http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 19
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 20
”Hei, Ra, apa yang barusan kamu lakukan!” Seruan Ali membuat
kakiku berhenti.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 21
mati siapa sosok tinggi kurus tadi? Aku bahkan sempat berpikir, jangan-
jangan sosok itu hanya bisa kulihat jika aku menangkupkan kedua
telapak tangan ke wajah. Aku hendak bergegas kembali menutup mata
sebelum sosok itu pergi, tapi itu tidak mungkin kulakukan dengan
tatapan mata Ali yang penuh rasa ingin tahu.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 22
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 23
Aku melirik dengan ujung mata, dia ternyata ikut duduk, tiga
langkah dariku.
”Ini hebat, Ra. Dari dulu aku selalu yakin ada orang yang bisa
melakukan itu. Tidak hanya di film-film.” Ali bahkan tidak merasa perlu
menunggu jawabanku.
”Banyak yang bisa menghilang, Ra. Banyak yang tidak terlihat oleh
mata, tapi sebenarnya ada.” Ali mengangkat bahu.
”Tidak ada yang tidak terlihat oleh mata,” aku bersikukuh, mulai
sebal. ”Kecuali yang kamu maksudkan hantu-hantu, cerita-cerita seram
itu.”
”Kata siapa tidak ada?” Ali nyengir. ”Dan jelas maksudku bukan
hantu-hantu itu. Coba, lihat.” Tangan Ali menggapai ke depan. ”Setiap
hari, setiap detik, kita selalu hidup dengan sesuatu yang tidak terlihat
oleh mata. Udara. Kamu bernapas dengannya, tanpa pernah berpikir
seperti apa wujud asli udara. Apakah udara seperti kabut? Seperti uap?
Apa itu oksigen? Bentuknya seperti apa? Kotak? Lonjong?”
Aku mengeluh pelan, semua orang juga tahu, Ali pendebat yang
baik.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 24
”Bahkan, kamu tidak perlu jadi setipis udara untuk tidak terlihat.”
Ali menatapku antusias, merapikan rambut berantakan yang mengenai
ujung mata. ”Jika kamu terlalu kecil atau sebaliknya terlalu besar dari
yang melihat, kamu bisa menghilang dalam definisi yang berbeda. Semut,
misalnya, kamu coba saja lihat semut yang ada di lapangan sekolah dari
lantai dua ini, dia menghilang karena terlalu kecil untuk dilihat.
Sebaliknya, Bumi, misalnya, karena bola Bumi terlalu besar, tidak ada
yang bisa melihatnya benar-benar mengambang mengitari matahari. Kita
hanya tahu dia mengambang lewat gambar, televisi, tapi tidak pernah
melihat dengan mata kepala sendiri. Tidak terlihat dalam definisi lain.”
Aku hampir berseru jengkel bilang tidak, tapi itu bisa memancing
Miss Keriting keluar. Aku segera menurunkan volume suara, menjawab
datar. ”T-i-d-a-k.”
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 25
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 26
Bel istirahat pertama sudah bernyanyi lima menit lalu. Hujan deras
sudah reda, menyisakan rintik kecil yang bisa dilewati tanpa terlalu
membuat basah. Udara dingin dan lembap. Seli mengajakku ke kantin,
menghabiskan semangkuk bakso dan segelas air jeruk hangat, pilihan
yang baik dalam suasana seperti ini. Seli bilang dia yang traktir. Aku
awalnya tidak tertarik. Setelah dua jam lebih saling ngotot
menghabiskan waktu bersama Ali, yang membuat mood-ku hilang, aku
sebenarnya lebih tertarik menghabiskan waktu sendirian di kelas, duduk
di kursi, memikirkan siapa si tinggi kurus itu. Apakah itu hanya
imajinasiku karena belasan tahun menyimpan rahasia? Tetapi melirik
gelagat Ali yang juga akan ikut menghabiskan waktu di kelas,
menyelidikiku, aku menerima tawaran Seli.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 27
”Bercanda, Ra. Kamu sensitif sekali pagi ini. Aku saja yang dia
tabrak tadi di anak tangga nggak ilfil. Biasa saja.” Seli nyengir tanpa dosa.
http://pustaka-indo.blogspot.com