar saja
akan rusak”, kata komandan.
“Terima kasih atas laporannya kamu boleh pergi.”
“Baik”, aku balik kanan lalu jalan menunju pintu.
Saat dalam perjalanan pulang kali kedua aku menemukan
keanehan, kini terdengar dari kejauhan suara langkah kaki.
Jarakku masih tiga meter dari ruang komandan dan di sini sangat
gelap, penerangan dari lampu LED perlahan-lahan diredupkan.
Aku tidak takut, hanya saja suara langkah kaki itu menganguku.
Jadinyalah aku bersembunyi di balik kegelapan malam.
Suara langkah kaki itu semakin mendekat, sekian detik
cahaya remang-remang mulai menunjukan sosok berambut
panjang, berpakaian putih, sayang wajahnya tidak kelihatan.
Dari kejauhan aku melihat sosok itu masuk ke ruang komandan.
Aku semakin penasaran.
Dengan langkah tanpa bunyi perlahan aku mendekati
ruangan komandan. Semenit kemudian aku sampai lagi kini
tepat di balik pintunya ruang komandan. Kutempelkan kuping
di pintu yang terbuat dari kayu ini agar bisa mendengar lebih
jelas.
Sia-sia aku tidak begitu jelas mendengar percakapan
mereka, hanya sayup-sayup kecil. Huft sebaiknya aku kembali
saja tidak ada gunanya, lagipula mataku sudah cukup mengantuk.
Pikirku tidak akan bisa mendengar apa-apa dan secara
tiba-tiba.

42
Ozon

“Tia, tunggu”, kupingku menempel kembali.


Hanya sebentar itu saja aku mendengar, hanya satu kata
dan kata itu membuatku punya ribuan pertanyaan. Tia? Dia
yang sedang berbicara dengan komandan? Apa hubungan
mereka? saat aku ingin mencoba mendengarkan lebih jelas lagi
tiba-tiba suara deritan muncul, dalam sepersekian detik darahku
terpompa sangat deras membuat kaki-kaki ini melangkah cepat
tanpa bersuara. Saat itu, juga aku langsung kembali ke kamar
takut ketahuan mereka. Aku lanjutkan saja tidurku semoga saja
bisa.
Keesokkan harinya tepat pukul lima pagi aku terbangun,
kepalaku sakit sekali rasanya. Tidurku sepertinya tidak terlalu
bagus badanku masih pegal-pegal. Yah, meskipun begitu aku
tetap melanjutkan aktifitas di pagi hari.
Pagi ini aku melupakan beberapa hal, efek setegah bangun
yang membuatku tidak sadar kalau air liurku masih menyisakan
genangannya dipipi. Ah, menjijikan.
Setelah mandi dan segala macamnya, mataku kembali
segar meski badan ini pegal-pegal. Tepat pukul sembilan
nanti kami sudah harus siap untuk melakukan keberangkatan
dan sekarang masih pukul tujuh, masih ada dua jam lagi, aku
putuskan untuk mengunjungi Tia.
Aneh Tia sedang tidak ada dikamarnya, aku juga
mencarinya kemana-mana di setiap sudut markas tetapi, tak
kunjung juga aku temukan dirinya.
Pukul sembilan tepat barulah aku menemukan Tia ia
berjalan dari arah kantin langsung menuju ke barisan. Saat
ini tiga puluh murid sedang bari-membaris membentuk kotak
berukuran enam kali lima orang, dipimpin oleh komandan dan
kak Ana mereka sedang membacakan peraturan-peraturan serta
apa saja yang akan kami lakukan di sana. setelah selesai, kami
langsung diarahkan ke pesawat militer super besar, dengan dua
sayap membentang di kanan dan kiri hingga menutup cahaya

43
Daus Net

matahari masuk. Pesawat ini VIP hanya ada empat puluh


kamar kosong di dalam, terasa sayang sekali soalnya pesawat
ini memungkinkan untuk menampung ratusan orang. Yah,
mungkin mereka menggunakan sisa ruangan sebagai tempat
penyimpanan barang.
Setelah seluruh persiapan selesai pesawat kemudian
lepas landas, dengan kekuatan yang setara dengan seribu mesin
pesawat biasa kami akan dibawa ke Bulan menuju pelatihan
berikutnya.

44
Ozon

Latihan dimulai

P erjalanan sejauh lebih dari 70 juta km. Kami sudah


melakukan keberangkatan dari dua hari yang lalu, semua
terlihat sepi di sini, maksudku bukan di kapal yang kami naikku
tapi, pemandangan di luar jendela itu. Hanya terlihat gemerlap
bintang-bintang terkadang ada asteroid yang lewat melewati
kami dengan kecepatan yang tinggi.
Kata komandan dibutuhkan waktu lima bulan perjalanan,
wow untungnya pesawat angkasa ini besar lebih dari cukup
untuk menampung 45 orang yang pergi.
“Ily kenapa kita tidak menggunakan kecepatan yang luar
biasa seperti di film-film itu?” Tanya Tia.
“Hmm, mungkin karena kita tidak punya cukup sumber
daya, atau bisa saja komandan sengaja melakukannya”,
jawabku.
“Agar apa?”

45
Daus Net

Aku mengankat bahu tanda tak tahu.


Kami berdua duduk di lantai atas sambil menikmati
pemandangan angkasa luar yang biasanya hanya aku lihat
dari teleskop yang pernah pamanku berikan dulu. Tempat ini
bisa dibilang ruang rekreasi, terdapat berbagai susunan buku
tertara rapi, ada televisi, dan beberapa alat olah raga. Sepertinya
pesawat ini didesian agar penumpangnya tidak bosan.
Kegiatan hari-hari kami di kapal seperti halnya saat di
sekolah tidak jauh beda namun, lebih ringan. Kami sudah harus
bangun pagi-pagi meski di sini tidak terdapat sunrise penanda
mata harus terbuka, setelah itu olah raga. Kami diwajibkan
setiap hari untuk melatih otot-otot kami agar efek berada di zero
gravity tidak terlalu memperngaruhi kemampuan dari tubuh.
Seperempat hari kami semua melakukan kegiatan melatih fisik
dan satu jam berikutnya otak kami pula yang akan dilatih.
Sekitar jam tiga sore barulah kami bisa menikmati perjalanan
selama lima bulan ini.
“Eh, Ily”, Tia menyapaku yang sedang makan sendiri
dikanti.
“Hai Tia”, Tia ikut bergabung.
“Ily, bagaimana mereka bisa menyiapkan makanan seperti
ini sedangkan kita berada di luar angkasa, lihat bagaimana cara
mereka mendapatkan sayur segar ini” Tia berbicara sambil
memaikan sayur brokoli miliknya.
“EH, jangan-jangan mereka pakai formalin.”
Aku hampir tersedak mendengar pernyataan Tia.
“Yah tidaklah, bagaimana mungkin prajurit seperti kita
akan diberikan makanan yang tidak sehat. Dan mungkin dalam
kapal ini ada rumah kaca tempat mereka bisa menamam sayur-
sayuran”, aku menjelaskan sambal membersihkan sisa gandum
yang keluar karena tersedak.
Tia ber-Oh mengerti.

46
Ozon

Lima bulan berlalu setelah melewati begitu panjangnya


perjalanan akhirnya kami bisa melihat kompulan asteroid yang
bertabrakkan jutaan tahun lamanya hingga membetuk bulatan
yang disebut bulan. Dari kejauhan tampak bulan sangat kecil,
meski sudah terlihat tapi, masih butuh enam hari lagi untuk
sampai ke Bulan.
Selama di pesawat ruang angkasa tidak ada yang bisa kami
kerjakaan selain tiga bulan yang lalu saat pesawat ditabrak
benda raksasa. Dua mesin pendorong mati, dan tangki bahan
bakar mengalami kebocoran. Kami bersama-sama mencoba
memperbaikinya. Aku dan Tia memilih lebih nekat dari pada
yang lain, kami berdua mengecek secara langsung bagian
yang terkena benturan itu meski awalnya komandan tidak
mengizinkan kami karena itu sangat berbahaya. Tetapi, dengan
keteguhan hati kami tetap keluar dan benar saja pesawat hanya
bisa diperbaiki dari luar. Kerusakkannya cukup parah, aku dan
Tia harus bekerja lebih ekstra lagi untuk menutupi kebocoran
di tangki bahan bakar. Aku pernah membaca beberapa buku
tentang mesin pesawat meski tidak pernah sekalipun aku
mempraktekkannya tetapi, setiap kata, setiap jengkal huruf
yang ada aku mengingatnya dengan baik.
Lebih dari dua belas jam kami berkutat untuk memperbaiki
kerusakan pesawat. Namun, usaha kami tidak cukup, pesawat
tidak bisa melaju seperti biasanya jadi kali ini sang pilot mau
tak mau harus memelankan pesawat.
Kerusakkan mesin membuat kami tidak bisa berbuat
banyak, semuanya mengeluhkan hal itu. Perjalanan kamipun
ditambah menjadi sepuluh bulan, bukan main-main itu waktu
yang sangat lama jika saja ada film drama mungkin aku bisa
menyelesaikannya.
Tidak ada badai tidak ada hujan mungkin ini kata-kata
yang tepat saat tiga bulan lalu meski sedang diluar angkasa.
Tiba-tiba ada pesawat dengan besarnya sama dengan yang aku

47
Daus Net

tumpangi, tidak tahu itu pesawat siapa. Komandan menyuruh


kami bersiaga besiap-siap untuk kemungkinan terburuk.
Namun, semua pikiran negatif itu hilang ketika dua orang
pemuda menemui komandan, mereka saling salam berpelukkan
seperti sahabat yang sudah tak berjumpa dalam kurun waktu
yang lama.
Dua pemuda itu tanpa ragu membawa berbagai perlatan
canggih, mereka akan memperbaikki kerusakkan pesawat.
“Hoo, komandan sepertinya sudah selesai, kami tidak
terlalu banyak membatu beberapa bagian sepertinya telah
diperbaikki.” Salah satu pemuda dengan rambut rapi berpoleskan
pomande berkata.
“Berapa lami kira-kira kami bisa sampai kebulan?” tanya
komandan.
Salah seorang pemuda lainnya, mengatakan dalam isarat
jari.
“Tujuh bulan?” kata komandan setelah melihat isarat itu.
Komandan membasuh keringat dikeningnya.
“Bagaimana jika kali ikut kami saja?” pemuda satunya tadi
berkata.
“Ah, iya kurasa itu ide bagus”, kata komandan menyetujui.
Kami semua disuruh untuk membersihkan semua
perlengkapan membawanya ke kapal dua pemuda itu. Setelah
semua selesai, ada empat puluh orang yang naik ke kapal itu
sisanya tetap dikapal kami sebelumnya untuk mengatarkan
hingga sampai ke Bulan.
Semua itu telah berlalu, sekarang aku sudah sampai di
markas militer utama di Bulan. Bentuknya mengagumkan
luasnya tak terkira. Dari atas pesawat tadi terlihat setegah dari
bulan telah dibangun berbagai gedung-gedung besar. Namun,
ada yang tampak mengerikan terlihat ketika kami memutari
Bulan untuk mencari tempat pendaratan.

48
Ozon

Sebelumnya kami akan mendarat di pangkalan utama


namun, sekumpulan logam yang disusun rapi itu kandas hanya
ada kawah besar yang tampak di mataku. Setelah dikonfirmasi
ternyata ada sesuatu yang menabrak pangkalan utama, tidak
tahu benda apa yang menabrak itu yang jelas itu bukanlah
benda angkasa.
Akhirnya diputuskan kami akan mendarat di pangkalan
timur. Di atas pesawat aku melihat pemandangan yang sangat
mewah sekali, tidak seperti tempat-tempat sebelumnya yang
hanya berhiasakan satu warna, suram. Tapi, tidak dengan
tempat ini, dari sebelah kiri terlihat bagunan menjulang tinggi
berlapis emas, ada pula gedung-gedung dengan model seperti
gurita raksasa. Yang lebih kerennya lagi ada lapangan olahraga
kubahnya terbuat dari kaca jadi aku bisa melihat apa apa saja
yang ada didalam sana.
Kak Ana menjelaskan bahwa itu adalah tempat bagi
mereka yang tidak pulang selama liburan berlangsung. Untuk
mengatasi hal bosan dan tingkat stress mereka diberi fasilitas
super megah di sini.
Setelah pesawat kami telah sepenuhnya mendarat, kak Ana
mengistruksikan seluruh murid untuk segera menuju tempat
tinggal yang telah disediakkan, segera masuk kamar, berkemas
dan tidur, karena besok latihan keras akan dimulai.
Aku yang telah berkemas terlebih dahulu menawarkan diri
untuk pergi ke kamarku segera. Badanku pegal-pegal, kasur di
pesawat dua pemuda itu sangat tidak nyaman, keras yah meski
aku tidak boleh mengeluh akan hal itu tapi, tetap saja badanku
tidak bisa diam membunyikan tulang-tulang yang kaku.
Ada hal lain lagi yang membuatku tidak nyaman sudah
seminggu ini aku jarang melihat Tia, hanya ada saat makan,
dikelas, dan saat latihan fisik aku melihatnya diluar itu aku
sama sekali tidak mendengar suara napasnya. Kemana anak itu
pergi? Padahal kami baru saja bersama-sama lagi.

49
Daus Net

Aku ingin melepas semua pikiran burukku mungkin Tia


sedang ada urusan penting di suatu tempat, mungkin juga ada
masalah dengan keluarganya. Ah, barusan itu pikiran buruk.
Tidak mau terlalu larut dalam pikiran itu aku memutuskan untuk
segera menikmati kasur super empukku. Aku menghempaskan
tubuhku dan ah, nyaman sekali sudah lima bulan kasur seperti ini
tidak kurasakan. Saking nyamannya mataku langsung tertutup.

50
Ozon

Firuz dan Ken

K upikir seluruh tubuh ini bangun cukup pagi hingga


aku masih bisa bersantai-santai menikmati kopi pagi. Aku
benar-benar kaget, melihat jam yang menunjukan sudah pukul
tujuh lewat tiga puluh lima pagi saat itu adrenalin ku langsung
menelurusi setiap jengkal sel-sel tubuh, dan dalam waktu
lima menit aku selesai bersiap-siap. Sialnya lagi, aku harus
ketinggalan angkutan umum milik militer bulan yang sudah
berangkat empat menit lalu, akhirnya aku harus merogoh uang
jajan hari ini agar bisa sampai ke tempat latihan tepat waktu.
Untungnya taxi yang aku tumpangi sampai lima menit
sebelum kelas pertama dimulai. Hari ini cukup membuatku
kesal, pertama aku tidak tahu kalau hari sudah pagi, kedua aku
uang jajan hari ini habis, ketiga saat di kelas aku sudah tidak
menemukan bangku kosong di depan, jadinya aku terpaksa
duduk di belakang.

51
Daus Net

Untungnya di depanku ada Tia, saat aku datang ialah yang


pertama kali menyapaku. Dan ada dua orang yang sangat aku
ingat siapa itu mereka tempat duduk di sampingku. Dua pemuda
yang menawarkan pesawatnya untuk ditumpangi sekarang
sekelas denganku? What ?
Aku ingin bertanya kepada Tia tapi, tidak sempat karena
pengajar pertama sudah berada didepan kami.
“WELCOME TO THE MOON.”
Aku kaget tidak ada pengajar sebelumnya yang seperti
itu girang tertawa tersenyum, biasanya kami di kelas selalu
dimarakan digalakin, apa aku salah kelas ya?
“Kamu”, pengajar itu menujukku, aku berseru kaget.
Aku berdiri langsung berada diposisi siap.
“Hoo, kamu pasti dibawah bimbingan Komandan Letno
kan?”
Aku menganguk.
“Tidak heran, tidak heran, dia dari dulu orangnya keras
sekali manusia tanpa humor,” pengajar itu mendengedikkan
bahunya sambil tersenyum meremehkan.
“Jangan terlalu kaku nak di sini, kamu boleh tertawa
pada saatnya tertawa tapi, kamu juga harus seruis pada saatnya
serius.”
Aku menganguk
“Yah, baiklah kita akan melaksanakan pembejalaran pagi
ini.”
Cara mengajarnya yang asik membuatku jauh lebih cepat
paham dari pada pengajarku saat masih di Mars, bahkan Tia
mengikuti pelajaran dengan semangat, terkadang ketika ditanya
ia langsung bisa menjawab. Semua asik mengikuti pembelajaran
dari pengajar itu di depan kecuali dua orang di sampingku ini,
pemuda yang kemarin menawarkan tumpangan kini sedang
bermain game entah game apa yang sedang ia mainkan dan
52
Ozon

satunya tidur seperti berada di pantai menikmati alunan ombak.


Sudahlah mungkin mereka memang sudah terlalu hebat untuk
mengikuti kelas ini.
Jam pertama selesai waktunya istirahat dan ya cukup
mengecewakan makanan di sini memang gratis tapi, setiap
sudut dikantinya sangat ramai.
“Ayo Tia, cari tempat lain aku tidak tahan dengan semua
keramaian ini”, aku menarik lengan Tia yang masih mencari
tempat penjual roti.
Lima kantin kami berdua lewati namun, tidak ada satupun
yang sepi, semua ramai dipenuhi orang-orang yang sedang
menyantap berbagai makanan. Aku pun berjalan lagi berharap
menemukan kantin lain, tetapi kantin di sini hanya ada lima dan
Tia perutnya sudah keroncongan. Aku terpaksa pergi kembali
kanti sebelumnya untuk mencari makanan mendengar perut Tia
mengeluarkan alunan musik aku juga ikut-ikutan lapar.
Sebelum sempat kami berdua sampai di kantin, empat mata
kami melihat dua pemuda kemarin sedang masuk ke sebuah
cela yang hanya muat untuk satu orang. Aku dan Tia saling
tatap, “ada apa dengan mereka?” kami berdua memutuskan
untuk membuntuti dua pemuda itu memang tidak ada yang
mencurigakan dari gerak gerik mereka tapi, tetap saja aku
penasaran. Kami berdua masuk ke celah kecil itu setelah mereka
masuk, sempat terkadang ada beberapa bau yang tidak sedap
menusuk hidung kami, hingga akhirnya semua penderitaan itu
selesai.
Ajaib kami berdua tiba di sebuah kantin besar dan luasnya
sama dengan kantin-kantin tadi, tapi yang jadi pembedannya
adalah sepi. Ya di sini sepi sekali, tidak ada orang kecuali dua
pemuda yang sedang menatap kami heran.
“Halo”, Tia menyapa.
“Halo juga”, Salah seorang pemuda itu menjawab.
Aku tidak terlalu memperhatikan kedua pemuda itu
53
Daus Net

sebelumnya sekarang aku baru tau kalau ada bekas sayatan


sedikit di dahi pemuda itu dan pada pemuda satunya itu dia
cukup pendiam, tidak, bahkan aku tidak pernah mendengarnya
bicara.
“Oh iya, kami belum memperkenalkan diri, yah padahal
kita selama tiga bulan berada di pesawat yang sama”, pemuda
dengan sayatan itu menjulurkan tangganya, “Aku Ken tanpa
nama depan”
Aku dan Tia mengenalkan diri.
“Dan dia, hei!”
Pemuda pendiam itu sudah meninggalkan Ken.
“Ah, maafkan dia, ia memang seperti itu, namanya Firuz
Fairuz.”
Kami berdua mengikuti Ken, mengambil makanan di
kantin lalu duduk bersama.
“Ken? Ngomong-ngomong kenapa kanti ini sepi?” aku
bertanya.
“Ah, yah itu karena kantin ini berada di gedung lain”, Ken
menjelaskan.
Aku baru tau setelah Ken menjelaskan bahwa tidak cuma
kami yang berada dipelatihan ini namun, ada lebih dari lima
ratus orang ikut berpartisipasi. Kantin ini kosong dikarenakan
jadwal istirahat bagi murid yang belajar di gedung ini sudah
selesai.
“Dan kenapa kalian sekelas dengan kami?” tanyaku lagi.
“Ah, iya kami dulu juga prajurit di sini, tetapi bukan untuk
mengeskpedisi Bumi, melainkan planet-planet lain. Selama dua
tahun kami berdua menjelajah hingga keluar dari sistem tata
surya untuk mengidentifikasi planet-planet lain”
“Untuk apa?”
“Mencari tempat tinggal baru. Tetapi, yah kami belum
menemukan planet yang berpotensi jadinya atasan menyuruh
54
Ozon

kami kembali dan ikut program ekspedisi ke Bumi. Karena itu


kami diharuskan ikut kelas tingkat tiga bersama kalian.”
Aku dan Tia ber-Ohh panjang.
Selama makan kami banyak berbincang, kecuali Firuz ia
tidak berbicara sedikitpun, hanya makan dan makan sudah tiga
kali ia bolak-balik dari tempat penyedia makanan setiap kali ia
ke sini lagi selalu membawa makanan baru yang lebih banyak.
Lima belas menit lagi jam kedua akan segera dimulai,
aku dan Tia beranjak duluan sedangkan Ken menemani Firuz
makan untuk yang keempat kalinya, “Berapa banyak lambung
yang ia punya?”
Aku dan Tia kembali melewati celah karena hanya itu
satu-satunya jalan tercepat untuk kembali ke gedung sebelah.
Saat dalam perjalanan menuju kelas, entah mengapa Tia
senyum-senyum sendiri. Ia mengoyangkan kepalanya ke kanan
dan ke kiri seperti orang yang sedang mendengarkan musik
kesukaannya. Aku tidak mengerti kenapa ia seperti itu.
“Tia kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” tanyaku
penasaran.
“Eh, hmm yah kamu tau pemuda yang bernama Firuz itu
sikapnya mirip loh dengan kamu dulu”, jawab Tia.
“Eh, kenapa begitu?”
“Sikapnya dingin, tidak suka tempat ramai, suka makan,
selalu menyendiri saat di kantin dan hanya punya satu teman,
itu kamu kan?”
Aku sedikit mengerti tentang apa yang dibicarakan Tia,
ya sikap Firuz itu mirip denganku pasti ada sesuatu yang
membuatnya seperti itu. Mungkin saja masa lalu. Ah, sudahlah
lupakan aku tidak terlalu ingin mengingat apapun itu di masa
lalu.
Sontak aku sadar dari lamunanku dan segera menyusul Tia
yang sudah jauh di depan.

55
Daus Net

56
Ozon

Lumpur

S etelah seminggu kami belajar di kelas, akhirnya hari


yang paling dinanti-nanti oleh mereka yang menyukai latihan
fisik telah tiba, semua datang dengan wajah bersinar sambil
mengenakan seragam tempur. Semua, kecuali aku manusia
yang paling benci dengan latihan fisik, aku datang dengan
ribuan keluhan, ratusan kekecewaan, puluhan rasa malas. Tapi,
mau bagaimana lagi aku harus melewati hal ini agar bisa lanjut
ke tingkat berikutnya kalau tidak aku akan mendapatkan hal
yang sama berulang-ulang.
Lima menit kemudian seorang pengajar datang dengan
pakai tempur lengkap, para peserta lainnya sangat bersemangat
ketika menyorakkan suara. Pengajar kami langsung menyuruh
untuk segera keluar membawa barang-barang yang sudah
diperintahkan seminggu yang lalu.
Aku kira kita akan berlatih di gedung olahraga ternyata
tepat di depan gedung sekolah ada berjejeran mobil-mobil
terbang. Setiap mobil bisa ditempati hingga sepuluh orang dan
57
Daus Net

sudah dibagi tim-timnya. Aku, Tia dan delapan orang lainnya


berada dalam mobil nomor tiga dari depan.
Setelah semua siap, desigan pelan mobil berbunyi dan
langsung berangkat. Mobil yang aku tumpangi ini hampir mirip
dengan punya Ayah dari segi model tapi, kecepatan mobil ini
sangat luar biasa bisa dikatakan mobil ini memiliki laju dua kali
lipat dari mobil-mobil militer lainnya. Yah bisa jadi ini efek dari
gaya gravitasi di Bulan yang hanya 1,62 m/s.
Setelah aku amati, ternyata kita akan pergi ke gedung yang
kubahnya berbentuk setegah bola dan transparan. Dari info
yang aku dapatkan luasnya hampir mencapai 1000 km meter
dan lagi di depan sana terdapat lebih dari satu gedung, ada dua,
tiga, dan ternyata jumlahnya ada tujuh. Wow, banyak sekali, itu
pasti menghabiskan dana yang sangat besar.
Setelah perjalanan tiga puluh menit akhirnya kami sampai
di gedung pertama. Pintunya besar sekali tingginya tiga kali dari
tubuhku. Di atas ada papan hologram bertuliskan, “Lumpur.”.
Aku bertanya dalam hati apa maksud tulisan itu. Belum aku
sempat bertanya pengajar kekar itu langsung menyuruh kami
untuk segera masuk dan tampak dari dalam arenanya penuh
dengan lumpur, tanah becek, dan juga ada hujan tanpa henti
jatuh dari atas.
Kami semua bersiap masing-masing disuruh untuk
berkumpul ke tim tadi saat di mobil. Ah, tidak biasanya aku
akan bekerja dalam tim, tapi, tak mengapa setidaknya aku bisa
mengandalkan kemampuanku.
Setiap tim diperintahkan untuk mengambil nomor urut.
Total dari keseluruhan tim yang ada di sini adalah dua puluh
tim. Berdasarkan instruksi pengajar nantinya kami akan saling
bertanding setiap pertandingan dihadirkan oleh dua tim seseuai
dengan nomor urut mereka. Nomor 1 dengan nomor 11, nomor
2 dengan nomor 3 dan seterusnya. Timku mendapatkan nomor
20 akan bertanding dengan tim nomor sepuluh pertandingan

58
Ozon

terakhir dan di sana ada Ken yang menyapaku sambil


melambaikan tangganya.
Tim nomor 1 dan nomor 11 dipersilahkan bertanding
terlebih dahulu. Kedua tim diberi waktu dua puluh menit untuk
saling menghabisi, terserah untuk menggunakan cara seperti
apa yang penting jangan sampai membunuh, peluru dan pisau
di sini juga sudah diganti dengan karet meski begitu rasanya
akan tetapi sakit jika terkena. Dan murid yang terkena sebanyak
lima peluru atau tiga sayatan pisau atau sudah tidak mampu
bertanding dinyatakan gagal, tim yang menyisakkan pemain
terbanyak akan menang.
Pertandingan dimulai, lihat lah di bawah sana tepat di
dalam arena ternyata Firuz masuk ke tim 1, dia sangat lincah ia
bahkan berhasil melewati tembakan dari dua orang sekaligus.
Melesat seperti ular dan door dua orang langsung menerima
masing-masing lima tembakan dari Firuz. Tidak butuh waktu
lama setelah itu ia segera pindah posisi, melihat salah satu
rekan timnya sedang terkapar karena menerima pukulan telak
di perutnya ia langsung melancarkan tembakkan peringatan.
Satu menit setelah itu door ia berhasil menumbangkan satu
orang. Firuz terus berpindah dari satu posisi ke posisi lain, ia
tidak terlihat lelah sedikit pun mengelilingi setegah lapangan
dan yang luar biasanya lagi ia selalu tau dimana posisi lawan
alhasil, Firuz berhasil mengeluarkan enam orang, dan hanya
dalam sepuluh menit tim nomor 1 berhasil menang telak tanpa
menggugurkan satupun orang.
Pertandingan berikutnya dimulai tidak terlalu buruk
pertandingan mereka, tetapi tidak ada satupun yang bisa
mengalahkan kecepatan tim nomor 1.
Setelah menunggu delapan belas tim bertanding akhirnya
giliran tim nomor 20 yang maju melawat tim nomor 10. Aku
menarik napas panjang mengeluarkkannya secara perlahan dan
lonceng dibunyikan.

59
Daus Net

Kami satu tim langsung memencar keseluruh daerah, aku


dengan langkah yang cepat dalam dua puluh detik sampai di
posisi, ternyata latihan lari yang menyebabkan kakiku bengkak
selama seminggu bermanfaat juga. Aku menunggu hingga
suara langkah kaki yang terdengar semakin mendekat, terasa
telingaku mengerjap-ngerjap suara dan door, aku tersadar
ketika tembakkanku hanya mengenai udara. Itu bukan langkah
kaki, melaikan batu-batu yang dilempar dari jarak jauh. Door
suara lima kali tembakan dari arah kanan, aku segera mendekat,
sepuluh detik kemudian salah seorang dari timku telah keluar.
Aku mencari jejak suara apakah masih ada di sekitar sini,
namun semua perkiraanku salah, aku telah ditipu dengan
mudahnya, lagi-lagi bukan suara langkah kaki yang harusnya
terdengar melainkan hanya batu. Awalnya aku sangat yakin
suara dari arah kanan itu adalah batu dan mencari suara setelah,
tetapi perkiraanku itu merupakan langkah kaki ternyata juga
merupakan batu-batu yang jatuh.
Tersisa satu menit tapi, belum ada satupun orang dari tim
nomor 10 yang keluar sedangkan di tim kami hanya tertinggal
dua orang salah satunya aku dan satunya lagi ia sedang meregang
kesakitan karena menerima tinjuan. Aku berada didekatnya
berharap bisa menjadi pelindung. Tinggal tiga puluh detik lagi
kami masih belum bergerak jadinya tidak ada satupun orang
yang bisa dikalahkan tetapi, setidaknya kami tidak kalah telah.
Begitu pikirku.
Namun, semua itu salah saat waktu sudah mendekati
penghabisan seseorang muncul menyodorkan senapannya dari
jarak yang jauh dan membidik tepat ke arah orang satu timku.
Sebenarnya aku ingin melindungi orang satu timku tapi, di saat
seperti itu aku melihat kesempatan untuk menembak tim lawan
dari sudut yang tidak ia ketahui. Aku langsung mengambil
posisi siap, membidik, jariku sudah tinggal beberapa milimeter
lagi dari pelatuk, dan saat aku siap menembaknya, Ken keluar
dari tempat pesembunyiannya berada dari sudut yang tidak bisa

60
Ozon

aku hindari, mereka berdua kemudian menembak lalu, satu


detik berlalu seluruh anggota tim nomor 20 telah keluar. Kami
kalah telak.
Semua murid dipersilahkan pulang mandi, makan, tidur,
dan bersiap-siap besok pagi akan ada pertandingan lagi di
gedung 2. Semua murid kecuali aku yang dipanggil pengajar
kekar untuk tidak pulang dahulu.
Aku berjalan di belakangnya hingga kami memasukki
ruangan yang berketerangan “Tempat Pertemuan” aku duduk
di salah satu dari sekian banyak kursi berjejer membentuk
lingkaran dan pengajar itu duduk tepat di depanku.
“Ily, kamu tau apa kesalahanmu?” tanya pengajar itu.
“Kesalahanku?” apa kesalahku aku tidak tau memangnya
tadi aku berbuat apa? “Apa karena tidak menang?” tanyaku
ragu-ragu.
“Huh, menang dan kalah itu bukanlah masalah dari
pertandingan ini, aku akan bertanya lagi, kenapa kamu langsung
mengambil posisi siap untuk menyerang tadi?” tanyanya dengan
suara menggelegar.
“Eh, itu karena saya melihat peluang untuk mengeluarkan
tim lawan pak” kataku terbata-bata.
“Huuh, lagi-lagi kamu berpikir tentang menang dan kalah.
Hanya karena untuk menang kamu rela mengobarkan teman
satu tim mu?”
Aku terdiam, aku tak tau harus menjawab apa.
“Dengar Ily, jika saja kamu melindungi teman setim tadi saat
pertandingan berakhir kalian masih menyisakkan satu orang”,
kata pengajar itu pelan, “TAPI, KARENA KAMU EGOIS
HANYA MEMIKIRKAN MENANG DAN KALAH KAMU
MENGORBANKAN SEMUANYA”, kata-kata pengajar itu
menggelegar bagai kilat yang menyambar ruanggan ini.
Aku lagi-lagi terdiam.

61
Daus Net

“Ily, aku ingin bertanya kepadamu berapa banyak nyawa


seseorang yang telah kau selamatkan dan berapa banyak nyawa
yang telah kau korbankan karena keegoisanmu?”
Aku terdiam, kali ini seluruh tubuhku mematung mengingat
kejadian dua tahun lalu, saat aku tidak bisa menyelamatkan ibu
dari anak itu. Ya, kejadian itu karena aku terlalu egois hanya
ingin menyelamatkan diri sendiri, terlalu lama berdiam, aku
tidak terlalu memikirkan hal itu bahkan kenang-kenangan itu
sudah aku lupakkan. Aku bahkan lupa tujuanku berlatih di sini
agark aku bisa menyelamatkan banyak orang. Aku terdiam
goresan lama terbuka membuat seluruh tubuhku kaku tanpa
bisa membela sedikitpun, pengajar itu benar semua karena aku
hanya memikirkan diri sendiri.
“Maaf pak”, kataku pelan.
“Hh, sudah kembali ketempatmu belajarlah dari hari ini,
jangan pernah lupakan kejadian-kejadian yang menyakitkan di
masa lalu ia akan menjadi pedang yang sangat kuat jika kamu
mampu menggunkannya Ily.”
Aku berangkat dari tempat dudukku melangkah keluar
ruangan kemudian menuju tempat sebelumnya. Saat aku sampai,
ternyata ke sembilan anggota timku masih berada di sana.
“Kenapa kalian ada di sini?” tanyaku dengan nanda heran.
“Huh, tentu saja kami menunggumu”, seorang yang
menjawab adalah ia yang sempat aku korbankan tadi namanya
kalau tidak salah Tri Tria.
“Terima kasih dan maaf untuk tadi.”
“Ah, jangan terlalu dipikirkan itu hanya pertandingan,
besok kita harus menang”, Tri menyorakkannya dengan
semangat.
“Ayo kita pulang”. kata Tia.
Perasaan apa ini aneh, seperti berendam dalam kehangatan.

62
Ozon

Lautan

P agi-pagi sekali aku bangun saat alaram jam digital di


meja belajar membunyikan dentingannya. Jam digital yang
pernah Ayah berikan kepadaku tepat sebelum aku pergi belajar
di sekolah militer ini. Jam digital itu pernah popular sekali
pada masanya, ketika itu aku ingin sekali membelinya namun,
melihat uang Ayah yang dulu semakin hari semakin sedikit aku
jadi tidak tega memintanya. Akhirnya aku menabung sekian
lama. Lama sekali hingga saat jam digital itu ingin aku beli
ternyata sudah tidak diproduksi lagi.
Saat itu usiaku sepuluh tahun sangat menyedihkan bagi
seorang anak seumuranku tidak mendapakan barang yang
ia inginkan. Ayahku yang melihat hal itu mulai bekerja keras
entah apa yang ia lakukan. Beberapa hari ayah saat ia pulang
larut malam aku melihatnya menulis. Banyak tulisan-tulisannya
yang gagal dibuang, dilempar, dan dibakar. Hanya hitungan
jari tulisan-tulisan itu dikirim ke pos kota. Aku yang semakin
penasaran apa itu bertanya kepada ayah.
“Ayah, tulisan-tulisan apa yang kau kirim?”
63
Daus Net

“Nanti kamu akan tahu Ily”, ujarnya


Berbulan-bulan menunggu tapi, tak ada satupun balasan
dari tulisan Ayah. Mungkin karena saat itu Ayah masih
menggunakan kertas. Tidak ada alat moderen di rumah kami
hanya alat-alat konvesional yang dipakai orang-orang jaman
dahulu. Orang tuaku bukan berasal dari keluarga yang kaya raya
bahkan untuk sekolahku saja mereka masih harus meminjam
uang kepada tetangga lain.
Tidak mudah hidup sebagai orang yang tidak punya apa-
apa di zaman serba moderen. Sebenarnya jika Ayah saat itu punya
telpon pintar mungkin ia bisa menerima beberapa pinjaman
uang tetapi, karena keluarga kami masih menggunakan uang
kertas tidak ada yang bisa dibantu para tentanga yang sudah
menggunakan uang digital.
Hidup kami kemudian berubah 180 derajat sejak ayah
menerima sebuah surat yang diantarakan oleh tukang pos. Surat
itu berisi membahas tulisan-tulisan ilmiah ayah yang sudah lama
ia rancang. Saat ayah selesai membaca surat itu, ia berteriak
kegirangan aku dan ibu saling tatap tak mengerti.
“Ada apa ayah?” tanya ibuku.
“Bu, Ily ayah akan dipekerjakan sebagai peneliti di
BATNI.”
BATNI atau Badan Tenaga Nuklir Fusi International, aku tahu itu
pernah sekali-kali aku mencari dikoran tentang penelitian di BATNI. Juga
saat diperpustakaan aku membaca sejarah BATNI sudah ada sejak Bumi
masih bisa dihuni manusia. Sebelum BATNI namanya adalah BATAN.
Sejak ayah menjadi peneliti di sana seluruh kebutuhan keluarga kami
tercukupi bahkan lebih. Satu tahun berlalu tepat saat ulang tahunku Ayah
membelikan sebuah teleskop bintang yang harganya setara jumlah tiga tahun
uang jajanku saat itu.
Aku tidak mengerti hingga sekarang kenapa Ayahku baru memberikan
jam ditigital ini saat aku sudah berusia lima belas tahun. Yah, tidak terlalu
aku pikirkan sih yang penting hadiah ini merupakan yang paling berharga

64
Ozon

bagiku, kemanapun aku pergi jam digital ini selalu aku bawa.
Setelah merasa seluruh tubuhku bagun, aku mengambil jam digitalku
yang menunjukan pukul lima pagi kurang lima menit, masih sangat awal
untuku beraktifitas. Aku putuskan untuk mengambil beberapa buku yang
diberikan oleh kak Ana. Yang paling aku suka buku novel yang bercerita
tentang penyelamatan bumi saking sukanya aku sudah lebih dari dua kali
aku membacanya.
Tidak terbiasa dengan bagun pagi, tubuhku jadi lebih malas
untuk bergerak. Sudah jam lima lewat empat puluh empat tapi,
kakiku masih saja sulit untuk diperintah. Sangat enak baring di
kasur super empuk yang berada dalam kamar.
Aku keluar dari kamar dalam keadaan yang sangat tidak
semangat mataku terkatung-katung melihat pintu terbuka di
sana ada satu toilet dan cermin. Kepalaku menghadap cermin
lebar itu menampikan mataku yang setegah terbuka dan rambut
yang seperti terkena setruman listrik.
Setelah mandi rasanya segar sekali rambutku yang
sebelumnya bertakkan kini telah kembali tergerai ke bawah
seperti aliran air sungai yang pernah aku lihat di internet. Tidak
ada sungai di Bulan ataupun di Mars, hanya kawah-kawah
kemantian.
Semua telah selesai, pakaianku sudah rapi rambutku tidak
lagi membentuk cabang dan sekarang waktunya berangkat.
Pukul enam lewat lima belas menit aku sudah berada di hatle
menunggu kendaraan yang saat hari pertama meninggalkanku,
membuat semua uang jajanku habis. Halte di pagi ini lengang
tidak ada orang berjalan-jalan, baru satu dua taxi yang lewat
saling berlawanan arah. Mobil-mobil terbang juga sekali-kali
lewat. Dari arah kiri terlihat seorang wanita yang sedang berlari
membawa tasnya. Hanya butuh dua puluh detik ia sudah berada
di depanku dengan napas naik-turun.
“Ily kamu juga ketinggalan angkutan umum militer?” ujar
Tia dengan napas yang masih tidak teratur.

65
Daus Net

“Tidak, angkutannya saja belum datang.”


“Heh? Benarkah?”
Aku menganguk.
Tia melampiaskan ke kesalannya dengan membuat
kebohongan. Ia berkata kalau ia sengaja datang lebih awal tanpa
menyebutkan alasan. Wajahnya saat berbohong terlalu terlihat,
sekarang saja ia sedang memutarkan bola matanya ke arah lain.
Pukul setengah delapan lewat satu menit angkutan yang
kami tunggu akhirnya datang juga. Desingan mesin yang
tidak terndengar hingga keluar mulai menyala perlahan. Alat
pendorong gaya gravitasi perlahan membuat angkutan naik,
sedetik kemudian jalan sudah bergerak menjauhi kami.
Selalu mengagumkan bagiku saat menaiki kendaraan di
sini meski angkutan ini tidak secepat mobil kami kemarin tapi,
tetap saja hanya butuh waktu sepuluh menit aku dan Tia sudah
berada di depan sekolah. Lima belas menit lebih cepat dari taxi.
Di hari kedua pelatihan kami akan dibawa menuju gedung
berikutnya. Tidak ada kisi-kisi tentang seperti apa medan
pertandingan yang akan kami hadapi hari ini, yang jelas kali ini
aku dan timku tidak akan kalah.
Hari ini oleh pengajar kekar itu kami semua disuruh untuk
menunggu kedatangan mobil di depan sekolah. Sebernarnya
jam masuk di tahap latihan fisik ini satu jam lebih siang dari
tahap latihan otak. Karena itu aku dan Tia terlalu awal, satu
muridpun belum kami jumpai dijam segini.
Lima belas menit begong bersama Tia yang bisa-bisanya
tidur dalam keadaan duduk, untung liurnya tidak menetes
kemana-mana. Tia mulai terbagun ketika satu persatu anggota
tim kami datang. Mereka menyapa kami terlebih dahulu dan
tertawa melihat Tia yang reflek terbagun. Dalam keadaan
setegah tidur dia kira yang membangunkannya pengajar kekar
itu.

66
Ozon

“Ily bagaimana tubuhmu?” tanya Tri.


“Baik-baik saja, terima kasih.”
Sejak kejadian kemarin aku jadi lebih dekat dengan Tri,
yah tidak salah untuk sedikit membuka diri.
Kami semua kemudian berangkat ketika pengajar kekar
itu datang. Ia datang sangat tepat waktu pukul sembilan pagi
seketika itu semua harus masuk ke dalam kendaraan masing-
masing seperti kemarin. Setiap dari kami diberi lima menit
untuk segera masuk, jika telah selesai lima menit tapi, masih
ada yang belum masuk maka akan ditinggal.
“Kami tidak butuh orang lamba.t”
Begitulah katanya sambil berteriak. Rata-rata murid
yang sembari tadi bersantai-santai sekarang menjadi panik.
Untungnya tidak ada satupun dari kami yang ditinggalkan.
Kami sampai di gedung dua bentuknya menyerupai gedung
satu hanya saja tulisan di atasnya beda. Jika yang di gedung satu
adalah lumpur di gedung dua lautan.
“Lautan? Apa maksudnya?” tanya Tia.
“Mungkin saja kita disuruh bertarung dalam air”, jawabku
asal-asalan.
Tia mengaduh resah.
Dan tebakanku hampir benar, saat kami sampai ke dalam
tepat pada lapangnya terdapat sejumlah genangan air mirip
seperti sungai yang aku lihat di internet. Kali ini jauh lebih
menatang dari sebelumnya karena kami harus bisa berenang
sambil bertarung.
Urutan tim kemudian dipilih, lagi-lagi timku dapat
pertandingan terakhir kali ini nomor 10.
Tanpa berlama-lama lagi kami langsung disuruh untuk
pemanasan terlebih dahulu, merengangkan semua otot-otot
yang kaku dan menstabilkan jantung agar siap untuk menerima
tekanan darah yang meninggi saat adrenali sedang kuat-kuatnya.
67
Daus Net

Selesai pemanasan, pertandingan pertama dimulai tim


nomor satu dan tim nomor sebelas. Kali ini tim Ken yang
bertarung pertama kali.
Peluit ditiup tanda pertandingan dimulai.
Seleruh anggota tim saling menyebar bersembunyi di dalam
semak-semak ada yang bahkan menyelam sambil membawa
senjata. Tim nomor satu timnya Ken terlihat sangat tenang dan
sabar mereka sama sekali tidak gegabah. Salah satu dari timnya
membuat gerakan tibuan kali ini dengan melemparkan batu ke
sungai pihak lawan yang mendengar langsung mencari sumber
bunyi. Satu dua orang mendekat hingga sampailah mereka ke
sungai, meski menyadari itu hanya batu mereka tetap waspada.
Namun, kewaspadaan mereka tidak cukup untuk mengahadapi
kesabaran tim nomor satu. Door sepuluh tembakan dilepas dari
arah yang tidak diketahui sangat cepat. Sepersekian detik dua
orang dari tim sebelas telah tumbang.
Dua orang yang melepaskan tembakkan kini kembali ke
posisi awal mereka menghilang bagai bayangan. Bahkan kami
yang di atas menyaksikan pertandingan mereka tidak bisa tahu
dimana posisi para anggota tim nomor satu.
Belum sempat kami menyadari dari arah kiri lapangan
dua orang dari tim sebelas telah tumbang lagi. Woah, mereka
tim nomor satu bertanding tanpa ampun. Aku yang mengamati
dari atas sini jadi dapat mengerti bagaimana koordinasi
mereka, semuanya terlihat kompak seperti sudah direncanakan
dari awal. Lihat bagaimana mungkin ada satu orang dari tim
nomor satu sudah menyusul dua orang dari tim nomor sebelas.
Sambil mengendap-endap dengan sabarnya ia tidak langsung
melepaskan tembakan hingga mereka sampai ke dekat sungai
Door dua orang itu tumbah oleh tembakan dari tiga orang dari
tim nomor satu. Mengerikan taktik yang mereka gunakan terlalu
mengerikan pantas saja timku dengan mudah dikalahkan.
Sudah sepuluh menit pertandingan berlangsung. Total

68
Ozon

sekarang ada lima belas orang yang masih bertahan di medan


pertempuran. Lima orang dari tim nomor sebelah dan sepuluh
orang dari tim nomor satu. Apa apaan ini? tidak ada satupun
dari tim nomor satu yang gugur bahkan hampir gugur saja tidak
ada.
Koordinasi yang sangat sempurna membuat mereka
bergerak tanpa aba-aba hanya dengan suara tembakkan dan
langkah kaki yang membuat mereka bergerak. Koordinasi
terlalu sempurna ini pasti direncakan seseorang. Seseorang
yang memiliki kemampuan untuk melihat sepersekian detik
masa depan, seseorang yang mampu memprediksi segala
kemungkinan dan entah apa dasarnya tapi, aku yakin orang itu
adalah Ken.
Kesempurnaan dari kepemimpinan Ken membuat tim
mereka untuk kedua kali menang telak tanpa membuat satupun
korban jatuh. Luar biasa, napasku bahkan tertahan karena
kehebatan si Ken itu.
Delapan pertandingan lainnya akhrinya selesai. Namun,
tidak ada satupun yang mampu memcahkan rekor kemarin saat
Firuz mengakhiri pertandingan dengan kemenangan telak dan
Ken yang melakukan hal yang sama. Ada apa dengan mereka
berdua? Aku tahu bahwa mereka sudah pernah mengikuti
kelas militer tapi, membuat sebuah koordinasi sempurna tanpa
berkenalan dengan secara mendalam sesama anggota tim itu
sangat luar biasa. Mereka berdua seperti prajurit yang mampu
menggunakan senjata apa saja meski itu pertama kalinya mereka
menggunakannya.
Setelah akhirnya lama menunggu giliran timku tiba.
Sialnya aku harus berhadapan dengan timnya Firuz. Dengan
wajah dingin ia berlari memasukki lapangan berserta timnya.
Aku dan timku juga ikut memasukki lapangan.
Peliut ditiup tanda pertandingan dimulai.
Kali ini kami menggunakan strategi 2-2-2-2-2 dimana

69
Daus Net

setiap spot yang sudah ditentukan akan dijaga oleh dua orang
sekaligus. Berjalar dari kemarin kali ini kami akan saling
melindungi punggung satu tim kami.
Ritme permainan kami sampai sekarang setidaknya lancar.
Belum ada yang mengangu formasi kami, satu dua tembakkan
dilepas tapi, itu belum cukup untuk menghacurkan koordinasi
tim nomor 10.
Tiga menit permainan lapangan ini cukup lengang tidak
ada sahut menyaut tembakan apa lagi langkah kaki. Aku dan Tri
tepat berada dibelakang kolam yang berisi air panas, uap-uap
yang dihasilkan dari pemanasan air membuat tubuh kami secara
tidak sengaja disembunyikan.
Meski gelombang air di sini tenang tidak menandakan
bahwa tidak ada bahaya yang akan mencekram. Tri sejak tadi
memasang kedua matanya memperhatikan sekitar dengan
detail. Aku tahu tidak semudah itu mengalahkan tim Firuz
tetapi, jangan pula remehkan tim kami.
Namun, semua itu salah dalam waktu delapan menit baku
tembak terjadi tanpa bisa dihindari aku dan Tri ikut mengujungi
spot yang dijaga Tia. Saat sedang dalam perjalanan ke sana
aku mendengar tiga suara langkah kaki, pertama kaki ku kedua
kaki Tri, dan yang ketiga langkah kaki ini mencurigakan karena
sangat tenang sekali seperti berjalan di air tanpa menimbulkan
gemerciknya. Sebelumnya aku tidak mendengarkan tapi,
karena aku menyuruh Tri menambah kecepatan langkah kaki
itu perlahan terdengar. Aku mengikuti takti dari tim Ken sabar
menunggu hingga saat yang tepat.
Kesabaranku membuahkan hasil saat sudah hampir sampai
di spot yang dijaga Tia dan satu orang lagi. Aku mulai memancing
orang yang mengikutiku dengan cara memperlambat langkah
kaki, semakin lambat semakin lambat hingga aku berhenti
karena aku sudah yakin posisi orang itu dimana. Dengan cekatan
aku mengarahkan pistolku tepat pada arah orang itu dalam tiga

70
Ozon

detik lima peluruh berhasil diluncurkan dan tepat mengenai


salah satu dari anggota tim nomor 20.
Tidak puas dengan menembak satu orang, aku menyuruh
Tri bersiap-siap hingga sampai ke spot Tia kami berempat
berhasil mengalahkan salah satu orang dari tim nomor 20.
Tapi, kami tetap kalah saat Firuz keluar dari tempat
persembunyiannya hanya butuh waktu lima menit untuk
membuat kami semua keluar dari pertandingan.
“Aku minta maaf seharusnya aku lebih cekatan lagi”
ujarku kepada teman setim.
“Tidak apa apa, akan ada saatnya untuk kita menang” Tri
menyemangati.

71
Daus Net

72
Ozon

Asap

S eluruh tubuhku terasa sakit saat pulang dari pelatihan


dari. Saking lelahnya aku langsung menetap bersama kasur
merasakan nikmatnya berbaring setelah menggerakkan seluruh
tubuh secara paksa.
Jam tidurku jadi tambah awal akibat kecapeaan, padahal
hanya dua puluh menit itupun cuman bekejar sana sini. Sepertinya
terlalu berlebihan jika aku menyebutnya menggerakan seluruh
tubuh. Tapi, kenapa ya rasanya capek sekali untuk hari ini.
Untuk rasa pegalnya sama saja dengan yang kemarin tetapi,
jantungku berdetak lebih kencang saat digedung dua tadi.
Yah, dari pada capek memikirkannya lebih baik aku segera
memejamkan mata tidur hingga seluruh tubuhku baikkan. Dan
satu detik kemudian aku sudah terlelap tidur.
Besok harinya aku bangun lebih awal. Kulihat jam digital
pemberian Ayah menampikan informasi bahwa sekarang masih
pukul empat pagi. Kuputuskan untuk tidur lagi tetapi, mataku

73
Daus Net

sudah tidak mau terpejam. Kuambil novel kemarin yang belum


sempat untuk kuhabiskan membacanya.
Isi novel ini membuatku berntanya-tanya tentang setiap
permasalahan lingkungan yang pernah manusia hadapi dulu
sebelum datang ke Mars. Jika dipikirkan lagi tidakkah lebih baik
menjaga Bumi tetap dalam kondisi yang stabil dari pada harus
pindah planet. Bukankah itu hal yang mudah? Murah? Dan
efisein? Yah, aku juga tidak terlalu mengerti tentang pemikiran
orang-orang dahulu.
Tanpaku sadari ternyata hanya tinggal dua bab lagi
dari novel yang kubaca. Dua bab dari novel itu berhasil aku
selesaikan dalam waktu tiga puluh menit, sepertinya itu waktu
yang terlalu lama untuk membaca dua bab dari sebuah novel
aku mungkin terlalu menghayati setiap katanya.
Novel yang menceritakan tentang permasalah lingkungan
itu membuatku semakin tertarik untuk memperlajari berbagai
macam hal yang berhubungan dengan lingkungan. Dan juga
semakin membuatku penasaran tentang seperti apa Bumi itu?
Sekarang baru pukul empat lewat tiga puluh enam
pagi, belum ada tanda-tanda matahari terbit meski matahari
tidak terlihat terbit di sini. Di Bulan digunakan sistem waktu
international yaitu mengikuti waktu di Mars, terkadang kami
bisa melihat matahari secara langsung. Yang lebih kerennya
lagi saat rotasi bulan ketika bidang permukaan tempat tinggalku
menampilkan Bumi secara langsung tanpa perlu teleskop.
Awalnya aku pikir memang keren ketika bisa melihat
Bumi secara langsung. Namun, tidak ketika aku mengetahui
kenyataan sebenarnya. Saat di bangku sekolah tidak ada satupun
gambar yang menggambarkan kondisi fisik Bumi yang seperti
sekarang. Di buku-buku sekolah hanya menampilkan kondisi
Bumi sedang dalam keadaan baik-baik saja.
Aku hingga sekarang masih memengang foto Bumi
dalam bentuk kertas. Foto itu diberikan oleh guruku sebagai

74
Ozon

hadiah karena bisa menjawab perntanyaannya. Dalam foto itu


ditunjukan Bumi sebagai planet yang hijau karena dipenuhi
pepohonan, lautannya yang terbentang luas memanjang hampir
memenuhi tujuh puluh persen dari dari bumi warna birunya
memanjakan mata. Namun, foto hanya foto bisa dimanipulasi.
Aku bisa berpikir seperti itu karena sekarang aku melihatnya
secara langsung. Bumi tidak ada pohon hijau hanya tanah
gersang yang sering tertutup kabut pekat berwarna abu-
abu, tidak ada lautan biru yang memanjakan mata hanya ada
kumpulan air berwarna kuning kecoklatan. Dan lagi selalu ada
asap yang menutupi hampir keseluruhan Bumi.
Aku prihatin dengan Bumi sekarang dimana di sana
tempat nenek moyang kami lahir tumbuh, berkembang, dan
mati. Sekarang Bumi hanyalah planet yang dimasukkan dalam
kategori sangat tidak layak huni. Semua hal itu disebabkan oleh
manusia itu sendiri.
Berakhir sudah pagiku waktunya melawan gravitasi kasur
yang selalu menarik agar ada yang berada didekatnya. Aku
kembali melihat jam sudah menunjukan puku enam lewat tujuh
pagi. Aku bergegas mandi menyiapkan pakaian, sarapan, dan
berjalan menunju halte.
Sesampai di halte aku melihat Tia yang sudah menunggu,
terlihat rambutnya acak-acakkan.
“Kenapa kamu awal sekali Tia?” tanyaku.
“Yahh, seperti kemarin aku ingin datang awal.”
Mata Tia melirik kanan dan kiri berputar mencegah aku
untuk menatapnya.
Tia lagi-lagi berbohong, ia pasti datang keawalan karena
mengira dirinya sudah telat. Memang wajar bagi seseorang yang
baru tinggal di Bulan beberapa hari akan sering salah melihat
waktu karena matahari di sini tidak sama dengan di Mars.
Tapi, menurutku itu tidak berlaku bagi Tia di Mars saja yang
mataharinya mampu menandakan sebuah waktu tetap tidak

75
Daus Net

membuat Tia sekali saja tidak lupa waktu. Yang beruntung dari
dirinya adalah ia tidak pernah sekalipun telat meski memiliki
kebutaan pada waktu. Kekurangan yang mengagumkan.
Kami berdua menunggu angkutan umum militer. Masih
pukul tujuh lewat dua puluh lima, enam menit lagi angkutan itu
akan sampai.
Di hari ketiga ini kami akan pergi ke gedung tiga, tidak
tahu apa yang menunggu kami di sana. Untuk mencapai gedung
tiga diperlukan jarak yang lebih jauh karena itu hari ini kami
semua diperintahakan untuk datang lebih awal dari sebelumnya.
Setibanya kami di sekolah tidak seperti kemarin kali ini
ada beberapa orang yang menunggu di teras sekolah. Beberapa
mobil juga sudah terparkir rapi di badan jalan sambil menunggu
mobil lainnya para supir dimobil itu berjalan-jalan keluar
menyaksikan pemandangan yang tak kunjung indah.
Kami memang diluar angkasa tidak seperti di Mars angkasa
di sana terhalang oleh atmosfer alami yang sudah ada sejak
dulu. Di Bulan sama sekali tidak ada atmosfer yang menghalagi
pemandangan kami tapi, karena cahaya di permukaan Bulan
terlalu terang menyebabkan mata yang ada di sini tidak mampu
menangkap cahaya bintang. Jika melihat ke atas hanya hamparan
gelap kosong.
Satu-satunya momen terbaik yang pernah aku temui
ketika empat hari lalu sebuah asteroid mengorbit Bumi dan
hampir menghantamnya. Asteroid itu tepat melewati kepalaku
lalu menuju tarikan gaya gravitasi Bumi. Awalnya asteroid itu
mengelilingin Bumi tapi, lama kelamaan dikarenakan kecepatan
yang tidak sesuai dengan jarak membuat asteroid tersebut
terpelanting keluar dari orbit Bumi.
Akhirnya setelah menunggu hingga membuat Tia kembali
tidur seperti kemarin pengajar kekar itu pun datang. Hari
sebelumnya tidak membawa apa-apa tapi, kali ini ada tujuh
kotak penyimpanan yang ia bawa tidak tahu apa isinya. Kami

76
Ozon

pun disuruh untuk membantu memasukkannya ke dalam mobil


perjalanan kami. Hingga semua beres baru kami berangkat.
Perjalanan cukup memakan waktu, lima belas menit lebih
lambat dari perjalanan ke gedung satu dan gedung dua. Setelah
sampai terlihat gedung ini punya ukuran yang sedikit lebih luas
dari dua gedung sebelumnya. Ada tulisan tepat di atas pintu
masuk, tertera di sana “ASAP” asap? Ada apa lagi kali ini,
apakah kami akan bermain dengan asap.
“Ily asap seperti apa yang akan ada di dalam sana”, tanya
Tia.
“Aku tidak tahu Tia”, jawabku pendek.
Setelah kami selesai menaruh barang memakai
perlengkapan yang kali ini ada perbedaan dengan kemarin.
Sekarang kami memakai sebuah masker yang merupakan isi
kotak penyimpanan tadi. Menurut keterangan dari pengajar
masker ini memiliki yang namanya adsorben atau suatu zat yang
berfungsi untuk menyaring udara. Nah sayangnya di sini kami
hanya disediakan satu tabung adsroben yang akan dipasang
di bagian mulut masker. Sebernarnya ada dua hanya kami
diharuskan mencari tabung adsroben yang lainnya di lapangan
jika ingin tetap bisa bertanding.
Kualitas dilapangan di sana sangat berbahaya, banyak zat-
zat berbahaya yang menunggu untuk segera masuk kedalam
tubuh kita.
Latihan di sini sepertinya bertujuan untuk melatih kami
agar bisa bertahan dari kondisi di Bumi dalam keadaan kabut
seperti itu sambil bertarung.
Setelah semua memakai masker kami kemudian disuruh
lagi mengambil nomor urut pertandingan dan kali ini timku
berada di nomor 15, tengah-tengah. Yang lebih menakjubkannya
lagi adalah Ken dan Firuz mendapatkan tim nomor 1 dan nomor
11. Mereka akan bertanding.
Pertandingan pertama akan sangat menegangkan karena
77
Daus Net

akan di lakukan oleh dua tim terkuat.


Kedua tim bersiap-siap masuk kelapangan. Kali ini kami
diberi waktu empat puluh menit untuk satu pertandingan. Dan
hal itu sangat tidak sesuai dengan tabung adsroben yang hanya
bisa bertahan paling maksimal dua puluh menit. Itu artinya kami
memang diharuskan mencari cara untuk tetap bertahan hidup di
sini dan menang.
Peliut pertandingan ditiup, pertandingan pertama dimuali.
Ken dan Firuz menurutku mereka bedua memiliki sikap
bertarung yang saling berlawanan dengan kepribadian mereka
sendiri. Karena kami sangat sulit melihat ke dalam maka dari
itu di ruangan ini terdapan drone yang terhubung dengan
monitor di depanku. Lihatlah monitor super besar itu meski
dengan kumpulan asap yang mengepul tidak membuat mereka
kesulitan dalam mencari target. Terutama Firuz yang terlihat
terus bergerak mencari mangsa sedangkan Ken masih tetap
diam di tempat persembunyianya.
Pertandingan kedua tim ini sangat sengit, beberapa kali
baku tembak terjadi tapi, hingga sekarang masih belum ada
satupun petarung yang gagal.
Firuz bergerak lincah kesana kemarin. Dalam kabut
asap memang menjadi kerugian bagi penglihatannya tapi,
tampaknya dia dan seluruh tim nomor 11 sangat lincah bergerak,
perkiraanku mereka mengandalkan suara. Keletukan batu
terkadang terdengar hingga ke sini mungkin itu yang menjadi
penuntun mereka untuk bergerak.
Berbeda dengan Ken dan tim nomor 1, jika tim nomor
11 diibaratkan sebagai angin yang bisa bergerak lincah kemana-
mana maka tim nomor 1 bisa diibaratkan layaknya air, begitu
tenang membuat sulit bagi tim lawan untuk memprediksi letak
mangsa mereka.
“Wow mereka hebat bisa bergerak dalam kabut setebal
itu”, ujar salah satu teman setimku.

78
Ozon

“Ya begitulah mereka Ren, kedua orang itu sangat


menakjubkan. Mungkin tingkat pendengaran dan analisis
mereka sudah sangat tinggi”, sahut Tri.
Aku dan timku terus berkomentar tentang kemampuan
dari setiap anggota tim nomor 1 dan nomor 11. Entah kami
harus kagum takut atau apalah, yang jelas kemampuan Ken dan
Firuz sangat luar biasa.
Hampir dua puluh menit berlalu, berdasarkan tabung
penyaring udara yang mereka miliki seharunya sudah tidak
dapat digunakan lagi. Namun, aneh kami yang menonton
pertandingan dari monitor sama sekali tidak melihat satu
pun dari kedua tim bergerak mencari tabung penyaring udara
lainnya. Seluruh lapangan hanya terlihat baku tembak.
Apa ini? apa mereka berniat untuk mati?
Aku benar-benar tak habis pikir apa yang terjadi sekarang.
Pengajar kekar itupun sama sekali tidak memberi perintah untuk
berhenti, hanya duduk di atas kursi kayu sambil menikmati
segelas kopi dan siaran pers berita dari Mars.
“Hey, kalian tidak menyadarinya kah?” tanya Ren.
Kami semua langsung menatap wajah serius Ren.
“Tadi, saat pertama kali mereka memasuki pertandingan
aku sempat keheranan karena tidak ada satupun ritme yang
bagus diantara dua tim. Tetapi, seiring berjalan waktu ritme
pertandingan dari kedua tim pun kembali terbentuk”, ujar Ren
serius.
“Ha lalu apa kesimpulanmu?” tanya Tri.
“Bisa dikatakan bahwa mereka sudah punya satu atau dua
tabung pernyaring udara. Mereka mencarinya saat pertandingan
baru dimulai dan setelah ditemukan setiap pemain akan kembali
ke posisi masing-masing. Ini hanya hipotesa dariku tapi,
jawabku inilah yang paling mungkin menjelaskan kejadian ini.”
Aku termenung tidak menangapi penjelasan dari Ren. Jika

79
Daus Net

memang benar hal itu yang terjadi maka penentu kemenangan


adalah siapa terlebih dahulu yang bisa menemukan tabung
penyaring udara.
Dua puluh lima menit pertandingan sudah berlangsung.
Kali ini semakin sengit, dari tim nomor 1 dan nomor 11 masing-
masing dari mereka sudah bertemu satu sama lain kecuali Ken
dan Firuz, tidak tahu kemana mereka pergi. Baku tembakpun
terjadi secara beruntun, kiri kanan belakang depan dimana-
mana suara tembakan terus mendengung.
Satu lawan satu dari pada dibilang pertandingan tim, lebih
cocok disebut pertarungan individu.
Door..door.door
Akhrinya satu persatu petaraung mulai bergururan hingga
hanya menyisakan dua orang itu Firuz dan Ken. Dua pertarung
hebat itu akan bertanding satu sama lain entah bagaimana
pertandingan mereka nanti. Kami masih menunggu sambil
melihat lapangan menjadi lengang setelah dipenuhi baku
tembak.
“Apa yang terjadi dengan mereka berdua?” tanya Tia
cemas.
Tia pasti berpikir jika mereka adalah dua orang yang tidak
mendapatkan tabung penyaring udara. Tapi, rasaku itu sangat
mustahil dan bahkan mungkin mereka masih dapat bertahan
dikondisi udara seperti ini tanpa masker dan alat penyaring
lainnya.

80
Ozon

Asteroid

P ertarungan yang hebat ditampilkan oleh mereka berdua.


Lihatlah, saat Firuz melancarakan strategi untuk menyerang
ken dari belakang. Dengan mudahnya Ken menghindari dan
membuat rencara untuk menyerang Firuz tetapi tembakan yang
dilontarakan Ken hanya mengenai udara kosong.
Setelah pertandigan yang sebentar tadi lapangan kembali
lengang tidak menyisakan satu pun jejak untuk tahu keberadaan
kedua tim dimana.
Sudah tiga puluh dua menit pertandingan berlansung
tetapi, mereka berdua itu masih belum mau gagal. Tidak ada
yang mau mengalah meski ini hanya simulasi pertandingan.
Satu menit berlalu tampak dari monitor Firuz berlari secara
diagonal dengan sekali-kali bersembunyi memastikan keadaan
disekitar. Firuz yang tengah berlari dikejutkan oleh serangan
dadakan dari arah kiri, membuat ia harus menyembunyikan
seluruh tubuhnya.
81
Daus Net

Usaha Firuz sia-sia kini Ken telah mengetahui posisinya


secara pasti. Berbagai tembakan yang dilancarkan Ken sambil
berlari mengelilingi Firuz sebagai pusatnya. Dalam keadaan
seperti itu Ken mampu meningkatkan presisi dan keakuratanya
dengan sangat baik. Firuz tampak kesulitan menghindarai
puluru segala arah dari Ken. Namun, meski begitu lekukan
tubuh Firuz membuatnya mampu mengindari hingga tidak ada
satupun perluru yang tersisa dari senjata Ken.
Keadaan ini sangat menguntungkan dimana Ken kehabisan
perluru dan Firuz tepat berada didekatnya. Firuz juga berpikir
demikian dengan sigap ia mengangat senjatanya menarik
pelatuk melepaskan lima tembakan secara beruntun ke arah
Ken.
Aku sangat kagum melihat pertarungan mereka berdua
tidak ada yang mau menyerah dan masing-masing memiliki
strategi sendiri-sendiri tetapi, dapat memprediksi apa yang akan
dilakukan lawan.
Lihatlah di monitor, Ken tidak begitu saja kehabisan akal.
Demi menghindari peluru dari Firuz ia berlari menyamping
hingga keluar dari jalur peluru, membuatnya tidak terkena
satupun peluru. Luar biasa.
Aku melirik wajah Ken yang terlihat senang saat berhasil
menghindari serangan beruntun itu dan yang membuat aku
dan timku tidak menyangka. Saat Ken berhasil menghindari
tembakan dari Firuz kami pikir ia akan segera terkejut melihat
pelurunya mengenai udara kosong. Tetapi, ia tetap tenang
seperti sudah ditunggu saja kalau Ken akan berlari menyamping.
Dengan sigap Firuz memperbaiki posisi sudut senjatanya dan
mulai membidik Ken yang masih berlari tak jauh dari dirinya.
Tidak hanya mengandalkan lima panca indra namun,
mereka berdua juga mampu mengendalikan emosi mereka
sedemikian rupa. Tidak terkejut meski rencana tersebut sudah
sangat sempurna tetapi, saat dieksekusi malah gagal total.

82
Ozon

Kedua orang ini seperti memiliki cadangan dari cadangan


sebuah rencana. Gagal sekali maka sekali lagi, gagal lagi dicoba
cara lain.
Dari pertandingan mereka berdua aku dapat mempelajari
bahwa kerja sama tim, penggunaan lima panca indra secara
maksimal, kuatnya fisik dan kemampuan menganalisa secara
akurat tidak akan cukup tanpa pengendalian emosi secara
terkontrol. Karena itu saat seseorang memiliki emosi yang
stabil akan mudah bagi mereka untuk berpikir secara matang
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Sudah hampir empat puluh menit tetapi, mereka berdua
masih belum kelihatan akan kalah, malah rasa-rasanya mereka
bisa melakukan pertandingan ini seharian.
Namun, mereka berdua tidak tinggal diam lagi. Mengingat
tipisnya waktu sekarang kedua orang itu saling mendekati
tanpa menyadari satu sama lain. Firuz datang dari arah utara
sedangkan Ken datang dari arah selatan. Mereka berdua sama-
sama berlari menuju titik entah dimana itu yang jelas titik itu
akan mengakhiri pertandingan ini.
“Pertandingan ini sangat seru”, ujar Ren dengan mata
berbinar-binar.
Aku menganguk setuju bukan hanya keren tapi, aku
juga dapat memperlajari bagaimana cara betarung yang baik.
Tinggal hitungan detik lagi mereka berdua akhrinya
bertemu di titik yang telah ditakdirkan. Keduanya sama-sama
membawa satu senjata tersisa, tidak ada lagi senjata lain yang
bisa mereka gunakan.
Sepersekian detik saat seluruh ketegangan menyapa hingga
ke luar lapangan, kedua orang itu melepaskan tembakan.
Door…door.
Dan saat tembakan mereka selesai waktu pertandingan
pun berakhir. Lalu siapa yang menang? Hanya jawaban yang

83
Daus Net

mungkin mengecewakan sekaligus menggagumkan, tidak ada


yang menang lebih tepatnya pertandingan ini seri.
Sesaat mereka telah melepaskan tembakan tidak ada
satupun peluru yang berhasil mengenai mereka. Lalu kemana
peluruh itu? Lima peluru Ken dan lima peluru Firuz saling
bertambrakan terlihat dari efek slow motion yang terlihat dari
monitor.
Pertandingan pertama selesai tanpa membawa nama
kemenangan.
Berikutnya pertandingan kedua untuk tim nomor 2 dan tim
nomor 12 lima menit lagi akan segera dimulai.
BOooommm…
Suara ledakan super besar tiba-tiba mengema di seluruh
Bulan. Itu adalah sesuatu hal yang tidak dapat diprediksi dengan
mata telanjang atau bahkan hanya dengan insting saja.
Suara ledakan itu bersumber dari asteroid yang
menambrakan dirinya ke permukuaan Bulan. Sontak saat itu
kami sangat kaget karena jaraknya gedung tiga dengan lokasi
kejadian sangat dekat. Meski begitu untungya gelombang kejut
dari tumbukan antara asteroid dan permukaan Bulan tidak
membuat gedung tiga ini runtuh seketika.
Kami semua yang terlalu cepat menyimpulkan hal itu
membatu ketika hataman asteroid kedua ketiga dan keempat
secara beruntun berhasil membuat retakan digedung tiga ini,
“Ily, lihat diatas”, kata Tia.
Kami semua mendogakkan kepala kami melihat
sebuah asteroid yang sangat dekat sekali dengan Bulan akan
menabrakkan dirinya dengan kecepatan yang lebih luar biasa
lagi dari asteroid sebelumnya. Tidak ada yang bisa kami
lakukan hanya termenung menunggu detik-detik asteroid
itu akan berhasil membuat kawah besar di Bulan dan akan
mengakitbatkan kehancuran digedung tiga ini.

84
Ozon

“ILY.”
Tia tiba-tiba berteriak kepadaku mengusir lamunan.
“Ada apa Tia?” tanyaku
“Kita harus pergi dari sini.”
“Tapi kan asteroid itu.”
“Sudahlah, ayo kita harus memperingati yang lain.”
Tia mengengam tanganku erat-erat menarikku hingga
kaki-kaki ini mampu bergerak lagi. Aku dan Tia mencoba
menyadarakan yang lain mengajak mereka untuk segera
meninggalkan tempat ini. Namun, hal itu tidak semudah yang
aku pikirkan karena hampir semua dari mereka pasrah menerima
kenyataan.
Dua menit lagi hingga asteroid itu benar-benar menabrak
Bulan. Aku telah melaporkan ini kepada pengajar kekar itu,
dengan sigap ia segera memintaku untuk menagajak yang
lain segera berkumpul di depan gedung karena dirinya akan
menelpon tumpangan kami untuk menjemput lebih awal.
Tepat di atas lapangan bundar pertandingan yang
merupakan tempat untuk menonoton aku dan Tia masih
berusaha untuk mengajak mereka segera berkumpul di depan
gedung tiga. Hanya dua tiga orang yang segera berlarian untuk
menuju bagian depan gedung ini. Sisanya mengeleluh sambil
mengeluarkan pertanyaan, “Apakah dengan begitu kami akan
selamat?”
Aku dan Tia masih belum bisa mengajak mereka yang
tidak mau segera berkumpul di depan gedung.
Tersisa satu menit hingga asteroid besar itu menghantam
permukaan Bulan.
Aku tak tahu cara apalagi untuk membujuk mereka. Aku
hampir menyerah ingin meninggalkan mereka tetap berada
di sana. Tetapi, saat Ken dan Firuz datang yang baru selesai
berganti baju.

85
Daus Net

“Ily, paksa mereka, tarik mereka sekuat tenaga meski


mereka menolak kau harus tetap menyelamatkan mereka” ujar
Ken.
Ken menghentikan seluruh lamunanku, saat ini ia dan
Firuz menarik dua hingga empat orang secara paksa untuk
segera menuju bagian depan gedung awalnya terlihat terpaksa
tapi, lama-kelamaan mereka akan mulai menurut.
Aku dan Tia saling pandang dan mulai menirukan apa yang
dilakukan Ken dan Firuz menarik tanggan mereka secara paksa.
Mereka yang sedang berdiri mudah untuk di tarik tapi, yang
duduk dengan kepala tertunduk sangat sulit untuk dipaksakan.
Saat orang di sini tersisa sedikit mereka yang sulit untuk
diajak keluar hingga asteroid itu menghantam permukaan bulan
mereka langsung panik. Mungkin karena reflek kaki mereka
bergerak tanpa harus dipaksa. Sebelum gelombang kejutnya
datang mengancurkan gedung ini aku, Tia, dan bantuan yang
datang dari Ren dan Tri kami memastikan bahwa tidak ada
siapapun yang tertinggal lagi termasuk karyawan di sini.
Aku kagum dengan Ren dan Tri mereka berdua ternyata
selama ini memperingati karyawan-karyawan yang berkerja di
sini agar segera meninggalkan gedung ini. Mereka berdua lebih
cektan dari pada yang kuduga.
Saat kami memastikan benar-benar bahwa tidak ada yang
tertinggal lagi, gelombang kejut teryata telah sampai di sini.
Mengakibatkan seluruh bagunan di bagian depan menjadi
runtuh sebagian. Kami berempat masih di dalam terjebak
karena pintu keluar sepertinya terhalang sesuatu. Mobil-mobil
penjemput kami satu per satu pergi tanpa menyadari bahwa ada
yang ketinggalan.
“Bagaimana ini?” tanya Tia cemas.
Aku berusaha menenagkan diri menstabilkan emosi
memikirkan segala jalan keluar. Mengerikannyanya lagi asteroid
seperti tadi bukan hanya satu melainkan ada dua. Menurut Tri

86
Ozon

yang kedua jauh lebih kuat dari pada yang pertama, terlihat
bentuknya jauh lebih besar. Kepalaku semakin tak karuan
memikirkan solusi yang tepat.
Kemi semua buntuh seluruh mobil penjemput telah pergi.
Ren masih mencari-cari cara agar bisa keluar dari sini, tapi pun
jika bisa keluar dari sini apakah kami bisa lari dari asteroid itu.
BUUUMMMM….
Asteroid kedua datang, setegah gedung hampir runtuh
untunya kami masih bisa selamat dari bahaya gelombang itu.
Namun, tidak bisa terlalu senang terlebih dahulu karena
permukaan yang menopang kami perlahan retak dan bukan
hanya disekitar kami tetapi, hampir disetiap sudut mengalami
keretekan. Bahanya retakan ini akan mendorong kami tengelam
ke lapisan bahwa bulan.
Kami berempat terduduk tidak tahu apa yang akan kami
lakukan. Hingga Tri berteriak.
“Tolonggggg.”
Aku keheranan mengapa dia berteriak sepeti itu bukankah
sudah tidak ada orang di sini.
“TOLOONGGG.”
Hey, Tia menyusul mengatakannya lebih kuat dari Tri.
Setelah itu mereka berdua saling sahut menyahut meminta
tolong. Aku hanya terdiam membiarkan mereka dan Ren
sepertinya tidak mampu untuk melakukan hal itu, ia masih
terlihat meregang kesakitan karena sempat tertimpa reruntuhan
tadi.
Suara sahut menyahut dari Tia dan Tri berhenti, oksigen
di sini semakin menipis terdapat kebocoran dimana-mana
yang membuat Ren hampir pingsan karena sudah tidak mampu
menarik napas lagi. Udaranya terlalu sedikit Tia dan Tri juga
sudah tampak kelelahan dan napas mereka menderu kuat.
“Oiiiii.”

87
Daus Net

Sontak kami berempat kaget suara itu bukan berasal dari


kami. Aku yang masih bisa mengatur napas berdiri mencari
sumber suara tersebut. Karena lampu digedung ini sudah tidak
bisa dihidupkan lagi aku jadi kesulitan mencari siapa itu.
“Oiii siapa yang ada di sini?’
Suara keduanya semkin terdengar jelas berarti aku semakin
dekat. Kupercepat langkahku tepat di depan sana ada cahaya
bergerak-gerak sepertinya itu lampu senter. Saat aku berusaha
untuk mendekatinya tiba-tiba tubuhku terkapar dipermukaan
tidak bisa digerakkan. Udara di sini sepertinya sudah habis
tidak ada lagi yang bisa aku hirup hingga aku menutup mata.
”Aw”
Terasa ada benjolan dikepalanku ketika aku sentuh ternyata
sakit.
Perlahan aku mulai merasa tubuhku lebih ringan, hidungku
bisa merasakan udara dan aku juga sudah bisa menangkap
cahaya remang-remang.
Dimana ini?
Aku bangun dan melihat tiga temanku terbaring dikasur
yang sama denganku.

88
Ozon

Pengungkapan

R en Renai tepat berada di samping kasurku masih dalam


keadaan tidak sadar diri kakinya juga terlihat diperban. Tia dan
Tri kasur mereka berada di depan kasurku mereka berdua masih
tertidur sepertinya tiga temanku ini tidak apa-apa, untunglah.
Oh iya, aku jadi kepikiran seseuatu siapa yang membawa
kami ke sini?
Dari arah pintu terdengar langkah kaki yang seperitnya
sedang menuju ke sini.
“Ah Ily, kamu sudah bagun ya?”
Ternyata Ken ia menyapaku menanyakan bagaimana
kondisiku saat ini dan juga Ken dan Firuz lah yang telah
membopong kami ke sini.
“Maaf, di sini tidak ada dokter jadi aku dan Firuz hanya
bisa melakukan pertolongan pertama”, ujar Ken.
“Ken, tempat apa ini?”
“Ini? ah, kita sekarang sedang ada bawah permukaan bulan
89
Daus Net

tepat tiga puluh kilometer dari atas.”


“Eh kok bisa?”
“Tenanglah Ily, aku tahu kamu punya banyak pertanyaan
tetapi, sebaiknya kamu istirahat terlebih dahulu. Nanti jika kamu
dan tiga lainnya sudah baikkan kami akan menceritakanmu
sesuatu.”
Apa yang ingin diceritakan Ken? Aku jadi semakin
penasaran.
Jam demi jam berlalu Tia mulai siuman dan saat bangun ia
menjadi panik karena mengingat kalau hari ini masih ada jadwal
sekolah, ingin sekali aku membuatnya tidur kembali. Lalu yang
kedua bangun adalah Tri, aku berterima kasih kepada Tri jika
bukan karena teriakan minta tolonya mungkin kami berempat
tidak akan ditemukan. Dan yang terkahir bangun adalah Ren
semestinya ia sudah bangun dari beberapa jam yang lalu,
berbeda dengan Tia dan Tri yang pingsan Ren itu sebenarnya
tidur. Beberapa kali aku terngagu karena suara ngoroknya yang
begitu berisik.
Karena kami semua sudah bangun Ken menyuruh kami
untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Tak kusangka di
bawah permukaan Bulan ini ternyata ada air mengalir, kata Ken
air itu berasal dari asteroid-asteroid yang menabrak permukaan
Bulan dan kebetulan asteroid tersebut mengandung beberapa
liter air. Air-air tadi masuk ke dalam pori-pori permukaan
dan Ken memanfaatkan air itu, tentu saja airnya tidak secara
langsung dapat digunakan. Air-air yang ada di dalam tanah
terlebih dahulu difilter hingga membentuk air yang bisa
dikonsumsi dan dipakai sehari-hari. Di sini juga air-air itu di-
recyle setiap harinya sehingga bisa digunakan berulang-ulang.
Setelah segar mandi Ken mengajak kami untuk makan
bersama. Dan makanan itu merupakan masakkan dari Firuz.
Eh, aku tidak menyangka pemuda super dingin sedingin kulkas
itu bisa memasak. Masalah makanan sayangnya Ken masih

90
Ozon

belum bisa menemukan cara agar bisa bercocok tanam di sini


makanya Ken dan Firuz sesekali akan keluar dari tempat ini
untuk membeli makanan di luar.
Bicara tentang Firuz ternyata ia punya code name sebagai
prajurti yaitu Zen. code name akan diberikan kepada mereka
yang telah menyelesaikan sekolah tingkat tiga dalam bidang
apapun hal ini diperuntukan agar lebih mudah dalam mengingat
dan juga jika ada musuh dari luar ia akan kesulitan untuk
mencari informasi tentang prajurit itu. Dan ngomong-ngomong
Ken adalah code name ia tidak mau memberi nama aslinya
kepada orang yang baru ia temui. Aku bisa maklumi hal itu dan
tidak terlalu penting juga mengetahui nama aslinya asalkan dia
punya namanya yang bisa digunakan untuk memangilnya itu
sudah cukup.
Karena Firuz belum selesai masak, Ken memutuskan
untuk mengajak kami berkeliling. Markas bawah tanah ini
sangat besat bisa menampun ratusan orang sekaligus. Selain
kamar mandi dan kamar istirahat kami ada juga kamar-kamar
lain yang memiliki fungus berbeda-beda. Ada yang khusus
untuk mendapatkan informasi, rapat, internet, membuat sesuatu,
laboratorium, dan kamar-kamar lainnya. Secara keseluruhan
markas ini terbuat dari material keramik tidak ada kaca di sini
karena kalau pun ada pasti tidak akan berguna. Yang membuatku
bertanya-tanya adalah apa hanya mereka berdua yang tinggal di
sini? Atau mungkin ada anggota lain yang sedang melakukan
misi. Ingin sekali aku bertanya tetapi, sepertinya ini bukan saat
yang tepat karena makanan sudah jadi.
Dalam meja makan yang berbentuk kota ini terdapat
berbagai jenis makanan dari sayur buah daging dan ikan. Eh
tunggu ikan?
“Ken bagaimana kalian bisa mendapatkan ikan di Bulan?
tidak mungkinkan ada sungai mengalir di sini. Bahkan di Mars
saja ikan merupakan bahan makanan yang paling mahal dan

91
Daus Net

langkah”
Belum sempat aku bertanya Ren sudah terlebih dahulu
mencuri garis start dariku.
“Tentu saja kami membelinya. Dan ya tidak ada sungai
yang mengalir begitu saja di Bulan, semua menggunakan
budidaya buatan.”
“Membeli? Dimana?”
“Ehm, ada tempat tertentu yang menjual ikan mentah dan
yah harga sangat mahal dibandingankan dengan daging. Jika
kau pergi ke daerah selatan kau akan menemukan beberapa
penjual ikan di sana”
Setelah selesai Ren membahas ikan kami melanjutkan
makan. Perut Tia sudah sejak tadi mulai mengeluarkan musiknya
ia sangat kelaparan, yah memang aku belum pernah liat Tia
tidak kelaparan. Firuz ternyata ikut makan bersama kami, tetapi
ia punya porsinya sendiri yang tidak boleh digangu. Sepertinya
orang-orang selalu mempunyai selera makan yang berbeda.
Ada yang banyak ada yang sedikit salah satu contohnya yang
sedikit makan adalah Tri ia hanya mengambil setegah piring
gandum, satu ikan dan beberapa sendok kuah hanya dalam lima
menit ia sudah berkata, “Aku sudah kenyang, terima kasih atas
makannya.”
Hey, aku tidak menyangka ada laki-laki yang bisa memasak
seenak ini dan lagi ia adalah tipe orang yang terlalu dingin
untuk memahami selera orang lain. Tapi, kenyataan enaknya
masakkan Firuz tidak bisa kubantah. Ketika aku coba supnya,
wow, luar biasa rasanya tidak bisa hilang padahal hanya satu
sendok, tetapi lidahku sudah sepenuhnya merasa enak, hebat
sekali.
Selain sup ada banyak lagi jenis makanan yang lebih
enak aku sudah mencicipi semuanya satu per satu. Tia dengan
lahapnya mengahbiskan beberapa lauk yang seharunya dibagi-
bagi, tanpa ada rasa menyesal ia meminta lauk yang lain untuk

92
Ozon

memenuhi nafsu makannya. Tapi, aku heran meski dengan


selera makan seperti itu tidak ada tanda-tanda kegemukan pada
tubuh Tia.
“Tia kamu tidak takut gemuk karena banyak makan?”
tanya Ren.
“Ha? Tentu tidak untuk apa aku takut hanya karena gemuk”
Selesai makan kami membantu beres beres meja makan.
Butuh waktu tiga puluh menit dari mulai makan hingga meja
itu benar-benar bersih.
Setelah semua kebutuhan fisik kami dapatkan. Ken lalu
mengajak kami duduk bersama di dekat ruang bersantai, ia akan
menunaikan kata-katanya beberapa jam yang lalu. Tepat berada
diruangan yang dipenuhi lampu ada televisi dan sofa yang muat
untuk lima orang dan satu meja cukup untuk menaruh beberapa
makanan dan minuman.
Karena apa yang ingin Ken ceritakan kepada kami adalah
hal yang serius ia sedikti meredupkan lampu dan mematikan
televisinya. Di ruang santai ini Ken mengusulkan untuk duduk
dibawah tidak menggunakan kursi agar lebih santai saja. Jadi
akhirnya kami berlima duduk membentuk lingkarang.
“Ada apa Ken mengumpulkan kami?” tanya Tri
“Kalian berempat aku ingin menceritakan tentang
kebenaran di sini, tetapi sebelum itu kalian harus membuat janji
denganku”
“Janji apa?”
“Pertama, setelah ceritaku ini selesai kalian harus segera
memutuskan untuk membrontak atau mengikuti kalian akan
tahu maksudnya setelah selesai mendegarkan certia. Kedua,
aku ingin kalian benar-benar memengang janji ini, jika kalian
memilih mengikuti maka aku sangat mohon kepada kalian
jangan bertahu siapapun tentang tempat ini dan tentang kami
semua, aku tidak mengancam aku hanya ingin kalian berjanji”

93
Daus Net

Kami berempat saling tatap, tidak terlau mengerti apa yang


dimaksudkan Ken tapi, karena rasa penasaranku jauh lebih kuat
aku sepakat untuk berjanji dan mendengarkan cerita Ken. Tia,
Tri, dan Ren juga ikut sepakat kemudian.
“Terima kasih, baik aku mulai. Kami bukan dari
sekelompok orang jahat, kami bukan teroris, bukan pembunuh,
bukan penculik, kami hanyalah delapan orang pencinta alam.
Sebuah organisasi tidak resmi dibentuk oleh delapan orang
yang menyatakan bahwa mereka adalah pecinta alam, sudah
tidak terhitung berapa banyak penghargaan yang kami dapatkan
karena berkontribusi dalam menjaga alam di Mars. Namun, itu
semua bagi kami belum cukup seseorang dari delapan orang itu
mengusulkan untuk mengubah tujuan dari menjaga lingkungan
di Mars menjadi penghijauan kembali di Bumi.”
“Delapan orang ini termasuk aku dan Firuz. Sesuai dengan
tujuan kami akhirnya di masa terakhir SMA kami lulus secara
bersamaan dan berjanji akan ikut dalam program ekspedisi
ke Bumi saat itu. Akhirnya kami berdelapan mengikuti tes
kemiliteran dan sangat ajaib kami juga lulus bersamaan.
Sekolah tingkat satu, tingkat dua, dan tingkat tiga berhasil kami
selesaikan.
Sekitar tujuh tahun yang lalu kami resmi menjadi anggota
militer di sini dan akan mulai mengerjakan misi-misi dari atasan.
Sanyangnya kami sedikit terlambat, ekspedisi ke Bumi sudah
dimulai empat bulan yang lalu saat itu kami semua belum lulus
tinggal satu orang yaitu aku. Akhirnya kami menunda terlebih
dahulu tujuan organisasi kami dan mulai mempertimbangkan
misi untuk delapan orang yang ditawarkan kepada kami. Bukan
untuk menghijaukan Bumi melainkan untuk meneliti planet-
planet lain di luar sana yang mungkin ada planet layak huni
seperti Bumi. Saat itu kami sangat antusias sekali bukan hanya
karena misinya melainkan juga kami akan dihadiahkan kapal
angkasa secara cuma-Cuma.”

94
Ozon

“Masa penelitian ini sekitar 1,6 tahun waktu Mars. Kami


semua langsung menyetujui hal itu. Empat bulan sebelum
berangkat kami harus dipastikan sehat terlebih dahulu dan juga
disuruh untuk menyiapkan barang-barang kepeluaran kami
selama 1,6 tahun. Begitu empat bulan berlalu kami semua
berangkat menelurusi berbagai planet itu adalah perjalanan
yang paling menyenangkan bagiku”
Ken mengambil napas sebentar. Menenagkan diri agar
ceritanya tersampaikan secara jelas.
“1,6 tahun berlalu kami kembali ke Bulan dengan wajah
penuh bahagia, dengan polosnya kami memberikan seluruh data
planet-planet yang kami teliti kepada atasan kami. Berharap
bahwa mereka akan segera memutuskan planet mana yang akan
ditempati. Ada ratusan planet yang kami teliti, tetapi kata atasan
kami tidak ada satupun planet kami itu yang dikatagorikan layak
huni. Tentu saja kami semua kecewa karena gagal menemukan
rumah baru. Namun, ada satu orang yang selalu menjadi
penyemangat bagi kami ia berkata Jika hari ini gagal besok
gagal lagi maka yakinlah keberhasilan kita semakin dekat kami
menjadi semnagat seketika itu”
Ken terdiam sebentar sambil mengusap-usap wajahnya.
Kembali menarik napas lalu membuangnya.
“Aku tidak akan mencertikannya secara detail, aku akan
lansung masuk ke akhir. Jadi enam bulan setelah itu kami
mendengar kabar bahwa akan ada keberangkatan peswat ke
planet Rin001 itu adalah planet pertama yang kami temukan.
Kami semua keheranan bukankah planet itu termasuk tidak
layak huni. Kami berusaha berpikir sepositif mungkin, tetapi
berbeda dengan yang salah satu teman kami lakukan. Namanya
Rin Riana ialah yang selalu menjadi penyemangat kami tapi,
dibalik itu semua ia melakukan penyelidikan secara diam-diam
hingga akhrinya ia mendapatkan informasi yang mengerikan.
Informasi itulah yang mengubah kami dari pengikut menjadi

95
Daus Net

pemberontak.
Rin kemudian mengajak kami berkumpul dalam ruang
tertutup dan mulai membicarakan tentang sebuah kebenaran
yang menyakitkan. Aku akan memberitahu kalian tujuan
sebernanya para petinggi di Mars”
Ken izin pergi ke dapur mengambil air dahulu, ia sangat
kehausan.
“Ily, Tia, Tri, dan Ren, tujuan para atasan sebenarnya
hanyalah untuk kekayaan mereka sendiri tanpa memikirkan
orang lain.”

96
Ozon

Memilih

“T ujuan sebenarnya para atasan adalah kekayaan.


Mereka mengeruk, mengebom, mencuri segala kekayaan alam
dari planet-planet lain termasuklah Bumi”
Ha? Aku masih mencerna kata-kata dari Ken.
“Ekspedisi Bumi bukalah program untuk mengembalikan
Bumi seperti sedia kqala tetapi, untuk mengambil sumber daya
alam di sana yang sudah ditinggalkan selama dua abad.”
“Sumber daya alam apa yang mereka inginkan?” tanyaku
“Minyak”
Aku benar-benar tidak habis pikir minyak? Bukankah
kita sudah punya reaktor fusi yang menghasilkan energi lebih
besar dan lebih ramah lingkungan. Lalu kenapa pula mereka
mengambil minyak di Bumi.
“Aku tahu kalian pasti keheranan mengapa mereka harus

97
Daus Net

mengambil minyak padahal sudah ada reaktor fusi. Dengar


reaktor fusi itu memang sumber energi ramah lingkungan
dan tidak terbatas tetapi, apa kalian tahu alat untuk menahan
reaksi fusi yang berfungsi agar energinya tidak sembarangan
mengembus kemana-mana, alat itu harganya triliunan untuk
sekadar pembuatannya belum lagi perwatan dari alat itu. Mereka
ingin menggunakan minyak agar mereka dapat menjual energi
dengan harga yang lebih rendah dengan biaya produksinya yang
juga sangat rendah. Pada akhirnya masyarakat akan memilih
energi lebih murah dan itu juga akan menjadi keuntungan bagi
pemerintah”
Kami berempat baru tau tentang hal itu, hanya saja
aku masih ragu apakah yang diceritakan Ken itu benar atau
hanya bualan saja? Apakah ia mengaja kami untuk menjadi
pemberontak agar ia nanti bisa berkuasa di pemerintahan.
“Ken bagaimana kami bisa menyakini cerita mu itu?”
tanyaku
“Hemm, Ily di organisasi kami terdiri delapan orang yang
memiliki tujuan yang sama tetapi, cara mengapainya berbeda-
beda. Empat dari kami memilih untuk turun kejalan menggatakan
secara langsung kepada masyarakat bahwa pemerintah sedang
membohongi mereka, dan tentu saja teman kami itu sudah
mencari bukti-buktinya. Namun, seketika mendengar hal itu
pihak pemerintah langsung bergerak dan menjatuhui hukuman
mati kepada mereka berempat.”
Hukuman mati? Seharusnya itu hanya untuk penjahat-
penjahat tingkat tinggi yang sudah merugikan ratusan orang.
Tetapi, kejadian empat orang teman Ken itu mereka hanya
menyampaikan pendapat, tidak ada satupun aturan tertulis
yang menyatakan bahwa seseorang yang menyampaikan
pendapatnya akan dihukum mati. Kalaupun pendapatnya
salah maka pemerintah hanya punya hak untuk memberitahu
kebernarnya.

98
Ozon

Aku masih ragu tapi, ada bagian dari diriku untuk


melakukan pemberontakan.
“Ken kami berdua akan memilih memberontak”
Tri dan Ren memilih jalan untuk membrontak mereka
mengatakannya dengan yakin, tetapi aku entah mengapa tidak
terlalu percaya kepada cerita Ken. Tidak, mungkin aku hanya
tidak mengerti cerita Ken. Ah, kepalaku sakit aku tidak tahu
bagian mana dari cerita Ken yang tidak ku mengerti. Aku rasa
selama ini aku diperlakukan dengan baik oleh mereka.
Ruangan beranda lengang menyisakan dua jawaban yang
masih belum terungkap. Hanya tinggal aku dan Tia yang belum
memberikan jawaban akan hal ini. aku tak tahu apa yang
dipikirkan Tia apakah ia akan memberontak atau mengikuti.
Aku masih belum bisa menerima cerita Ken.
Tiga puluh menit menunggu Ken akhirnya memberikan
kami berdua waktu selama tiga hari untuk memikirkan jawaban.
Jika dalam tiga hari kami berdua tetap tidak memberikan
jawaban maka kami dinyatakan mengikuti.
Kami berempat kemudian diantar pulang kembali kerumah
masing-masing. Kami dituntun oleh Firuz yang menunjukan
lorong jalan keluar. Lorong itu berbentuk bulat sepeti pipa
saluran pembuangan air tetapi, yang ini lebih besar. Jumlahnya
juga banyak di atas bulatan lorong itu ada label name yang
terbuat dari kayu setiap lorong memiliki tulisan-tulisan yang
berbeda dan setiap tulisannya mewakili dimana letak ujung
lorong tersebut. Firuz mengantarkan kami hingga masuk ke
dalam salah satu lorong. Ia memimpin dengan membawa senter,
lorongan itu semakin jauh ditelusuri semakin gelap hingga
hanya tersisa cahaya yang berasal dari senter Firuz.
Tiga puluh menit berjalan dalam lorong kami berlima
akhirnya sampai di ujung perjalanan.
“Tempat apa ini?” tanya Tia
Mata kami terbelalak mengetahui di sektiar kami hanya
99
Daus Net

berupa hamparan luas tak ada bagunan yang menjulang tinggi.


“Mungkinkah ini sisi lain dari Bulan yang tidak pernah
ditempati”, ujar Ren.
Aku pernah baca tentang sisi lain dari Bulan tempat kaki
kami sekarang merupakan hamparan luas yang termasuk dalam
zona berbahaya. Para peneliti dulu pernah ingin membangun
proyek penelitian di sini tetapi, karena tempat ini merupakan
tempat yang paling disukai oleh asteroid untuk jatuh mereka
tidak jadi melakukan penelitian di sini.
Dari belakang tampak Firuz keluar dari lorong itu lalu
memberikan kami arah kemana harus pergi. Ia mengangat
tangan kemudian menunjuk ke sebelah kiri kami atau lebih
tepatnya arah timur. Firuz tidak berbicara sama sekali, setelah
memberikan petunjuk ia langsung masuk lagi ke dalam lorong
lalu menghilang menyisakan kami berempat ditengah hamparan
luas ini.
“Hey, kenapa kita bisa bernapas di sini?” tanya Tia.
Ya, aku baru menyadari hal itu ketika Tia bertanya. Aku
memperhatikan sekitar, lalu menyadari bahwa dipermukaan
bulan bagian ini para peneliti sudah membangun atmosfer
buatan.
Kami tidak ingin berlama-lama lagi dari sini kami berajak
menuju arah timur dengan berjalan kaki. Ternyata tidak begitu
jauh dari perkotaan hanya dalam lima menit perjalanan kami
sudah bisa melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Akhirnya setelah dua puluh menit kami sampai
diperbatasan. Saat kami sampai ada peristiwa mengejutkan
mengahpiri kami. Tepat di papan pengumuman pusat kota
tertulis nama kami berempat berserta wajah dengan keterangan
“HILANG”. Para petugas yang berjaga di perbatasan antar
zona kaget melihat kami yang baik-baik saja. Kamipun di suruh
masuk ke camp yang mereka dirikan di dalam sana kami semua
diintrogasi tentang penyebab kembalinya kami.

100
Ozon

“Begini Pak” Ren memulai


“Pada saat gelombang kejut dari tumbukan antara asteroid
dengan permukaan Bulan, terjadi gempang yang hampir
merobohkan gedung tiga tempat kami berlatih. Di dalam
ruangan itu kami berempat terjebak bersama, tidak menemukan
jalan keluar akhirnya saya mencoba pintu belakanag ruangan
dan untunglah tidak terhalang. Namun, kami tidak bisa kembali
ke kota begitu saja karena gempa di sana mulai merontokkan
tanah dan atmosfer di sana pun mengalami kebocoran di mana-
mana. Jadi akhrinya mau tidak mau kami harus menelururi zona
berbahaya itu pak. Selama berjam-jam kami kesulitan dalam
menentukan arah hingga akhirnya kami melihat gedung yang
menjulang itu.”
Para petugas keamanan itu mangut-mangut mendengarkan
cerita kami. Petugas itu terlihat sangat waspada wajah sangarnya
mengambarkan hal itu. Matanya seperti selalu menyelediki
seseuatu memastikan apakah itu kebohongan atau kebenaran.
Tiga puluh detik berlalu petugas itu menghembuskan napas
cukup kuat, lalu ia beranjak pergi meninggalkan kami bertiga.
Setelah lima menit sejak petugas itu pergi, salah satu
petugas lainnya datang menghampiri kami.
“Hay, Ily, Tia, Tri, dan Ren ya?”
Kami berempat menganguk.
“Ikuti aku”
Setelah memeriksa catatan, kami digiring keluar dari camp.
Di luar tampak ada satu mobil yang biasa membawa kami untuk
menuju gedung latihan dan sekarang mobil itu sedang terparkir
tepat dihadapan kami.
“Kalian, biarkan aku yang mengantarkan kalian pulang,
ayo masuk.”
Petugas itu ramah, sekali-kali kami mengobrol dimobil.
Ia meminta kami menceritakan kejadian yang sebelumnya

101
Daus Net

sudah Ren ceritakan. Saking ramahnya ia bahkan membantu


membawakan tas Tia yang terlihat cukup keberatan tapi, entah
mengapa ada keanehan saat ia tersenyum. Aku tidak mengerti
apa yang sedang aku pikirkan ini, berbagai pikiran-pikiran
negatif berdatangan membuat aku sedikit gelisah. Aku tidak
pernah terpikirkan untuk mencurigai petugas ramah itu tetapi,
seluruh tubuhku terasa seperti ada anacaman. Yah, mungkin itu
hanya terlintas sebentar karena tubuhku terlalu lelah.
Lima menit berlalu kami sampai di tempat penginapan
kami.
“Dah, kalian beristirahatlah hubungi orang tua kalian
katakana bahwa kalian baik baik saja.”
Kami berempat menganguk.
“Dan yah satu lagi aku lupa memberitahu namaku.”
Petugas itu lalu menunjukan kartu penduduk portabel
miliknya. Ann Ananis itu nama yang tertera pada kartu.
“Jika kita bertemu lagi panggil saja aku Pak Ann.”
“Terima kasih Pak Ann”, serentak kami berterima kasih.
Tubuhku sudah terasa sangat lelah begitu juga yang lain.
Kami semua naik dan masuk ke kamar masing-masing. Wuh,
ketika tubuhku menyetuh kasur di sini rasanya sudah seperti
di surga. Singkat mataku langsung terpejam masuk ke dalam
dunia mimpi.
Keesokkan harinya aku mendengar kabar kalau latihan
diliburkan karena sedang dalam pembagunan gedung baru.
Menurut kak Ana yang sempat mengujungiku tadi kemungkinan
butuh waktu sekitar satu hingga dua bulan baru kami akan
dilatih lagi.
Dihari berikutnya aku lebih banyak beraktifitas di kamar
karena tidak ada hal lain yang bisa aku kerjakan selain membaca
buku. Namun, aku tidak tenang karena aku memiliki dua hari
untuk membuat sebuah keputusan

102
Ozon

Memberontak atau mengikuti


Aku masih belum menentukan pilihan, entah karena apa
ada banyak hal yang tidak menyakinkan bagiku. Certia dari
Ken juga belum ada buktinya apakah itu benar atau salah.
Apakah aku harus mencari sendiri kebenaran itu? Tapi, dimana?
Memikirkan semua hal itu membuat bacaanku buyar kemana-
mana.
Kututup buku bangun dari tempat duduk lalu melangkah
keluar. Kamar pertama yang aku kunjungi tentu saja kamar Tia,
ia adalah sahabatku ia pasti akan mendengarkan keluh kesahku
saat ini dan kebetulan juga Tia belum menentukan pilihan sama
sepertiku.
Tok..tok..tok
Disekitaran sini lengang tidak ada satupun orang yang
beraktifitas di sini, begitu pula dengan kamar Tia yang dari tiga
menit lalu belum mengizinkanku masuk.
“Tiaa,” panggilku.
Tidak ada jawaban, mungkin saja ia sedang keluar atau
tidur atau ia lupa kalau hari ini libur.
“Ily”
Aku kaget ku kira siapa yang mengetuk bahuku dan
ternyata itu Tri.
“Oh, hai Tri”
“Kamu mencari Tia?”
“Iya”
“Tadi pagi aku melihatnya keluar, kemudian ia menghilang
bersama taxi yang ia tumpangi”
“Eh, kemana dia pergi?”
Tri mengendikkan bahunya tanda tidak tahu.
Sikap Tia ini sedikit aneh jarang-jarang sekali ia bepergian
seperti ini. Aku juga jarang bertemu dan berbicara dengannya

103
Daus Net

saat masih di Mars.


Banyak sekali hal yang tidak aku mengerti sejak ada di
Bulan. Terasa seperti kebahigaanku sepersekian detik ditarik
perlahan-lahan, tidak tahu oleh siapa, yang jelas banyak
kegelisahan memenuhi hari-hariku.
“Oh iya Ily kamu belum memutuskan hal itu?”
Aku tidak menyangka Tri akan bertanya hal itu.
“Belum”
“Kenapa?”
“Aku tidak tahu”
“Ha? Bagaimana mungkin kamu tidak tahu?”
“Yah, aku sendiri bingung harus memilih apa, aku masih
belum yakin yang dicertiakan Ken. Entah benar atau tidak. Aku
ragu dan aku takut jika pilihanku salah”
Eh, aku barusan bercerita? Dan kepada Tri. Aneh tidak
biasanya aku akan terbuka seperti ini selain kepada Tia,
mungkin secara tidak sadar aku telah menerima Tri seperti aku
menerima Tia.

104
Ozon

Keputusan

“Ily kamu mau ada waktu tidak malam ini?”


“Malam ini? tentu ada kenapa?”
“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”
“Kemana?”
“Pokoknya jika kamu ingin mengetahui suatu kebenaran
dari ceritanya Ken aku sarankan untuk ikut aku. Nanti kita
bertemu di hall penginapan, pakai pakaian yang bisa membuatmu
mudah bergerak OK. Tepat jam tujuh malam nanti.”
“Eh? Tapiii.”
Belum selesai kalimatku Tri sudah berlari menuju lantai
bawah.
Aku kembali ke kamar menghempaskan tubuhku ke kasur
105
Daus Net

sambil menikmati kelembutannya. Setidaknya kelembutan


ini bisa membuatku berpikir tenang. Sambil berbaring aku
memikirkan ajakan dari Tri apakah aku harus ikut atau
tidak, tetapi aku sangat ingin mengetahui kebenaran yang
sejak kemarin menganggu pikiranku. Aku rasa aku harus
mempertimbangkannya lagi.
Pukul tujuh kurang dua puluh menit malam kontrakdiksi
antara kekhawatiran dan rasa penasaranku berakhir dimenangkan
oleh rasa penasaranku. Sekarang aku telah berada di lokasi yang
dikatakan Tri sambil mengenakan pakaian olahraga, karena
hanya itu satu-satunya baju yang kupunya agar bisa bergerak
bebas.
Jam-jam segini masih ada beberapa orang yang lalu lalang.
Karena pakaiannya ku yang mencolok tak jarang ada orang
melihatku keheranan. Orang itu pasti berpikir Apa yang ingin
ia lakukan dengan pakaian seperti itu dimalam hari, olahraga?
Huh, diam di sini cukup membuatku malu.
Tepat pukul tujuh malam Tri datang bersama dengan Ren.
“Ily apa yang ingin kamu lakukan dengan pakaian seperti
itu dimalam hari, olahraga?”
Pertanyaan yang keluar dari mulut Ren hampir membuatku
meledak marah, mukaku pasti sedang merah sekarang ahh,
kesalnya aku dengan Ren. Melihat kejadiaan itu bukannya
membelaku Tri malah tertawa.
“Sudah sudah ayo.”
“Emangnya kita mau kemana Tri?”
“Kau akan tahu ketika kita sampai Ily”
Aku mendengus kesal dari tadi siang aku tidak
mendapatkan kepastian kemana kami akan pergi, apa yang akan
kami lakukan. Jika saja rasa penasaraku tidak menang aku pasti
sudah berbaring di kasur sambil membaca buku.
Kami bertiga berjalan menuju halte, di bawah langit yang

106
Ozon

sudah menengelamkan cahaya buatannya. Perlahan satu per satu


gedung mematikan lampu menandakan aktifitas mereka sudah
selesai dan akan dilajutkan instirahat agar bisa mengulangi hal
yang sama di hari esok. Di malam hari ini kendaraan jauh lebih
banyak saat pagi hari, aku melihat berbagai mobil terbang yang
melitas cepat tanpa hambatan.
Di hatle Ren terlihat sibuk membongkar tasnya seperti
mencari benda yang hilang.
“Ada yang ketinggalan Ren?” tanya Tri yang duduk di
sampingnya.
“Tidak, aku ingin menyusun peralatan ini agar lebih rapi”
“Biar aku bantu.”
“Terima kasih.”
Mereka berdua kelihatan akrab, senyuman yang dihadirkan
Tri kepada Ren juga lebih bersinar dan begitula pula Ren kepada
Tri. Entah mengapa seketika aku merasa menjadi orang asing di
sini.
Sekitaran halte mulai sepi satu persatu orang naik taxi
pulang kembali ke rumah masing-masing. Berbeda dengan
kami yang sejak tadi duduk di sini tapi, belum ada memangil
taxi atau angkutan lainnya.
“Tri apa yang kita tunggu?”
“Kita menunggu satu orang lagi”
“Siapa?”
“Lihat saja nanti”
Aku lirik jam digital di tangan yang sudah menampilkan
pukul segetah delapan malam. Halte sudah benar-benar sepi
hanya tinggal kami bertiga yang dari tadi diam termenung
melihat runtutan mobil. Sekali-kali Tri dan Ren berbicara dan
terkadang juga tertawa, aku semakin merasa terasingi.
Selang satu menit satu mobil taxi berhenti padahal tidak
ada satupun dari kami yang mengehentikkanya.
107
Daus Net

“Ayo”, ajak Tri.


“Ha? Kok?”
“Ikut saja Ily, nanti akan aku jawab seluruh pertanyaanmu
di dalam”
Aku menurut. Sebelum masuk aku memastikan tidak ada
satupun barang yang tertinggal. Aku baru menyadari kalau
mobil taxi ini berbeda dari pada yang lain. Bentuknya lebih
besar, lebih luas, dan di dalam mobil ini tempat seharusnya
menjadi kursi penumpang kini berubah menjadi meja makan.
Ya, dibelakang supir terdapat dua kursi yang saling hadap dan
didepannya ada satu meja kecil.
“Ily perkenalkan ini Erik, Erik perkenalkan ini Ily.”
Aku berjabat tangga dengan si supir yang dipanggil Erik
oleh Tri.
“Anggota baru?” tanya Erik.
“Bukan ia hanya ingin mengetahui sesuatu.”
Erik ber oh panjang, kemudian ia menghadap ke depan
menancap gas mobil ini sudah berada dalam perjalan.
“Erik ya? Nama yang aneh”, aku terceplos.
“Ya begitulah, itu karena Erik berasal dari Bumi” Ren
menyahut.
Eh? Dari Bumi? Satu kebingugan lagi bertambah di
kepalaku dan Tri hanya tertawa.
“Baiklah Ily demi mengatasi rasa penasaran dalam dirimu
yang sudah memuncak aku akan menceritakan tentang siapa
kami.”
Aku terdiam menyiapkan posisi menyimak.
“Sebelumnya aku minta maaf karena tidak memberitahumu
dari awal, yah hal ini disebabkan karena kami tidak boleh
terang-terangan membicarakan sesuatu tentang kami sedikitpun
di luar. Karena kita sudah ada di dalam jadi kami perkenalkan

108
Ozon

oraganisasi tidak resmi penyelamat lingkungan. Organisasi


kami hanya berbeda nama dan zaman dari organisasi yang
diceritakan Ken tapi, memiliki tujuan yang sama”
“Organisasi penyelamat lingkungan yang digagas oleh
sembilan orang dan tiga dari sembilan orang itu adalah aku,
Ren, dan Erik. Baik aku akan menjawab pertanyaanmu yang
pertama kemana kita akan pergi? Saat ini kita sedang menuju
gedung utama yang letaknya ada di tengah kota. Yang kedua
apa tujuan kita? di sana kita akan mengali informasi sebisa kita,
sebernarnya kami juga ragu akan informasi yang mengatakan
bahwa pemerintah mempunyai rencana untuk menguasi
sumber daya alam di setiap planet dan memperkaya diri mereka
sendiri tetapi, kami akan terus menggali isu-isu yang ada
untuk memastikan kebenarannya. Yang ketiga apa maksudnya
Erik berasal dari Bumi? Hal ini tentu diketahui orang banyak
bahwa hingga sekarang belum ada tim eskpedisi Bumi yang
bisa mencapai permukaan tetapi, itu salah, pemerintah hanya
menyembunyikan dua pesawat yang berhasil menginjak
hingga permukaan dan salah satu dari pesawat itu dimasukki
oleh Erik jadilah ia sekarang di sini. Yang keempat mungkin
ini pertanyaan yang baru dipikirkan olehmu yaitu kenapa kami
memilih dirimu? kalau soal itu aku tidak punya alasan pasti
hanya berdasarkan insting”
Aku benar-benar terkesan dengan Tri ia bisa mengetahui
apa yang aku pikirkan sekarang.
Sejauh ini aku bisa mengerti tentang tujuan mereka, aku
mulai paham dan saat cerita dari Tri selesai aku jadi semakin
yakin akan informasi mengenai kebenaran itu. Namun, aku
belum puas, aku ingin menemukan sebuah bukti yang bisa
menyakinkanku.
Tiga puluh menit perjalan akhirnya kami sampai di depan
gedung utama. Operasi kali ini hanya dilakukan oleh dua
orang sebenarnya dan tambah aku satu. Organisasi penyelamat

109
Daus Net

lingkungan sudah membuat jadwal operasi yang akan dilakukan


oleh dua orang disetiap harinya. Operasi ini dilakukan secara
bergilir, kecuali Erik yang mendapatkan posisi sebagai supir.
Ia harus mengantarkan anggota tim operasi setiap hari hingga
mereka memberhentikan operasi ini.
Gedung utama meskipun saat malam dijaga ketat oleh
banyak pasukkan keamanan bersenjata. Akan sangat berbahaya
bagi kami masuk tanpa rencana. Tri dan Ren mencoba memeriksa
bagian belakang memeriksa apakah ada celah masuk atau tidak.
Mereka berdua sudah seperti detektif di film-film sedangkan
aku hanya disuruh duduk manis di dalam mobil.
“Tenanglah Ily, jangan terlalu gelisah seperti itu. Jika
kau ingin berguna maka akan ada saatnya. Dunia ini seperti
panggung teater, tidak semua orang akan sekaligus terpilih
menjadi pemain di panggung, akan ada giliran untuk setiap
orang”, ujar Erik.
“Erik bagaimana keadaan Bumi saat kamu masih di sana?”
“Bumi yah, aku tak ingin menceritakannya. Jika kau benar-
benar penasaran sebaiknya melihat secara langsung, akan ada
banyak hal yang menarik di sana.”
Menarik?
“Ily apa kamu tahu saat salah satu pesawat berhasil mendarat
di permukaan Bumi, apa yang mereka lakuakan? Mereka
melihat kami dan membiarkannya begitu saja, tidak menyapa,
mereka dengan ganasnya mengebor mengambil apapun yang
bisa diambil tanpa izin. Begitu selesai mereka langsung pergi
dengan meninggalkan kerusakan di Bumi dan saat itulah aku
berpikir semua orang Mars itu jahat. Aku putuskan untuk pergi
menyusul mereka pada saat pesawat kedua berhasil mendarat,
diam-diam aku masuk ke salah satu kabin bersembunyi hingga
sampai ke Bulan.”
Sebernya ada hal lagi yang ingin diceritakan Erik namun
dari kejauhan Ren dan Tri telah memberikan tanda. Mereka

110
Ozon

memanggil kami untuk segera menyusul ke sana.


Setelah kami berdua sampai Tri dan Ren menjelaskan
situasi yang kami hadapi sekarang.
Memang di bagian belakang gedung ini tidak ada satupun
petugas keamaan bersenjata yang patrol tetapi, ada sekitar
lima puluh unit kamera cctv yang bisa mendeteksi penyusup.
Parahnya lagi cctv itu secara otomatis akan menebakan laser
tanpa tanda peringatan. Malam ini akan menjadi panjang.
“Kita bisa mematikan cctv itu tetapi, aku butuh ruang
kontrol utama atau setidaknya sumber listrik mereka”, ujar Ren.
“Bukankah seharusnya ruang kontrol utama itu ada di
dalam.”
“Ya begitulah Ily.”
“Jadi kita tidak bisa masuk begitu?”
“Entahlah aku tidak tahu, karena itu aku akan mencari
tahu.”
Kami bertiga kemudian berpencar masing-masing harus
memiriksa spot yang telah ditentukan. Erik tetap berada di
dalam mobil agar kami selalu siap melarikan diri jika terjadi
sesuatu.
Aku pergi ke bagian kanan gedung tempat di mana ada
beberapa petugas yang berjaga di sana. Siapa tahu ada sesuatu
yang mungkin menguntungkan. Aku merayap-rayap perlahan
hingga tidak menimbulkan suara. Aku memperhatikan dua
petugas yang ada di lingkup penghilatanku, bukanya bekerja
mereka malah asik bermain telpon pintar masing-masing.
Mungkinkah aku bisa memanfaatkan ketidakwaspadaan
mereka?
Aku harus mempertimbangkan hal ini, tepat di samping
kedua orang itu duduk ada sebuah lorong transparan yang
setelah aku ikuti ternyata lorong itu menuju ke sumber daya
cadangan. Memang bukan utama tapi, setidaknya jika Ren

111
Daus Net

bisa mengedalikan koneksi kecil ini maka malam ini kami bisa
berpesta informasi.
Setelah menuai penuh pertimbangan akhirnya aku pergi
dari sini mejauh sejauh mungkin dari dua petugas itu. Aku ingin
menghubungi Ren dan Tri menyebarkan hasil pengamatankuu
kepada mereka berdua. Tapi, sebelum itu aku harus mencari tepat
dimana suaraku tidak terdengar. Aku harap bisa menemukan
toilet umum di sini.
Hemm toilet?
Tiba-tiba aku mendapatkan ide yang cocok untuk operasi
kali ini.

112
Ozon

Persiapan ke Bumi

“Tri, Ren coba lihat itu”


Aku menunjukan kepada mereka lorong transparan yang
terdapat dibelakang dua petugas bersenjata itu.
“Lorong transparan itu akan mengarah ke sumber daya
cadangan”, ujar Ren.
Kami berada di dekat toilet yang barusan aku termukan. Di
sini kami bertiga menrencanakan operasi untuk meretas sistem
keamanan di sini.
“Apa kalian yakin ingin melakukan ini?” tanya Ren.
“Tentu saja Ren” jawab aku
Ren terlihat ragu-ragu muka airnya menujukan keresahan.
Tapi, mau bagaimana lagi satu-satunya yang memiliki
kemampuan untuk meretas suatu sistem diantara kami bertiga
hanya Ren seorang. Karena itu Renlah yang harus masuk ke
lorong itu.”
Dua tiga kali aku memeriksa kembali keadaan dua petugas

113
Daus Net

itu. Tampaknya mereka memang tidak terlalu waspada menjaga


lorong transparat. Ku fokuskan mataku dan terlihat mereka
masih asik bermain telpon pintar.
Aku rasa ini kesempatan yang baik, tidak ada tanda-tanda
mereka akan melakukan perlawanan setidaknya untuk operasi
kali ini.
Setelah memastikan keadaan cukup aman aku kembali
ke toilet tempat rencana ini akan dimulai. Terlihat Tri telah
menyiapkan segala keperluan untuk Ren yang akan menjadi
pemain utama di malam ini.
“Permisi tuan-tuan”
Aku dan Tri menahan tawa mendengar suara Ren yang
sebegitu mirip dengan wanita, lembut indah nan angun. Air mata
kami keluar melihat tak tahan, tapi kami harus tetap tenang agar
tidak ketahuan. Jika sampai ketahuan bisa-bisa pengorbanan
Ren berdandan seperti wanita akan sia-sia. Ok, baiklah kami
menaha tawa terus akan memperhatikannya dari jauh.
“Iya ada apa nona?”
Tahan Ily, tahan tertawamu
Ah, Ren cantik sekali dengan dandanannya. Lihatlah rambut
paslunya memantulkan cahaya remang-remang berkibas ke
sana kemari. Minyak wangi yang dipakaikan Tri masih tercium
dari sini. Dan lihatlah ketika ia menolehkan kepalanya tampak
putih wajahnya, merah merkah bibirnya, tak heran melihat dua
petugas itu sempat termenung.
“Aku senang melihatnya mau didandan seperti itu, tapi
entah mengapa aku kesal karena ia jadi lebih canti dari pada
aku” komentar Tri.
Ya, aku tahu perasaan Tri. Jika saat ini ada model dunia
mungkin dandanan Ren bisa sedikit menyamainnya.
“Eh, ehmm begini aku ingin meminjam toilet.”
“Huh, bukankah di sana ada?”

114
Ozon

“Ya, tapi aku takut kalau di luar.”


Kedua orang itu sepertinya sedang menimbang-nimbang,
mengambil keputusan yang tepat.
“Baik, tapi ada satu syarat.”
Ren dan kedua petugas itu berbisik, terlihat dari sini reaksi
Ren tampak kacau. Ah, kami tidak dapat mendengar dari sini
apa yang mereka berbincangkan.
“B-Baik”
Wajah Ren tampak memerah, kami khawatir ada sesuatu
yang terjadi kepadanya. Tapi, setelah melihatnya masuk ke
dalam lorong transparan itu kami menjadi tenang. Bersamaan
dengan gerakan lorong itu Ren menghilang entah kemana. Kini
saatnya kami mengamati Ren dari tempat tidak terlihat.
Aku dan Tri bergulir di semak-semak menuju lokasi yang
tidak terlihat agar kami dapat memantau lebih luas lagi.
Dalam sebuah bagunan yang tak terpakai kami tepat berada
di lantai tiganya mengamati setiap gerakkan di sini. Bagunan
ini cukup tua pondasi-pondasinya juga sudah mulai rapuh,
kami harus berhati-hati dalam melangkah. Untungnya tempat
ini ditutup sehingga siapapun yang mencoba akan dimintai izin
terlebih dahulu. Untuk hal itu dengan mudah Ren mengatasinya,
beberapa kode dimasukkan ke portabelnya dan dalam semenit
terbuka.
Dari atas tempat ini terlihat jelas peredaran bintang-bintang
yang selalu berada dalam posisinya setiap malam. Terkadang
nampak planet-planet yang memantulkan cahaya matahari.
Asteroid sekali-kali lewat menyapa kami lalu sekejap hilang.
Semenit lengang tanpa ada kabar dari Ren. Kami membuat
satu sama lain terhubung menggunakan cara klasik, yaitu dengan
alat penerima gelombang radio. Dengan itu kami tidak perlu
terhubung ke internet yang menimbulkan resiko akan ketahuan.
Aku dan Tri juga tidak banyak berbicara hanya duduk

115
Daus Net

diam menunggu kepastian akan Ren.


“Tes, Tes apa ini berfungsi?”
Alat pendegar di telinga kami menerima frekuensi dari
Ren.
“Ren apa itu kamu?” tanya Tri.
“Tri? Ya ini aku.”
“Apa kamu selamat?”
“Ya begitulah.”
“Syukurlah.”
Wajah Tri yang sebelumnya tampak pucat kini telah berisi
darah kembali mengembalikan senyum yang ditunggu-tunggu
nantinya oleh seseorang.
“Kamu telihat khawatir sekali?”
“Iya, karenakan Ren pa.,,”
“Pa?”
“Patner maksudku.”
Aku ber-OH panjang entah otakku yang tidak mengerti
atau dunia ini terlalu baikku kepadaku hingga membuat sesuatu
hal yang sesuatu hal yang sepele tidak ku sadari.
“Apa yang kamu lihat di sana?”
Ren menjelaskan, bahwa saat ia keluar dari toilet terdapat
toilet lainnya. Ketika ia berusaha mencari ruangan sumber daya
cadangan, terdapat berbagai kendaraan super mewah di salah
satu ruangan. Ia pindah lagi ke ruang lain dan menemukan
pesawat ruang angkasa yang bisa menampung enam orang.
Pesawat itu didesain agar mampu terbang dalam kondisi ruang
hampa. Ruang selanjutnya ia menemukan satu komputer yang
ber isi file-file penting. Ia telah berjalan ke tiga ruangan dan
pada saat ingin menuju ruangan keempat tiba-tiba komunikasi
kami terputus.
“Halo, Ren Ren? Apa kamu mendengar?”

116
Ozon

Tidak ada jawaban, apa yang terjadi? Kami mencoba


menghubunginya lagi beberapa kali hingga sepuluh menit
kemudian tetap tidak ada jawaban.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanyaku.
Aku takut bahwa pilihan terbaik dengan resiko terburuk
harus kita pilih.
“Kita tidak punya pilihan”, ujar Tri.
Baiklah sepertinya tidak ada pilihan lain. Kami harus
masuk ke dalam lorong itu menyusul Ren. Setelah merasa siap
kami berangkat dari bangunan ini. Waktu yang kami perlukan
untuk sampai di posisi tadi cukup lama, semoga Ren tidak apa-
apa.
Kami sampai di toilet tadi, lengang tidak ada siapapun
bahkan petugas tadi juga tidak ada. Aku mengecek jam ternyata
sudah pukul satu pagi lewat dua puluh menit mungkin ini terlalu
larut bagi mereka atau bisa saja ada pergantian penjaga. Kalau
begitu itu kabar buruk karena kami harus berhadapan dengan
penjaga baru yang kami tidak tahu wataknya.
Di sampingku Tri tampak pucat, ia berkali-kali menarik
napas panjang lalu mengehebuskannya perlahan ia mencoba
untuk tenang. Aku tidak tahu apakan ini akan berhasil atau
tidak tetapi, kucoba memengang kedua tangan Tri memberikan
kehangatan kepadanya. Tri tampak kaget ia melihatku dan
tersenyum
“Terima kasih.”
Baik, kami harus cepat. Kedua petugas tadi yang sedang
bermain telpon pintar sekarang tidak ada, maka ini kesempatan
kami. Kami mengendap-endap aku tepat berada di depan Tri
yang sedang menjaga bagian belakang kami. Ketika kami
sampai dan hampir ingin menyentuh batas gedung utama itu
tiba-tiba ada yang menarik kami. Jantungku seketika berdetak
cepat. Aku tidak bisa melihat apa orang itu menutupi mataku, aku
tidak tahu kondisi Tri bagaimana. Hingga kami diberhentikan.
117
Daus Net

“Ken? Firuz?”
Seketika ketika mataku bisa melihat cahaya lagi aku
melihat dua pemuda itu berpakaian layaknya militer membawa
beberapa senjata, membawa aku dan Tri menjauh dari gedung
itu.
“Ssttt.”
Ken menyuruh aku untuk diam. Di sampingku terlihat Tri
yang tambah pucat karena dibawa oleh Firuz.
“Sisanya biar kami yang urus, kalian berdua pergilah ke
gedung tua itu.”
Aku dan Tri pasti sedang memiliki pemikiran yang
sama tetapi, melihat mata Ken yang sangat menyakikan aku
menurutinya untuk menjauh dari lokasi.
“Ayo Tri/”
Aku menarik tangan Tri yang masih terduduk diam.
“Pastikan kalian menyelematkannya.” teriak Tri.
Aku yakin kalau dua orang itu punya sebuah hubungan
atau mereka telah membangun pertemanan sejak kecil. Lihatlah
betapa khawatirnya Tri kepada Ren, ia sampai menujukan wajah
penuh harapan.
Teringat sedikit tentang persahabatanku dengan Tia. Aku
tidak begitu mengerti tapi, ada yang terasa berbeda saat ini.
ketika masih di sekoalh yang sama kami berdua sangat akrab
tidak pernah satu haripun kami berpisah. Namun, ketika di sini
aku merasa ada sebuah jarak yang lama kelamaan membesar.
Tentu aku tidak berharap begitu, hanya saat ini aku ingin Tia
juga bersamaku. Saling menghawatirkan.

Kami telah sampai ke bangunan tadi Tri tidak banyak


bicara, ia masih pucat ketakutan.

118
Ozon

Operasi Malam Hari

K ami telah sampai ke bangunan tadi Tri tidak banyak


bicara, ia masih pucat karena ketakutan. Ruangan ini lengang
menyisakan kehingan, Tri terlihat dari tadi berkomat kamit
berharap terus berharap. Sudah lima belas menit berlalu sejak
kami sampai di sini tapi, hingga sekarang belum ada kabar
tentang Ken, Firuz, dan Ren.
Bagunan ini terlihat cukup mengerikan lantai-lantainya
sudah reot, tetapi kalau dipikir-pikir itu cukup menguntungkan
karena kalau ada musuh yang datang dari bawah lantai reot ini
akan membantu kami mengetahui posisi musuh.
Kami tepat di lantai tiga, terdiri dari beberapa ruangan,
aku dan Tri masuk ke dalam ruangan yang berjendela dan tepat
menghadap bagunan utama.
Aku tak tega melihat Tri yang seperti mengurung diri di
pojokan ruangan. Namun, tak ada pula yang bisa aku lakukan.
Jam hampir menunjukan pukul dua belum ada tanda-tanda dari
mereka bertiga.

119
Daus Net

“Tri.” panggilku.
Aku mendekati dirinya yang tidak menoleh. Kupengai
tangganya yang dingin sedingin es, hanya ini yang bisa aku
lakukan memberikan sedikit kehangatan. Setidaknya ini sedikit
membantu.
Krees..kress..kress.
Telingaku tiba-tiba berdengung mendengarkan suara
noise, asal suara itu tepat di alat pendengar yang terhubungan
radio Ren. Ada apa ini? apakah dia selamat?
“Halo, halo.”
Aku mencoba menghubunginya lewat transmitter yang
berada ditempat kami. Tidak ada balasan, tetapi mendengar
bunyi tadi setidaknya ada secercah harapan. Tri pun ikut
mendekat mencoba hal yang sama seperti yang aku coba. Tidak
ada jawaban. Semenit berlalu kami berdua tiba-tiba mendengar
suara yang sama untuk kedua kalinya, kali ini lebih panjangan.
Pasti ada sesuatu.
Lima menit menunggu masih belum ada kabar hingga
kami mendengar suara langkah kaki mendekat. Aku dan Tri
siap dalam posisi bertarung meski tanpa senjata setidaknya
kami pernah belajar seni bela diri. Langkah kaki itu semakin
mendekat, dekat, lalu menghilang. Eh? Hilang. Aku dan Tri
saling pandang suara itu tak lagi terdengar, apa yang terjadi?
Boommm
Suara ledakang dari arah jedalah, bersama dengan itu Ken
dan Firuz datang. Ken membawa Ren yang terlihat terluka di
bagian tangannya dan Firuz membawa dua pasukkan tadi.
“Ren, kau tidak apa?” tanya Tri.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku kepada Ken.
“Nanti akan aku ceritakan sebelum itu tempat ini sudah
tidak aman lagi kita harus pergi dari sini.”
Kami semua kembali ke markasnya Ken dan Firuz.
120
Ozon

Menulusuri lorong itu lagi, kali ini lorong itu lebih gelap
dari pada sebelumnya. Aku bingung kapan mereka membuat
lorong-lorong itu dan sejak kapan ada di bagunan tua yang kami
tinggali tadi. Mereka terlalu hebat dalam membuat startegi,
mengemasinya rapat-rapat hingga yang tahu sekalipun rencana
mereka masih akan sulit untuk melawan.
Lorong yang kami lewati ini jauh lebih panjang dari
sebelumnya, lebih berair yang entah dari mana asalnya. Aku
tidak terlalu ingin banyak bertanya karena bukan kondisi yang
tepat membicarakan hal ini.
Tri membantu Ren berjalan, kaki kirinya tampak dalam
kondisi yang tidak baik, luka lebam ia terima di tangan dan
sekujur tubuhnya. Ken di depan menuntun jalan sedangkan
Firuz ada di belakang sambil bersiap siaga dengan senjata
miliknya. Meski, kami berlima di sini lorong-lorong ini tidak
banyak menerima bunyi hanya sekali-kali kami berbicara itu
pun sekadar bernyatanya keadaan.
Dua puluh menit berjalan kami akhirnya sampai di tempat
dulu kami di selamatkan. Tanpa banyak bertanya Ken langsung
menyuruhku untuk membersihkan diri begitu pula dengan Tri.
Ia masih mendekap bersama Ren yang dari tadi menahan rasa
sakit.
“Bersihkan dulu dirimu Tri, biarkan kami yang akan
menangani lukanya” ujar Ken.
Tri menganguk.
Aku mempersilahkan Tri untuk mandi duluan. Ketika
itu hanya senyum kecil yang ia tampilkan kepadaku. Apa dia
marah? Aku tak mengerti apa aku berbuat salah? Mungkin saja.
Mungkin juga ini karena kondisi Ren. Gara-gara rencanaku Ren
jadi terluka parah.
Tri telah selesai mandi rambut panjangnya yang berkibar
diterangi cahaya lampu membuatnya seperti malaikat belum
lagi kulitnya yang putih, matanya yang membulat, dan gigi yang

121
Daus Net

seperti kelinci. Aku sampai terpikat, baru kali ini aku benar-
benar memperhatikan sosok Tri. Tri kemudian menandatingiku
tersenyum indah sempurna menghapuskan seluruh pikiran
burukku, ia lalu mempersilahkanku mandi.
Setelah mandi aku mendatangi Tri yang duduk di sofa
beranda depan sambil membaca berita di portable miliknya.
“Tri, aku minta maaf.”
Tri memandangku keheranan.
“Maaf karena apa?”
“Gara-gara rencanaku Ren jadi terluka.”
Tri memandangku dalam dengan mata bulatnya ia
ternyesum.
“Tidak Ily, itu bukan salahmu.”
Tri memelukku.
“Itu bukan salahmu Ily, ingatkan kalau kita pergi bersama,
lagi pula akulah yang mengajakmu pergi semua ada resiko dari
setiap apa yang akan kita lakukan dan tidak ada rencana yang
sempurna.”
“Itu benar Ily bukan salahmu jika aku terluka”, Ren datang
dengan perban yang ada di kaki kirinya dan beberpa di tubuh
serta kepalanya.
“Ren, bagaimana kondisimu?”
“Aku pernah lebih buruk dari ini.”
Mereka berdua berbincang ringan sambil menikmati teh
hangat yang disiapkan Firuz. Seperti biasanya ketidakbiasaan
masakkan Firuz selalu menjadi penyejuk tersendiri bagi perut.
Aku bertanya-tanya dalam hati apa aku bisa mempunyai teman
seperti Tri atau seperti Firuz dan Ken yang tak pernah terpisah
kemana pun mereka pergi padahal keduanya memiliki sifat
yang sangat berbeda. Kusadari keakraban Tri dan Ren menjadi
tawa bagi mereka berdua seperti dua matahari yang saling
menghangatkan. Tia seharusnya sedang bersamaku saat ini
122
Ozon

seperti dulu dimana aku berada di situ juga Tia ada. Huh
“Ily?”
Tri memangilku memecah lamunan.
“Ya?”
“Ada apa?”
“Tidak, tidak ada apa-apa.”
Ren dan Tri saling pandang lalu mentapku lagi dengan
penuh keheranan.
“Ily, ada yang ingin aku tunjukkan”, Ren mengeluarkan
sesuatu dari tasnya.
“Apa ini?” aku memegang sebuah perangkat keras yang
berasal dari abad ke-21.
Flashdisk! ada banyak sekali yang dicuri Ren terlihat di
tasnya ada bertumpuk-tumpukan Flashdisk.
“Aku ingin memutarnya tapi, sayang aku tidak punya alat
dari abad ke-21”

123
Daus Net

124
Ozon

Bumi

A lat-alat lama yang digunakan mereka saat masih di


Bumi tentu saja akan sulit menemukannya di sini. Bahkan jika
melihat-lihat di toko antik sekalipun tidak ada barang yang
sudah berusia lebih dari dua ratus tahun.
“Mungkin kita bisa membuatnya.”
“Tidak, aku tidak bisa melakukannya susunanya komponen
yang ada di dalam komputer terlalu sulit bagiku. Lagi pula aku
ini lebih ahli di perangkat lunak dari pada perangkat keras.”
Aku mengeluh kecewa, bagaimana bisa kita melihat isi
data yang ada di sini jika tidak ada perangkatnya. Cara seperti
ini memang terbilang klasik tapi, akan sangat sulit jika kita
tidak punya cara untuk membuka file yang ada di dalamnya.
Meskipun Ren telah mencuri dalam jumlah banyak, jika saja
kita bisa kembali ke sana dan mencuri perangkat komputer
miliki mereka. Namun, melihat kejadian tadi sepertinya ide
yang buruk.
“Eh, itu Flashdisk?”
Ken yang tiba-tiba muncul membuat kami kaget, aku
hampir saja menjatuhkan benda kecil ini.

125
Daus Net

“Ah, Ken apa kau punya alat yang bisa untuk membaca
Flashdisk?” tanya Ren.
“Tentu, itu adalah alat abad ke-21 sangat sulit ditemukan
meski mencarinya diseluruh toko antik di Mars. Satu-satunya
cara untuk mendapatkannya hanya dengan mencuri di gedung
utama.”
Eh? Mencuri? Tak kusangka Ken merupakan seorang
pencuri, yah seharusnya aku tidak heran dengan hal itu karena
ia adalah pemberontak di sini.
“Bisa kami meminjam alatmu?”
“Tentu saja.”
Kami bertiga menuju lantai bawah. Oksigen di sini terasa
sangat sedikit untungnya kami terbiasa dengan latihan yang
mengggunakan oksigen jadi kami tidak terkena efek di ruangan
ini. Bisa aku katakana tempat ini adalah ruang bawah tanah
dari bawah tanah. Tempat ini tidak terlalu besar jika dijadikan
kamar hanya muat sekita tujuh orang untuk tidur. Cahaya yang
ada di sini pun remang-remang lampu-lampu terangnya tidak
sempurna.
Di ruangan ini terdapat lima kursi yang salah satunya di isi
oleh Firuz. Wah, Tri sampai kaget. Aku ingin kaget hanya aku
tidak tahu cara kaget itu bagaimana.
Ken lalu menarik sebuah kain putih yang menutupi sesuatu.
Sedetik berlalu Ken menunjukan komputer dari abad ke-21 aku
langsung tahu karena sering melihatnya diinternet tapi, baru kali
ini aku melihatnya langsung. Perangkat yang cukup menarik
ada keyboard yang bukan terbuat dari kaca melainkan plastik
dan terpisah dari otak komputer itu sendiri. Lalu ada layar yang
hanya bisa dijalankan jika ada perangkat pendungkung lainnya.
Jika dibuat filosofi komputer didepanku ini seperti
kehidupan manusia, tidak ada yang bisa hidup sendiri semuanya
harus saling mendukung dengan peran masing-masing.

126
Ozon

Ken kemudian menghidupkan perangkat itu. Berbeda


sekali dengan portabel kami yang transparan praktis dan mudah
dibawa. Perangkat komputer abat ke-21 termasuk benda yang
ribet karena tidak bisa dibawa kemana-mana.
Sistem dalam program perangkat ini tidak jauh beda dengan
portabel milik kami, hanya saja jauh lebih lambat dari pada
portabel masa ini. Butuh waktu lima menit menunggu hingga
perangkat itu baru benar-benar bisa digunakan. Tampilan yang
ada di monitor tidak terlalu berbeda juga dengan portabel masa
kini.
Ren tak sabaran ia langsung mencolokan flashdisk
nya kedalam otak komputer itu. Lagi-lagi harus menunggu
hingga ada tampilan yang berisi file-file berbentuk dokumen,
video dan satu jenis file yang tidak kami ketahui apa itu. Ren
pindah ke flashdisk berikutnya terdapat hal yang sama. Ia lalu
memindahkan seluruh isi flashdisk secara satu persatu. Ren
menghabiskan lebih dari empat jam untuk memindahkan 200
flashdisk yang ia curi. Seketika selesai aku mendengar suara
seperti gemuruh seperti hujan, pikirku itu tidak mungkin mana
ada hujan di Bulan. Hingga kami sadar itu bukan suara hujan
melainkan langkah kaki yang ada di atas.
“Ada apa?” tanya Ren.
“Sepertinya tempat ini sudah diketahui”, ujar Ken.
“Tapi bagaimana bisa?”
“Flashdisk itu sepertinya mereka menaruh alat pelacak
di sana. Firuz segera cek kondisi dan siapakan kapal kita akan
kabur lewat lorong terakhir,”
Firuz dengan sigap membuka portabel miliknya, menekan-
nekan dengan cepat. Lalu tiba-tiba satu lorong yang besar
terbuka di belakang kami.
“Ayo.”
Kami bergegas mengikuti Ken, Ren dengan cepat

127
Daus Net

mengemasi Flashdisk-nya tapi, ia ditahan oleh Firuz yang


dengan segera menghancurkan seluruh Flashdisk dan komputer.
“Heeee, apa yang kau lakukan?” Ren panik.
“Tenang saja Ren data yang sudah kau pindahkan secara
otomatis tersimpan dipenyimpanan ponsel pintar kami”, ujar
Ken.
“Bilang dong dari tadi”, Ren memandang sinis Firuz yang
memasang muka datar. Jika tidak dalam kondisi kejar-kejaran
kejadian itu sudah bisa membuatku tertawa.
Aku, Tri, dan Ken bersama menuju lorong besar itu disusul
Firuz dan Ren yang ada di belakang tidak jauh dari kami. Sesaat
setelah kami masuk ke lorong itu pintunya tertutup menyisakan
gelap. Firuz kemudian mengambil beberapa senter model dulu
yang masih menggunkan baterai. Ia memberikannya ke Ren dan
Ken. Kami membentuk posisi berjaga, Ken menutun ke depan
Firuz menjaga belakang dan Ren diberi tugas memperhatikan
bagian kiri dan kanan.
Sebelumnya aku kira lorong ini cuman mengarah ke satu
titik, tapi setelah berjalan cukup lama ternyata cabang-cabang
lorong di sini tampak lebih banyak dari lorong di atas. Ren pun
berganti tugas dari mengawasi bagian kiri dan kanan kini ia
disuruh itu fokus kepada cabang lorong-lorong itu begitu juga
dengan Tri dan aku meski tidak ada senter Ken menyuruh kami
untuk fokus mendengarkan.
“Kita akan kemana sebenarnya?” tanya Tri.
“Kita akan pergi”, jawab Ken.
“Kemana?”
“Ke Bumi”
Langkahku terhenti mendengar kata, “Ke Bumi”.
“Kita tidak bisa terlalu lama di sini orang-orang dari
pemerintahan itu akan menangkap kita.”
“Tapi kami belum membuat keputusan.”
128
Ozon

“Hanya kamu yang belum Ily.”


“Aku tidak tahu.”
“Aku sangat mengerti kalau kami itu ragu, bukankah kamu
sangat ingin pergi ke Bumi? menyaksikan apa yang ada di sana.
Tapi, kamu ragu karena sekarang tidak ada sahabatmu yang
menemani.”
Aku tertunduk Ken benar jika saat itu Tia bilang ia akan
ikut memberontak aku pasti juga akan mengatakan hal yang
sama. Namun, aku ragu karena Tia tidak mengatakan hal itu
sama sekali.
“Ily, aku tidak ingin menceritakannya kepadamu,
kamu harus melihatnya secara langsung karena itu apapun
keputusanmu kita berlima akan tetap pergi ke Bumi?” ujar Ken.
Aku tidak mengerti lagi apa yang sebenarnya terjadi?
Kebenaran apa lagi yang harus aku ketahui. Tidakkah semua
data yang diambil Ren itu cukup, apa masih ada lagi?
“Ily, tenang saja aku dan Ren tidak akan kemana-mana
tidak akan jauh darimu, intinya kami akan menemanimu hingga
kamu menemukan sesuatu itu.”
Ily memegang kedua tanganku tersenyum lembut. Aku
hanya bisa membalas senyumnya dengan menanguk.

129
Daus Net

130
Ozon

Kebenaran Bumi

P esawat yang akan kami naikki sama dengan pesawat


yang dibawa Ken dulu saat sedang menuju bulan. Pesawat
itu diparkirkan di sebuah lembah terdalam di Bulan. Ken dan
Firuz menyimpannya di sini karena tidak akan ada yang mau
menghabiskan waktunya hanya untuk menelusuri lembah
ini, buang-buang waktu. Selain itu lembah ini tidak memiliki
atmosfer seperti pada tempat umumnya, hanya mereka yang
punya kenekatan tinggi baru bisa menjelajahi lembah ini.
Kami lalu naik, meski dalam keraguan aku tetap
melangkah masuk mengingat orang-orang dibelakang akan
segera menyusul kami. Tanpa berlama-lama lagi Firuz langsung
menghidupkan pesawat. Delapan mesin pesawat serentak
hidup, debu-debu bulan bertebarangan kemana-mana. Sedikit
demi sedikit pesawat terangakat ke atas.
Ternyata lembah ini lebih dalam dari pada yang aku
banyangkan. Ken mengatakan bahwa lembah ini adalah
tempat yang paling serik dijatuhi oleh asteroid. Makanya lama-
kelamaan lembah ini melebar.
Dengan delapan mesin dan enam belas pendorong pesawat

131
Daus Net

terangkat, Firuz mengemudikan kapal secara seimbang agar


tidak menabrak dinding-dinding lembah. Satu menit berlalu
orang-orang tadi telah berhasil masuk ke ruang komputer
tadi, tampak dari sini mereka sepertinya belum mengetahui
keberadaan kami. Namun, seketika mereka tahu ketika Firuz
memaksimalkan kekuatan pendorong pesawat.
Pesawat naik keluar dari lembah dan perlahan
meninggalkan Bulan. Para petugas itu tidak bisa menyusul
tidak ada atmosfer di sini, mereka akan mati jika sepuluh detik
saja keluar dari batasan atmosfer. Dengan ketiadaan udara dan
radiasi dari matahari kami berhasil pergi mejauhi orang-orang
itu yang jumlahnya ratusan.
Namun, perkiraanku salah mereka dengan cepat
mengubungi markas militer dan mengirimi empat pesawat
unutk menyusul kami. Empat pesawat itu lebih kecil dan lebih
cepat dari pesawat yang kami tumpangai.
“Apa yang akan terjadi?” tanya Ren.
“Tenanglah, Firuz merupakan pengemudi yang handal.”
Ken benar, meski pesawat ini sepuluh kali lipat lebih besar
dari empat pesawat yang mengejar kami tapi, Firuz dengan
lincahnya bisa menghancurkan dua pesawat memanfaatkan
asteroid yang lewat. Perhitungannya sangat tepat ia bisa
menebak di mana asteroid itu akan bergerak serta empat
pesawat di belakang kami. Tinggal dua peswat karena duanya
sudah dikalahkan mereka tidak sengan mengeluarkan senjata.
Doorr….Doorr…
Dua tembakan laser dilepas namun, Firuz langsung
menghilang di antara asteroid yang besar di depan kami. Dua
tembakan itu mengores asteroid. Firuz tak mau kalah ia juga
mengeluarkan sejata yang muncul di bagian belakang pesawat.
Door…door….dooor.
Tiga tembakan beruntuk dilepaskan. Hampir mengenai

132
Ozon

salah satu pesawat pengejar kami.


“Senjata itu tidak cukup bagus untuk menembak target
yang bergerak”, ujar Ren.
“Ya itu benar sekali, sayangnya pesawat ini tidak dilengkapi
persenjaataan untuk melawan militer.”
“Jadi apa yang harus kita lakukan?”
Ken mengambil alat komunikasi kapal.
“Firuz, naikkan kecepatan pesawat dan gunakan itu.”
Gunakan? Apanya?
Kecepatan kapal seketika meningkat. Mesin-mesin
berdesing lebih kuat hingga terdengar ditelingaku. Getaran
pesawat semakin lama semakin kencang.
Booom
Terdengar suara ledakan tapi, tidak ada tanda-tanda kapal
meledak. Namun, dari jedela terlihat cahaya yang masuk ke
dalam pesawat.
“Itu Bumi?”
Mataku terbelalak melihat Bumi dari jarak sedekat ini.
Meski aku sering melihatnya melalui teleskop tapi, ini lebih
nyata. Rekflesi dari sinar matahari membuat Bumi terlihat
menawan.
“Tapi, kenapa bisa? Pesawat yang paling cepat saja harus
menempuh lima jam baru sampai ke orbit Bumi”
“Kamu seharusnya tahu Ily tentang hal ini”, Ken tersenyum
kepadaku.
“Jangan-jangan kalian membengkokkan ruang dan waktu.”
Ken menganguk.
Aku tidak bisa berkata-kata lagi ini sangat keren. Seumur
hidup aku mempelajari fisika dan kimia baru pertama kalinya
kedua mata ini melihat kejadian yang benar-benar sesuai dengan
teori yang ada.

133
Daus Net

“Tunggu, dari mana kalian mendapatkan energi sebanyak


ini hingga mampu membengkokkan ruang dan waktu?” tanya
Ren.
“Dalam perjalanan kami mengarungi semesta kami bertemu
banyak sekali benda-benda langit yang mengandung usur
langkah di Mars. Kami pernah hampir kehabisan bahan bakar
dan secara tiba-tiba ada asteroid yang berukuran seperdelapan
bulan mengandung tujuh puluh persen uranium. Dan hingga
sekarang uranium yang kami dapatkan belum pernah kami isi
ulang.”
Aku dan Ren tercengang mengetahui fakta bahwa mereka
menggunakan uranium sebagai sumber energi. Reaktor yang
mengunakan uranium untuk membangkitkan listrik memang
sangat luar biasa, tapi itu beresioko tinggi belum lagi mereka
memasangnya di pesawat mereka yang tidak stabil sama
sekali. Terlebih jika mereka menabrak asteroid, sedikit saja ada
keretakan pada reaktor maka habis sudah. Tidak ada harapan
untuk selamat.
Tapi, dengan kenekatan mereka kami bisa sampai ke Bumi
hanya butuh waktu satu detik. Firuz dengan sigap membawa
kapal menuju atmosfer Bumi.
Masih ada hal yang aku khawatirkan, tentang pesawat-
pesawat yang dulunya tidak bisa sampai ke permukaan. Mereka
tentu memiliki teknologi yang lebih canggih dari pesawat
ini. Aku khawatir bagaimana jika ada sesuatu yang tidak kita
ketahui apa itu tiba-tiba meyerang kapal ini.
Aku melihat Ren dan Tri begitu santai menghadapi
perjalanan ini. Mereka bahkan tidak bergeming sedikit pun.
Pesawat masuk perlahan mulai terjadi gesekan dengan
atmosfer Bumi, kupikir akan panas tapi sepertinya pesawat
ini dilengkapi dengan proteksi yang sangat baik. Percikan-
percikan api memenuhi pesawat tanda-tanda kami sudah masuk
ke dalam Bumi. Semenit berlalu suhu pesawat kembali normal

134
Ozon

kami berhasil melewati lapisan ozon dan masuk menuju dua


belas kilometer dari permukaan.
Kabar burung tentang Bumi ternyata ada benarnya.
Lihatlah seluruh pemadangan di luar pesawat dipenuhi dengan
debu-debu. Sanking tebalnya kami bahkan sulit melihat cahaya
matahari.
“Debu ini telah begitu banyak memakan korban.”
Ken menunduk memberi hormat bagi mereka yang telah
gugus atas misinya. Meskipun ia mengangap pihak militer
sebagai musuhnya tapi, secaraan bersamaan ia menerima para
prajurit itu sebagai teman seperjuangannya.
Ada yang aneh sudah lebih dari lima menit kami berada
lapisan terdekat dengan permukaan Bumi tapi, pesawat tak
kunjung turun ada apa sebenarnya?
“Ken?”
Ken terlihat sedang mengamati kondisi di luar pesawat.
Aku, Tri, dan Ren juga ikut mengamati dari jendela tapi, hampir
tidak ada yang bisa kami lihat selain debu-debu putih ini.
Herannya Ken tampak serius mengamati sekeliling entah apa
yang ada di penglihatannya.
Waktu terus berlalu tapi, pesawat kami belum turun juga.
“Ken apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kita belum
turun juga?”
Ken tidak menjawab, ia masih melihat ke bawah seperti
sedang memastikan sesuatu.
Karena tidak tahu harus melakukan apa aku, Tri, dan
Ren hanya bisa duduk di sofa. Penghilatan kami tidak ada
gunanya jika dalam kondisi seperti ini.
“Firuz, makhluk itu tepat di bawah.”
Perhatian kami langsung menuju ke arah Ken yang sedang
memengang alat komunikasi pesawat. Makhluk? Makhluk
apa? menurut kabar yang beredar katanya rata-rata dari seluruh
135
Daus Net

pesawat yang dikirim ke Bumi mereka mengalami tabrakan


dengan sebuh objek misterius. Objek itu dikatakan sangat cepat
sehingga mereka tidak bisa menghindar.
“Persiapkan diri kalian ikuti aku, Firuz kita akan
menggunakan rencana B.”
Aku tidak terlalu mengerti memangnya apa yang harus
disiapkan. Tri dan Ren mereka langsung membuyarkan
lamunanku untuk segera menyusul Ken yang sudah masuk
ke bagian bawah pesawat. Kami berempat menuruni tangga
lalu di susul dengan Firuz yang telah mengatifkan mode auto
pilot pada pesawat. Tangga di pesawat ini mengarah ke tempat
penyimpanan pesawat-pesawat lainnya. Ketika kami sampai
pesawat-pesawat yang lebih kecil berjejeran rapi. Ada yang
besarnya sama dengan pesawat yang mengejar kami tadi.
Ken dan Firuz bejalan ke sebuah ruangan lalu mengambil
lima pakaian tempur. Aku masih bingung dengan keadaan yang
tidak ada penjelasannya sama sekali, Tri dan Ren entah apa
yang ada dipikiran mereka tapi, setelah menerima pakaian itu
mereka langsung memakainya tanpa ragu.
Kami berlima selesai menggunakan pakaian, Ken dan
Firuz dari kejauhan terlihat sedang memilah pesawat.
Ken lalu memilih satu yang cukup besar dan Firuz memilih
pesawat untuk dua penumpang. Aku, Tri, dan Ken berada disatu
pesawat sedangkan Ren besama Firuz menaiki pesawat yang
mirip dengan jet tapi, sepertinya sudah dimodifikasi.
Garasi pesawat kemudian terbukan menyuruh debu-debu
itu masuk ke pesawat. Ken terlebih dahulu keluar disusul oleh
Firuz. Dengan cepat kami meninggalkan pesawat besar di
belakang kami.
Aku sangat kagum dengan dua orang ini mereka sangat
luar biasa, tanpa melihat sekitar mereka dapat dengan mudah
mengemudikan pesawat. Kami terbang secara perlahan sambil
mengamati keadaan sekitar, menit pertama turun seratus meter

136
Ozon

lalu menit kedua turun lagi seratus meter seperti itu hingga aku
melihat bayang-bayang hitam di bawah diantara kumpulan
debu-debu ini.
“Ken?”
Bayang itu mulai membuat khawatir. Entah itu ilusiansi
atau bukan yang kulihat bayangan itu semakin membesar. Aku
menyuruh Tri mengamati bayangnya itu ia mengatakan hal
yang sama dengan apa yang aku pikirkan.
“Kennn.”
Ken belum bereaksi, ia masih tetap stabil mengemudikan
pesawat.
Huusssss..
Aneh, kami ada dalam pesawat tapi, ada suara yang seperti
angin berhembus melewati gendang telingaku.
“Besiap, Firuz!!”
Bayangan dari bawah tampak semakin cepat membesarnya.
Aku mulai khawatir. Ken dengan pesawatnya terbang lebih
rendah dari sebelumnya. Ia terlihat seperti mencoba mendekati
bayangan itu.
Secara tiba-tiba kaca-kaca pesawat bergetar kencang.
Mentransferkan gelombang suara hingga kami bisa mendengar
auman mengerkan. Singa? Apa itu? Aku dan Tri saling tatap.
Seketia sekujur tubuhku kaku melihat makhluk yang keluar
dari bayangan itu. Ia dengan mudahnya membuat debu-debu
menghilang di sekitar kami. Debunya memang menghilang
dan dengan begitu kami bisa melihat makhluk dengan tubuh
berduri-duri di sekujur bagian belakang tubuhnya. Kepalanya
seperti ular dengan paruh burung. Ukuran makhluk itu sepuluh
kali lebih besar dari pesawat kami. Kakinya yang seperti
cengkraman burung elang siap ingin membunuh mangsanya.
Tri memengan tanganku dengan eratnya. Tangganya
begitu dingin dan wajanya pucat. Makhluk itu terbang ke

137
Daus Net

arah kami menghapuskan seluruh debu-debu. Ken dengan


sigap memanuver pesawat ke arah kiri. Makhluk itu melesat
ke belakang lalu terhenti. Ia lalu mengaum kaca-kaca pesawat
begetar keras. Makhluk itu tampak marah sekali.
Dari belakang makhluk itu mengejar pesawat kami.
Ken dengan tenang menaikan kecepatan pesawat hingga ke
maksimal. Terjadilah kejaran-kejaran antar makhluk yang tidak
kami ketahui dengan pesawat ini.
Kami terus memperhatikan monitor yang menujukan
bagian belakang kapal terlihat di sana pesawat yang dinaiki
Firuz mengejar lalu mulai menembak. Seketika makhluk itu
berhenti mengejar kami dan malah berbalik arah. Targetnya
telah berpindah ke pesawat Firuz. Ken lalu berbalik juga
mengejar makhluk itu lalu menembaknya. Makhluk itu terus-
terusan mengejar kedua pesawat kami dengan arah yang
berbeda, Ken dan Firuz melancarkan rencana yang luar biasa.
Lihatnya tampak makhluk itu kelehanan.
Namun, meski makhluk itu kelehan kami tidak bisa
meremehkannya begitu saja. Makhluk itu berteriak sekencang-
kecangnya lalu dari mulutnya timbul api biru membara ke atas.
Ia lalu mengatup mulutnya dan mulai mencoba melakukan
hal yang sama saat ia mengeluarkan api biru itu tetapi, kali
ini arahnya pesawat kami. Ken tampak siap sedia dengan
kemudinya.
Saat makhluk itu sudah siap.
Boomm
Makhluk itu terpental ke atas bersamaan dengan suara
ledakan yang kami dengarkan

138
Ozon

Prajurit Wanita

Hadir di depan mata kami seorang dengan pakaian militer


lengkap yang telah dimodifikasi. Tampak ada tambahan sayap
dan jet pack dipunggung prajurit itu. Bajunya juga bukan baju
militer biasa lebih mirip armor yang telah dilapis oleh logam
berkali-kali. Ken di depan terlihat menghebuskan napasnya.
“Halo Ken, Firuz”
“Kamu terlambat Rin.”
Rin?bukankah itu?
“Ayo turun.”
Kami kembali ke pesawat utama lalu pergi mengikuti
prajurit yang bernama Rin ini. sejauh ini keadaan di Bumi
lengang tidak ada lagi bayang-bayangan aneh dan debu-debu
itu saat kami hampir sampai dipermukaan ternyata tidak ada.
Pemandangan di sini sangat luar biasa. Lihat kawasan hijau
yang luas ini, itu rumput ia bergoyang mengikuti irama angin.
Batu-batu menjadi penghias pohon-pohon membuat tempat
perlindungan dari hawa panas. Dan anehnya ketika kami sampai
di sini debu-debu itu menghilang tidak ada satupun dari jarak

139
Daus Net

pandang kami. Aku dapat melihat luasnya langit biru awan-


awan yang bergerak satu sama lain. Apa yang terjadi?
Kami turun dari pesawat. Meyaksikan prajurit yang
bernama Rin itu membuka pelidung kepalanya. Sinar matahari
yang mengenai prajurit itu menampilkan gradasi warna merah
dengan hitam pada rambutnya. Wajahnya cantik, dengan
hiasan mata merah tua. Angin yang berhembus mengibaskan
rambutnya.
“Sepertinya kalian membawa beberapa orang ke sini.”
“Ya begitulah, mereka ingin mengetahui kebenaran”, ujar
Ren.
Ken lalu memperkenalkan kami satu persatu.
“Ily, Tri, dan Ren ya. Namaku Rin Riana, panggil saja
Rin.”
Butuh waktu lama hingga kami bisa sadar dari keterpukauan
melihat Rin. Ia begitu menawan dengan pakaian militernya.
Hiasaan kedua sayap yang ada dipunggunnya menjadikan ia
seperti malaikat.
“Ayo ikuti aku.”
Kami lalu berjalan di atas padang rumput. Ken dan Firuz
tampak beberapa kali berbicara dengan Rin dengan sedikit
selaan tawa. Kami terus berjalan, padang rumput ini seperti
tidak ada habisnya. Beberapa kali ada bintang lewat didepan
kami.
“Oh iya kenapa Bumi bisa jadi seperti ini?”
Rin membalikkan badannya.
“Ah, aku tahu kalian pasti bertanya tentang hal itu. Akan
aku cerita ketika kita sudah sampai di desa.”
“Berjalan kaki?” tanya Ren.
“Tentu tidak”
Rin mengambil sesuatu dari tasnya. Lalu meniup benda itu

140
Ozon

dan keluarlah bunyi berdesing. Tiga puluh detik berselang kami


tiba-tiba mendengar suara langkah kaki, getarnya sampai bisa
memantulkan kerikil kecil di tanah.
Moouuu
Binatang apa itu? Badannya besar mempunyai tanduk,
matanya bulat seukuran bola sepak. Badannya ada terdapat
bulu lebat berhiaskan tato melingkar-lingkar. Binatang itu terus
mendekat hingga ia tepat berada di depan Rin. Dengan manjanya
binatang itu menundukan kepalanya. Rin lalu mengusap-usap
bulu, binatang itu tampak menikmati.
“Namanya Zee, ia adalah temanku. Ayo naik, Zee akan
mengantarkan kita”
Awalnya aku takut-takut begitu juga dengan Tri. Namun,
setelah menyetuh bulu lembutnya terasa sangat nyaman.
Binatang bernama Zee pun tampak senang ketika kami
mengelus-elus bulunya. Kami yang terakhir naik.
Rin yang berada di depan mengelus-elus lagi bulu Zee.
Lalu Zee dengan posisi siap ia langsung berlari. Hembusan
angin di sini sangat menyejukkan tidak ada satupun tempat
seperti ini di Mars. Seketika aku sadar Bumi ini anugrah teridah
untuk manusia, tidak sepantasnya kita merusak.
Zee terus berjalan dengan cepat menelusuri berbagai
tanjakan dan gundukan batu. Ia terkadang menyapa binatang
sejenisnya, tak ku sangka binatang bisa ramah seperti ini. empat
puluh menit Zee membawa kami, ia kemudian berhenti Rin
menjulurkan botol air minum yang ada di tasnya. Zee terlihat
sangat senang ketika ia menghabiskan tergukan terakhir. Setelah
itu kami melanjutkan perjalanan.
Aku merasa berada ditempat yang terbilang cukup aneh.
lihatlah ini sepanjang mata memandang hanya ada hamparan
dan pohon-pohon tinggi. Tidak ada bangunan di sini, semua
seperti hidup saling melengkapi. Ada yang memproduksi, ada
yang memakan, ada yang membuang, ada yang mengelolah

141
Daus Net

kembali. Semua kehidupan di sini teratur. Hewan-hewan


bahagia, induk singa yang barusan kami lewati tampak sedang
mengajarkan anak-anaknya berburu.
Satu jam Zee membawa kami akhrinya mataku bisa
melihat bagunan. Bukan bagunan super moderen seperti di
Bulan maupun di Mars, dari pada aku bilang bagunan rumah-
rumah ini lebih mirip pondokan. Terbuat dari material kayu
batu dan tanah. Mereka yang tinggal di sini juga tidak ramai
bisa dihitung jari. Rin lalu membawa kami masuk ke dalam
pondokkan miliknya.
Jangan menilai sesuatu hanya dari sampunya saja. Kata-
kata itu memang cocok dengan keadaan sekarang. Aku pikir
mereka yang hidup di sini tidak sama sekali mengenal teknologi,
namun lihatlah. Jam yang ada di pondokkan Rin terbuat dari
material kaca dilengkapi dengan kecerdasan buatan. Kaca
itu menampilkan hologram yang menujukan sekarang pukul
berapa. Selain itu lampu di pondokan berukuran 5 kali 5 meter
ini dihidupkan menggunakan gerakan tangan. Rin hanya perlu
bertepuk sekali lampu-lampu di sini mulai berpijar perlahan
hingga mendekati maksimal.
“Duduklah, akan aku buatkan minuman.”
Sofa di sini juga nyaman.
“Ah nyaman, pas sekali untuk mereka yang telah melewati
berbagai perjalanan panjang”, Ren telah terlebih dahulu jatuh
cinta dengan sofa di pondodokan ini.
Aku dan Tri tertawa melihat Ren.
Rin keluar dari ruangan sebelah membawa gelas-gelas
kaca berisi minuman dingin. Ia juga telah berganti pakaian.
“Baik, sambil kalian menikmati hidanganku yang tidak
seberapa ini aku akan menceritakan semua apa pun yang
sekaranag ada di kepala kalian” ujar Rin.
Kami bertiga langsung menfokuskan semau indra kami

142
Ozon

untuk mendengar cerita dari Rin.


“Semua ini dimulia dari dua abad yang lalu ketika seorang
pemuda dengan gagahnya menolak dekralasi pemindahan umat
manusia ke Mars. Tepat pada tahun 2030 kejadian mengerikan
berhasil membuat gempat dunia. Empat reaktor nuklir terbesar
meledak tanpa diketahui sebabnya. Lalu disusul dengan
kebakaran hutan yang membumi haguskan dua daerah dengan
katagori paru-paru dunia. Saat itu seluruh dunia dipenuhi
kepanikan. Lalu diadakanlah rapat dengan seluruh orang-orang
terpenting di Bumi dan mencapai hasil akhir bahwa manusia
harus pindah ke Mars.
Namun, keberangkataan itu hanya untuk mereka yang
memiliki uang unutk membeli tiket saja. Sedangkan mereka
yang tidak mempunyai uang harus merelakannya. Keputusan
itu ditolak oleh satu orang ia dengan gagah berani berdiri
dihadapak seluruh perwakilan di seluruh Bumi. Tapi, sayangnya
ia lansung di usir dari ruang pertemuan. Empat bulan kemudian
persiapan sudah selesai mereka yang telah mendaftar dan
membeli tiket berbondong-bondong naik ke pesawat angkasa.
Termasuk para perwakilan dari seluruh Bumi itu terkecuali
satu orang. Ia sebenarnya bisa saja pergi ke Mars, tetapi dirinya
menegaskan bahwa ia akan menyelamatkan Bumi dan warga-
warga yang tertinggal di sini. Seratus tahun berlalu tuhan masih
menanguhkan kematiannya. Ia memanfaatkan kesempatan
hidupnya dengan sangat baik dan saat ia mulai terkena berbagai
penyakit hasil penelitian yang ia lakukan selama ini membuahkan
hasil. Dan apa yang kalian lihat tadi itulah hasil dari orang itu.
Meskipun harus melihat kematian akibat berbagai radiasi dan
polusi di udara ia tidak menyerah. Ia tidak akan menjadikan
kematian orang-orang itu sia-sia.”
Rin berhenti berbicara sejenak.
“Pemerintahan di Mars masih belum tahu sepenuhnya
tentang keadaan Bumi sekarang, aku tinggal di sini untuk

143
Daus Net

melindungi hal itu”


Rin lalu menyeruput air milikinya.
“Baik ada yang ingin ditanyakan?”
Ren mengangat tangganya.
“Makhluk apa itu tadi?”
“Ah itu, dari berbagai mitos yang ditemukan kami
memutuskan untuk memangil makhluk itu Naga. Tugas mereka
melindungi apapun yang ada di Bumi. debu-debu yang kalian
lihat itu sebernarnya adalah berasal dari Naga”
“Eh bagaimana bisa?”
“Aku juga tidak tahu, tapi yang jelas jumlah mereka banyak
sekali. Yang kalian temui tadi adalah jenis terkecil. Umurnya
baru satu dua tahun.”
Kami benar-benar kaget mendengar hal itu. Jenis terkecil
saja sudah seperti itu apa lagi yang terbesar. Aku tidak bisa
membanyangkan sebesar apa makhluk itu jika muncul
“Lalu kenapa Naga tidak menyerang tempat ini dan
bagaimana ia bisa lahir serta binatang-bintanag aneh lainnya”
Ren bertanya dalam sekali napas.
”Naga hanya melindungi Bumi dari benda-benda asing
yang datang dari langit. Sebenarnya jika aku tidak datang tadi
kalian mungkin akan menemukan Naga versi terbesarnya.
Masalah mereka dari mana lahir, besar kemungkinan mereka
lahir dari mutasi genetik.”
“Hoo begitu”, Ren menganguk mengerti.
“Baik karena aku sudah selesai bercerita aku akan
mengajak kalian jalan-jalan.”
“Kami tidak ikut Rin masih ada urusan yang harus kami
kerjakan”, ujar Ken.
“Baiklah, kalau begitu hanya Tri, Ren, dan Ily. Mari ikuti
aku.”

144
Ozon

Kami bertiga keluar dari pondokan Rin. Terlihat pondokan-


pondokkan lainnya yang berjejeran rapi. Jalan-jalan yang kami
pijaki ternyata terbuat dari tanah. Terlihat tiga anak-anak sedang
bermain di dekat kolam, aku kagum melihat kejernian air di sini
yang bahkan bisa memantulkan banyanganku dengan sempurna.
Ren tiba-tiba ikut main dengan anak-anak, permainan mereka
sederhana. Hanya menggunakan rumput sekitar. Ren ikutan
mengambil salah satu rumput lalu mengadunya dengan rumput
salah satu anak. Ren dengan baik memutar-mutar rumput itu
dan rumput Ren putus ia dinyatakan kalah.
Kami lalu berpindah lagi ke salah satu tempat di mana
warga di sini mendapatkan pasokkan makanan. Ketika melihat
kami orang-orang pada berhenti lalu kembali bekerja lagi.
Mereka menanam banyak sekali jenis tanamana, dari padi,
gandum, sayur-sayuran dan masih banyak lagi. Sekerang
sedang musim tanam-menanam jadi mereka harus ekstera agar
tidak ada satupun tanaman yang tertinggal.
Rin mengajak kami lagi pindah ke tempat lain. Kali ini
terlihat lebih banyak anak-anak. Ada sebuah pondokkan yang
lebih besar, anak-anak dengan pakaian yang sama berada di
halaman depan pondokkan itu. Aku baru menyadarinya ternyata
itu sekolah untuk mereka.
Hidup mereka di sini sangat damai, mereka bahkan
hidup mengikuti prose alamiah. Tidak ada yang bergantuk
pada pemerintahan. Semua orang di sini dibuat mandiri agar
bisa mengatasai masalah pribadi secara pribadi dan masalah
kelompok secara kelompok.
Kedatangan kami sekiranya membawa sebuah masalah.
Tidak di sangka-sangka empat pesawat berukuran besar
mendara di pekarangan dekat sawah para petani.

145
Daus Net

146
Ozon

Kebenaran yang
Menyakitkan

A ku, Tri, Ren, dan Rin pergi menyusul pesawat itu


berada. Sampai di lokasi terlihat Ken dan Firuz dengan senjata
lengkap siap siaga di sana.
Dari empat pesawat itu ada satu yang paling besar dan
paling beda diantara tiga lainnya. Tiga pesawat yang lebih
kecil mengeluarkan pasukan bersenjata. Mereka sangat banyak
mungkin ada sekitar empat ratusan orang. Lalu dari pesawat
yang satunya keluar seseorang yang benar-benar tidak asing
bagi kami. Orang itu menjawab pertanyaanku beberpa hari
yang lalu.
“Pak Ann”, serentak kami memangil pria dengan baju
tempur.
“Oh, kalian anak-anak”
Cara bicaranya membuatku merinding entah karena terasa
menjijikan atau aku merasa terancam.
“Apa yang kalian inginkan di sini?” tanya Rin tegas.
147
Daus Net

“Oh, ayolah Rin kita bisaa,”


“Aku tidak akan membagi tempat ini dengan orang licik
sepertimu”, Rin tiba-tiba tubuhnya diselimuti oleh armor
tempur.
“Kau tidak pernah berubah Rin, oh ayolah.”
“Tidak, tidak akan. kejadian yang dulu tidak akan pernah
terulang lagi.”
“Bagaimana kalian bisa sampai di sini?” tanya Ken.
“Bagaimana? Itu semua berkat nona yang ada di situ”
Pak Ann menunjukku dengan senyuman menjijikan. Aku
tidak tahu mengapa aku yang ditunjuk. Ada apa denganku?
“Aku tidak menyangka anak yang seharusnya tidak dipilih
saat pemilihan militer itu sekarang menjadi kunci utama bagi
kami untuk menguasi alam di Bumi”
Ha? Seharusnya tidak dipilih? Apa yang ia katakan.
Pak Ann tiba-tiba memangil seseorang dari dalam kapal.
Situasi menjadi senyap, seseorang itu perlahan keluar dari
banyangan hitam. Aku berusaha untuk melihatnya. Lalu tibalah
wanita dengan baju militer lengkap dengan persenjataan.
Melihat wanita itu keluar, jatungku berhenti berdetak,
napasku seperti tidak mau keluar, kakiku membeku. Sebuah
kenyataan yang seumur hidupun tidak akan mampu untuk aku
menerimanya. Kenyataan yang benar-benar pahit.
“Inilah dia salah satu orang kepercayaanku yang berhasil
mengamati mengumpulkan informasi tentang kelompok
pemberontak seperti kalian”
Rasanya mataku memburam, hatiku terasa tersayat
perlahan pipiku memanas merasakan air mata yang jatuh.
“T-T-Tia, semua ini bohongkan?”
Kepalaku memutar memori dari pertama kali bertemu
hingga hari ini. jiwaku terasa mengecut. Melihat Tia yang sama

148
Ozon

sekali tidak membalas tatapanku. Apa benar itu Tia? Tidak tidak
mungkin, Tia tidak seperti itu pasti ada kesalahan di sini. Apa
mataku baik-baik saja? Apa aku tidak salah lihat? Pasti ada
kesalahan.
“Sayang sekali Nak apa yang kamu lihat saat ini adalah
kebenarannya. Tia adalah anak yang aku kirim saat kamu
masih SMP, ia ditugaskan untuk mengamati orang yang
memiliki pontensi untuk merealisasikan rencanaku. Aku pikir
ia akan merekrutmu menjadi anak buahku ternyata seperti ini
rencananya. Hebat sekali Tia”
Lututku tidak mampu menahan semua ini. aku terjerembab
jatuh ke tanah.
“Ily kamu tidak apa-apa? bertahanlah.”
Tri merangkul tubuhku yang tergulai lemah, air mataku
terus menetes tanpa isakkan tagis. Aku tak mampu lagi
menerima semua ini. ini terlalu menyakitkan.
Boomm
Rin, tiba-tiba melesat langsung muncul tepat berada di
depan Pak Ann. Sektika itu Rin melancarkan serangan yang
sama saat mengusir Naga. Buusshh Pak Ann terlempar hingga
mengenai kapal, ia merigas kesakitan.
“Hentikan semua ini.”
Suara Rin mengelegar membuat rumput-rumput sekitar
bergerak menjauhi tubuh Rin. Rin terlihat sangat marah tapi,
tetap tenang. Aku masih bisa menyaksikan sosok seterang
cahaya tadi berubah sepenuhnya menjadi segelap kegelapan.
Pak Ann yang masih bersandar di pesawatnya merintahkan lima
ratus prajuritnya untuk menagkap kami.
Ken dan Firuz ikut bergabung bersama Rin. Mereka
bertiga tampak seperti dinding yang sangat kokoh. Lima ratus
prajurti itu menyerang secara bersamaan. Ken dari arah kiri
menemkan bola-bola api berwarna biru yang ketika sampai

149
Daus Net

pada jarak tertentu akan membuat ledakan besar. Firuz dengan


kedua pedangnya membuat tebasan pada angin para prajurit
itu tiba-tiba terpukul mundur. Rin naik perlahan ke atas lalu
menghunuskan tombangnya kebawah dan terjadilah gempa,
tanah yang sebelumnya rata kini menjadi bergundul-gundul.
Para prajurti itu terpelanting kemana-mana.
Aku masih terkulai lemah Tri yang juga masih mendekapku
mencoba menenangkan. Ren memegangi senjatanya besiap-
siaga menyerang mereka yang mendekat.
Pasukan tadi yang amat banyak berangsur-angsur menjadi
sedikit hingga menyisakan beberapa orang saja. Pak Ann dengan
darah yang masih keluar dari mulutnya meringis kesatikan naik
ke atas pesawat berserta Tia yang sama sekali tidak berekspresi.
Mereka lalu pergi dari lokasi meninggalkan prajurti yang
jatuh terkapar akibat melawan tiga orang ini.
“Awas saja aku akan memangil pasukkan yang lebih besar
lagi”
Tanpa menunggu lebih lama lagi, sebuah armada besar
datang ada sekitar empat puluh pesawat besar. Dan ratusan
pesawat kecil hadir dihadapan kami. Yah ini sudah terlalu gila,
melawan satu armada Mars dengan jumlah kami hanya enam
orang. Itu sangat mustahil. Tapi, Ken, Firuz, dan Rin tidak
bergeming sama sekali. Mereka dengan tenang melihat ke atas
mengamati situasi yang ada.
“Ily?”
Aku tidak tahan lagi semua ini harus diakhiri. Aku mencoba
berdiri, kaki-kakiku berdiri gemetar berjalan satu langkah aku
langsung terjatuh.
Ayolah Ily gerakan kakimu
Semua ini tidak akan terjadi jika aku tidak bertemu dengan
Tia, Bumi pasti akan baik-baik saja saat ini jika saja aku masih
menutup diri saat itu. Saat dimana Tia selalu menganguku

150
Ozon

tidak pernah berhenti, ia seakan-akan benar-benar tulus ingin


berteman denganku. Tapi, semua itu bohong, semua itu hanya
kemunafikan yang ia buat. Batinku masih hancur saat ini. Tapi,
aku harus bangun ada masa depan yang harus aku lindungi.
“Tri, Ren terima kasih. Kalian tetap bersamaku hingga
akhirkan?”
“Tentu saja.” jawab mereka serentak.
Aku menarik napas sedalam-dalam mungkin lalu
mengeluarkannya sebanyak-banyak mungkin. Semua gemetar
yang aku rasakan seketika berhenti. Aku sekarang berdiri tegak
layaknya prajurit. Dan sekarang kami bertiga bergabung dalam
pertarungan.
“Ada apa ini?”
Tiba-tiba kami mendegar suara serak-serak dari belakang.
Aku menoleh kebelekang terlihat seorang kakek tua dengan
jengot berwarna putih memanjang hingga dadanya, ia juga
membawa sebuah tongkat terbuat dari kayu yang tingginya
lebih dari tinggi kakek itu.
“Kalian lagi, kalian lagi. Apa kalian tidak pernah puas
dengan semua kekayaan yang sudah kalian miliki? Hoi, tidak
bisakah kalian membiarkan kakek tua ini beristirahat sebentar.”
Kakek itu memengai keningnya sambil geleng-geleng
kepala.
“Jadi kau adalah pemimpin desa ini yah?” Pak Ann
berbicara melalui pengeras suara dari pesawat.
“kalau memang iya lalu kenapa? Hoi”
“Kalau begitu urusan kami jauh lebih mudah, serahkan
seluruh barang tambang yang ada di desa kalian dengan begitu
kami akan membiarkan kakek istrirahat”
“Tidak mau.”
Aku dan Tri hampir tertawa mendengar kata “Tidak mau”
dari kakek itu yang mirip seperti nada anak peremempuan
151
Daus Net

ketika sedang merajuk.


“Yah, baiklah kami akan mengambilnya paksa kalau
begitu dan membiarkan kakek istriharat selamananya. Pasukkan
serang semua yang di bawah, bunuh mereka kalau bisa tangkap
enam orang itu.”
Seluruh pesawat mendengarkan kata Pak Ann dan langsung
bergerak. Kakek tua itu terlihat sangat santai.
“Huh, Hoi lawan mereka.”
Kakek tua itu seperti sedang menyuruh seorang untuk
melawan, tapi ia tidak memrintahkan kami. Beberapa detik
kemudian layaknya lebah, ratusan pesawat tempur tiba-tiba
muncul dari arah belakang desa. Mereka tanpa berlama-lama
langsung melancarkan serangan secara besamaan. Alhasil
mereka menjatuhkan empat pesawat beras dan sepuluh pesawat
kecil.
Pak Ann mengeram, Ia lalu memerintahakan seluruh
armada untuk segera menyiapkan sejanta paling canggih.
Sedetik kemudian kami bertiga terngaga melihat ratusan senjata
sedang melayang didepan kami, hitungan mundur seluruh
pesawat menembak, kami berusaha melindungi diri namun,
tidak ada gunannya. Tidak ada satupun dari tembakan mereka
yang berhasil menembus perisai yang tiba-tiba aktif.
Perisai transparan itu terus-terusan menyerap tembakan
demi tembakan, berkat itu tidak ada satupun dari tembakan
pesawat yang sampi ke kami.
Pak Ann lebih mengeram lagi. Ia lalu memrintahkan seluruh
armada untuk turun. Mereka akan bertarung dipermukaan ini
sangat gawat. Lihatlah berberapa dari pesawat mengeluarkan
robot yang tiga kali lebih besar dari pada ukuran manusia.
Robot-robot itu bergerak mendekati desa. Para penduduk
berusaha untuk melawan tetapi, robot ini diberi perisai, jadinya
tembakan biasa tidak akan mampu menembus robot ini.

152
Ozon

Di saat seperti ini aku memiliki ide yang cukup esktrim


tapi, aku yakin dengan ini semua bisa terselesaikan.
“Tri, Ren ke sini.”
Aku membiskan rencana mengerikanku kepada mereka.
awalnya Ren tampak ragu tapi, melihat Tri yang setuju dengan
terpaksa ia juga ikutan setuju. Kami lalu menjauh dari medan
pertempuran, aku juga menginformasikan kepada Ken tentang
rencana kami. Awalnya ia tidak setuju tapi, Rin yang mendengar
rencana itu langsung memberi tahu kami sebuah rahasia.
Kami lalu pergi ke desa mengujungi kakek itu.
“Kakek, bisakah kami memijam kendaraanmu?”
“Hoi, tentu tidak.”
“Ayolah Kek, sebentar saja.”
“Tunggu Ily, aku tak akan membiarkan permohonanmu
ditolak sia-sia”, ujar Ren.
Ren maju ke depan berbicara dengan kakek itu yang
dengan santainya ia bisa duduk dalam keadaan seperti ini.
“Jadi begini Kek?”
Aku dan Tri saling tatap keheranan karena tidak bisa
mendengar apa yang mereka katakana.
“Baiklah aku akan meminjamkan kalian kendaraanku.”
Hee? Tidak aku sangka Ren begitu ahli dalam negosiasi.
Kakek itu mengeluarkan sebuah mobil yang sama dengan
mobil di Mars. Mobil yang dilengkapi sistem anti gravitasi yang
dimana bisa terbang. Ren dengan semangat duduk di depan ia
yang akan mengemudikan mobil itu.

153
Daus Net

154
Ozon

Mengundang Bahaya

Kami bertiga berpergian menelurusi kawasan lembah-


lembah di arah utara desa tadi. Dengan mobil anti gravitasi
kami dengan mudahya melewati tanjakan. Kecepatan mobil ini
juga sangat luar biasa tidak jauh beda dengan mobil yang ada
di Mars. Saat ini ada satu tujuan kami, recananku yang sangat
mengerikan bisa saja menjadi boomerang bagi kami. Tetapi,
inilah bahaya yang harus kami tempuh demi melindungi Bumi.
Setiap lembah kami cek, dari mulai kelembabnya, ukuran
lubang, hingga ada jejak atau tidaknya. Sangat sulit untuk
menemukannya kami telah berkeliling selama tiga puluh menit.
Dari hasil komunikasiku dengan Ken ia mengatakan bahwa
hanya mampu menahan armada ini selama satu jam. Itu artinya
kami harus berekrja super cepat.
Apa yang sebernanya kami incar adalah makhluk yang
155
Daus Net

bernama Naga ini. entahlah apa yang aku pikirkan. Ini sangat
tidak masuk akan tapi, ini satu-satunya cara untuk menang dari
pasukkan Pak Ann.
Namun, tidak semudah itu. Lembah yang kami cari
merupakan lembah yang spesial, yang hanya bisa ditemukan
oleh para Naga. Hingga sekarang masih belum ada yang tahu
dimana tempat Naga ini berasal. Kami berpidah dari satu
lembah ke lembah lainnya, hanya ada binatang-binatang aneh
yang kami temui. Tidak banyak tanda-tanda yang bisa kami
dapatkan selain sebuah debu.
Debu-debu itu akan muncul di sekitar Naga. Itu artinya
jika kita melihat debu-debu itu maka akan semakin dekat pula
kami dengan sarang Naga atau Naganya saja.
Tanda-tanda itu tidak semudah yang kami bayangkan,
terkadang ada debu yang muncul dihadapan kami tapi, itu
bukan dari Naga melaikan hewan berkulit merah yang bisa
menyemburkan api dari mulutnya. Ada juga debu yang ternyata
berasal dari seekor burung sedang membuat sarang diatas
tumpukan abu bekas pembakaran.
Huh, sulit sekali menemukannya waktu kami tersisa empat
puluh lima menit lagi.
Saat kami hampir menyerah tiba-tiba secara misterius
debu-debu bergumpal dihadapan kami. Aku dan Tri sangat
menyakini hal ini. Namun, Ren terlihat gemetar. Aku dan Tri
bertanya-tanya ada apa hingga kami menyadari ada banyangan
yang sangat besar hadapan kami. Tidak salah lagi itu adalah
Naga.
Ren memperlambat mobil hingga mesin mobil tidak terlalu
terdengar lagi. Kami terus mendekat tiap detik kami berharga
jadi tidak ada waktu untuk memikirkannya. Banyangan itu
semakin membesar. Sosok Naga belum terlihat juga karena
debu-debu ini. untungnya mobil yang dipinjamkan oleh kakek
itu bisa mengahalau debu masuk.

156
Ozon

Aargghhhhhh
Kami bertiga seketika pucat mendengar teriakan Naga.
“Ren coba berhenti.”
Aku memutuskan untuk memperhatikannya dari jauh.
Naga itu terlihat sedang ingin terbang.
“Ren, saat ia terbang ikuti dia.”
“Bagaimana kamu bisa tahu ia akan terbang.”
“Firasat.”
Aku, Tri, dan Ren menelan ludah.
Firasat ku benar, lihatlah Naga mengepakan sayapnya
lalu perlahan pergi dari sini. Ren mencoba mengiuktinya tapi,
hentakan sayapnya seperti sedang menyapu bersih daerah
sekitar.
Burung itu lalu pergi ke arah barat. Ren yang tidak mau
ketinggalan menaikkan energi mobil hingga batas maksimal.
Dengan kecepatan yang tinggi serta angin kencang dari hasil
kepakan saya Naga, mobil ini seperti sedang tertahan sesuatu.
Ren berusaha keras agar mobil ini dapat maju.
Naga itu terbangnya cepat sekali, Ren bersusah payah
untuk menyusulnya. Berberapa kali ada batu yang hampir
mengenai mobil ini. kami terus mengikuti Naga, hingga Naga
itu masuk ke dalam sebuah goa yang mulutnya terbuka lebar.
Pesawat sebesar punya kamipun bisa masuk ke dalam sini.
“Kita masuk?” tanya Ren.
“Ya tentu saja.”
Kami berpacu dengan waktu, mereka yang ada di sana
sedang mengorbankan nyawanya begitu juga dengan kita yang
ada di sini.
Ren kemudian perlahan maju dalam gelapnya goa, terasa
goa ini lembab sekali-kali aku mendengar tetesan air jatuh
mengenaik permukaan goa. Selian bunyi tetesan air ada juga

157
Daus Net

bunyi auman, terikan, entah bunyi seperti apa lagi. Tapi, yang
jelas kami semua meriding.
Selang lima menit, kami berhasil sampai di ujung goa.
Saat ini jika kami bisa pingsan, tentu dengan senang hati akan
kami lakuakan. Lihatlah ujung goa ini adalah sarang dari Naga,
jumlahnya ada ratusan.
“Eh, Eh, Ily, Tri, ide ini sepertinya terlalu buruk.” Ujar Ren
dengan gigi yang gemetar.
“Y-ya sepertinya.”
“Tapi, kita tidak punya pilihan lain, jika kita mundur
makan Rin dan yang lainnya akan tamat”, Tri berusaha serileks
mungkin.
“Baiklah, kita masuk.”
Sesaat kami masuk ternyata kami akan disambut langsung
oleh rajanya.
“Anak-anak manusia.”
Bulu kami merinding terasa seperti akan memanjang
karena terlalu sering merinding.
“Anak-anak manusia, apa yang kalian lakukan ditempatku
ini Haa?”
Aku hampir tidak mampu mendeskripsikany bentuk Raja
Naga ini. postur tubunya sangat besar sekali, bahkan mungkin
jika sang Raja tinggal di Bulan ia akan memenuhi seperdelapan
dari Bulan itu sendiri.
“JAWAB”
Suara sang Raja mengelegar ia mengoncangkan seluruh
goa ini.
“Eh i-itu, kami ingin meminta pertolongan.”
“Pertolongan? Pertolongan apa?”
“Kami ingin kalian mengalahkan armada yang barusan
saja datang ke Bumi.”

158
Ozon

“Untuk apa?”
Matanya tiba-tiba berada didepan kami, bahkan untuk
seukuran mata saja itu sudah sangat besar.
“Untuk menyelamatkan Bumi?”
“Lalu?”
“Tidakkah kalian ingin menyelematkan Bumi?”
“Tidak, itu bukan urusan kami.”
Aku kehabisan kata-kata tidak tahu lagi apa yang bisa aku
lakuakn untuk menjawab sang Raja.
“Dengarkan aku manusia, kalian sudah terlalu lama
merusak dunia ini. Sampai-sampai membuat aku yang telah
tertidur begitu lama terbagun akibat ulah kalian. Aku tahu
bahwa kalian adalah makhluk yang spesial, tapi kespesialan
kalian membuat keegosian muncul. Kalian tamak, tidak tahu
diri. Sudah memakai kalian buang begitu saja, lalu haruskah
kami ikut campur atas urusan kalian itu?”
Sang raja benar, semua ini sebenarnya salah kami.
“Tapi, bukankah tidak semua manusia seperti itu?”
“Yah, aku tahu itu. Kalian ada orang ketiga yang datang
menemuiku. Dua orang sebelum kalian mempunyai ambisi
yang sama. Mereka ingin menyelamatkan Bumi dan ambisi
mereka membuat aku mau menolonya. Tapi, aku tidak yakin
dengan kalian ini. Apa lagi kaliah bukan penduduk asli Bumi
bagaimana mungkin kalian mau melindungi Bumi? Haa.”
Kami semua terdiam.
“Sudahlah pergi dari sini, kalian hanya membuang-buang
waktu saja.”
“Wahai sang raja, kami datang dari Mars hanya untuk
melindugi Bumi. Kami bahkan mempertaruhkan segalanya demi
Bumi ini. orang-orang yang datang itu sebelumnya mengejar
kami, mereka ingin menghabisi kami karena memiliki niat
ingin melindungi Bumi. memang benar Bumi bukanlah tempat
159
Daus Net

kelahiran kami, tetapi ini tempat nenek moyang kami. Darah-


darah orang Bumi mengalir di setiap sel-sel kami, memang
tidak ada kenang-kenangan yang kami peroleh di Bumi tapi,
ingatan para nenek moyang kami tercatat dalam setiap langkah
kaki kami. Tidak pernah sekalipun kami lupa keinginan mereka
yang mau kembali hidup lagi di Bumi. Begitu pula dengan kami,
karena itu setidaknya berikan kami kesempatan sekali lagi untuk
hidup di Bumi, merawatnya menjaganya memgunakamnya
dengan baik”
Woah Ren keren sekali, ia bisa berbicara seperti itu dalam
keadaan yang sangat genting sekal seperti ini.
Goa ini menjadi lengang, sang Raja tidak memberikan
respon apa-apa.
Arggghhhhh
Goa tiba-tiba bergemuru akibat teriakan dari sang Raja.

160
Ozon

Akhir yang Tidak Mau


berakhir

Kami kembali ke medan pertempuran saat itu daerah


di sana terlihat porak poranda. Peperangan saat ini didominasi
oleh pasukkan militer Mars. Pak Ann terlihat sangat senang
melihat pasukkan Bumi kalah. Rin juga terlihat sudah kelelah
akibat menahan ribuan pasukkan yang tersisa.
Namun, semuanya berubah ketika teriakan para Naga
menggema di langit Bumi. Tanah bergetar, pondok-pondok para
penduduk terlihat ingin roboh. Udara disekitar kami tidak tentu
arahnya kemana. Ratusan Naga datang membawa kabar buruk
bagi pasukkan militer Mars.
Raut wajah Pak Ann tiba-tiba berubah ketika langit
menjadi gelap. Naga-naga itu berteriak sekali lagi lalu melesat

161
Daus Net

menuju tempat pasukkan militer Mars. Mereka dengan kuat


menghantam badan kapal hingga beberapa kapal tampak
penyok. Kapal-kapal yang lebih kecil mereka bakar dengan api
biru.
Pasukkan militer Mars hanya beberapa detik berlalu sudah
kacau balau. Rin, Ken, dan Firuz tampak menghela napas
lega. Mereka bertiga terbaring di dekat pondok para warga.
Sepertinya mereka sudah sangat kelelahan.
Pasukkan meltier Mars masuk ke kapal yang masih utuh
mereka berencana untuk pergi. Sisanya yang lain masih berada
di luar kapal mencoba melawan Naga tapi, sayangnya kulit
Naga itu sangat keras tembakan seperti apapun tidak akan bisa
melukai mereka.
Kapal yang dinaiki Pak Ann dan Tia mulai beranjak pergi.
Tapi, Naga-Naga itu sepertinya tertuju kepada kapal tersebut
mungkin karena suaranya yang berisik. Mereka awalnya hanya
memperhatikan tapi, setelah kapal itu naik lebih dari seratus
meter para Naga langsung melesat cepat menabrak kapal itu.
Terjadilah baku hantam antara kapal dan Naga untuk kesekian
kalinya.
Kami bertiga mendekati Rin, Ken, dan Firuz dengan
kendaraan yang diberikan oleh kakek tua itu.
“Kalian tidak apa-apa?” tanyaku.
“Kerja bagus”, Rin memujiku.
Kami bertiga membawa Ken dan Firuz pergi dari area
petaruangan karena mereka terluka parah. Namun, jika dilihat
lagi luka-luka Ken dan Firuz tidak sebanding dengan luka
yang didapatkan oleh Rin bahkan jika jumlah luka mereka
dibandingkan luka Rin masih tidak sebanding. Rin tidak mau
diobati katanya pertarungan belum usai hingga ia melihat
pasukkan militer Mars itu pergi dari hadapannya. Sungguh luar
biasa, Prajurit Wanita Merah.
Kami kemudian masuk ke dalam pondokan kakek tua itu.
162
Ozon

“Permisi.”
Kakek tua itu duduk di atas meja belajar dengan santainya
ia mebaca buku yang sangat tebal. Kaket tua itu sepertinya tidak
peduli dengan apa yang terjadi di luar.
“Kek? Boleh kami pinjam dipannya?” tanya Tri.
Kakek itu mendegus kesal melihat kami datang tapi,
ia terlihat tidak tega membiarkan dua anak muda yang kami
bawak ke pondokkannya. Meski, terlihat tidak peduli, tetapi
sebenarnya ia hanya malu-malu untuk bersikap baik. Lihatlah
ia bahkan menyiapkan kotak P3K, air, dan makanan ringan.
“Aku bukannya peduli dengan kalian, ini hanya ucapan
terima kasih untuk perlindungannya tidak lebih dan tidak
kurang.”
“Terima kasih kakek.”
Aku heran Tri bisa-bisanya ternyesum manis saat
menghadapi kakek tua itu, kalau aku pasti sudah naik darah
karenannya.
Aku dan Tri melaukan pengobatan kepada Ken dan
Firuz. Ren berjaga-jaga di depan pintu rumah kakek tua itu.
Kami tak ingin terjadi sesuatu yang mengerikan menimpa
rumah ini, jika itu terjadi bisa-bisa kakek tua itu akan mengutuk
kami seumur hidup.
Seruan Naga-Naga sudah mulai reda sepertinya
pasukkan militer Mars telah berhasil dipukul mundur. Tapi,
belum ada tanda-tanda Rin akan ke sini. Entahlah mungkin ia
sedang mengurusi pasukkan yang tersisia.
“Hey, anak muda kalian dari Mars bukan?”
Aku terkejut tiba-tiba mendengar suara serak-serak dan
ternyata kakek tua itu yang berbicara. Ia menatapku dengan
tatapan sinis.
“I-iya kek.”
“Kenapa kalian melindungi Bumi?”
163
Daus Net

Aku menunduk kebigungan pertanyaan kakek itu tidak


ada jawabannya di otakku. Pasalnya aku dipaksa ke sini meski
aku merasa tidak terpaksa. Tapi, aku tidak yakin kenapa aku
ingin melindungi Bumi. Dahulu hanya rasa penasaran yang
membuatku ingin mengunjugi Bumi. Namun, berkaitan dengan
melindungi aku benar-benar tidak tahu.
“Kenapa kau diam saja?”
Tanpa aku lihat matanya, ia pasti sedang melototiku.
“A-aku tidak tahu kenapa.”
Aku hanya bisa menjawab apa yang aku pikirkan.
“Begitu ya.”
Aku piker kakek tua itu akan marah. Aku mencoba untuk
melihatnya ternyata ia sedang asik membaca lagi.
“Dahulu, Bumi merupakan tempat yang dihuni hingga
9 miliyar manusia. Tapi, tentu saja tidak semua manusia itu
memiliki keinginan untuk menjaga Bumi. Ada yang merusak
ada yang menjaga. Memang seperti itulah dunia ini. Alam
semesta selalu berusaha untuk menjaga setiap keseimbangan.”
Kakek itu bercerita tanpa diminta.
“Alam semsta selalu berusaha untuk menjaga setiap
keseimbangan yang ada di sini. Jika ada orang baik yang lahir
maka akan ada orang jahat yang lahir, jika ada orang jahat yang
mati maka orang jahat selanjutnya akan lahir. Begitulah dunia
ini. Meskipun begitu kita juga tidak bisa menyalahkan semesta,
karena tanpa keseimbangan dunia ini akan hancur. Contohnya
saja bagaimana jika seluruh dunia ini dipenuhi dengan orang
baik?”
Pertanyaan itu tidak terbanyang oleh kepalaku. Tapi, aku
sedikit mengerti tentang keseimbangan dunia ini. Aku pernah
membacanya meski hanya di novel-novel, tetapi menurutku itu
ada benarnya juga.
“Karena itu harus ada yang baik dan yang jahat di dunia

164
Ozon

ini. Tapi, itu bukan menjadikan alasan bagi manusia untuk


berbuat jahat.”
Aku menyimak sambal mengobati luka Firuz.
“Bumi ini sangat beruntung memiliki manusia seperti
kalian.”
Tanganku berhenti, mataku menatap kakek itu yang masih
sedang asik membaca buku.
“Tapi, kami bukan dari Bumi.”
Kakek tua itu menutup bukunya, ia melangkah keluar dari
mejanya mengambil air lalu duduk kembali dan melajutkan
membaca bukunya.
“Kek?”
“Apa? Jangan gangu aku tidak lihatkah kau, aku sedang
membaca buku.”
Lha? Kok? Bukanya kakek itu tadi berbicara kepadaku.
Kalau bukan jadi siapa?
“Nakk, nenek ini yang berbicara.”
Kami semua yang ada di ruangan serentak kaget.
Sepertinya bukan hanya aku tadi yang menyimak pembicaran
itu tapi, semua yang ada di ruangan ini. Firuz bahkan sampai
merigis sakit karena tidak segaja aku menekan lukanya terlalu
kuat.
“Maaf..maaf.”
Baiklah, aku masih kebingungan karena nenek ini duduk
di belakangku tapi suaranya terdengar dari depan. Lagi pula
tadi aku mendengarkan suara serak laki-laki.
“Ah, tenanglah anak muda. Eskpresi Rin saat pertama kali
datang ke sini juga seperti itu, kalau boleh tau siapa nama kalian
ini?”
Suara nenek melembut seperti bagaimana raut mukanya
yang tampak selalu bercahaya, rambutnya panjang putih. Ia

165
Daus Net

mengigatkan ku kepada nenek yang selalu senang saat kami


sekeluarga datang mengunjuginya.
Kami kemudian memperkenalkan diri satu per satu.
“Ily, Tri, Ren, Ken, dan Firuz ya. Perkenalkan nama Nenek
Kaira panggil saja Nek Ra, Rin juga memangil nenek ini seperti
itu. Lalu kakek tau yang sedang membaca buku di sana namanya
Enra. Panggil saja dia Kek En.”
Aku baru tau nama kakek itu.
“Nah, tadi kata kamu, kamu bukan berasal dari Bumi.
Nak, darah yang mengalir di setiap pembuluh darah milikmu
adalah darah manusia Bumi. Kamu dan yang lainnya hanya
pergi sebentar dari planet ini tapi, jati dirimu Nak tidak pernah
berubah bahwa kamu adalah keturunan manusia Bumi.”
Kata-kata Nek Ra sunggu menenangkan kepalaku apalagi
saat ia sedang tersenyum.

166
Ozon

Ronde Dua

S aat aku dan Tri sedang asik mengobrol dengan Nek Ra,
tiba-tiba Boooomm. Suara ledakan terdengar dari luar.
“Ren ada apa?”tanya Tri.
“Mereka kembali.”
“Ha? Kenapa bisa?”
“Kali ini pasukkannya lebih banyak.”
Kami semua bergegas termasuk Ken dan Firuz bahkan
Nek Ra juga ikut. Kami sunggu terkejut ketika melihat kawah
luas yang tiba-tiba ada di depan mata kami. Kawah itu mungkin
tiga kali lebih luas dari lapangan sepak bola dan di sana ada
beberapa mayat para Naga.
Suara design mesin yang super kuat mengusir burung-
burung yang hendak lewat, binatang-binatang di sekitar lari
terbirit-birit. Bahkan para Naga mulai ragu ingin menyerang
ketika ada kapal militer utama datang ke Bumi.

167
Daus Net

Yang ku tahu kapal itu masih dalam pengerjaan dan


memang akan digunakan untuk mengeskpedisin Bumi.
Kapal militer utama, kapal yang memiliki besar sepuluh
kali lipat dari kapal milik Ken dan Firuz, sanking besarnya
kapal itu sampai menutupi cahaya matahari membuat mereka
yang ada dipermuakan bermandikan kegelapan.
Saat ini suasana seperti malam. Bukan hanya besarnya
yang mengertikan juga senjata-sejata yang ditodongkan kepada
kami. Kalau aku hitung-hitung jumlah senjatanya ada lebih dari
dua puluh dan senjata yang ada merupakan senjata laser. Jenis
senjata terkuat saat ini. Tak heran bagaimana bisa para Naga itu
kalah hanya menyisakan mayat.
Rin terlihat bobrok, baju militer miliknya setegah rusak
hampir tidak dapat digunakan. Luka-luka yang ia terima pun
terlampau banyak tapi, Rin masih berdiri gagah membentakan
sayapnya untuk melindungi desa ini. Namun, Rin bukanlah
lawan kapal-kapal itu.
Yang datang ke Bumi bukan hanya kapal militer utama
ada juga kapal-kapal seperti milik Ken dan Firuz serta kapal
kecil yang jumlahnya seratus lebih.
Bagaimana kami bisa mengalahkan armada sebesar ini?
“Ily, Tri, Ren ikuti aku.”
Nek Ra mengajak kami bertiga untuk masuk ke dalam
pondonya kembali.
“Kalian tanahlah kapal-kapal berengsek itu sampai aku
kembali.”
Suara Nek Ra tidak seperti tadi, kali ini ada nada-nada
kemarahan keluar dari pita suaranya.
“Kek En, tolong.”
Kek En keluar dari rumah lengkap dengan segudang
persenjataan di tubuhnya. Baju baja dengan senjata laser
membuat Kek En seperti prajurit benaran.

168
Ozon

“Aku ini mantan prajurin, asal kau tahu saja.”


Eh, Kek En punya kemampuan membaca pikiran? Yang
benar saja.
“Ayo.”
Kami bertiga mengikuti Nek Ra hingga sampai ke dalam
pondok ia berdiri di depan pintu keluar. Lalu ia menghentakan
kakinya tiga kali ke tanah. Pondok ini tiba-tiba beguncang
membuat debu-debu di atas jatuh.
“Maafkan Nenek jika pondok ini sedikit kotor.”
“Ah, iya tidak apa-apa Nek Ra.”
Tiga puluh detik kemudian tiba-tiba lantai di dekat pintu
bergeser lalu menghadirkan sebuah lubang berbentuk persegi
besarnya mungkin tiga kali lipat dari besar tubuhku. Pintu
terbuka sempurna tangan-tangan itu muncul sendiri dan berakhir
di bawah tanah.
Nek Ra langsung menagajak kami turun melewati tangga-
tangga itu. Jalannya hampir sama dengan lorong yang dibuat
Ken dan Firuz. Lembab, gelap, serta dingin. Bahkan terkada
ada bintang kecil meraya di dinding-dinding lorong. Aku
bahkan melihat laba-laba yang tidak bisa aku temui di Mars
karena lingkungan yang tidak cocok. Ada juga cacing tanah
ketika aku pegang ternyata strukturnya lincin. Dari buku yang
pernah aku baca cacing tanah bernapas menggunakan kulitnya
mungkin penyebab tubuhnya licin karena gas-gas yang keluar
atau masuk.
Semakin lama tangga-tangga ini semakin licin, teksturenya
juga semakin kasar dan terasa seperti tanah. Nek Ra tidak bilang
kalau kami harus memakai alas kaki, jika saja ia bilang terlebih
dahulu pasti kaku lebih enak. Tapi, terlihat Nek Ra juga tidak
menggunakan alas kaki, apakah ada suatu alasan kenapa kita
tidak pakai alas kaki? Mungkingkah ini suatu ujian kesabaran
dari Nek Ra?

169
Daus Net

Lima menit kami berjalan menelurusi lorong ini entah apa


yang terjadi di luar di sini tidak terdengar suara sama sekali,
hanya ada suara langkah kaki dan detak jantung kami. Tempat
ini cukup luar biasa, mungkin si arsitek membuat tempat
persembuyian seperti ini agar suara-suara dari sini di redam
sehingga musuh dari luar tidak tahu. Sunggu menarik.
Nek Ra tiba-tiba mengentikan langkah kakinya secara
mendadak. Tri yang berada di belakangku tiba-tiba ditabrak
Ren membuat Tri terdorong ke depan dan mengenaiku. Hampir
saja jika aku tidak menaha mereka beruda kami bertiga serta
Nek Ra akan jatuh seperti domino.
Namun, meskipun akan jatuh tapi sepertinya kami tidak
akan mengenlinding karena di depan kami terdapat pintu yang
terbuat dari besi. Pintu itu memiliki corak yang unik lingkaran-
lingkaran tergambar melekuk seperti arus air. Ditambah seperti
ada lekukan yang berbentuk manusia yang saling bergandengan
tangan terlihat manusia-manusia itu membentuk lingkaran.
“Mundut sedikit.”
Kamipun mundur beberapa langkah. Nek Ra tetap di
tempatnya, tanpa berlama lagi ia mengedor pintu itu.
“Bukalah, kode 010101092123912.”
Nek Ra mengucapkan angka itu dengan cepat sekali,
aku bahkan sulit membedakan nada 0 dan 1 padahal angka
itu memiliki pengucapan yang sangat berbeda. Setelah Nek
Ra selesai mengucapkan kodenya, pintu itu bergeser karena
karatanya yang sangat banyak design pintu itu membuat ngilu.
Ruangan di balik pintu itu gelap hingga Nek Ra
menghidupkan lampu.
Cahaya terang benderang menyinari ruangan itu. Terlihat
di berbagai sisi dinding ruangan itu terdapat kapsul yang
jumlahnya belasan, aku tidak tahu secara pasti yang jelas di
dalam kapsul tersebut terdapat baju militer.

170
Ozon

“Baju-baju ini dibuat oleh para pendahulu kami. Mereka


membuatnya untuk bertahan hidup Bumi saat Bumi masih dalam
keadaan kacau balau. Baju-baju ini memiliki kemampuan yang
sangat luar biasa, contohnya saja baju militer yang digunakan
oleh Rin. Ia bisa terbang, mengeluarkan tinju udara, dan
bajunya Kek En itu memiliki berbagai peralatan tentu saja ia
sudah memodifikasinya. Ia sangat tahu tentang baju itu karena
kakeknya lah yang membuat semua baju ini. Meski baju-baju
ini memberikan kemampuan yang sangat kuat tapi, sangat sulit
untuk dikendalikan. Anehnya selama ini tidak ada satupun
penduduk desa yang bisa menggunakan baju-baju ini kecuali
Kek En.
Tapi, aku sangat yakin kalian dapat menggunakannya
karena Rin yang datang dari Mars dapat dengan mudah
menggunakannya. Nenek sediri tidak tahu kenapa hanya
dia yang bisa, berdasarkan catatan baju-baju ini hanya untuk
mereka yang memiliki keinginan yang kuat. Entah keinginan
yang seperti apa.”
Aku mengerti semua yang dikatakan Nek Ra tapi, aku
tidak yakin aku bisa menggunakan baju-baju ini.

171
Daus Net

172
Ozon

Baju Militer

A ku, Tri, dan Ren memasukki medan perang ketika


telah mendapatkan baju militer yang diberikan oleh Nek Ra.
Baju-baju ini sangat luar biasa kekuatan kami meningkat
drastis, seperti baju di flim jadul Iron Man yang terkadang
ayahku tonton hingga seri ke tiga lalu jika ada kesempatan ia
akan menontoninya lagi dari seri pertama, begitu seterusnya.
Aku bahkan sampai hapal dialog-dialog yang dimainkan oleh
pemerannya.
Setiap baju memiliki keuninkan masing-masing dan juga
baju ini akan aktif tergantung apakah penggunanya cocok atau
tidak dengan baju ini.
Ren terlihat bersemangat sekali lihatnya ia terbang dengan
ganasnya langsung menuju kapal-kapal kecil. Ia mengejek
kapal-kapal itu lantas ia langsung dikejar oleh puluhan kapal.
Tapi, itu bukan masalah baginya, dengan mengubah enegri baju
menjadi bentuk listrik Ren dapat menjatuhkan hingga sepuluh
pesawat dalam sekali serang.
Kecepatan terbang kami jauh lebih unggul karena gesekan
antar udara yang diterima lebih kecil dibandingkan kapal-kapal

173
Daus Net

itu. Ukuran tidak menjadi sesuatu itu hebat atau tidak.


Ken, Firuz, dan Rin kali ini benar-benar terkapar di tanah.
Terlihat mereka sudah tidak dapat melawan lagi. Di sini Tri
berperan, bajunya memiliki sistem penyembuhan yang bisa
digunakan untuk orang lain maupun diri sendiri. Dengan
teknologi nano ia memasukkan robot-robot yang berukuran
nano ke dalam tubuh melalui pori-pori yang ada. Lalu dari luar
ia bisa memerintahakan robot nano tersebut untuk memperbaiki
luka-luka yang ada di tubuh mereka bertiga. Dalam lima menit
seluruh luka yang ada telah hilang sempurna. Selain teknologi
nano baju Tri juga memiliki kemampuan untuk membuat
wadah transpara yang dapat digunakan untuk melindungi
sekaligus mengobati. Dalam wadah tersebut udara secara
otomatis disaring hingga jumlah oksigen dalam wadah mampu
menyembuhkan luka-luka pada tubuh secara alami.
Dalam formasi ini sudah ada yang menyerang dan bertahan.
Dua penyerang utama satunya lagi Kek En, meski sangat
tua tapi lihatnya. Dengan senjatanya yang perkasa ia mampu
menjatuhkan salah satu kapal besar. Pasukkan yang turun untuk
melawan langsung tidak berkutik ketika berhadapan dengan
Kek En.
Nampaknya melihat pasukkan militer Mars kacau balau,
kapal militer utama mulai melakukan pergerakan. Tampak
senjata-senjata mereka membidik Tri, Ren dan Kek En. Sebelum
aku juga dibidik aku harus menghancurkan kapal itu terlebih
dahulu.
Kata Nek Ra tidak banyak yang diketahui apa sebenarnya
fungsi baju yang kupakai ini. Dari dua belas baju yang ada di
ruang bawah tanah itu tidak ada satupun yang cocok denganku.
Hingga Nek Ra mengeluarkan baju.
“Nenek, sebernarnya tidak ingin menujukan baju ini
karena baju ini benar-benar sulit dikendalikan. Resiko yang
didapatkan oleh orang yang mencoba baju ini sanggat tinggi.

174
Ozon

Saking tingginya Nenek ingin sekali menghancurkan baju


tetapi, meski direndamkan dalam lava sekalipun baju ini tidak
akan tergores. Itulah kehebatan baju ini tapi, sekali lagi resiko
pemakai baju ini sangat tinggi bila tidak cocok dengannya” Nek
Ra menjelaskan saat kami masih di ruangan baju.
“Resikonya apa Nek Ra?”
Nek Ra menghela napas panjang lalu..
“Kematian.”
Kami bertiga saat itu tercengang mendengar kata kematian.
“Ily, sebaiknya tidak kamu coba” Tri membujuk.
Mati ya? Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya
bagaimana rasa kematian itu. Aku sendiri masih bingung
apa yang sebenarnya aku cari di sini? Kenapa juga aku harus
mengorbankan nyawaku untuk orang yang tidak aku kenal?
Aku bisa saja kembali ke Mars menikmati kehidupanku yang
biasanya. Aku juga bisa melajutkan Pendidikan ke perguruan
tinggi, bekerja, menikah lalu punya anak. Hidup yang penuh
kedamaian. Lihatlah mungkin orang-orang di Mars sedang
menoton acara kesukkaan mereka. Tapi, aku di sini terlibat
dalam kondisi perang yang tidak ada hubungannya denganku.
Aku juga tidak tahu kenapa aku harus melindungi Bumi?
Pemikiran demi pemikiran datang tanpa diundang. Itu
hanya pikiran negatife. Aku yakin sekali musuh terbesar yang
dihadapi Bumi maupun Mars adalah pemikiran orang yang
hidup di dalam planet itu sendiri. Mudah mengalahkan armda
sebesar itu tapi, sulit mengalahkan pikiran sendiri.
“Hoi, Ily apa yang kamu lakukan”
Aku melangkah jarak demi jarak mendekati kapsul yang
ada di depanku ini. Kapsul yang berisikan kesempatan untukku
menolong orang lain.
Aku melangkah dengan yakin tidak peduli dengan bujukan
Tri dan Ren.

175
Daus Net

Jadi apakah aku telah menemukan alasan kenapa aku harus


melindungi Bumi? Jawabannya TIDAK. Aku tidak pernah
menemukan alasan untuk menolong orang lain. Lebih tepatnya
aku tidak memerlukan alasan untuk menjadi penolong. Seperti
tiga tahun yang lalu dimana aku sendiri tidak tahu kenapa aku
mau menolong anak dan ibu itu. Maka aku katakan lagi dalam
hati hingga hatiku bisa mengingatnya dengan baik.
Aku tidak perlu alasan untuk menjadi penolong
Maka karena itu baju ini menerimaku sebagai penggunanya.
Nek Ra tidak tahu apa yang bisa dilakukan baju ini tidak ada
catatan tentang hal itu. Jadi aku harus mencari tahu sendiri.
Aku sudah mencoba beberapa hal seperti terbang dan
ternyata bisa. Aku juga bisa mengubah energi dalam baju
menjadi energi panas hingga terbentuk api.
Kecepatan terbang baju ini sangat luar biasa, ketika aku
mencobanya hanya butuh waktu satu detik untuk sampai ke
salah satu kapal kecil itu. Saat mengetahui aku sudah ada di
depan kapal si pengemudi terkejut. Nampaknya radarpun tidak
bisa membaca kecepatanku saat ini.
Dengan siap bersedia aku melemparkan salah satu kapal
hingga jarak ratusan meter, kapal yang aku lempat membuat
efek domino. Dari satu meledak kemudian ledakan lain memicu
ledakan pada kapal lainnya, ledakan itu baru berhenti ketika
mengenai badan kapal yang lebih besar lagi.
Lima belas menit berlalu, kami bertiga lalu berkumpul di
permukaan.
“Bagaimana?” tanya Tri.
“Hasilnya cukup”, Ren menjawab.
“Setidaknya kita bisa mengalahkan kapal yang paling
kecil”, ujarku.
“Benar, jika mereka tidak di basmi, kapal-kapal kecil itu
akan seperti lebah yang dimengangu.”

176
Akhir

B aju ini memiliki kekuatan yang super dahsyat. Baju


ini juga menyesuikan keamaanan bagi penggunnanya.
Selian dua kekuatan tadi terbang dan mengeluarkan api. Ada
satu kekuatan lagi yang benar-benar menakjubkan. Aku terbang
hingga ketinggianku di atas kapal-kapal itu. Kubentangkan
kedua tangan menutup mata lalu berkonsentrasi. Satu menit
berlalu aku melepaskan kekuatanku. Kedua tanganku turun
serentak. Bersamaan dengan tanganku sebuah asteroid besar
muncul dari awan. Inilah kekuatan baju ini.
Bukan memangil asteroid tetapi mengikat asteroid dengan
kekuatan otak. Baju-baju ini meningkatkan kemampuan otak
penggunannya hingga bisa memrintah benda yang ada di sekitar.
Asteroid itu jatuh sekali menghamtam Bumi Booom maka
seluruh daratan akan rata karena momentum yang dihasilkannya.
Kapal militer utama mengarahakan senjata lasernya ke
atas. Mereka mulai menembak tapi, sia-sia tidak sampai se per
dua belas, senjata mereka hanya mengores sedikit. Mulailah
kapal-kapal yang lain focus menembak, mereka tidak bisa lari
karena besarnya asteroid itu.
Namun, semua itu beakhir harapanku untuk menang sirna
seketika ketika ada seseorang menggunakan topeng polos
berwarna hitam lengkap dengan baju militer. Ia megangkat
tangan kanannya lalu dalam sekejap mata asteroid yang aku
hujamkan telah pecah menjadi kerikil kecil membuat daerah ini
seperti sedang ada hujan debu.
Prajurti itu kuat sekali, ia keluar dari kapal militer utama.
Ia menatapku meski tidak bisa melihat matanya secara langsung
tapi, tubuhku mendeteksinya seperti itu.
Husss
Prajurit itu menghilang mataku berusaha mencarinya
ke segala titik tapi, sedetik kemudian ia hadir dihadapanku
menyiapkan kepalan tangan. Mungkin tidak sampai satu detik
tapi, aku sudah terpelanting jauh. Perutku sakit terkena pukulan
telak dari prajurti itu.
Ren berusaha mendekatiku namun, sayang ia dihadang
oleh dua kapal sekaligus. Tri tidak bisa ikut bertarung karena
bajunya hanya bisa digunakan untuk melakukan penyembuhan
dan perlindungan.
Sesaat udara ini menjadi lebih dingin mungkin karena dari
tadi daerah ini tidak terkena matahari. Di sana tepat di depanku
seorang prajurit melayang dengan tegapnya. Ia sepertinya siap
untuk melancarkan pukulan kedua. Aku juga telah siap lebih
siap dari pada yang tadi.
Husss
Prajurit itu menghilang tapi, percuma aku bisa mendeteksi
kehadirannya. Saat ia sampai didepanku tangganya terkepal
tiba-tiba prajurit itu terpental. Aku kager ketika sadar prajurit
itu terlempar ke arah kiriku. Dan ternyata itu oleh Kek En yang
sekarang sedang melayang tepat di depanku. Kepalan tangannya
terlihat berasap, sepertinya Kek En mengubah energi dalam
bajunya menjadi energi kinetik yang sangat besar sehingga bisa
melambungkan prajurti itu.
Ozon

“Jangan remehkan aku anak muda begini-begini aku lebih


berpengalaman darimu.”
Ah, jadi kesal saja melihat wajah sinisnya.
“T-terima kasih Kek.”
“Huh, aku simpan terima kasihmu yang tidak berguna itu.”
Ahhh, susah payah aku mengeluarkan kalimat terima kasih
tapi ini yang aku dapatkan. Kakek tua itu sebaiknya segera di
liang lahat saja.
Tanpa memperdulikan aku Kek En melesat cepat lalu
hadir di depan prajurti itu. Namun, kecepatan prajurti itu jauh
lebih cepat dari pada Kek En, kektika Kek En hadir ia langsung
menghilang dan muncul di atas kepala Kek En. Kakek tua itu
tidak mau kalah ia menggunakan Teknik yang sama dengan
prajurit itu. Sebelum prajurit itu mengirim pukulannya Kek
En menghilang dan muncul dikepala prajurit itu. Alhasil yang
terkena tinjuan adalah prajurt itu. Ia lagi-lagi terplanting ke
belakang.
“Huh, lihat itu.”
Kesombang Kek En tidka beratahan lama dan hitungan
detik Kek En terhempas hingga jarak yang sangat jauh mataku
sampi tidak bisa melihatnya. Prajurt sekarang tepat melang di
depanku ia bersiap-siap untuk melancarakan seranga.
Lari
Aku pun terbang menjauh dari prajurit itu, entah kenapa
tiba-tiba aku mendengar perintah itu lari. Prajurit itu merepotkan
mendekati saja tidak bisa. Lihatlah sekarang semakin aku
menambah kecepatan terbangku semkin cepat pula dirinya.
Kecepatanku sudah sampai di batas maksimum tapi, prajurit itu
menunjukan topengnya dihapanku.
Boommm
Suara ledakan menyertai tinjunya berhasil membuatku
terplanting hingga mencapai posisi semula.

179
Daus Net

Huh, aku butuh rencana.


Aku mendekati Ren yang sedang melawan dua kapal
sekaligus.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyaku.
“Cukup buruk mengalahkan dua kapal ini sudah sangat
merepotkan.”
Kali ini dua lawan tiga. Aku dan Ren saling melindungi
punggung kami di depanku sudah ada prajurit itu dan di
belangku ada dua kapal yang siap menembak. Kami benar-
benar terpojok.
Namun, Rin tiba-tiba hadir di sampingku.
“Kita akan bertarung Bersama.”
“KAMI JUGA.”
Kapal yang kami naiki sebelumny datang ke lokasi dan di
dalamnya ada Ken dan Firuz. Setidaknya ada sedikit harapan.
Tri juga ikut bergabung tapi, dari kejahuan. Ia memberikan
bola-bola pelidung agar hantaman pukulan atau senjata tidak
berdampak buruk bagi kami.
Sekarang tiga lawan lima. Tapi, tiba-tiba bertambah
satu ketiak Kek En dengan kecepatan yang luar biasa datang
lalu langsung menghajar prajurit itu. Prajurit itu terplanting
menghantam permukaan. Kek En sangat senang wajah sinisnya
menjadi-jadi.
Tak lama setelah itu, serangan super besar datang ratusan
peluru besar dengan kecepatan suara datang dari atas kami.
Kek En yang tidak menggunakan pelindung terkena salah satu
peluru ia lalu terbanting ke permukaan.
“Peluru-peluru ini dari kapal militer utama.”
Sekarang empat lawan lima dengan kualitas dari pihal
lawan yang lebih baik maka kuantitas kami tidak berlaku sama
sekali. Sangat sulit untuk mengalahkan satu prajurti super itu
dan satu kapal militer utama.
180
Ozon

Keputusan Ily

H arapan yang tiba-tiba sirna itu kembali datang


ketika suara teriakan mengema di seluruh penjuru Bumi. Dari
arah timur tampak kepakan sayap besar nan agung datang
kemari. Itu raja Naga. Dengan cepat sang raja langsung melesat
menyerang dua kapal terlebih dahulu. Besarnya sang raja benar-
benar menakjubkan, ia setara dengan kapal militer utama.
“He, menyedihkan sekali kau En lihatlah tubuh tuamu
sudah tidak mampu lagi untuk bertarung.”
“Diamlah, tubuhku memang sudah tua tapi, jiwaku masih
muda.”
Aku jadi merasa aneh mendengar percakapan sang raja
dengan Kek En mereka seperti teman lama yang sudah lama
tidak bertemu.
“He, sadar diri kawan.”
“Halo Es.”
Suara Nek Ra tiba-tiba hadir.
“Whua, Ra sudah lama tidak bertemu kau tampak cantik
saja.”

181
Daus Net

“Nanti saja kita reuninnya, bisakah pinjamkan kekuatamu


sedikit.”
“Untuk itulah aku datang kemari.”
Sang Raja megaum sebesar-besarnya, kami memutuskan
untuk turun ke permukaan mengikuti perintah Nek Ra. Pohon-
pohon seperti sedang dilanda badai besar, langit-langit bergetar,
awan-awan jatuh menjadi hujan ke permukaan padahal belum
saatnya untuk jatuh. Hanya dengan teriakan Sang Raja bisa
membuat Bumi ini bergetar.
Prajurit itu menghilang lalu mencul di depan mata Sang
Raja. Ia melepaskan pukulan tapi, tidak berdampak apapu
kepada Sang Raja. Sang Raja mengeram, ia menarik napas
dalam-dalam lalu menyeburkan napas itu dari mulut namun,
yang keluar bukan udara melainkan api. Api itu awalnya merah
lalu menjadi biru lalu berubah lagi menjadi putih, hingga api itu
menghitam.
Kapal militer utama terbakar di bagian kirinya. Kapal itu
langsung oleng karena kehilangan setegah mesin untuk tetap
terbang. Prajurit itu pun terlihat terluka di lengan kirinya. Ia
tidak sempat untuk menghindar sepenuhnya tadi.
“Sudahlah, aku akhiri saja.”
Sang Raja menyeburkan api tapi, kali ini dalam bentuk
bola, salah satu semburannya mengenai badan kapal. Dan
prajurit itu meski ia menghindar dengan cepat tapi, datangnya
bola-bola api itu jauh lebih cepat sehingga prajurit itu terkena
bola api dan langsung terkapar.
“Sudah Es.”
“Aku tahu Ra aku tidak akan membunuh mereka.”
Aku terkejut ku kira Sang Raja akan membunuh mereka
semua.
Kapal militer utama itu jatuh dan seluruh awak kapal
berhamburan keluar. Prajurit itu sudah terkapar di tanah tidak

182
Ozon

Kapal militer utama itu jatuh dan seluruh awak kapal


berhamburan keluar. Prajurit itu sudah terkapar di tanah tidak
bisa bergerak sama sekali. Baju prajurit itu terbakar hingga
tidak tersisa, karena itu kami semua dapat melihat siapa sosok
di balik baju itu.
Kami mendekati tempat prajurit itu jatuh dan fakta
yang lagi-lagi mengejutkan. Bahwasannya prajurit itu adalah
komandan. Aku, Tri, dan Ren benar-benar terkejut melihat
hal ini. Tidak kami sangka komandan yang dahulu mengajari
kami tentang yang namanya kekuatan dan kekuatan itu harus
digunakan kepada kebaikan kini ia malah melakukan hal yang
tidak sesuai dengan itu.
Komandan tak sadarkan diri. Dari arah pesawat, mereka
yang ada di sana benar-benar membuat perasaanku sakit. Kak
Ana dan Tia merupakan bagian dari rombongan tersebut.
Aku lari dari lokasi aku tak sanggup melihat ini semua.
“Ada apa Nak Ily?” Nek Ra bertanya.
“Tidak ada apa-apa.”
“Kau tahu Ily apa yang kamu lakukan saat ini adalah hal
yang benar. Mungkin menurut orang lain tidak tapi, tak mengapa
penilai mereka tidak menjadikan dirimu itu siapa. Nah, Ily jika
seandainya orang-orang yang telah menghiatimu itu tiba-tiba
berbalik ingin berteman dengan kamu lagi apa yang akan kamu
lakukan.”
“Aku tidak tahu.”
“Nenek juga tidak tahu soal itu. Dahulu saat Nenek dan
Kek En masih mudah kami sering sekali bertarung dengan para
Naga. Hingga kami bertemu dengan Es, pertarungan kami sangat
sengit. Kata orang lain kami adalah musuh terbesar para Naga
dan Es. Tapi, lihatlah setelah pertarugan demi pertaruangan
kami lewati lama kelamaan entah mengapa kami tiba-tiba bisa
tertawa besama. Apa yang terjadi? Nenek tidak mengerti. Tapi,
satu hal yang pasti Nenek tahu bahwa kami bertarung tanpa
183
Daus Net

Epilog
Para pasukkan mars terlihat luluh lantak, mereka mengalami
kekalahan akibat melawan alam. Kerusakan terjadi dimana-
mana, tanah tampak berlubang-lubang padahal dari tanah inilah
manusia bisa hidup tapi, mereka malah merusaknya.
Ily tak menetap di Bumi, ia lebih memilih kembali ke
Mars. Ily memutuskan untuk melajutkan Pendidikan hingga ke
tahap universitas. Ia memutuskan untuk terus peduli terhadap
lingkungan sekitar, sekarang dirinya tahu, masalah lingkungan
adalah masalah yang akan terus ada sepanjang masa. Jika beri
solusi kepada satu masalah maka masalah lainnya akan muncul.
Alam tak bisa terus-terus memperbaiki dirinya sendiri,
alam juga punya batasan. Karena itu Ily bertekad untuk menjaga
lingkungan baik di Mars dan di Bumi. Ia juga mendirikan sebuah
organisasi bernama Ozon, agar lingkungan ini tetap memiliki
penjaga disetiap generasi.
Bertahun-tahun setelah peperangan sudah banyak hal
yang dilakukan oleh Ily, selain menjaga lingkungan, ia
juga membangun diplomasi dengan pihak Bumi. Ily ingin
membangun peradaban di Bumi.
Hari ini Ily diundang oleh pemerintahan dunia untuk
menjadi pembicara internasional. Ily terlihat sangat menawan
ketika menaiki tangga, rambutnya yang tak ikat melambai-
lambai. Saat ia naik ke podium terlihat matanya berbinar,
senyumnya bagai Bulan.
Ia lalu mengecek mic, menarik napas dan berkata.

184
Ozon

“Alam sebenarnya tak membutuhkan penjaga,


karena ia bisa menjaga dirinya sendiri. Namun,
tak berarti kita bisa seenaknya merusak alam,
karena ia adalah teman terbaik yang menyediakan
segala kebutuhan kita, bahkan tempat jasad ini
untuk beristiharat”

Ozon.

185
Daus Net

Profil Penulis :

Muhammad Firdaus nama asli dari penulis seorang


mahasiswa kimia dari fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta-
huan Alam Universitas Tanjungpura. Lahir di Kalimantan Barat
tepatnya di Desa Punggur Kecil. Sebuah desa yang tak begitu
jauh dari ibu kota Kalimatan Barat.
Ayah dan Ibunya seorang guru di Desa Punggur Kecil,
sejak dulu Daus (panggilan akrabnya) ingin menulis namun,
karena tak memiliki kemampuan dibidang tersebut ia akhirn-
ya menyerah. Lama berselang Daus membaca sebuah novel
dari karya salah seorang penulis, dari novel tersebut ia sedikit
terinspirasi untuk terus membaca buku. Hampir setiap sore ia
menenggelamkan dirinya dalam bacaan-bacaan. Tak lama ia
menjadi tertarik menulis, awalnya sangat kesulitan bagi dirinya
yang tak pernah menyentuh dunia tulis menulis. Saking sulitn-
ya untuk membuat satu cerpen ia membutuhkan waktu selama
dua minggu.
Berjalannya waktu Daus memulai latihan intensif, setiap
hari ia terus menulis dan membaca tentunya. Tiga bulan berlalu
ia menjadi lebih terbiasa untuk menulis cerita bahkan peng-
gunaan kata-katanya sudah semakin baik. Dan sekarang Daus
ingin menunjukan hasil jerih payahnya.

Contact : Email : dausnet.dn@gmail.com

186
Ozon

187
Daus Net

188

Anda mungkin juga menyukai