”Kota ini memang dibangun agar bisa beroperasi secara efisien.” Ilo
sudah berganti topik percakapan untuk kesekian kali. Dia persis seperti
Papa di rumah, suka mengobrol saat sarapan, dan mengambil topik apa
saja sebagai bahan percakapan.
Aku menggeleng, menelan ludah. Pasti tidak ada di dunia ini nama
sekolah seperti itu.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 189
”Mereka datang dari jauh, Nak. Kemungkinan dari luar negeri,” Ilo
menjelaskan. ”Kamu lihat, dua kakak yang lain juga tidak bisa bicara
dengan kita. Bahasanya berbeda.”
Ou mengangguk-angguk menggemaskan.
Aku tidak segera menanggapi Ali. Aku menatap Ilo yang kembali
membawa sesuatu.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 190
”Bahkan, yang lebih aneh lagi, kalian lihat,” Ilo melangkah sebentar
ke dekat lemari lainnya, menarik keluar sesuatu, ”ini benda yang besar
untuk bisa lolos ke dalam kesalahan teknis kecil sistem lubang berpindah.
Entahlah ini benda apa. Bentuknya seperti kursi, tapi model dan
teknologi kursi ini terlalu primitif. Aku tidak yakin ini datang dari lubang
berpindah, siapa yang hendak mengirimkan kursi? Lebih baik
menggunakan transportasi biasa, bukan?”
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 191
”Ini sepertinya bukan ide yang baik, Ra,” Ali berkata pelan, saat
kami disuruh menunggu di ruang tengah. Ou sedang bersiap, mengambil
tas sekolahnya. Sang ibu ikut mengantarnya ke sekolah.
Aku sebenarnya sependapat dengan Ali. Tapi apa yang bisa kami
lakukan?
”Mereka hanya berpikir kita datang dari kota atau tempat lain.
Tersesat. Sesederhana itu,” Ali bergumam.
”Setidaknya keluarga ini baik dan ramah. Aku percaya Ilo tidak
akan mengantar kita ke tempat jahat,” Seli berkata pelan.
Sejak tadi malam, Seli menerima apa pun solusinya, sepanjang bisa
membuat kami pulang layak untuk dicoba. Keberadaan bangku belajar,
novel, flashdisk, dan benda-benda milikku yang ditemukan di kamar Ou
dengan sendirinya memastikan kami berada di dunia lain seperti
penjelasan Ali tadi malam. Tapi Seli juga benar, keluarga ini baik kepada
kami. Ou terlihat lucu, ibunya ramah dan cantik—lebih cocok menjadi
model terkenal dan Ilo, selain baik, masih terlihat muda, tampan,
sepertinya bukan sekadar desainer pakaian biasa.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 192
”Kalian sudah siap?” tanya Ilo, yang keluar dari ruang kerjanya
dengan membawa tas.
Aku mengangguk.
Ini bukan sekolah. Ini ruangan besar yang megah, mirip stasiun
kereta, tapi berkali-kali lebih canggih daripada stasiun kereta paling
modern di dunia kami berasal. Belasan jalur kereta, puluhan kapsul
berlalu-lalang, seperti mengambang di rel, datang dan pergi. Jalur-jalur
itu tidak hanya horizontal, tapi juga vertikal, ke segala arah. Ada yang
masuk ke bawah tanah, menyamping, bahkan ke atas, masuk ke dalam
lorong, ada banyak sekali arah jalur. Ruangan megah itu terlihat terang.
Lantainya terbuat dari pualam terbaik. Dindingnya cemerlang. Di langit-
langit tergantung belasan lampu kristal mewah.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 193
Ali menatap sekitar tidak henti-hentinya. Dia tidak peduli orang lain
memperhatikannya. Aku sempat khawatir melihat kelakuan Ali, apalagi
beberapa orang di dekat kami tiba-tiba berdiri. Anak-anak remaja,
memakai seragam, mereka terlihat berseru-seru antusias. Mereka
mengeluarkan buku, mendekati bangku kami.
Apa yang akan mereka lakukan? Aku menyikut Ali agar bertingkah
lebih normal.
”Kalian harus terbiasa dengan hal ini,” justru Vey yang berbisik,
menahan tawa.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 194
Aku segera tahu apa yang sedang terjadi. Di layar televisi terlihat
tayangan, mungkin itu sebuah iklan. Wajah Ilo tampak close up
memenuhi layar, tersenyum memamerkan koleksi pakaian terbaru.
Kapsul yang kami naiki terus melesat cepat dalam jalur kereta. Di
luar tidak terlihat apa-apa, tapi sepertinya kami masuk semakin dalam.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 195
konvensional, seperti desain baju yang kubuat, tapi lebih nyaman dan
aman.
”Salam buat orangtua kalian ya, dan jangan sungkan mampir lagi
jika berada di kota ini. Rumah kami selalu terbuka hangat buat kalian.”
Vey memelukku untuk terakhir kali sebelum melangkah turun menyusul
Ou.
Aku mengangguk.
Aku tidak akan percaya kami berada di dalam tanah jika Ilo tidak
bilang begitu. Dari pintu kapsul yang terbuka, sebuah bangunan sekolah
terlihat. Beberapa kapsul lain merapat dari banyak jalur, anak-anak
sekolah berlompatan turun, beberapa ditemani orangtua mereka.
Halamannya luas, dengan rumput terpangkas rapi. Beberapa pohon
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 196
Seli dan Ali boleh jadi tidak tahu apa yang sedang disampaikan
pembawa acara, tapi mereka dengan segera mengerti berita itu. Sebuah
tiang raksasa terlihat menimpa bagian hutan, lantas di sebelahnya dua
bangunan besar berbentuk balon tergeletak hancur bersama potongan
tiang, menghantam lebih banyak pohon lagi.
”Tidak ada yang bisa memastikan apa dan dari mana benda ini
berasal. Petugas Komite Kota sedang melakukan pemeriksaan tertutup.
Yang bisa dipastikan, belasan pohon rusak, dua rumah roboh saat benda
ini muncul begitu saja. Tidak ada korban jiwa. Dua rumah dilaporkan
dalam keadaan kosong saat kejadian.”
***
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 197
Wajah Ilo terlihat serius sekali, meski ekspresi wajahnya yang baik
tidak hilang.
Aku menoleh ke arah Seli dan Ali—yang tidak mengerti apa yang
kami bicarakan.
Aku menggigit bibir. Baiklah, meski ini boleh jadi tidak masuk akal
dan akan membuat Ilo tertawa, aku akan menjawab. Suaraku bergetar.
”Kami juga tidak tahu. Mungkin saja kami berasal dari dunia yang
berbeda, dunia lain.”
http://pustaka-indo.blogspot.com