Anda di halaman 1dari 158

1- Adi Putera Pratama

Penyesalan
Teringat aku akan masa kecilku. Masa kecil yang penuh dengan kesenangan. Ku bisa
bermain dan bermanja manjaan bersama seorang Ibu. Ku teringat saat ku menangis karena
makanan atau minuman yang tidak bisa aku dapatkan. Dan hanya Ibu yang dapat selalu
menenangkanku.
Saatku mulai menjadi anak usia delapan sampai sepuluh tahun, ku selalu menuruti semua
yang orang tuaku mau. Aku selalu menjalankan amanah demi orang tuaku. Dan akhirnya
membuat orang tuaku bangga dan selalu memberikan kejutan manis berupa kasih sayangnya.
Saat usiaku bertambah dua tahun. Ku selalu giat belajar. Ku menangkan semua ajang
kepintaran. Ku rebut peringkat pertama di kelasku. Aku selalu menadi kebanggaan guru, teman temanku, dan khususnya orang tuaku. Ku tidak bisa tanpa ridho dan doa dari kedua orang tuaku
sendiri.
Saat ku menginjak usia remaja. Ku selalu disibukkan dengan tugas. Aku sering keluar
rumah untuk menghabiskan waktu dengan teman - temanku. Sudah jarang lagi ku bisa
berkumpul dengan kedua orang tuaku. Aku jarang menuruti dan memenuhi semua perintah dan
permintaan dari kedua orang tuaku. Tetapi mereka tidak lelah lelahnya selalu menyayangiku.
Ku teringat saat ku sudah mendapatkan pekerjaan. Ku selalu dipenuhi hawa nafsu
duniawi. Ku lakukan pekerjaanku hanya demi uang dan kekayaan diriku sendiri. Ku tidak pernah
lagi berkomunikasi, berbagi kabar dengan kedua orang tuaku. Ku telah membangkang kepada
mereka hingga ku membuat mereka meneteskan airmata. Ku bantah semua perkataannya demi
uang.
Hingga akhir ini, umurku sudah di ujung tanduk. Wajahku sudah menua, tulang
belulangku sudah keropos. Kedua orang tuaku sudah tiada lagi. Mereka meninggalkanku
sebelum ku sempat bersujud dan mencium kaki kedua orang tuaku. Teringat semua masa kecilku
hingga kini. Yang semula ku disayang dan kini hanyalah rasa penyesalan yang amat mendalam
karena kebodohan diriku. Aku sangat bodoh, ku sangat menyesal. Uang yang pernah ku dapatkan
dengan mengorbankan kasih sayang kedua orang tuaku, kini hanya menjadi sampah yang tiada
gunanya. Seandainya ku bisa kembali ke masa lalu, aku akan selalu tunduk kepada kedua orang
1

tuaku. Mungkin, angan angan itu sekarang tiada gunanya lagi. Nyawaku sudah ditarik keras
sampai ke tenggorokanku. Rasa sakit yang diselimuti penyesalan yang mendalam tidaklah cukup
menggantikan semua kesalahanku kepada kedua orang tuaku.
Aku mati. Bukan membawa ilmu atau sesuatu yang bermanfaat. Tetapi mati membawa
dosa dan kesalahan yang pernah ku lakukan semasa hidupku.

2- Alicia K. D.
The Story of Daughter of Chaos
Cats apakah kamu habis mengerjai Mrs. Evergreen lagi? Atau guru yang lain yang
kau kerjai? Karena aku disuruh beliau menyampaikan padamu kalau kamu dipanggil
keruangannya sekarang. Kata Mia sambil menatapku khawatir. Namaku Cathlynn Discordyan,
untuk sepersekian detik saat pertama kali bertemu denganku kalian akan berpikiran bahkan aku
hanyalah gadis tomboy pada umumnya. Namun, sepersekian detik berikutnya kalian akan
berpikiran bahkan aku adalah gadis yang mengalami mental disorder yang merasa puas apabila
melihat orang lain sengsara atau bisa dibilang sosiopath. Tapi percaya atau tidak ibuku adalah ibu
dari berbagai macam kekacauan, aku adalah anak biologis Eris sang Dewi Kekacauan yang
bahkan aku yakin wajahnya pasti lebih buruk dari Medusa dan ayahku hanyalah manusia biasa,
laki-laki biasa atau mungkin luar biasa. Ayahku adalah mantan angkatan laut yang sekarang
menjadi penagih hutang. Kejahilanku sudah terkenal diseluruh penjuru kota, bahkan aku pernah
hampir membuat guru Sastra Perancis di sekolahku masuk rumah sakit karena meletakkan paku
berkarat di kursinya. Saat ini aku sedang berjalan menuju ke ruang kerja Mrs. Evergreen, baru
saja aku membuka pintu aku sudah disambut dengan teriakan nyaringnya Miss Discordyan
sudah berapa kali kau diperingatkan untuk berhenti menaruh barang asing di kursi guru! aku
hanya menghela nafas malas dan sedikit menyembulkan kepalaku di sudut pintu Terima kasih
sudah membuang-buang waktuku yang berharga Mrs. Evergreen. Kataku sinis sembari
membanting pintu kantornya.
Baru saja aku masuk rumah, ayah sudah menyambutku dengan tatapan tidak enak
Cathlynn kapan kau puas mengerjai orang dan mulai merasa bersalah atas apa yang kau
lakukan? ucapnya dengan nada lumayan tinggi. Apa yang terjadi? Aku di dropout? Atau aku
kena disscores lagi? tanyaku agak sarkastik, ayah hanya menghela nafas dan memberiku
selembar surat resmi. Aku menatap bingung surat tersebut karena kopnya bertuliskan
NEVERIAL ACADEMY dan itu bukan nama sekolahku, dengan ragu aku menanyakannya Ini
surat apa? Ayah tau kan ini bukan untukku. Ayahku kembali menghela nafas dan menjawab
pertanyaanku Itu pengajuan pemindahan siswa dari sekolahmu saat ini ke Neverial Academy.
Penjara anak-anak dengan kedok sekolah asrama, huh? jawabku sarkastik. Kali ini ayahku
3

menepuk jidatnya dan mulai menjelaskan Cathlynn, Neverial Academy adalah sekolah untuk
para prodigyum dan sepertinya Neverial Academy sudah tau kau adalah salah satu dari
prodigyum yang sama sekali tidak mengerti posisimu dan mereka ingin membuka potensimu dan
menahan kelemahanmu. Mendengarnya mendongeng aku hanya menganggukkan kepalaku.
Naverial Academy, namanya memang terdengar normal tapi sekolah ini lebih mirip
dengan bangun tua angker yang berisi berbagai macam mutant seperti di film X-Men. Aku
hampir menangis melihat keadaan sekitar dan orang-orang yang akan mejadi temanku, mungkin
85% dari mereka berwujud manusia utuh tapi aku yakin 15% sisanya ada yang berwarna biru,
berbulu bahkan melayang tapi aku sadar hanya aku yang melihat mereka berwujud seperti itu
karena ayah sama sekali tidak menatap mereka aneh seperti dia menatapku. Ibu biarkan aku
pergi dari sini batinku, aku hanya mendengar tawa samar setelah itu. Karena ayah masih ada
urusan setelah ini carilah kamarmu sendiri dan berbaurlah kata ayahku yang sedari tadi didalam
mobil dan langsung menyalakan mobilnya meninggalkan lapangan parkir akademi aneh itu.
Sudah hampir setengah jam aku mencari kamarku dan akhirnya aku menemukannya, tanpa
berpikir panjang aku langsung masuk tanpa mengetuk dan ternyata ada seorang gadis yang lebih
pendek dari aku dengan mata super bulat dan besar menatapku bingung Cathrine Disordryan?
tanyanya ragu Cathlynn Discordyan, dan panggil saja Cats. Jawabku berusaha ramah, dia
mengangguk malu dan tersenyum Namaku Kennedy Thompson, aku seorang Cambion. Kita
akan sekelas selama 2 tahun kedepan jelasnya ramah. Sejauh pengetahuanku tentang prodigyum
Cambion adalah anak incubus atau succubus dengan manusia, antara yang kubaca di wikipedia
dengan kenyataan di depan mataku seorang Cambion tidak ada bedannya dengan gadis pada
umumnya. Mungkin memang kulitnya lebih pucat dan matanya berwarna sedikit aneh tapi tetap
saja tidak berbeda dari manusia biasa.
Keesokan paginya aku memasuki kelas bertuliskan IX The Hermit, memang benarbenar sekolah aneh yang menggunakan arcana taror untuk menamai kelasnya. Saat aku
memasuki kelas tersebut aku tanpa sadar menghela nafas lega kelas dengan jumlah yang tidak
terlalu banyak ini tidak ada hybrid hantu yang melayang-layang yang membuat bulu kudukku
berdiri. Teman sebangku bernama Velencia,seorang demi-god beribu Hestia. Lalu, aku juga
berteman dengan Elly, seorang ular shapeshifter dan manusia hybrid ada pula Visca, hybrid
nymph dan manusia.
4

Setelah 2 minggu aku menjalan kehidupan setengah normal setengah tidakku di


Neverial, aku lumayan menikmatinya dan aku baru menyadari ibuku menurunkanku keahlian
aneh yaitu membaca tarot, Velencia adalah orang ter-rajin dan ter-sabar yang pernah ku kenal,
Elly yang sangat amat bermulut pedas dan penyulut api, Visca the mother figure dan
kelakuannya yang centil namun menggelikan, aku juga berteman dengan Emma si elf-manusia
hybrid yang sangat terobsesi dengan barang berbau gothic dan Zefir si grigori-manusia hybrid
yang sangat pendiam dan rajin namun ada beberapa kesempatan dia akan berubah menjadi
makhluk yang super sarkastik.
Saat rasa kantuk menghantuiku aku mendengar suara bell istirahat. Akhirnya, ini
pertama kalinya aku berterima kasih ibuku seorang Dewi batinku. Saat berjalan ke kantin
bersama Elly dan Velencia tiba-tiba ada yang mengganggu pandanganku, okay mungkin dia tidak
setampan karakter Jacob si Werewolf imaginasi Stephanie Meyer tapi aku berani bersumpah dia
menarik. Hello Cats matamu hampir lepas mengikuti Pieter, kalau kau tidak menyadari itu.
Kata Elly dengan nada mengejek Huh? No, he look hideous like a beast you know. Kataku
menggelengkan kepalaku tanda tidak setuju, Elly hanya terkekeh dan kembali melanjutkan
obrolan kami Nama laki-laki yang kau perhatikan tadi itu Pieter dia dari kelas II The High
Priestess. Seorang demi-god dari Apollo, dia sekelas dengan Ron teman dekatku. Mungkin untuk
saat ini aku dan Ron hanya berteman dekat tapi aku berharap lebih, tapi apa daya takdir berkata
lain. Katanya sambil terkekeh namun aku dapat melihat guratan kecewa diwajahnya, aku hanya
bisa menepuk pundaknya dan ikut terkekeh.
Pagi ini saat aku memasuki kelas aku langsung meletakkan tasku dan mengeluarkan
perlengkapan tarotku dan mulai mengocok kartuku dan menyebarnya, dengan mata terpejam aku
mengambil 5 kartu secara acak. The Fool, awal baru untuk memulai hubungan, lalu The Empress
terbalik, frustasi dan emosional, The Lovers, ikuti kata hati bukan pikiran, Queen of Wands
terbalik, kesombongan seorang wanita, dan yang terakhir Ten of Swords terbalik, reaksi
berlebihan. Aku hanya menghela nafas melihat hasilnya ini pertama kalinya hasilnya
berhubungan dengan cinta. Aku sedang berjalan kekelas bersama dengan Kennedy setelah
membeli minum di kantin tiba-tiba aku melihat Pieter dan aku mulai bergumam Aku tidak
melihatnya, aku tidak melihatnya. Siapa yang tidak kau lihat Cats? Ah, pangeran berkuda
putihmu Pieter. Kata Kennedy saat meihat Pieter berjalan melewatinya, aku menghela nafas dan
5

mejawab Dia bukan pangeran berkuda putihku Kenny. Kennedy hanya menganggukkan
kepalanya tanda setuju namun ekspresinya masih setengah mengejek.
Saat jam pelajaran terakhir aku menerima sms dari ayahku dan aku yakin aku ingin
mengamuk saat membacanya, tapi ini masih jam pelajaran jadi aku berusaha keras menahan
amarahku. Saat jam pelajaran selesai aku langsung berlari menuju ke lorong kosong dan mulai
menumpahkan semua kekesalan dan frustasiku ke ayahku dan tanpa sadar aku mulai menitikkan
air mataku. Aku terduduk di lantai lorong masih menahan air mata frustasiku membanjiri
wajahku, tiba-tiba aku mendengar suara yang mencoba menenangkanku Bukankah sangat
disayangkan seorang gadis menangis sampai wajahnya berubah hijau. Aku merasa laki-laki ini
lebih menjorok untuk mengejekku dibandingkan menenangkan, aku pun mengangkat wajahku
dan betapa kagetnya aku bahwa laki-laki itu adalah Pieter. Tiba-tiba dia berjongkok dan
menghapus kedua air mataku dengan kedua ibu jarinya dan tersenyum Jangan menangis itu
merusak wajah seorang gadis. Dan Namaku Pieter dari kelas II The High Priestess Katanya,
namun tanpa disadari Zoey teman menepuk pundak Pieter dan tersenyum sambil berkata
Berhentilah bertindak seperti seorang player dan ingat kau punya kekasih. yang hanya untuk
status. Kata Pieter sambil berdiri dan berjalan meninggalkanku sendiri sambil melambai
tangannya sok ramah.
BRENGSEK! LAKI-LAKI BRENGSEK! teriakku.

3- Amadea Aprilia
YOU ARE SPECIAL
Pada suatu hari di sebuah desa kayu, selurung orang disana itu terbuat dari kayu. Dan
disetiap tubuh mereka pasti akan ada bintang / lubang hitam. Jika di tubuh mereka terdapat
bintang, berarti orang tersebut pernah melakukan sesuatu yang benar. Namun jika tubuh mereka
ada lubang hitamnya berarti mereka pernah melakukan kesalahan.
Pada suatu hari ada seorang manusia kayu bernama Punchinelo. Punchinelo adalah
seorang yang periang, dia selalu ceria dan tersenyum kepada semua orang di desa itu. Suatu hari
Punchinelo jalan-jalan ke hutan. Saat dia sedang jalan dengan berlompat-lompat ria, ada
temannya menghapirinya. Dia berkata Punchinelo, Punchinelo, malang sekali dirimu!
Bagaimana bisa kau tidak punya bintang sama sekali di tubuhmu ? betapa bodoh dan malangnya
dirimu... hahahaha..... Namun Punchinelo tidak menghiraukan temannya itu, dia hanya
tersenyum dan melanjutkan perjalanannya. Pada saat di perjalanan, dia memikirkan perkataan
temannya

tadi.

benar juga ya... kata dia, kenapa aku ini ga punya sama sekali bintang. Kenapa yang aku
kerjakan selalu gagal... apakah aku diciptakan dengan tidak berguna ? yasudahlah, ga usah
dipikirin lagi, aku akan coba yang lebih baik untuk ke depannya.
Keesokan harinya Punchinelo keliling-keliling kota. Disaat perjalannya dia juga
menemukan teman-temannya yang mengejeknya, dari anak kecil sampai yang dewasa. Semua
membuat hati Punchinelo sedih. Walaupun seperti itu, Punchinelo tetap berusaha tegar dan sabar.
Akhirnya Punchinelo bertemu dengan sahabat-sahabatnya. Dia meminta sahabat-sahabatnya
untuk membantunya mendapatkan bintang. Akhirnya sahabat-sahabatnya pun mau membantu
Puncinelo dan sangat bersemangat sekali dalam membantu Punchinelo. Punchinelo sangat
senang sekali, dan dia bangga mempunyai teman seperti mereka.
Dalam usahanya itu Punchinelo mengalami kesusahan, apa yang dia lakukan tetap saja tidak ada
yang berhasil. Tetapi teman-temannya tetap memberi semangat kepada Punchinelo, Puncinelo
juga tidak mau cepat putus asa. Dia juga tambah bersemangat dengan apa yang dia lakukan.
Sampai pada akhirnya pun belum ada satu kegiatan yang dapat dilakukannya dengan berhasil.
Akhirnya Punchinelo kembali ke rumah, dalam perjalanannya dia bertemu dengan wanita cantik.
7

Dan akhirnya mereka pun saling berkenalan. Punchinelo sangat terkejut, bagaimana bisa wanita
itu tidak punya bintang dan lubang hitam sama sekali di tubuhnya.
Tanya Punchinelo kepada wanita itu, kenapa kau tidak memiliki satupun bintang /
lubang hitam di tubuh mu ?
Jawab si wanita itu, oww... ini. Aku tidak mempunyai bintang / lubang hitam sama
sekali ditubuhku karena aku tidak mau memihak pada siapapun, aku ingin menjadi manusia kayu
yang netral saja. Aku menganggap semua itu sama, tidak ada bedanya. Aku juga tidak ingin
mempunyai bintang yang banyak hanya untuk dipuji, dan jika aku mempunyai lubang hitam
banyak, aku juga tidak mau mengeluh karenannya. Oleh karena itu tubuh ku tidak bisa ditempeli
oleh bintang maupun lubang hitam.
Tanya Punchinelo, oww.. begitu kamu melakukannya, tapi bagaimana kamu bisa seperti
itu ? Sedangkan aku tidak bisa sepertimu. Aku juga ingin bisa menjadi orang yang netral, tidak
mengandalkan kehebatannku / kelemahannku. Tetapi aku dapat mengandalkan apa yang aku
punya.
Jawab Wanita itu, Punchinelo jika kamu menginginkan seperti itu, coba kamu bertemu
dengan seorang manusia yang menciptakan kamu. Di situlah kamu akan mendapatkan jawaban
yang kamu inginkan. Karena dialah yang menciptakan kamu dan pasti dia juga mempunyai
rencana dengan apa yang telah dibuatnya. Dia tinggal berada di dataran paling atas di desa ini.
Jawab Punchinelo, kalau begitu, terimakasih sekali yaa... untuk nasehatmu, sangat
berguna sekali nasehatmu itu bagiku.
Jawab wanita itu, oke sama-sama Punchinelo, aku pulang dulu yaa... Sampai jumpa
lagi.
Keesokan harinya Punchinelo melakukan apa yang dikatakan oleh wanita itu, dia
berangkat ke rumah penciptanya dan ingin bertanya banyak tentang apa yang ada dipikirannya.
Sesampainya disana Punchinelo mengetuk-ngetuk pintu, permisi, permisi..., apakah ada orang
didalam ? Karena tidak ada yang membukakan pintu, dan ternyata pintu tidak sengaja terbuka,
masuklah Punchinelo diam-diam sambil berkata, permisi.., tuan, apakah tuan sedang ada di
rumah ? Duh kenapa rumah ini sangat sepi, dimana pemiliknya yaa... sedikit demi sedikit
8

Punchinelo memasuki rumah tuannya sambil mencari dimana tuannya itu. Tapi pada saat
mencapai ruang tengah, Punchinelo melihat ada banyak kayu-kayu tersebar dimana-mana, dan
ada juga pemotongan kayu yang sedang menyala dan bersuara sangat keras.

OMG, tempat apaan ini, seram sekali, aku tidak mau mati ditempat ini, tolong...
tolong... tidak ada satupun orang yang menjawabnya. Akhirnya Punchinelo memutuskan untuk
keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa. Namun pada saat Punchinelo mau melangkahkan kaki
untuk keluar, ada seorang yang memanggilnya. Punchinelo, Punchinelo.. mau kemana kamu,
kemarilah Punchinelo, jangan takut, ini aku tuanmu. Kemudian Punchinelo bergerak kepada
tuannya dan duduk di pangkuan tuannya. Dan disaat itulah Punchinelo mengeluarkan keluh
kesahnya. Sampai pada akhirnya tuannya menjawab, Punchinelo, jangan pernah kau berfikir
seperti itu lagi. Aku menciptakan mu itu pasti ada gunannya. Tidak mungkin aku membuat mu
dengan tidak ada maksud / tujuan tertentu. Semua manusia kayu yang aku buat, pasti sudah aku
rencanakan untuk apa aku membuatnnya, tidak hanya dengan seenaknya saja. Aku memikirkan
mu selalu. Nah sekarang Punchinelo, jangan pernah kau menganggap orang itu dari kelebihan /
kekurangannya saja. Karena itu akan membuta kamu buta akan jalan. Dan sekarang jangan
pernah kau menghiraukan yang lainnya tetaplah berjalan sesuai jalanmu. Jangan pernah lagi kau
mengeluh, iri, sombong, menghina, bahkan berbuat jahat sekalipun pada orang yang jahat
padamu. Karena aku tidak suka orang seperti itu.

Punchinelo sangat sedih sekali, dia benar-benar menyesal dengan perbuatannya selama
ini, dia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Dia mau berubah dan tidak mau
menghiraukan lagi dia punya. Dia mau bersyukur dengan apa yang dia punya. Dan akhirnya
Punchinelo pulang dan merenungkannya di jalan, dan seketika itu juga lubang hitam yang ada di
tubuhnya hilang satu persatu setiap pikiran baik keluar dari pikirannya.

Keesokan harinya Punchinelo bertemu dengan si wanita itu dan mengucapkan


terimakasih banyak pada wanita itu. Dan akhirnya mereka berdua menjadi satu pasang keluarga
yang bahagia, dan menjadi contoh bagi banyak orang di sekitarnya.

10

4- Anastasia Sylvianka D J
Theres Something in Ladies Room
Selama 4 tahun terakhir, aku bekerja sebagai video editor di sebuah perusahaan pakaian wanita.
Seperti yang bisa kau bayangkan, sebagian besar pegawainya adalah wanita. Bahkan, aku
satu2nya pria di departemenku. Ujung2nya, aku seringkali mendapat ejekan (dalam artian
bercanda) dari teman2ku. Namun sejujurnya, aku tak terlalu keberatan. Namun ada satu
kekurangan dari tempat kerjaku. Kamar mandi. Oh, maaf, kurasa aku terlalu cepat
menceritakannya.
Beberapa bulan lalu, karena tempat kerja kami dirasa kurang luas, bosku memutuskan
memindahkan seluruh departemenku (ada 12 orang pegawai, 11 di antaranya perempuan, dan 1
laki2, itu aku) dari kantor pusat kami ke gedung yang lebih kecil di seberang jalan. Aku sangat
bersyukur dengan kepindahan ini. Kami benar2 membutuhkan tempat kerja yang lebih luas dan
gedung di seberang kebetulan kosong. Tapi sayangnya, kondisi gedung itu tidak terawat. Tidak
ada yang menyewa gedung tersebut selama beberapa bulan dan kondisinya benar2 parah.
Langit2nya bocor, bahkan ada yang ambruk. Lantainya retak, dan kamar mandinya benar2 dalam
keadaan kotor. Namun bosku mengucurkan banyak dana untuk merenovasi gedung tersebut dan
setelah jadi, kami bahkan tak bisa lagi mengenalinya (dalam artian yang baik).
Perubahannya benar2 tak bisa dipercaya! Kami memiliki cubicle2 untuk tempat kami bekerja
dengan pot tanaman, kursi yang ergonomis, dan kami juga memiliki ruang lapang dimana kami
bisa mendekorasinya sesuai keinginan kami. Kami juga diberikan dapur yang lengkap dengan
mesin pembuat kopi (bermerek), blender untuk membuat jus, pemurni air, yah hampir segalanya.
Dan gadis2 diberikan kamar mandi mewah lengkap dengan futon dan cermin rias (kau tahu, yang
ada lampu2 di sekeliling frame-nya).
Bagaimana dengan kamar mandi pria? Well, bisa ditebak karena aku satu2nya pegawai laki2 di
sana, maka kamar mandiku tak semewah mereka. Kamar mandiku hanya berisi wastafel, toilet,
dan cermin. Itu cukup bagiku, mengingat di gedung ini hanya aku saja yang menggunakannya.
Namun masalahnya adalah kunci pintunya mudah rusak. Ketika aku keluar dari kamar mandi,
pintunya akan menutup sendiri dan mengunci dari luar. Aku tak bisa masuk tanpa bantuan dari
11

bagian maintenance gedung. Hal itu tidak terjadi terlalu sering, namun cukup untuk membuatku
kesal. Karena seringkali kejadian itu berlangsung saat kondisi darurat, yah kau tahu lah
maksudku.
Untuk membuat segalanya lebih buruk, bagian maintenance di gedung ini bisa dibilang
supersibuk, sehingga mereka baru bisa menangani keluhanku setelah beberapa jam atau bahkan
beberapa hari. Untungnya, para rekan kerjaku (yang semuanya wanita) sangat baik dan
mengizinkanku menggunakan kamar mandi wanita apabila kamar mandiku terkunci. Mereka
mengatakan mereka tidak keberatan, bahkan agak terhibur (entah apa itu maksudnya).
Peristiwa itu terjadi beberapa kali. Aku sebenarnya ingin cuek saja, namun aku tak bisa bohong
pada diriku sendiri. AKu benci menggunakan toilet perempuan. Ini bukan hanya karena ego-ku
sebagai laki2. Itu juga bukan karena rasa malu. Namun karena menggunakan kamar wanita
rasanya benar2 aneh. Ya, aneh. Seperti kau merasakan ada sesuatu yang membuatmu merinding
tanpa bisa menjelaskannya. Saat aku menggunakan kamar mandi wanita, aku merasa bahwa aku
tak sendiri.
Aki ingat dengan samar pertama kali aku terpaksa menggunakannya. Hari itu adalah hari dimana
kunci kamar mandi pria macet sejak pagi dan aku hampir menghabiskan seharian tanpa pergi ke
kamar mandi. Sejam sebelum shift-ku berakhir, aku merasa seperti kandung kemihku akan
meledak. Kakiku gemetaran dan gigiku mengigiti bagian dalam pipiku, serta mataku mulai
berair. Aku menyadari bahwa pada titik ini, aku hanya punya dua pilihan: menggunakan kamar
mandi wanita atau mencari semak2 di luar. Aku lebih memilih memakai kamar mandi wanita,
walaupun itu adalah keputusan yang sangat sulit untuk kubuat. Rekan kerjaku (yang sekali
semua adalah wanita) berjanji mereka akan berjaga di depan pintu untuk memastikan tidak ada
yang masuk sementara aku menggunakan kamar mandi. Mereka juga memeriksa ke dalam untuk
memastikan kamar mandi itu kosong sebelum aku masuk.
Halo? tanyaku. Tak ada respon.
Pikiran pertama yang terbesit di benakku adalah betapa bagusnya kamar mandi ini. Seperti yang
kusebutkan di atas, ada futon dan cermin yang bisa menyala. Aku juga terkejut tidak ada urinal di
sana. Hanya ada bilik2. Yah, butuh waktu sejenak untuk benar2 menyadari aku berada di kamar
12

mandi wanita. Rasanya aneh, sebab seumur hidupku, setiap aku memasuki kamar mandi, aku
selalu melihat urinal.
Aku memasuki sebuah bilik, menguncinya (walaupun aku tahu takkan ada yang masuk), dan
melakukannya. Aku berdiri di sana, mengosongkan kandung kemihku, dan tak mendengar
apapun kecuali air seniku yang mengalir ke dalam kloset. Rasanya suasana itu berjalan selama
semenit hingga aku mendengar suara lain. Suara itu seperti suara langkah kaki yang sangat
ringan. Lalu,
Ngiiiiik ...
Jantungku berhenti. Itu adalah suara bilik di sampingku terbuka. Ada seseorang yang berada di
dalam kamar mandi selain diriku. Mungkin orang itu masuk tanpa sepengetahuan rekan kerjaku
di luar atau sejak awal dia memang sudah ada di sini dan rekan2 kerjaku tak mengetahuinya.
Setelah rasa terkejutku reda, perasaanku berganti menjadi rasa malu. Inilah aku, kencing berdiri
di kamar mandi wanita (garis bawahi kata berdiri), dan seorang gadis malang mendengarnya.
Mungkin gadis yang bekerja denganku itu sama malunya denganku. Sial, ini awkward!
Entah bagaimana, tanpa aku berpikir, aku mengucapkan, Uuuh, maaf. Aku kembali mendengar
suara Ngiiiik dari suara pintu bilik yang terayun membuka dan suara Tuk yang pelan.
Setelah aku selesai kencing, membilasnya, dengan lega aku keluar dari bilik. Aku melihat wajah
merahku yang tersipu di cermin dan memutuskan untuk mencuci mukaku dengan air.
Akupun keluar dari kamar mandi.
Rekan kerjaku bersumpah tak ada yang masuk ke kamar mandi wanita ketika aku berada di
dalam. Dan mereka meyakinkanku bahwa kamar mandi itu kosong ketika aku masuk. Aku tak
yakin, namun aku berpikir bahwa aku mungkin saja salah dengar. Mungkin itu suara air yang
mengalir melalui pipa di dinding dan melupakan semua pengalaman itu.
Aku hanya pernah menggunakan kamar mandi wanita selama dua kali sepanjang bulan itu. Dan
setiap kali aku melakukannya, itu adalah pengalaman yang menyiksa. Tiap kali aku sudah tak
tahan lagi, aku merasa paranoid, selalu merasa seakan aku sedang menyerang ruang privasi
13

orang lain. Satu kali, ketika aku sedanng mencuci tangan, aku menatap ke cermin dan bersumpah
melihat sesuatu bergerak di sudut mataku. Sebuah gerakan cepat di dekat salah satu bilik. Seperti
seseorang (atau sesuatu) dengan cepat berusaha menghindar dari tatapanku. Aku tak bisa
menunjukkan dengan tepat dimana gerakan itu berasal, namun aku bisa bersumpah bahwa aku
benar2 melihatnya saat itu. Dan aku juga mendengar suara yang familiar.
Ngiiiiik ... diikuti dengan suara Tuk.
Tak heran para wanita selalu ke kamar mandi ramai2, pikirku. Pasti itu membantu mereka agar
tidak mendengar suara2 yang aneh.
Secara keseluruhan, menggunakan kamar mandi perempuan adalah pengalaman paling canggung
yang pernah kualami. Namun itu bukan pengalaman yang terlalu menakutkan. Hingga hari ini.
Sial! Aku benar2 merinding jika mengingatnya. Hari ini adalah hari terakhir aku menggunakan
kamar mandi wanita SELAMANYA. Dan aku akan berusaha supaya tak satupun rekan kerjaku
yang menggunakan kamar mandi itu.
Hari ini bukanlah hari yang normal, ini adalah hari yang benar2 sibuk. Begitu banyak yang harus
kulakukan. Aku terlambat makan (pada titik ini perutku mulai terasa aneh). Aku punya ribuan
deadine yang harus kupenuhi. Dan lebih buruk lagi, tanpa sengaja aku kembali mengunci kamar
mandi pria dari luar. Aku mengirim e-mail ke bagian maintenance dan meneruskan bekerja
sepanjang hari, sehingga akupun melupakannya.
Aku segera menyadari bahwa aku takkan mungkin pulang ke rumah tepat waktu, terutama
karena sebuah proyek tiba2 muncul sekitar satu jam sebelum waktu pulang. Aku sedikit merasa
khawatir dengan beberapa hal. Pertama, jika aku tidak pulang sekarang, aku takkan menemukan
tempat parkir di blok apartemenku. Kedua, aku sepertinya mengalami sedikit masalah
pencernaan hari ini dan merasa sedikit tak nyaman. Namun aku bekerja secepat mungkin dan
masih berharap dapat pulang tepat waktu.
Dan tentu saja, hari dimana kau ingin pulang ke kantor lebih cepat adalah hari dimana
(kenyataannya) kau harus bekerja lembur dan pulang terlambat, bahkan paling akhir. Pada pukul
6, gadis terakhir sudah pulang dari kantor dan aku masih belum menyelesaikan proyekku. Pada
14

7.30, perutku mulai membunuhku secara perlahan. Perutku mulai berbunyi cukup keras. Ia tidak
mengatakan, Aku lapar! melainkan Aku sedang kesal dan akan meledak. Aku akan membuat
kekacauan di sini jika kau tak segera ke toilet!. Yah, singkat kata, aku harus segera
menggunakan kamar mandi. Tak bisa ditunda lagi.
Aku melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan komputerku untuk memproses tahap akhir
proyek videoku. 45 menit. Itu dan ditambah setengah jam berkendara pulang, jelas tidak
mungkin aku bisa menunggu selama itu. Aku pergi ke kamar mandi laki2 dan berusaha
membukanya.
Klik!
Yah, benar. Masih terkunci dan pasti bagian maintenance masih terlalu sibuk untuk
memperbaikinya. Aku mengintip kamar mandi wanita dan merasa gugup untuk alasan yang aneh.
Namun aku mengabaikannya dan memutuskan untuk masuk saja (perutku memaksaku, aku tak
punya pilihan lain).
Aku memasuki kamar mandi wanita dan dengan terburu-buru langsung masuk ke dalam bilik,
sambil melepas sabukku ketika aku berjalan. Aku takkan memberikan detail yang terlalu rinci di
sini, namun setelah 20 menit duduk di kloset, aku mulai merasakan horor. Aku mulai mendengar
langkah kaki. Aku mendengarkan dengan seksama, bertanya-tanya mungkinkah aku sedang
berkhayal.
Tap ... tap ... tap ....
Tidak, aku tak mungkin salah. Aku jelas2 mendengar suara langkah kaki. Tidak, bukan langkah
kaki. Seperti suara sesuatu merangkak? Jantungku berdebar kencang dan paru2ku serasa
membeku ketika aku menyadari darimana suara itu berasal.
Suara langkah kaki itu tidak berasal dari luar.
Suara itu berasal dari atasku. Tepat dari atasku.

15

Aku menatap ke atas dan suara itu menghilang. Untuk sesaat, aku tak mendengar sesuatupun
namun jantungku berdebar sangat kencang hingga aku mulai merasa sakit.
Kemudian,
Ngiiiiiik ...
Pada saat itulah aku menyadari bahwa selama ini yang kudengar bukanlah suara bilik yang
didorong terbuka. Itu adalah suara papan plafon langit2 yang diangkat. Ketika papan plafon yang
berada tepat di atasku tergeser membuka, akupun melihatnya. Mataku membelalak dan mulutku
menganga ketika aku melihat sesuatu di sana.
Dan ia balik menatapku.
Di dalam langit, sebagian tersembunyi di dalam bayangan, aku melihat sebuah mata. Mata itu
mengintip, melihat tepat ke arahku untuk selama sedetik. Kemudian, secepat ia terlihat, secepat
itu pula ia menghilang. Hal terakhir yang kulihat adalah suata Tuk yang pelan ketika ia
meletakkan kembali papan plafon itu di tempatnya.
Apa yang terjadi berikutnya masih sangat kabur dalam ingatanku. Aku tak ingat berdiri dan
menarik celanaku. Aku tak ingat meraih kunci mobilku dan keluar dari gedung. Aku hanya ingat
detak jantungku yang serasa memukul2 dadaku. Detak jantungku sangat kencang hingga rusukku
terasa sakit. Ketika aku pulang, aku mencoba mengingat kembali apa yang aku lihat. Aku
bertanya-tanya, apa yang akan kukatakan pada rekan2 kerjaku besok tentang apa yang kulihat
tadi?
Itu jelas wajah seorang laki2, namun wajahnya tak sepenuhnya
seperti manusia.

16

5- Chofifah Alya
Berawal Dari Benci
Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut
tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis
***
Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Mevi harus segera membawa buku tugas temantemannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk
seperti ini. Gubrak. Buku-buku yang dibawa Mevi jatuh semua. Orang yang menabrak entah
lari

kemana.

Jangankan

menolongnya,

meminta

maaf

pun

tidak.

Sial! Lari nggak pakek mata apa ya... gerutu Mevi. Dengan wajah masam ia mulai jongkok
untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Mevi merapikan terdengar langkah
kaki yang datang menghampirinya.

Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya? cemooh seorang cowok dengan senyum sinis.
Sejenak Mevi berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani
mencemoohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu
berantakan. Sumpah! Mevi benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Mevi nggak bakal
bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Mevi mulai melanjutkan merapikan
buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.
Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di
depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Mevi terpancing dengan omongannya, perang mulut
pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett

Bel

tanda

berakhirnya

jam

istirahat

terdengar

nyaring

Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori
nggak bisa bantu. ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.
Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak
membalas dengan cemoohan atau pun ejekan.

17

Lo berubah. gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu
membalikkan badannya, Mevi yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang
ancang-ancang. Dengan semangat 45 Mevi mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri
cowok

tersebut

Aduuuuhh

pekik

dengan

cowok

tersebut

sambil

keras.
menggerang

kesakitan.

Makan tuh sakit!! ejek Mevi sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan.
Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Mevi pakai kekuatan yang super duper keras.
Senyum

kemenangan

menghiasi

di

wajah

cewek

tinggi

berambut

ikal

tersebut.

***
Mevi.. Mevi menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan
Salsha teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Mevi membalikkan
badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh
motornya. Mevi memang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingakcelinguk

mencari

motor,

Salsha

malah

menjitak

kepalanya

dari

belakang.

Woe non, nggak denger teriakan gue ya? Temen macam apa yang nggak nyaut sapaan temennya
sendiri. ucap Salsha dengan bibir monyong. Ciri khas sahabatnya tersebut kalo lagi
ngambek.Sori deh Sya. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.

Bad mood? Jelas-jelas loe tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok sampai tuh
cowok

permisi

pulang,

enggak

minta

maaf

lagi.

jelas

Salsha

panjang

lebar.

Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya? Mevi benarbenar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya
dalam hati Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Aldi lho. Enak
aja.

Orang

dia

yang

mulai

duluan.

bantah

Mevi

membela

diri.

Sejenak Mevi terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis


Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP dulu
banget. ujar Salsha polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. Lagi pula gue
udah
Tau

bisa

nerima

kalau

Aldi
ah

nggak

suka

sama

gue.
gelap!

***
18

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak
menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Mevi sendiri sudah
membereskan buku-bukunya. Sedangkan Salsha masih berkutat pada buku catatanya lalu
sesekali menoleh ke papan tulis.

Makanya kalau nulis jangan kayak siput Dengan gemas Mevi mencubit pipi Salsha. Duluan
ya, Sal. Disuruh nyokap pulang cepet nih! Salsha hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan
catatanya.
Saat Mevi membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar.
Eh, sori.. ucap Mevi kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Mevi
langsung ngasih tampang jutek kepada orang itu

Ngapain loe kesini?! Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemarin pulang cepet?
Hah?!

Jadi

cowok

kok

banci

baget!!!

Kesal

Mevi.

Jujur Aldi udah bosen kayak gini terus sama Mevi. Dia pengen hubungannya dengan Mevi bisa
kembali

seperti

dulu.

Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Salsha. ucap Aldi dingin sambil celingak
celinguk mencari Salsha. Hey Sal! ucap Aldi riang begitu orang yang dicarinya nongol.
Hey juga. Jadi nih sekarang? Salsha sejenak melirik Mevi. Lalu dilihatnya Aldi mengangguk
bertanda mengiyakan. Mev, kita duluan ya, ujar Salsha singkat.

Mevi hanya bengong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Salsha dan Aldi yang kian
jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit
di suatu organ tubuhnya. Biasanya Aldi selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda.
Aldi tidak menggodanya dengan cemoohan atau ejekan khasnya. Aldi juga tidak menatapnya
saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.

***
Byuuurr.. Sirup rasa stowberry menggalir deras dari rambut Mevi hingga menetes ke kemeja
19

putihnya. Mevi nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir.
Nggak

ada

yang

akan

bisa

menolongnya

sampai

bel

pulang

berbunyi.

Maksud loe apa? bentak Mevi menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.
Belum kapok di guyur kayak gini? balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Mevi.
Bel, mana sirupnya yang tadi? ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut
Nadia. Bella langsung memberi satu gelas sirup yang sudah siap untuk disiram ke Mevi.
Loe mau gue siram lagi? tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela
mau berbasah ria dengan sirup rasa stroberry? Teriak Mevi dalam hati. Ia tau kalau cewek di
depannya ini bernama Danty. Danty terkenal primadona sekolah karena keganasannya dalam hal
melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Mevi diem
aja. Ia juga tau kalau Danty satu kelas dengan Aldi. Wait, wait.. Aldi??? Jangan-jangan dia biang
keladinya. Awas lo Al, sampe gue tau loe biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!
Gue rasa, gue nggak ada masalah ama loe. teriak Mevi sambil mendorong Danty dengan
sadisnya. Mevi benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah
sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu di kasih pelajaran.

Kedua teman Danty, Bella dan Cassie dengan sigap mencoba menahan Mevi. Tapi Mevi malah
memberontak. Buruan Dan, ntar kita ketahuan. kata Cassie si cewek sawo mateng.
Selang

beberapa

detik,

Danty

kembali

mengguyur

Mevi

dengan

sirup.

Jauhin Aldi. Gue tau loe berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Aldi. Tapi kenapa loe
sekarang

nggak

Maksud

mau

loe?

ngelepas

ledek

Aldi?!!

Mevi

sinis.

Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa sama Aldi. Lo nggak liat
kerjaan
Plaakk..

gue

ama

Tamparan

tuh
mulus

cowok
mendarat

sinting

cuma
di

pipi

berantem?
Mevi.

Tapi lo seneng kan? teriak Danty tepat disebelah kuping Mevi. Kesabaran Mevi akhirnya
sampai di level terbawah.

20

Buuugg! Tonjokan Mevi mengenai tepat di hidung Danty. Danty yang marah makin meledak.
Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Mevi kalah. Tak perlu lama, Mevi sudah
jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena
tamparan.

Kepalanya

terasa

pening.

Beraninya cuma keroyokan! bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak
menoleh untuk melihat orang itu, Mevi juga ingin, tapi tertutup oleh Danty. Dari suaranya Mevi
sudah tau. Tapi ia nggak tau benar apa salah.

Pergi loe semua. Sebelum gue laporin. ujar cowok itu singkat. Samar-samar Mevi melihat
geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Mevi dan membantunya
untuk

berdiri.

Loe

nggak

Nggak

apa-apa

kan,

apa-apa

Mev?

sesal

dari

Aldi.
hongkong!?

***
Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Mevi dan Aldi berada di ruang UKS. Mevi membaringkan
diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Aldi memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di
sekitar pipi Mevi. Mevi lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau
tangan

Mevi

Ntar

nyentuh
loe

pipinya

sendiri.

pulang

Tapi

karena

gimana?

terpaksa.
tanya

Mau

gimana

Aldi

lagi.
polos.

Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang. jawab Mevi jutek. Rasanya Mevi makin benci sama
yang namanya Aldi. Gara-gara Aldi dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Aldi enggak datang.
Mungkin
Tadi

dia
itu

Nggak.

cewek

bakal
loe

pingsan
ya?

ucap

ucap

duluan
Mevi

sebelum
dengan
Aldi

wajah

ditemukan.
jengkel.
datar.

Terus kok dia malah ngelabrak gue? Nyuruh jauhin loe segala. Emang dia siapa? gerutu Mevi
kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue enggak mau jauh-jauh sama Aldi.
Aduuuhh
Aldi

sejenak

tersenyum.
21

Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo ucap
Aldi

sambil

menunjuk

Mevi.

Mevi terdiam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Aldi menunjuknya. Padahal cuma nunjuk.
Nanti

bisa

Bisalah.

pulang

Emang

sendiri

loe

kan?

mau

tanya

nganter

gue

Aldi.
pulang?

Emang loe kira gue udah lupa sama rumah loe? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus
lupain segala sesuatu tentang diri loe. Gue masih paham benar tentang diri loe. Malah perasaan
gue masih sama kayak dulu. jelas Aldi sejelas-selasnya. Aldi pikir sekarang udah saatnya
ngungkapin

unek-uneknya.

Loe ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat loe! ancam Mevi. Nih orang emang sinting.
Gue baru kena musibah yang bikin kepala pusing, malah di kasih obrolan yang makin pusing.
Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal loe tau, gue selalu cari garagara ama loe itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah.
Pas loe nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang
sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa loe malah diemin gue. Akhirnya gue kesel,
dan tanpa sadar gue malah ngajakin loe berantem. Sejenak Aldi menanrik nafas.

Loe

mau

nggak

Hening

jadi

pacar

sejenak

gue?

Apapun

diantara

jawabannya

gue

mereka

terima.
berdua.

Kayaknya gue pulang duluan deh. Ucap Mevi sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah
kebiasaan Mevi, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus
ngapain.

Dulu

ia

nolak

Aldi

karena

Salsha

juga

suka

Aldi.

Tapi

sekarang?

Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah. Aldi berbicara tepat saat Mevi
sudah

berada

di

ambang

pintu

UKS.

Mevi terdiam tak sanggup berkata-kata. Di langkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS.
Meninggalkan

Aldi

yang

termenung

sendiri.

***
Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah.
Salsha belum datang. Mevi sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel,
disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Mevi nggak bisa tidur. Entah kenapa
bayangan Aldi selalu terbesit di benaknya. Apa benar Aldi pindah sekolah? Kenapa harus
22

pindah? Peduli amat Aldi mau pindah apa nggak, batin Mevi. Argggg Kenapa sih gue mikir
dia
Mikirin

terus?
Aldi

maksud

loe?

ucap

Salsha

tiba-tiba

udah

ada

disamping

Mevi.

Nih hadiah dari pangeran loe. Di lihatnya Salsha mengeluarkan kotak biru berukuran sedang.
Karena penasaran dengan cepat Mevi membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif
rainbow dengan foto Mevi dan Aldi saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah
kertas.

Dengan

segera

dibacanya

surat

tersebut.

Mevi
Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu loe nangis gara-gara di hukum sama kakak
kelas.Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. just kidding. Lo
dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga loe seneng sama
pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini karena gue harus
ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke loe gimana indahnya
pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga
maujadipacargue.IloveYou
Salam

Sayang,

Alvaro

Maldini

Kenapa loe nggak mau nerima dia? Gue tau loe suka Aldi tapi lo nggak mau nyakitin gue.
sejenak

Salsha

tersenyum.

Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Aldi. Dia cuma temen kecil gue dan
nggak
Thanks
Tapi

akan
Sal.
gue

lebih.
Loe
tetap

emang
pada

Ujar
sahabat
prinsip

Salsha
terbaik
gue.

menyakinkan
gue.

ucap

Ucap

Mevi
Mevi

Mevi.
tulus.
yakin.

Salsha terlihat menerawang.

Jujur, waktu gue tau Aldi suka sama loe dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue
pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia enggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya
23

waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita. senyum
kembali

menghiasi

wajah

mungilnya.

Dan lo harus janji sama gue kalo loe bakal jujur tentang persaan lo sama Aldi. Janji? lanjut
Salsha sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Mevi menolak tetapi Salsha terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini
Salsha belum sepenuhnya melupakan Aldi. Tapi Mevi juga tak ingin mengecewakan Salsha.
Berlahan

diangkatnya

jari

kelingkingnya.

Janji.. gumam Mevi lirih.

24

6- Bagus Pamungkas
Senja Penanti Hujan
Sore sudah berganti senja. Sisa hujan yang turun mulai rintik di sela langit jogja. Saya
masih celingukan di antara ruas jalan mencari sisa angkutan umum untuk mengantar saya
pulang. Tumben gumam saya. Para angkutan umum itu sudah berputar-putar melewati wajah
saya. Tapi apa mau dikata, jejalan yang bahkan sampai memenuhi pintu masuk kendaraan umum
itu sudah terisi. Tercium aroma kepulan asap putih dari gerobak mie ayam di seberang jalan sana,
membuat perut saya bergetar, saya putuskan untuk makan dulu saja.
Halah mas, mas. tukang angkot memang begitu. Lah aku kemarin sama keluargaku
tumpuk-tumpukan di dalem, masih aja dia ngetem, ngakunya kosong, iki mas celoteh pedagang
mie ayam sambil menyodorkan satu mangkuk bergambar ayam jago merah di permukaannya.
Pernah mas waktu itu, penumpangnya banyak bener, sampe kempes ban mobilnya ucapnya
lagi.
Saya tertawa mendengar pedagang mie ayam itu. Logat jawanya yang kental serasi dengan
mimik wajahnya yang membuat saya terpingkal dalam hati. Saya masih asik dengan suapan mie
yang masih hangat, sementara mata saya terpaku pada sebuah jembatan tua yang sudah banyak
dipenuhi bekas-bekas stiker dan coretan-coretan pilog di permukaan tubuhnya. Ada sebuah sosok
disana, rasanya saya familiar dengannya.
Setelah merogoh uang sepuluh ribuan saya langsung menuju jembatan tadi. Wanita
berambut coklat gelap, dengan baju biru langitnya berdiri sambil memegang tiang batas
jembatan itu. Saya tidak mengenalnya, saya bahkan tidak merasa pernah bertemu dengannya.
Rasa familiar yang tadi itu, ah, anggap saja itu alasan, mungkin saya hanya ingin melihatnya dari
dekat. atau hanya ingin mengetahui bayang itu dengan jelas. Saya hanya terus melihatnya dari
kejauhan. Sampai angkutan umum berwarna merah tua datang menjemput saya, sosok itu, tetap
diam di bawah bayang.

Rasanya aku tidak pernah melihat atau bertemu dengannya, tapi kenapa ia
memperhatikanku begitu lekat? atau jangan-jangan ia bermaksud jahat padaku? atau jangan25

jangan dia.. ah sudahlah, lebih baik aku diam sampai dia pergi. Sebenarnya aku tidak berencana
menghabiskan waktuku di jembatan jelek ini, aku hanya bosan menunggu malam hinggap di
kamarku. Aku juga tidak suka berada di satu tempat yang sama dalam waktu yang lama, tapi
tidak dengan tempat ini, tidak dengan jembatan ini.
Dia masih melihatku. Kuperhatikan ia sejenak, wajahnya terlihat lugu dan kebingungan
saat menatapku. Dia hanya pria penyanggul tas hijau di atas bahunya. Mungkin dia penasaran
atau benar-benar berniat jahat padaku? Ketahuilah, hey kau pria penyanggul tas hijau, aku hanya
menghabiskan senjaku disini, pergi dan jangan menggangguku ucapku kesal dalam hati. Aku
tidak bermaksud mengusirnya, aku hanya tidak suka ada seseorang yang lama-lama menatapku,
membuatku gugup, atau, kesal.
Kendaraan berwarna merah tua datang dari selatan, melenyapkan pria itu disusul deru
asap knalpot hitam yang berbekas di udara. Aku masih memperhatikan kendaraan merah tua itu
dari kejauhan, melihat pria mencurigakan itu pergi, menghilang disusul langit yang mulai pekat.

Sore itu masih terik. Sinar matahari yang tersisa masih mengancam awan menyingkir
dari langit agar menyisakan ruang untuk tahtanya. Saya masih setia dengan sepatu vans butut di
kaki saya untuk menapaki aspal panas atau sekedar tanah pasir dan batu yang kering. Sore di
alun-alun jogja memang seringkali terasa panas, apalagi tanpa dilindungi topi satu pun saya
mengarungi jalan pulang dari kampus ke kos-kosan mini saya. Sesampainya di perempatan jalan,
saya menyebrangi garis putih putus-putus yang melukis aspal hitam yang mengering. Saya
menemukan gerobak mie ayam kemarin dengan bapak berkumis tipis di balik tenda yang
menghiasi

wilayah

Minta
Dua

siji
belas

pak,
mas,

dagangnya.

tambah
komplit

itu

pangsit
karo

piro?
es

teh

Yowis boleh pak ucap saya sambil duduk di bangku biru yang sudah berjajar rapi di samping
meja kayu panjang. Sambil membuka emping dalam plastik kecil saya tertegun ke arah jembatan
kemarin.

Jembatan

Bapak

sering

itu
lihat

kini
cewek

lengang.
di

Belum
jembatan

ada
sana

siapa-siapa

disana.

nggak

pak?

26

Sering

mas,

tiap

sore

dia

disitu.

Arep

bunuh

diri

kali

dia

Hus si bapak malah bercanda


Mie ayam di mangkok saya sudah ludes diganti segelas es teh manis yang juga habis.
Saya keluar untuk mencari wanita yang kemarin di jembatan itu, benar, dia sudah disana
sekarang. Saya penasaran dengannya, kenapa ada orang aneh yang menghabiskan sisa harinya di
wilayah seperti ini. Setahu saya, jarang mahasiswa atau mahasiswi yang sekedar mampir ke
tempat ini hanya untuk menikmati sisa hari, selebihnya saya tidak tahu, mungkin sama seperti
saya, menunggu angkutan umum untuk mengantar pulang menggantikan kaki yang sudah lelah.
Saya sudah di sebelahnya sekarang. dua meter di sampingnya, tepatnya. Wanita itu
hanya menatap kosong ke arah langit jingga yang hinggap di langit-langit angkasa. Saya
memperhatikannya amat lekat, sampai mungkin ia terganggu. Dia benar-benar terganggu, dia
menoleh ke arah saya. Dia hanya diam, saya juga diam. Saya palingkan wajah saya ke langit
yang lapang, menahan malu karena tertangkap basah memperhatikannya. Buru-buru saya hilang
dari tempat itu, menghentikan besi merah tua beroda empat dengan lambaian tangan yang menari
disekap malu.

Hujan masih turun. Aku masih terbenam di kasur empukku sambil memeluk guling
kecil dalam selimut. Gemericik air yang menapak jalan terdengar bising disusul angin yang
menghunus di antara daun dan pepohonan di luar rumah. Ah, aku jadi ingat pria itu gumamku
dalam hati. Sudah sekitar empat belas hari ini dia selalu datang di sebelah dua meter di
sampingku menangkap akhir sore yang kerap ditutupi awan. Dia tetap seperti yang kutahu,
wajahnya masih lugu. Mungkin bodoh. Tapi aku tidak peduli, dia bukan orang asing bagiku, dia
tumpuan soreku. Senja juga terlukis di pelupuk matanya.
Aku ingin mengajaknya berbicara, tapi aku takut dia bertanya sesuatu yang tidak aku
inginkan. Apa yang kau lakukan disini? Aku takut kata-kata itu terucap dan membuat kami
tidak lagi menikmati kaki senja di bawah bayang jembatan tua. Mungkin bila saat itu terjadi aku
akan bercerita padanya tentang sesuatu yang akan membuat kenanganku kembali lalu tenggelam
dalam tangis. Ah, air mataku jatuh. sudahlah, yang penting saat pria berwajah lugu itu bertanya
27

demikian, aku akan meninggalkannya. Karena aku pasti bercerita padanya dan akan
membencinya.
Sudah hampir satu bulan kami menyisakan sore di bawah jembatan. Menyimpan
kenangan kami tanpa suara atau perkenalan. Masih dalam bisu. Tiba-tiba pria yang selalu dua
meter di sebelahku menghampiriku dan memperkenalkan dirinya dengan sangat gagah. Aku
hanya sambut tersenyum saat dia menggantungkan tangannya di udara sambil menyebutkan
namanya.

Kusambut

Jadi

tangan

itu,

aku

ingat

namamu

ada

namanya,

Danis.

Amy

yang

aneh

toh

dengan

namaku?

Tidak, lucu saja. hampir sebulan kita sama-sama menikmati senja, tapi aku baru tahu namamu
sekarang ucapnya penuh riang. Aku senang melihat rambutnya yang diponi lurus tebal.
Maaf,

aku

tidak

berani

menyapamu

tidak apa-apa, aku yang harusnya duluan menyapamu. ngomong-ngomong, apa yang kau
lakukan disini setiap sore? petir seperti tersambar di depan hidungku. Dia menanyakannya.
Kok diam? Aku tidak ingin menganggapmu gila dan ingin bunuh diri seperti abang mie ayam
disana
Aku

itu.

Jadi,

apa

menunggu

yang

kau

seseorang,

lakukan
dia

disini?

tak

tanyanya

kunjung

Dia

lagi.
datang

pacarmu?

Bukan,

dia

orang

yang

kucintai

Aku berkisah padanya. Aku bercerita tentang sosok yang masih tersimpan rapi di relungku. Aku
menunggunya, tapi ia tak jua muncul, menghilang. Terakhir kali kami bertemu, adalah di
jembatan ini, waktu itu dia berlutut sambil menggenggam bunga mawar di tangannya. Aku
menerimanya bak putri-putri dalam dongeng yang seringkali disiarkan di tv pagi-pagi sekali.
Kami tidak berkata apa-apa disitu, kami hanya menikmati waktu yang ada sambil tersenyum
dengan jemari yang melekat seperti biasa. Kenangan manis itu pupus menjadi lara. Setelah
mendengar kabar kehamilanku dia sontak terkejut dan menyuruhku melenyapkan kandungan
muda di rahimku atas perbuatannya. Dia mencercaku sampai akhirnya melepaskan pelukanku di
atas

jembatan

ini,

dan

tak

pernah

kembali

lagi.

Untuk apa menunggu orang yang pantas untuk mati? dia bertanya demikian. Aku masih terisak
di

antara

sungai

mataku

sendiri.

Untuk apa menunggu orang yang tak kunjung datang? ucapnya lagi sambil menatapku.
28

Aku

mencintainya

aku

terisak.

Cinta bukan hal bodoh seperti itu, untuk apa kau menangisinya? dia bahkan tak pantas
Aku mencintainya aku masih terisak.

Sudah hampir agak lama saya serius mengerjakan skripsi saya pada bab akhir semester
saya. Saya tidak sempat ke jembatan itu lagi, karena saya harus melakukan riset ke wilayahwilayah lain selain di kota pelajar dengan makanan khas gudegnya ini. Saya teringat wanita itu.
Masihkah ia menghabiskan akhir sore di jembatan kecil yang tua itu? atau masihkah ia
menyisakan sedikit senyum saat langit mulai berwarna jingga kemerahan? entahlah, yang pasti,
saya menuju kesana, ke jembatan tua untuk bertemu dengannya.
Perempatan itu masih saja ramai. Jembatan itu masih kosong. Ada apa ini, padahal
senja sudah turun dari tadi, kemana gerangan ia gumam saya. Bahkan langit mulai malam,
lampu-lampu warung dan gedung sekitar sudah menyala. Sudah pukul tujuh lewat sekarang.
Saya tidak kunjung bertemu dengannya. Saya menyerah, mungkin dia tidak datang hari ini,
aroma kepulan asap putih dari kejauhan mengundang saya lagi untuk mengisi perut yang agak
kosong.
Pak, cewek yang sering di jembatan itu, kok nggak ada ya hari ini? ucap saya setelah
memesan.
Loh, mas belum tahu? mbak itu meninggal mas, bunuh diri, terjun dari jembatan
tercekat saya dibuatnya. wanita itu bunuh diri? Amy? dia bunuh diri? Tanya saya dalam hati
seolah tak percaya. Sebegitu sakitkah kenangannya sampai ia melakukan itu?. Angin bertiup lagi,
menyisakan mawar yang membusuk di pinggir aspal dekat jembatan.
Hujan turun lagi. bau tanah yang basah yang tidak asing itu mencuri setiap kesempatan
untuk masuk lewat celah kecil di atas jendela saya. Tiba-tiba saya terjaga, melihat di balik
jendela ribuan anak hujan jatuh disusul suara dentuman mereka yang keras. Sudah tiga bulan ini
hujan tak henti untuk menangis. Membuat saya resah sendiri untuk melewati sisa malam yang
kunjung pagi dengan kenangan yang tersimpan rapi di benak saya.

29

Saya lebih suka ke jembatan itu sekarang. Entah kenapa saya menunggu wanita
berambut coklat gelap itu datang lagi. Saya menunggunya sembari menghabiskan waktu untuk
berdiam diri di kamar. Ada yang mengusik saya, seorang wanita yang memperhatikan saya
dengan keluguan di seberang jalan dekat gerobak mie ayam yang sering saya datangi. Dia
menghampiri saya, berdiri tepat dua meter di sebelah saya, tidak berkata apa-apa, masih bisu
dalam

hening.

Menghabiskan

sisa

senja

di

bawah

jembatan

tua.

Mas, apa yang kau lakukan disini?

30

7- Christ Novia S
PUISI MISTERI
Aku terbangun dan langsung membuka jendela kamarku. Aku menghrirup udara pagi hari
sebanyak mungkin agar bisa menjernihkan pikiranku.
Selalu seperti ini setiap pagi batinku. Kejadian yang selalu terjadi pada keluargaku
setiap malam. Pertengkaran yang terjadi di antara kedua orang tuaku dan tangis yang kutahan
agar mereka tak menyadari bahwa aku masih terjaga saat mereka bertengkar. Aku selalu
terbangun dengan mata yang bengkak dan hidung yang memerah. Namun, aku selalu menutupi
semua itu dengan tawaku.
Aku segera bergegas dan ke kamar mandi agar tidak terlambat pergi ke sekolah. Setelah
aku mandi dan bersiap siap serta menghapus jejak air mataku, aku segera bergegas turun untuk
sarapan. Jangan berfikiran akan ada mama dan papa yang sedang bercengkerama dengan mesra
lalu menyambutku. Mereka sudah berangkat sendiri sendiri. Tidak ada saudara, karena aku
adalah anak tunggal.
Setelah sarapan aku segera menuju ke mobil untuk segera berangkat sekolah. Pukul 06.45
aku sudah sampai didepan pintu kelas. Aku mengedarkan pandanganku ke segala penjuru kelas.
Seperti biasa, aku memilih tempat disebelah sahabatku Ariana.
Hai Clara! Bagaimana kabarmu hari ini? Masih seperti biasa?
Yaa, kamu bisa melihat sendiri bagaimana keadaanku. Aku hanya tersenyum kecut
menanggapinya.
Aku tau dibalik senyum cantikmu itu tersimpan banyak duka. Jangan sedih terus ya
Clara, masih ada aku sahabatmu yang akan terus mendukungmu.
Trimakasih Ariana... aku langsung memeluknya dan tangisku pun langsung pecah. Aku
akui aku sudah tidak tahan menanggung semua beban ini sendirian.
Sstt... jangan nangis Cla, kamu pasti kuat kok. Sekarang mending kita ke UKS aja yuk,
daripada ikut pelajaran tapi kamunya kayak gini. Aku hanya mengangguk menjawab
pertanyaannya. Saat aku sudah sampai UKS, Ariana langsung merebahkanku ke kasur.

31

Sekarang kamu tidur dulu ya, tenangin diri dulu aja. Aku balik ke kelas dulu ya. Aku
hanya mengangguk dan semakin lama aku merasa mataku semakin berat dan akhirnya aku
terlelap.
Aku membuka mataku saat waktu menunjukkan pukul 09.00. Astaga, ternyata aku
tertidur lama sekali. Saat aku membenahi posisi bantal aku merasakan sebuah kertas dibawah
bantal. Aku yang penasaran pun langsung mengambilnya dan menemukan sebuah puisi.
Teruntuk bunga mawarku,
Janganlah hiasi wajahmu dengan air mata kesedihanmu
Hiaslah semua itu dengan tawa bahagiamu
Dan akan kupastikan aku yang akan melukis tawa bahagia di wajahmu
~seseorang yang mengagumimu~
Aku terkejut membaca puisi ini. Aku langsung melirik ke kanan dan ke kiri namun tak
kudapati siapapun. Namun, aku terkejut saat mataku bersitatap dengan seorang pria yang tak lain
dan tak bukan adalah Aldo. Seorang anggota PMR yang sering berjaga di UKS. Dia memiliki
wajah yang cukup tampan, postur tinggi, dan badan yang atletis. Aku akui aku memang
menyukainya. Namun, aku tidak terlalu begitu berharap bisa menjadi kekasihnya karena dia
adalah seorang idola di sekolahku. Aku langsung mengalihkan pandanganku dari mata coklat
hansel itu.
Kau sudah bangun? Aku kira kamu pingsan tadi, hampir saja aku menelpon Rumah
Sakit. Tapi ternyata kau sudah bangun. Ia menatapku begitu dalam hingga aku salah tingkah.
Namun aku tak mau menganggap dia mempunyai perasaan lebih padaku. Mungkin saja dia
bersikap seperti itu kepada semua orang yang sakit.
Aku baik baik saja, mungkin nanti saat istirahat aku akan kembali ke kelas lagi.
Baiklah kalau begitu. Saat ia akan pergi dari UKS aku mencekal tangannya.
Ada apa?tanyanya

32

Uhmmm, apakah kamu tahu siapa yang meletakkan ini di bawah bantalku tadi?
Mana aku tahu, aku saja baru masuk UKS. Dia menjawab pertanyaanku dengan nada
yang agak marah. Aku langsung melepas tanganku dan meminta maaf.
Baiklah, terimakasih. Dan maaf atas tanganmu.
Ya tidak apa apa.
Aku langsung kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Akhirnya saat yang
ditunggu tunggu para siswa pun datang. Saatnya pulang sekolah, tapi tidak berlaku untukku.
Karena aku harus kembali ke tempat yang menurutku tidak terasa seperti rumah. Namun, aku
harus menegarkan hatiku agar aku pulang ke rumahku. Setelah berpamitan pada Ariana aku
langsung keluar kelas dan menuju parkiran. Saat aku mencari kunci mobilku tiba tiba ada
sebuah kertas yang terjatuh dari tas ku. Aku segera membukanya dan membacanya.
Mungkin kamu akan mencari cari siapa aku
Tapi kamu tidak perlu mencariku
Karna suatu saat aku yang akan menghampirimu
Maafkan aku masih belum bisa menampakkan diriku
~seseorang yang mengagumimu~
Aku hanya tersenyum setelah membacanya. Setidaknya, masih ada orang lain yang
peduli padaku selain Ariana. Aku segera menyimpan puisi itu di tempat pensilku sama seperti
yang aku lakukan pada puisi yang pertama. Akhirnya aku segera masuk ke mobil dan melajukan
mobilku ke rumahku.
Saat sampai didepan pintu rumahku tiba tiba aku mendengar ada suara barang jatuh.
Pyarr!!!
Kenapa papa nggak mau percaya kalau Clara anak kita pa? Kenapa? Mama berteriak
kepada papa dengan penuh emosi. Papa akhirnya menjawab dengan penuh emosi juga.

33

Bagaimana aku bisa percaya kalau dulu sebelum kamu mengandung Clara kamu selalu
bertemu dengan Albert?! Albert? Siapa dia? Apa jangan jangan dia adalah ayah kandungku
yang sebenarnya? Tapi aku segera membantah semua pikiran buruk yang ada didalam benakku.
Sudah kukatakan berulang kali bahwa itu hanya pertemuan antar teman? Lagipula
Albert sudah mempunyai istri! Dan lihat kehudupan mereka! Mereka tidak seperti kita dan hiduo
bahagia! Aku mohon percayalah padaku bahwa Clara anak kandung kita! Selama ini dia tidak
pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya karna mereka sibuk bertengkar. Aku
mohon pa.. aku mohon... Mama menangis sesenggukan didepan papa. Aku yang melihatnya
langsung menahan tangisku agar tidak pecah saat ini juga.
Astaga ma, maafkan papa. Selama ini papa sudah menjadi ayah dan suami yang sangat
buruk untuk kalian berdua. Selama ini papa selalu dibutakan oleh rasa cemburu. Papa selalu
terbayang bayang tentang rasa ketidak percayaan. Maafkan papa selama ini ma, maafkan.
Iya pa, mama maafkan. Papa harus tahu satu hal tentang Clara yang selama ini tidak dia
ketahui. Tidak ku ketahui? Apakah itu?
Hal apa memangnya ma?
Clara menderita TBC tulang pa. Mama menangis kembali didepan papa. Saat mama
menyebutkan kalimat itu pandanganku langsung memburam tidak fokus mendengarkan apa yang
mereka berdua bicarakan lagi pada saat ini. Saat ini yang terus berputar di otakku adalah,
darimana aku tidak tahu ada penyakit berbahaya ditubuhku? Apakah ini akhir dari hidupku
dimana saat mama dan papa sudah baikan justru aku yang pergi? Aku tidak tahu, semuanya
terasa berputar putar di otakku. Hingga aku rasakan mama dan papa melihat ke arahku dengan
tatapan terkejut dan saat itu juga mataku terpejam. Aku tak bisa merasakan apapun kecuali
mendengar tangisan mama dan teriakan papa.
Sudah berapa hari aku tertidur? Kenapa disini gelap sekali? Apakah aku sudah
meninggal? Tapi menurut buku yang kubaca orang yang meninggal akan bertemu dengan orang
orang yang sudah meninggal juga, tapi aku tidak bertemu kakek dan nenek, begitu juga opa
dan oma. Lalu, dimanakah aku? Aku kebingungan hingga mendengar sebuah suara.
Hai bunga mawarku,
34

Astaga, itu adalah suara Aldo! Tapi bagaimana mungkin dia membacakan puisi yang
kusimpan dengan rapi di kotak pensilku?
Aku disini untuk mengungkapkan jati diriku yang sesungguhnya
Jangan bilang jika pengirim puisi itu adalah
Aku adalah Aldo! Bangunlah bunga mawarku! Akulah penggemarmu!
Aku langsung menangis dan berlari mengejar suara yang semakin lama semakin keras
itu.
Bangunlah dan aku berjanji akan selalu melukis kebahagiaanmu diwajahmu
Tiba tiba aku merasa seperti terlempar dan merasakan sulit menggerakkan badanku.
Saat aku ingin menggerakkan tangaku aku merasakan ada sesuatu yang menetes membahasi
tanganku. Saat aku membuka kelopak mataku dengan perlahan aku menyadari bahwa ternyata
Aldo menangis dan airmatanya mengalir tepat di tanganku.
Al.... sejak... kapan... ka.. kamu... disini? aku bertanya dengan terbata bata.
Aldo langsung mengangkat wajahnya dan terkejut begitu melihatku yang sudah
membuka mata.
Clara? Sejak kapan kamu sadar? Aldo bertanya dengan raut wajah terkejut dan itu
membuatku tertawa.
Sejak kamu membacakan puisimu dan melakukan pengakuan terlarang. Aldo terkekeh
mendengar penjelasanku.
Beberapa saat kemudia mama dan papa beserta dokter masuk kedalam ruanganku dan
memeriksa keadaanku. Mama berkata padaku bahwa aku harus menjalani pengobatan di Jerman
agar cepat sembuh. Aldo terkejut dan menampilkan raut gusarnya. Namun akhirnya ia
merelakanku pergi, karena ini semua untuk kebaikanku.

35

Hari ini saatnya aku pergi ke Jerman setelah beberapa hari sebelumnya menjalani
pemulihan. Aldo dan Ariana ikut megantarku ke bandara namun tidak sampai ke Jerman.
Sesudah berpamitan pada Ariana aku berpamitan pada Aldo sambil menyerahkan surat padanya.
Bukalah saat aku sudah diatas pesawat. Ia hanya mengangguk. Aku pun bergegas
menyusul mama dan papa untuk segera naik ke atas pesawat.
Saat aku sudah diatas pesawat mama menasihatiku.
Semua akan baik baik saja sayang. Kamu akan bertemu dengan mereka lagi.
Aku hanya mengangguk dan menutup mataku sembari mengingat kembali puisi yang
kutulis untuk Aldo.
Terimakasih untu segalanya
Terimakasih kamu masih mau menerimaku apa adanya
Berjanjilah padaku satu hal
Jika aku harus pergi, relakanlah
Tapi aku tidak akan menyerah
Aku akan berjuang melawan segalanya
Karna satu hal yang aku tahu pasti
Kamu akan selalu menungguku
~Clara Alveria Devita~

36

8- Citra Nawasari
CINTA PERTAMAKU
Fattan adalah seorang pemuda dari keluarga sederhana, berparas tampan dan lemah
lembut. Dia berhasil memasuki sekolah tingkat atas yang tergolong elite dengan beasiswa. Kini
Dia duduk di kelas 2 SMA jurusan IPA. Kelas 2 melukiskan warna dalam hidupnya karena di
masa inilah cerita cinta pertama menghampiri lembaran hari-hari yang dia lewati.
Awalnya Fattan tak menduga merasakan hal yang teman-teman seumurannya rasakan
apalagi kalau bukan cinta, perasaan yang pertama kali dia rasakan dalam hidupnya. Pertemuan
dengan Dinda, anak terpopuler serta primadona di sekolah telah membuat hidupnya berwarna.
Perkenalannya dengan Dinda bermula saat pelajaran olah raga lari jarak jauh yang
berjarak 10 km melewati rute yang sudah ditentukan guru olah raga. Tak disangka di tengahtengah perjalanan Dia dikejutkan dengan suara teman satu kelasnya Dinda yang berteriak
meminta tolong. Dia menghampiri Dinda yang terjatuh karena terserempet mobil Kijang Innova
berkecepatan

tinggi.

Melihat

itu,

Dia

mencoba

mencari

pertolongan.

tolong tolong! teriak Fattan panik.


Orang-orang di sekitar tempat kejadian menghampiri Mereka dan mencarikan kendaraan
untuk mengantar mereka ke sekolah. Fattan dan Dinda menaiki mobil pick up milik warga untuk
kembali ke sekolah mereka.
Sesampainya di sekolah, Pak Beni guru olah raga beserta teman lainnya membawa Dinda
ke UKS karena luka yang diderita tak begitu parah hanya lecet-lecet saja. Setelah luka Dinda
selesai diobati, Fattan meminta izin untuk meninggalkannya di UKS. Dia merasa canggung
berada

di

sekitar

cewek-cewek

populer.

Din., aku keluar dulu ya? Mau ganti pakaian, aku harap kamu bisa cepet sembuh ucap Fattan
gugup

sebelum

meninggalkan

Dinda.

iya nggak apa-apa kok. Thanks ya, tadi dah nolongin aku. Balas Dinda seraya tersenyum
menatap

Fattan.

Mendengar itu, teman-teman Dinda meledeknya dengan berbagai kata yang membuat mereka
berdua

tersipu

malu.

37

Semenjak kejadian itu, Dinda sering mengajak Fattan bermain ke rumahnya dan selalu
berkomunikasi baik melalui handphone atau jejaring sosial lainnya. Kedekatan inilah yang
membawa Fattan merasakan perasaan yang selayaknya anak muda rasakan apalagi kalau bukan
cinta. Dia mulai merasakan hal yang berbeda dalam diri dan hatinya bahkan tiap detik bayangan
Dinda

hadir

menghantuinya.

kenapa ya? Kalau dideket Dinda, gue selalu ngrasa ada yang mengganjal, apa ini yang dibilang
cinta

gerutunya

dalam

hati

sambil

berbaring

di

tempat

tidur.

oh inikah cinta, rasanya cinta terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya. Spontan Fattan
menyanyikan sedikit lirik lagu.
Pada suatu hari Fattan bercerita tentang perasaannya kepada sahabatnya, Oka. Dan Oka
langsung member semangat serta meyakinkan Fattan agar Dia berani mengungkapkan itu semua
pada Dinda. Akhirnya Fattan memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Dinda di
lapangan basket setelah pulang ekstrakurikuler.
Fattan mengirimkan pesan singkat melalui HP ke Dinda yang berisi Dia ingin bertemu
dengannya nanti sore di lapangan basket sepulang ekstrakurikuler. Tak terasa waktu yang dinanti
pun tiba, pikiran Fattan menjadi kacau balau jantungnya berdegub tak beraturan menanti
kedatangan Dinda. Dia dikejutkan suara lembut dari belakangnya yaitu suara Dinda.
bengong aja. Maaf, lama tadi ada urusan bentar. Btw kamu mau ngomong apa sih?
Kelihatannya

serius

banget?

sapa

Dinda

berdiri

di

dekatnya.

ya gak apa-apa telat bentar ini. Aku emang mau ngomong serius bahkan lebih dari serius ucap
Fattan
ya

sedikit
udah

ngomong

aja

aku

dengerin

bergurau.
kok

balas

dinda

jadi

penasaran.

Spontan Fattan memegang tangan Dinda, Dia mulai mengatur nafas untuk memulai
pembicaraannya.
Din aku mungkin salah memiliki rasa ini dan aku bukanlah sosok sempurna seperti yang
kamu inginkan tapi rasa ini bila dipendam semakin menyiksa diri. Hari ini disini aku mau jujur
tentang perasaan ini. Kamu mau nggak jadi penguasa hatiku sekaligus pacar pertama? ungkap
Fattan

penuh

kesungguhan

dan

harap

cintanya

bisa

terbalas.

Tan cinta itu terlahir untuk siapa saja tanpa kecuali. Cinta mengalir tanpa kita duga. Jujur
selama ini aku juga memendam rasa yang sama buat kamu. Aku juga ingin kamu jadi pacar
38

pertamaku ungkap dinda berseri-seri. Sejak saat itu, Fattan dan Dinda resmi berpacaran namun
hubungan mereka berjalan rahasia (back Street) tanpa ada satu pun orangtua mereka tahu.
Hari terus berganti, kisah demi kisah terangkai mengisi perjalanan cinta mereka.
Hubungan cinta mereka telah berjalan 8 bulan sampai akhirnya mereka naik kelas 3 SMA. Kelas
3 SMA, masa yang perlu kekonsentrasian menuju Ujian Nasional dan di masa inilah cinta Fattan
mendapat badai dari orang ke tiga serta ke dua orangtua Dinda. Pertemuan Dinda dengan siswa
baru yang bernama Bagus yang ternyata teman SMP-nya membuat kisah cintanya dengan Fattan
di ambang pintu kehancuran.
Bagus siswa baru yang ternyata menyimpan perasaan pada Dinda mencoba menghancurkan
hubungan cintanya dengan Fattan. Bagus merasa dirinya lebih pantas menjadi pacar Dinda
dibandingkan

Fattan.

Sepulang sekolah ketika Fattan dan Dinda sedang asyik mengobrol tiba-tiba Bagus menghampiri
mereka.
kelihatannya lagi asyik nih. Kenalin nama gue bagus anak kelas 3 IPS 2, gue temen SMP Dinda.
Kebetulan rumah gue ama Dinda berdekatan. Kalau gue boleh tahu Lu siapanya Dinda? seraya
mengulurkan
Aku

Fattan

tangan.
pacarnya

Dinda

menyambut

uluran

tangan

Bagus.

oh Lu cowoknya Dinda. Jawab Bagus ketus. Rasanya tak percaya Dinda bisa jatuh hati pada
cowok

yang

tak

sederajat

dengannya.

Mendengar itu, hati Bagus seperti tercabik-cabik, sirna sudah harapan bisa bersama Dinda sosok
yang sejak dulu Dia impikan. Merasa tak bisa menerima kenyataan Bagus meninggalkan Dinda
dan Fattan.
Di rumah, Bagus memutar otaknya mencari jalan untuk memisahkan Dinda dengan
Fattan. Tanpa disangka terbersit ucapan Om Hendra ayah Dinda yang mengatakan anaknya
belum memiliki pacar, Bagus berpikir kalau hubungan Dinda dan Fattan berjalan backstreet dan
berencana membongkar itu semua.
Sore itu, Bagus menemui Ayah Dinda di rumahnya. Kebetulan sore itu Dinda belum
pulang sekolah. Kesempatan ini tak disia-siakan Bagus untuk membongkar hubungan Dinda dan
39

Fattan

dengan

selamat

sore

om,

harapan
maaf

ganggu

cintanya
waktu

om

bisa
sapa

terbalas.

Bagus

dengan

sopan.

santai saja Gus, kebetulan om juga nggak sibuk. Oh ya, ada apa? Mau mencari Dinda ya?
jawab

Om

Hendra

seraya

meledek

Bagus

om ini bisa saja, saya tidak mencari Dinda Om, tapi saya mau bercerita sesuatu yang pasti om
kaget

mendengarnya

sesuatu?

Apa

maksudmu

Gus?

bertanya-tanya.

begini om, om pasti belum tahu kalau anak om yang bernama Dinda sudah memikili pacar
pacar? Ah.. kamu pasti bercanda Gus. Kalau kamu memang benar, sejak kapan Dinda
berpacaran

dan

siapa

pacarnya?

sampai detik ini sudah 10 bulan lah om, pacarnya bernama Fattan, dia tergolong siswa dari
golongan

bawah

di

sekolah

kami

cerita

Bagus

dengan

penuh

antusias.

apa? Dinda pacaran? Berani sekali Dia membohongi ayahnya sendiri. Kata Om Hendra kesal
mendengarnya.
Om Hendra merasa tak percaya kalau anak kesayangannya tega membohonginya. Melihat
ekspresi Om Hendra, Bagus merasa puas Dia pamit pulang karena takut Dinda mengetahui
aksinya.
Malam itu ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah, Om Hendra
memulai pembicaraannya. Dia mengutarakan rasa kecewanya pada Dinda dan meminta Dinda
untuk menyudahi hubungannya dengan Fattan jika tidak Dia akan dipindah sekolah.
Keesokan harinya, Dinda mengajak Fattan ke taman sekolah disana Dia menceritakan
semua perkataan ayahnya. Teriris hati rasanya mendengar itu semua. Sambil mengusap air
matanya,

Fattan

mencoba

menegarkan

hatinya.

sudah, mungkin apa yang dibilang ayahmu memang benar. Kita masih muda cinta kita mereka
pandang cinta monyet dan status sosial kita jauh berbeda, mungkin ayahmu ingin yang terbaik
untukmu. Aku bisa terima itu kata Fattan menegarkan hati yang mulai teriris perih.
lalu kamu memilih untuk menyudahi ini semua? Semudah itukah Tan? Apa kamu tak berfikir
untuk memperjuangkan cinta kita? balas Dinda kecewa dengan perkataan Fattan yang seolaholah

tak

memperdulikannya.

takkan mudah melupakan apa yang sudah kita lalui. Tapi mungkinkah ayahmu mau menerima
40

keadaanku?

ucap

Fattan

pasrah,

ekspresinya

berubah

dingin.

apa salahnya kamu mencoba bicara baik-baik dengan ayahku meski akhirnya tak seperti yang
kita inginkan kata Dinda mendesak Fattan yang terlihat pasrah menerima semua ini. Fattan yang
bingung hanya terdiam tanpa mengucap sepatah kata pun.
Singkat cerita, keesokan harinya Fattan menemui Dinda di taman kota, mereka sudah
berjanji akan bertemu disana. Perasaan Fattan menjadi biru waktu itu, Dia tak menyangka cinta
pertamanya

akan

kandas

seperti

ini.

Di bangku taman, Fattan dan Dinda saling berhadapan dengan perasaan sedih dan tak menentu
bercampur menjadi satu. Setelah menarik nafas panjang Fattan memulai pembicaraannya.
Din apa yang dikatakan ayahmu benar, kita masih muda mungkin belum saatnya kita
menjalin cinta yang sebenarnya apalagi kita sudah beranjak kelas 3, kita harus mementingkan
sekolah. Mungkin hubungan kita memang harus diakhiri tapi yakinlah jika kita memang
berjodoh tentu kita akan dipertemukan kembali di lain hari nanti ucap Fattan merendah seraya
menatap

tajam

Dinda

yang

tak

kuasa

menahan

air

matanya.

Tan memang masa depan kita masih panjang tak mungkin kita hancurkan masa depan itu
dengan masalah yang mungkin bisa menggangu kita di sekolah. Meski sebenarnya aku belum
bisa menerima kenyataan ini, tapi aku juga nggak mau jadi anak durhaka, aku terima
keputusanmu tuk mengakhiri hubungan ini. Mungkin suatu hari nanti kita bisa bersatu kembali
jawab Dinda terisak-isak menahan pilu.
Setelah peristiwa itu, hubungan Fattan dan
Dinda hanya sebatas teman biasa. Mereka tak
menyimpan rasa sedih yang berkepanjangan dan
menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Usaha
Bagus untuk mengambil hati Dinda pun sia-sia
karena Dia telah menutup pintu hatinya. Dinda
dan Fattan sama sama yakin bahwa cinta sejati
yang mereka miliki pasti akan mendapatkan jalan
dan

indah

pada

waktunya.

41

9- Devananda
Cukur Sulap
Ada yang bilang memakai topi bisa menaikan percaya diri seseorang, mungkin inilah
kata-kata yang merasuki warga desa Semriwing. Desa ini terkenal dengan warganya yang selalu
memakai topi. Yang tua yang muda semua memakai topi. Topi bundar,kotak, segitiga, trapesium
semua ada disini. Mungkin bayi yang baru lahirpun juga memakai topi.

***
Di siang hari seorang laki-laki datang dengan sepeda dan kotak-kotak bawaannya. Dia
mengaku kalau ia adalah seorang tukang cukur, dia juga mengaku dia dapat mencukur rambut
seseorang dengan hanya dengan menggunakan kain saktinya. Saya bisa mencukur rambut anda
dengan sehelai kain saja!! seru si tukang cukur. Seorang wargapun tak percaya apa yang
dikatakannya, lalu ia mencoba untuk dicukur dengan mengeluarkan biaya yang cukup mahal.
Ditutuplah kepala orang tersebut dengan kain saktinya. Tak menunggu waktu yang lama
lalu diangkatlah kain tersebut dan.. taraarambut orang tersebut berubah menjadi gaya rambut
mohawk dan berwarna merah menyala. Warga yang menyaksikan terkejut dan bingung seolah
tak percaya. Warga yang penasaran pun mencoba untuk dicukur oleh si tukang cukur itu.
Diangkatlah kain sakti tersebut dan taraa rambut berubah menjadi gaya rambut afro dan
berwarna perak kehitaman. Tukang cukur itupun kebanjiran rejeki dengan banyak antrian warga
yang ingin dicukur.
Akhirnya semua warga di desa tersebut memiliki rambut yang beragam. Dari yang tua
sampai yang muda memiliki rambut yang nyentrik. Rambut biru, hijau,merah,kuning,perak,ungu
semua ada disini. Topi-topi yang selalu mereka kenakan akhirnya mereka buang begitu saja. Dan
desa tersebut sekarang terkenal dengan rambut nyentriknya.
Pada malam itu, tukang cukur tersebut memungut topi-topi warga yang telah dibuang
tanpa ada yang mengetahuinya. Dan ia menghilang dari desa tersebut.
****
42

Kesokan harinya warga terkejut melihat rambut nyentriknya hilang tak terbekas.
Kepanikan terjadi dimana-mana ketika melihat rambutnya telah botak. Kemudian munculah
seorang laki-laki yang tak dikenal. Tenang para warga saya disini menjual topi untuk menutupi
kebotakan anda. Ayo mari dibeli ! seru laki-laki tersebut. Tanpa pikir panjang wargapun berebut
untuk membeli topi tersebut. Laki- laki tersebut mendapat untung yang melimpah ruah atas
penjualan topinya. Akhirnya warga desa Semriwing kembali menggunakan topi seperti semula.

10-

Dewana Nur A
43

Bunga dan Merpati Pembawa Surat

Sudah dua hari Banu menempati kamar barunya di atas loteng. Kamar baru itu dibuat
ayahnya seminggu yang lalu, sejak kelahiran adik baru Banu. Banu merasa tidak senang karena
harus pindah kamar. Tetapi, mau tidak mau ia harus mengalah pada adik barunya itu.
Sejak menempati kamar barunya, Banu selalu murung, Setiap hari ia dudul melamun di
depan jendela, memandang pohon dan burung burung di depan kamarnya. Pada suatu hari,
datang seekor merpati putih berekor panjang ke dekat jendelanya. Sambil mengepak
ngepakkan sayapnya, merpati itu mendekati Banu. Ada lipatan kertas kecil yang menggantung di
kaki kirinya. Ah, ini seperti merpati pos pembawa surat, pikir Banu.
Surat dari siapa ya? gumamnya, lalu mengambil gulungan surat itu. Banu membaca isi
surat itu. Tanamlah bunga bunga di halaman rumahmu yang gersang. Begitulah isi surat itu.
Banu tidak tahu siapa pengirim surat itu. Akan tetapi, Banu melaksanakan perintah itu. Ia segera
mencari berbagai tanaman yang berbunga indah. Lalu menanamnya di halaman rumahnya.
Rumah Banu dekat dengan padang rumput. Disana tumbuh berbagai bunga liar yang indah. Tiga
hari Banu bekerja keras. Halaman rumahnya kini penuh aneka bunga. Di hari keempat, Banu
kembali duduk di depan jendela kamarnya. Ia menikmati keindahan bunga bunga di
halamannya.Tiba tiba merpati pembawa surat itu datang lagi. Burung ini membawa surat lagi.
Banu membaca isinya.
Kamu harus rajin menyiram tanamanmu, supaya semua tumbuh segar. Lagi-lagi Banu
mengikuti perintah itu. Ia keluar rumah dan mencari gembor. Seriap hari Banu menyirami
tanamannya. Tanpa sadar beberapa bulan telah berlalu. Tanaman bunga Banu tumbuh subur.
Akan tetapi, Banu masih sedih. Ia masih sering duduk melamun di depan jendela. Burung
merpati kembali datang membawa surat. Banu membacanya.
Banu, lihatlah bunga-bunga yang kamu tanam itu. Sekarang sudah mekar indah. Itulah
kebesaran Tuhan. Bunga-bunga tumbuh dan berkembang. Keindahannya bias kamu nikmati dari
kamar barumu. Banu melipat surat itu, lalu memandangi bunga-bunga yang bermekaran indah.

44

Banyak kupu-kupu aneka warna berterbangan di sekelilingnya. Hmmm ternyata isi surat itu
benar.
Sejak hari itu. Banu tidak lagi melamun sedih di atas lotengnya. Melihat senyum Banu,
paman Doni tersenyum dari seberang rumah Banu. Banu tidak tahu kalau Paman Doni-lah yang
menulis surat. Jadi Paman Doni pemilik merpati pos itu. Paman Doni iba melihat Banu sedih di
depan jendela lotengnya. Kini Paman Doni senang, karena Banu tidak melamun dan sedih lagi.

45

11-Dinda Viera N
Inilah janjiku, janji seorang pelaut.
ketika cinta memilih setia
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Namun segalanya terasa bahagia. Air mata ini, air mata
penantian yang membuahkan hasil mengobati segala kerinduan dan luka lama. Dan aku masih
terbenam dalam pelukannya. Tak peduli seberapa ramai pesta ini. Akhirnya aku tahu
jawabannya. Akhirnya cinta menemui pilihannya ketika cinta memiih setia..
Penantian itu akhirnya menemui pelabuhannya. Cinta ini menemukannya rumahny. Dan hari ini,
penjagaan sekian tahun membuahkanku pada sosok yang selelu kuselipkan dalam doaku.. dan
jiwa ini, kini menemukan pasangannya. Tak akan ada rindu yang tak berbalas, tak akan ada hati
yang merasa tersakiti..
***
Aku ingat sekali bagaimana ia memasuki ruang kelas kami di pagi hari yang begitu ramai dengan
hiruk pikuk siswa didalam kelas. Sweater navy blue dengan menggendong tas punggung di
lengan kirinya dengan raut wajah yang begitu dingin seoalh tidak peduli dengan keadaan sekitar
tiba-tiba mendekati sebelah bangkuku yang masih kosong. ada orang kah? Baiklah.. belum
sempat kujawab pertanyaannya tapi dia sudah meletakkan tas dan mulai duduk di bangku
sebelahku. Apa ini? Rasanya aku kesal sekali. Jujur saja, aku paling tidak bisa melihat orang
yang dingin dan cuek. Dan bisa kubayangkan sehari ini akan menjadi hari yang paling
menyedihkan dalam hidupku karena akan terjadi keheningan selama jam sekolah berlangsung.
Terkutuklah kau Evelyne! Rutukku dalam hati. Andai saja tidak ada kejadian absennya Eve hari
ini mungkin hariku tidak akan menjadi seburuk ini. Dan benar saja dugaanku. Hening. Tidak ada
percakapan. Baiklah, aku bersumpah tidak akan membuka percakapan dengan pria ini kecuali ia
lah yang memulainya. Hingga akhirnya ia membuatku melanggar sumpahku sendiri....
Sedang mencari ini kah? ia menyodorkan kamus biologi yang sedari tadi kucari. Sial,
bagaimana bisa tiba-tiba berada ditangan pria ini?

46

ahh..... ini dia! Terimakasih !! kau menye... entah betapa girangnya aku menemukan makhluk
tebal dengan ribuan bahass latin didalamnya itu hingga akhirnya aku melanggar sumpahku
sendiri untuk tidak berbicara dengannya. Dan seketika aku teringat seseorang yang
mengembalikan ini. Cepat-cepat kututup mulutku dan tidak melanjutkan perkataanku
Hm?aku menyelamatkanmu kan. Ya aku tau, sudahlah tidak perlu berterimakasih padaku apa?
Bereterimakasih padamu? Apa aku tidak salah dengar? Awalnya mungkin begitu, tapi jika orang
itu bukan kau. Pria ini.. ahh benar-benar menyebalkan !
Dan benar seperti apa yang kuduga, setelah kejadian itu, setelah hari dimana Eve absen sekolah
dan ia tiba-tiba duduk disampingku, semua hariku berubah 180 derajat. Aku bahkan tidak pernah
menemui hari-hari tenang seperti sebelum aku berbicara dengan pria itu. Setelah hari itu, segala
hal misterius selalu menyertaiku. Hal misterius yang membuatku merasa... merasa terbang diatas
awan.
Tapi perasaan di atas awan ini membuatku merasa tidak nyaman. Justru kemisteriusan itu
membuatku banyak berkhayal, membuatku terlalu jauh berangan. Baiklah, akan kumulai
serangkaian kisah misterius itu, serangkaian kejadian yang membuatku terbang diatas awan...
Hari itu aku merasakan badanku yang kurang fit. Mungkin akibat sehari sebelumnya tidak ada
asupan nasi sama sekali. Tara? Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat sekali. Kau sudah
sarapan?pertanyaan Eve mengalir begitu saja tanpa mampu aku tahan satupun. Dan aku hanya
mengangguk. ah, tolong jangan katakan padaku kau tidak makan nasi lagi seharian?oh Tuhan!
Anak ini benar-benar... Senjakau tau kan kau masih dalam masa pemuliahan? Sudah kubilang
jangan macam-macam, bagaimana jika sesuatu terjadi padamu dan...... entah apa yang
dikatakannya setelah itu dan yang kutau pasti pandanganku berubah gelap seketika. Badanku
benar-benar lemas tak berdaya. Dan ketika aku mencoba tuk sadarkan diri entah apa yang kulihat
benar atau tidak.. belum sempat aku melihat jelas wajahnya ia sudah berdiri dan berjalan pergi
meninggal ruangan ino. Tidak.. tidak mungkin, itu pasti bukan dia. aku coba untuk terus
meyakinkan diriku bahwa apa yang kulihat bukan seperti apa yang aku bayangkan. Sudahlah,
tidak penting siapa dia. Tiba-tiba saja disamping tempatku berbaring sudah ada sebungkus
hotdog berisi daging sapi dan ada kertas kecil diatasnya Asupan nasi tetap dibutuhkan. Jangan
terus paksakan dirimu, Oh iya, daging sapi bagus untuk mengumpulkan energimu lagi. Have a
47

nice day! dan tanpa kusadari sudut bibir ini terangkat. Entah siapa yang melakukannya tapi
aku...senang. Evelyne kah? Mana mungkin gadis itu akan bersikap semanis ini padanya.. apalagi
karena ulahnya sendiri, pasti yang diterimanya saat ini bukan hot dog daging sapi melainkan
serentetan omelan dari bibirnya yang seperti ibunya sendiri hanya beda masalah latar tempat.
Tidak berhenti sampai disitu, saat pelajaran olahraga aku mengalami kecelakaan kecil. Saat lari
pemanasan tiba-tiba saja ada bola basket yang menghantamku sehingga aku terjatuh. Bukan
kecelakaan parah, hanya lecet dan aku memilih untuk meneruskan lari. Nanti saja bersihkan
lukanya, hanya luka ringan, kataku dalam hati. Dan ketika aku hendak mengambil handuk di
loker tiba-tiba saja ada sebuah kotak kecil dan sepucuk kertas kecil diatasnya luka tidak baik ika
dibiarkan begitu saja. Cepat bersihkan lalu obati. Take care ! lagi-lagi ia mampu membuat
segalanya terasa lebih baik. Walaupun sampai saat ini ia masih belum kuketahui dengan jelas
identitsnya. Tapi satu hal yang kuketahui jelas tentangnya, tentang ia yang selalu mampu
membuatku lebih baik disaat kondisiku sedang tidak baik. Yang bisa menjadi alasanku tersenyum
disaat seribu alasanku untuk bisa bersedih.
Dan segala hal misterius itu terus bergulir bersama waktu di hari-hariku. Memenuhi memori
otakku dan penasaran dihati yang kian memuncak dan entah mengapa perasaan ini selalu
meminta dirinya sebagai peran dibalik kisah misterius ini. Kenapa? Kenapa hrus dia? cepat-cepat
ku usir bayangan dirinya dalam benakku dan segala rangkaian kejadian itu. Apa karena segala
kejadian ini bersamaan dengan dirinya yang berubah menjadi priadi yang hangat dan ramah
kepadaku? Jujur saja setelah kami duduk sebangku, setelah kami sering kali mendapat kelompok
belajar bersamaan menuntutku untuk terus bisa bekerja sama dengannya. Dan baik disadari atau
tidak, boleh saja aku mengelak tapi pada akhirnya semua tahu, ia yang dingin bisa menjadi
hangat kepadaku, ia yang irit bicara berubah menjadi sosok yang ramah padaku dan ia yang
seolah tak peduli menjadi sangat peduli dengan apa yang terjadi padaku, walaupun semua itu
bermula dari hal kecil yang mungkin tidak ia sadari membuatku berfikir akan sisi lain dari
dirinya..sisi yang mungkin membuat gadis-gadis itu tertarik.
***
aahh ... sedikit lagi, kenapa harus dijatuhkan.. aku masih belum bisa menerima nasib maketku
yang sudah kususun rapih-rapih menjadi hncur berantakan hanya karena ulah teman-temanku
48

yang tak bertanggung jawab itu. Mudah saja bagi mereka untuk minta maaf dengan alasan tidak
sengaja menyenggol maket buatanku ini namun tidak merubah nasib dari maketku sedikitkpun.
Andai saja ini bukan pelajaran yang aku senangi mungkin aku tak akan peduli. Tapi ini
menyangkut pelajaran seni rupa, pelajaran mendesign interior, dan demi neptunus dan urasnus
aku tidak akan meninggalkan sedetikpun pelajaran ini dalam hidupku. Baiklah, akan kubereskan
sendiri. perlahan saja meletakkannya, sudah rapi jangan diperkeruh dengan peletakan dan lem
yang sembarangan dan tanganku berhenti melanjutkan niat awalku. terimakasih tapi aku tak
butuh ocehanmu. sini serahkan padaku aku bahkan belum sempat membuka mulut untuk
menjawabnya namun tangannya telah meraih tanganku dan mengambil bagian-bagian maket
yang terpisah. Baikalah, lagi-lagi aku kalah, atau mungkin aku sengaja mengalah? Stop! Stop
Tara! Stop khayalan gilamu ini. Hentikan sebelum akhirnya waktu tak mampu menghentikan.
Seakan belum puas dengan bersikap manis padaku ia malah melakukan hal-hal aneh selanjutnya.
Saat aku berjalan membawa box untuk dipindahkan ke ruang seni rupa tiba-tiba saja ia yang
sedang mengobrol bersama sekumpulan temannya menyingkir dan berjalan ke arahku. Apa? hey.
Apal;agi ? hentikan langkahmu ! kumohon. Jangan bergerak selangkahpun atau box ini akan
melayang padamu. Aku hanya bisa berkata seperti itu dalam hati sebelum akhirnya kata hatiku
tak dapat terdengar olehnya. lelah? Berikan padaku dan seperti biasa, ia tak perlu jawaban.
Dan dengan hitungan detik box itu telah berpiundah tangan padanya.
Kejadian lainnya adalah.. ketika kami semua sedang latihan sebuah pementasan drama. Disudut
ruangan terdapat properti flower crown tulip berwana tosca. Saat aku hendak mengambilnya
tiba-tiba saja gerakan tangannya yang gesit mendahului gerakan tanganku. hey! Berikan
padaku. Aku yang melihatnya lebih dulu. Dia tidak berkata apapun dan hanya tersenyum
padaku. Deg! Tunggu, apa ini? Senyum itu hanya senyum sinis mengejek, kenapa aku harus
merasa dunia berhenti sejenak ketika aku melihat sudut bibirnya terangkat? tolong berikan
padaku sekarang. Memangnya unruk apa laki-laki memakai flower crown? aku mulai
memasang wajah kesal. untuk diberikan kepada queennya dan saat itu juga, flower crown itu
telah mendarat dikepalaku. Lagi-lagi, aku terbawa dalam permainan konyolnya ini. Aku hanya
diam, berbalik dan pergi meninggalkannya sebelum ia tau wajah ini seperti kepiting rebus.
Lalu ketika hujan tiba-tiba turun saat aku dan dia sedang pergi untuk menyelesaikan tugas
sekolah kami. Hujan yang tiba-tiba turun begitu deras itu membuat kami tak sempat
49

menyelamatkan diri dari basah air hujan. Akhirnya kami memutuskan untuk berteduh di warung
kecil. Kugosokkan telapak tanganku satu dengan yang lainnya untuk memunculkan kehangatan
ditubuhku. Tiba-tiba saja ia sudah meletakkan jaketnya dipundakku, menyelimuti bagian pundak
dan lenganku begini jauh lebih hangat. Tunggulah sejenak akan kuambilkan teh hangat aku
tidak dapat berkata apapun. Aku hanya menatap matanya lurus dan aku tahu, aku tersenyum
padanya.
Lebih banyak hal-hal lain yang membuatku merasa senang, merasa nyaman berada didekatnya.
Dan seiring berjalannya waktu kau dan aku semakin dekat dan kau masih selalu ada untukku
disaat aku membutuhkanmu tanpa aku memintamu datang membantuku. Masih seperti itu, masih
seperti awal semua kisah kita bermula..
Dan selama itu semua berjalan begitu indah.. sebelum sampai pesta dansa perpisahan.. segala
keindahan itu tiba-tiba berubah arah menjadi pisau yang mencabik hatiku. Selama ini, aku tak
pernah memnintamu untuk berterus terang padaku, karena begitu yakinnya aku pada dirimu.
Bahkan sampai aku sadar bahwa tidak ada apapun dianSenjakita selain sebatas teman atau
mungkin hanya sekedar sahabat. Sebelum akhirnya aku sadar, mini scrapbook, rangkaian puzzle
yang kubuat, dan vinyet yang kurangkai tiap saat kau dan aku bersama adalah hal yang mungkin
tak berguna dimatamu, tak berpengaruh dihidupmu, dan tidak ada artinya dihatimu..
***
Sore itu kupikir akan menjadi sore yang membahagiakan. Namun justru sebaliknya. Ketika kau
memintaku untuk menemuimu di tempat itu aku merasa sangat bahagia dan karena kebahagiaan
itu kusiapkan segala kado untukku, kubawa dengan berbalut kertas berwarna navy blue. Karena
kupikir aku perlu membawakanmu sesuatu yang sekiranya membuatmu bahagia sebelum
akhirnya aku menyampaikan berita bahagia namun juga menyedihkan, penantianku selama ini
yang selalu kuceritakan padamu. New York City, I am coming! Namun langkahku tiba-tiba
terhenti ketika aku melihat seseorang bersama dengan wanita lain dan menggenggam tangannya.
Saat yang bersamaan pula sang pria membawa sebuket bungan dibalik punggungnya. Wanita itu
mulai menangis setelah mendengar apa yang dikatakan si pria, dan sejurus kemudian wanita itu
menangis dipelukan pria itu. Ya, semua akan biasa saja jika pria itu bukan pria yang ia kenal.

50

Jika saja pria itu bukanlah yang menjadi alasan mengapa ia melangkahkan kakinya disini, bukan
pria yang menjadi inspirasi scrapbook, vinyet dan juga puzzle ini. Andai saja pria itu bukan dia..
Deg! Saat itu juga aku merasa mataku mulai memanas, dadaku mulai sesak dan kakiku mulai
melemas.. sedetik kemudian segalanya yang berada digenggamanku terjatuh bersamaan dengan
melemasnya diriku dan jatuhnya perlahan air mata iniperasaan tidak percaya ini masih terus
mengikuti, tapi ia jelas sekali melihatnya. Pria itu adalah sosok pria yang sangat ia kenali. Pyar!
Suara pecahan figura itu membuat pria itu tersadar akan kedatanganku. Segera ia melepaskan
pelukan wanita itu. Namun aku telah berdiri dan bergegas untuk pergi meninggalkan mereka.
Aku mendengar derap kaki yang begitu keras dan cepat tapi aku masih jauh lebih cepat. Ia
melihat sebuah bingkisan navy blue, diraihnya dan ia bawa untuk dilihatnya dirumah, barangkali
ada terselip surat untuknya, dan ia berharap.
Benar saja, ada salinan surat pernyataan bahwa telah diterima Senjadi salah satu perguruan tinggi
yang ia cita-citakan selama ini. Diamplop itu terdapat sepucuk surat yang mengatakan
keberatankah kau melepaskanku dibandara esok pagi? Tolong jangan terlambat atau vinyet dan
scrapbook ini akan menghilang seketika- Tr segera ia masukkan kembali dan ia bereskan segala
hal yang ada dalam bingkisan itu. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan bergegas menuju
rumah tara.
17.48. Sabtu, 20 October 2010
From

: Reyn

Subject

: sorry..
Tara, turunlah. Sepertinya kau salah paham. Boleh beri aku waktu untuk menjelaskan?

18:20
From

: Reyn

Subject

: kumohoon tara..
Masih marahkah? Senjaaku masih menunggu, masih tidak ingin menemuiku?

Izinkan aku meluruskan apa yg kamu lihat, kau salah paham Senja-Ry
51

04.25. Minggu, 21 October 2010


From

: Reyn

Subject

: keberangkatan
Jam berapa pesawatmu lepas landas? Tidak ingin bertemu denganku sebelum kita

menatap langit yang berbeda. kota New York dan Indonesia?tiket pesawat tidak murah, jangan
sampai kau kembali dalam 5 menit karena rindu padaku..-Ry
04:27
From

: Tara

Subject

: Jelas
Semuanya sudah cukup jelas. Tidak usah datang ke bandara. Jagalah kondisimu.

Terimakasih untuk semuanya. Bye Tr


04:30
From

: Reyn

Subject

: surprise
Maaf aku tidak bisa memenuhi permintaanmu kali ini.aku akan tetap datang.

Sekalipun kau tak ingin bertemu denganku. Tapi tenang saja, aku akan melihatmu dari tempatku
berada. Tak perlu cari cara untuk menghidar dariku akulah yang akan memberimu waku untuk
kembali dalam suansa hatimu yang tenag. Tapi ketika kau mulai bisa memaafkankanku atau
mungkin kau merindukanku, tolong buka kotak pemberianku tempo hari, dan saat itu kau boleh
menyetel CD player ituRy
Aku hanya menatap ponselku kosong dan tak aku tak mampu lagi menahan air mata yang sedari
tadi berusaha kutahan dari mataku yang memanas. Perasaan ini masih hancur, masih terlalu sakit
untuk bertemu dengannya. Senyum yang selalu kurindu itu bukan lagi untukku, walaupun aku
tau kita hanya sahabat. Dan tidak lebih dari itu..
***
52

Taara masih tak mau membalas pesannya. Entah apa yang dilihat gadis itu sehingga membuat
Senjaterus menghindarinya. Satu hal yang pasti yang ia tahu. Senjatelah salah paham dengannya.
Apapun itu yang pasti apa yang Senjalihat sebenernya bukan apa yang sebenrnya terjadi.
Sebenarnya jika diberikan waktu ia ingin menjelaskan pada Tara. Tapi sampai hari ini, dimana
Garuda Airlanes akan membawa gadis itu melintas benua Senjamasih belum mau melihatnya,
gadis itu masih menghindarinya dan tidak ingin mendengar penjelasannya.
Reyn bergegas menuju Sedan hitam milikknya dan bersiap meluncur ke bandara. Reyn sengaja
berangkat lebih awal karena takut terjebak macet dan tak sempat meihat gadis yang sangat ia
cintai untuk terakhir kalinya sampai waktunya gadis itu kembali ke kampung halaman. Walaupun
Reyn tau, yang dapat dilakukannya hanya melihat gadis itu dari kejauhan.
benar saja, pukul 4 dini hari tidak membuatnya terhambat menuju bandara. Ia membeli secangkir
kopi hangat lalu menuju ke papan jadwal penerbangan di dekat entry gate para penumpang.
oh masih 2 setengah jam lagi.. baiklah mungkin aku bisa berbaring di kursi dulu Rayn masih
menyebulkan asap yang muncul dari cangkir kopi yang panas itu. Lalu meunuju jajaran kursi
yang disediakan untuk menunggu penerbangan. Dan tertidur.
Tak lama kemudian ia terbangun. Segera ia melirik arloji di tangan kanannya. 05.45. ah, untung
saja belum terlambat. Ia segera bergegas menuju entry gate keberangkatan penumpang. Dan
belum sempat ia mendekat ia melihat sesosok gadis yang sangat ia kenal. Masih menggunakan
tas ransel hijau tosca dan sweeter bertuliskan i love NY, sweeter pemberian darinya. Ada sedikit
tenang menyusup ke hatainya. Setidaknya, apa yang ia berikan masih berkenan ia gunakan di
hari terakhirnya di Indonesia untuk mengejar cita-citanya. Diambilnya ponsel disakunya dan
mulai menulis
From

: Reyn

Subject

: terimakasih
Hay, sremoga kau menikmati jetleg-mu. Tidak lupa membawa comic series kan?

Jakarta- New York tidak sedekat yang kau bayangkan. Dan perjalananmu akan terasa lebih
membosankan karena bukan aku yang berada disebelahmu. Kecuali jika aku menysup menjadi
pramugara. Masih tidak mau bertemu deganku? Baiklah.. setidaknya meoihatmu menggunakan
53

sweqter itu membuatku jauh lebih tenang untuk melepasmu. Kalau kau kembali nanti tolong
hubungi aku dulu setelah kau hubungi orangtuamu. Okay? Ry
Ia masukan kembali ponselnya ke saku celananya dan saat itu juga ia meihat Senjamenatap layar
ponsel. Dan mulai mengetik..
From

: Tara

Subject

: [none]
Tidak ada sweater lain. Semuanya untuk persediaan. Terimakasih Reyn. Aku

minta maaf.. Selamat tinggal. Tr


Dan panggilan nomer pesawat Senjamulai terdengar. Gadis itu membereskan semua bawaannya,
berpelukan dengan anggota keluarga yang lain, menangis namun masih tersenyum. Dan setelah
berpelukan lama dengan ibunya, menangis lalu berpelukan lebih erat akhirnya ia melepaskan
pelukannya karena penumpang pesawat dengan kode B 204 CR Jakarta- New York sudah
ditunggu. Gadis itu masih belum rela berpisah dengan ibunya namun tetap menjadi gadis yang
mandiri karena hanya dilepas keluarga sampai di bandara. Sebelum akhirnya benar-benar masuk
ia sempat melihat kebelakang sekali lagi.. dan berlalu.

***
6 tahun sudah Senjahabis kan waktunya dan masih terus menyimpan perasaan itu, rasa rindu
yang terus menggebu ketika ia ingat Reyn. Dan entah apa yang membuatnya mengikuti
permintaan Reyn sampai saat ini ia masih menunggu laki-laki itu. Walaupun ia juga tahu luka
lama itu masih terasa di pojok hatinya. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menghadiri reunian
itu walaupun ia tahu mungkin saja Reyn sudah bersama wanita lain, atau mungkin Reyn akan
menolaknya karena ia terus menghindarinya.
Dan hari itu tiba juga.. dengan segala persiapan yang ada Senjadatang ke tempat sekolahnya
dulu. Rmai sekali namun ia masih belum menemukan sosok yang ia cari. Ah, mungkin benar
semua ketakutannya selama ini... baiklah Senjamemilih untuk mengambil secangkir punch di
meja bundar..
54

Tiba-tiba saja ada suara disampingnya, suara yang selama ini ia rindukan..
mencariku? Oh hay. Apa kabar? Lama tidak melihatmu dia masih sama masih seperti dulu.
baik, kau sendiri?kuberanikan diri untuk bertanya Tara, terimakasih datang. Masih kah kau
ingat janjiku? tiba-tiba ia langsung mebahas itu..masih. Bagaimana denganmu?aku jawab
sejujur-jujurnya tentu sangat masih ah.. setidaknya aku sedikit tenang, dan kuberanikan diri
untuk bertanya lagi lalu bagaimana dengan wanita itu? Kau berjanji padaku saat kau telah
bersama wanita lain? dia tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum dan dia mulai menjelaskan
semuanya dari awal.
Wanita yang memelukku itu menyatakan perasaannya padaku, namun aku hanya berkata
padanya maaf tidak ada yang akan mampu mengubah posisis Tara. Dia sangat special dan
akan terus begitu. Dia yang pertama dan akan menjadi yang terakhir untukku. Maafkan aku dan
kau bisa mencari seseorang yang jauh lebih baik daripada aku karena ia akan mencintamu
setulus hati melebihi cintamu padaku perempuan itu memohon dan menarik tanganku sambil
menangis dan tiba-tiab ia memelukku. Reyn hanya diam tak membalas pelukan itu dengan
masih membawa sebuket bunga dibalik punggungnya yang ia siapkan untuk Tara.
Aku terdiam dan aku mulai meneteskan air mata. Ia menghapus air mata itu dan mulai membuka
mulutnya dan mulai berkata jadi? Maukah kau menikah denganku? Seperti yang kukatakan kau
yang pertama dan akan menjadi yang terakhir. Inilah janjiku, janji seorang pelaut aku hanya
terdiam tak mampu menahan air mataku ataupun membuka mulutku. Aku hanya menatapnya
lurus, tersenyum padanya dan aku tersadar aku telah hanyut dalam hangat pelukannya.
***
Senjamengambil Cd Player yang ada di dalam kotak berwara merah maroon itu dan mulai
memutarnya..
halo ! selamat kau berhasil !! sudah kutebak. Maaf aku terlalu pengecut untuk tidak mengakui
secara terus terang tapi aku hanya tidak ingin menganggumu. Begini kau bisa lebih focus
bukan? Masalah hotdog kotak obat, sebotol susu dan buah apel adalah langkah awal supaya
aku bisa mendekatkan diri padamu, begitulah caraku untuk mengetahui karaktermu lebih dalam.
Aku belum pernah jatuh cinta sejauh ini. Dan ketika aku melihatmu aku jatuh terlalu dalam
55

pada cintamu sehingga aku tidak ingin menghanurkan atau menghambat mimpimu, aku terus
berada disisimu supaya kau terbiasa akan hadirku. Dan supaya tidak ada yang mengambilmu
dariku, hehehe aku egois ya? Selamat menempuh pendidikan di negeri paman sam Queen of my
life. Jaga diri, aku masih menunggumu disini sekalipun langit kita berbeda. Berjanjilan padaku
untuk kembali untukku dan aku akan berjanji untukmu. Janjiku janji seorang pelaut ngadan ia
mendekatkan jari kelingkingnya ke monitor.
Air mata itu tak kuasa ia tahan dan mengalir begitu saja membasahi pipinya. Ia dekatkan jari
kelingkingnya dan berkata lirih dengan memaksakan terssenyum dalam tumpukan rindu yang
menggebu ya, aku janji.
-

S E LE SAI -

56

12-Fransjaya

Candra

Ketika Mapel Terasa Menakutkan


Krrrriiiiiiinngg. Gema suara tanda masuk sekolah mulai terdengar saat aku berjalan menuju
gerbang sekolah. Di saat siswa yang lain merasa panik dan berlarian karena takut terlambat,
akupun hanya tenang dan tidak bergegas untuk masuk sebelum pintu gerbang sekolah ditutup
Pak Jono, satpam di sekolahku. Semakin mendekati pintu gerbang semakin kuperlambat langkah
kakiku, karena terlambat adalah hal yang biasa bagiku, terutama di hari Selasa. Pak Jono selalu
membukakan pintu gerbang untukku jika aku terlambat masuk, paling Pak Jono hanya
menasehatiku dan nasehat itu tak pernah ku hiraukan, ibarat kata Masuk telinga kiri, keluar
telinga kanan.
Kebaikan hati Pak Jono itu hanya membuatku semakin sering terlambat dan malas masuk
sekolah, apalagi jika ada pelajaran matematika yang sangat susah dan seolah menjadi monster
ganas di otakku.
Halah, paling juga cuma disuruh menyiram tanaman kalau terlambat. Celotehku dalam hati,
apalagi hari ini ada pelajaran matematika yang menakutkan bagiku.
Saat aku tiba di depan pintu gerbang, aku terkejut ketika melihat Pak Umar guru matematikaku
yang menghadangku dengan muka garang.
Rudi, mengapa kamu terlambat lagi ? Kata Pak Umar tegas.
Aaaaaanuuu pak, itu emmm.. maaf pak saya terlambat, tadi jalannya macet. Jawabku
dengan perasaan takut.
Setiap kali terlambat ada saja alasan yang aku lontarkan, mulai dari bangun kesiangan, kesulitan
mendapatkan angkutan umum, di perjalanan macet, atau lupa mengerjakan PR.
Tapi kali ini alasanku tidak mujarab lagi, karena alasan perjalanan macet sudah sering aku
gunakan. Dengan sigap Pak Umar menyangkal alasanku, Macet-macet, setiap kali terlambat
alasannya macet terus. Seharusnya kamu bisa berangkat lebih pagi.
Akupun tidak dapat berkutip lagi.
Iiii..iya pak. hanya kata-kata itu yang dapat kuucapkan.
57

Kali ini tiada kata maaf bagiku, Pak Umar tidak memperbolehkanku mengikuti jam pelajaran
pertama dan aku dihukum menyirami tanaman di halaman sekolah.
Sebenarnya aku merasa sangat malu menjadi tontonan guru-guru lain dan Pak Jono yang dengan
santainya menertawakanku, karena saat itu hanya aku yang terlambat masuk sekolah. Tapi aku
juga merasa senang karena di hari itu aku tidak mengikuti pelajaran matematika di jam pertama.
Asik, senangnya hari ini tidak pusing-pusing ikut pelajaran matematika, pelajaran yang nggak
penting dipikirin itu, hahahaha. Sorakku dalam hati.
Sejak saat itu hobi terlambatku dan kebencianku terhadap pelajaran matematika yang
menakutkan semakin menggebu. Sebenarnya ketakutanku terhadap pelajaran itu berawal dari
waktu aku kelas 7, pelajaran yang satu itu memang punya tingkat kesulitan yang tinggi, padahal
sudah diulang berkali-kali tetapi tetap saja susah. Ketakutanku terhadap pelajaran itu terbawa
hingga kelas 9 sekarang. Entah sampai kapan hal ini terus terjadi pada diriku.
Di minggu berikutnya, hari Selasa, hari ini aku tidak terlambat lagi, karena aku sedikit takut
dengan teguran Pak Umar hari minggu lalu.
Bel masuk berbunyi, Pak Umar masuk ke kelasku dengan muka yang sedikit memancarkan
senyuman karena melihatku tidak terlambat lagi.
Selamat pagi anak-anak, hari ini bapak akan mengulas materi keseluruhan semester 1. ujar Pak
Umar membuka jam pelajarannya.
Aku hanya mengabaikannya saat ia menerangkan panjang lebar di depan kelas. Setiap kali Pak
Umar menerangkan materi memang aku tidak pernah mendengarkan, terkadang aku sampai
ketiduran di kelas.
Saat aku mulai bosan dan jenuh dengan pelajaran itu, aku mengajak Andik, teman sebangkuku
untuk pergi ke Kantin.
Ndik, ke Kantin yuk, males nih aku dengerin Pak Umar ngoceh terus. ujarku.
Husssttt.. kamu itu jangan begitu, hargai Pak Umar dong. jawab Andik.

58

Halah, pelajaran matematika itu nggak penting, Cuma bisa bikin pusing. Ayo kita ke Kantin saja
! ajakku untuk yang kedua kalinya.
Enggak ah Di, kamu ke Kantin sendiri saja, aku mau ikut pelajaran saja, kan pelajaran
matematika salah satu mata pelajaran UN, jadi kita harus serius mempersiapkannya mulai dari
sekarang. sangkalan Andi menolak tawaranku.
Kamu itu sok pinter Ndik, yaudah kalau nggak mau, aku sendiri aja. jawabku.
Keesokan harinya, tanpa kuduga Pak Umar mengadakan ulangan dadakan di kelasku, aku panik
dan bingung.
Haduh, bagaimana ini, aku nggak paham materinya.
Keresahan semakin kencang berkeliaran benakku, satu soalpun tak bisa kukerjakan, saat itu aku
merasa seperti sedang berhadapan dengan monster ganas yang selalu menghantui perasaanku.
Tetapi aku tidak kehabisan akal, aku cukup menyontek pekerjaan Andik untuk mengerjakan
seluruh soal ulangan itu.
Aku nyontek pekerjaan Andik saja, Andik kan pintar, dengan begitu pasti nilaiku bagus. fikir
bulusku.
Nilai ulangan dadakanku itu memang memuaskan, aku bisa dapat nilai 90, nilai yang sangat
tidak mungkin aku dapatkan di mapel matematika. Meskipun aku mendapatkannya tidak dengan
usahaku sendiri, tetapi paling tidak aku merasa puas.
Ketergantunganku untuk menyontek itu berlanjut hingga aku menghadapi Ulangan Akhir
Semester 1. Aku tidak pernah belajar, bahkan untuk menyentuh buku matematika rasanya malas
sekali.
Saat UAS matematika berlangsung, aksi menyontekku mulai kulakukan. Aku berusaha
memanggil Andik agar dia memberikan jawabannya.
NdikAndik. suaraku lirih.

59

Sudah berulang kali kupanggil, Andik tidak sedikitpun menengok ke aku. Tanpa berpikir
panjang, aku melemparkan gumpalan kertas ke Andik, tetapi tanpa kusadari guru pengawas
melihat tingkahku dan menyuruh paksa aku untuk keluar dari ruangan.
Alhasil, sudah kupastikan aku akan mendapat nilai 0 karena belum satupun soal yang aku
kerjakan
Aku hanya bisa menangis di depan ruangan dan merasa kesal dengan Andi yang tidak mau
memberikan contekan kepadaku, padahal biasanya Andik selalu mau membantuku setiap kali
ulangan.
Seusai UAS Matematika, Andik datang menghampiriku, Di, kenapa kamu menangis di sini?
Diam kamu Ndik, kamu memang temanku yang paling jahat. Kenapa tadi kamu nggak mau
nyonteki aku? jawabku yang masih sangat kesal.
Maaf Di, tadi aku memang sengaja melakukan itu supaya kamu sadar Di, kamu sudah kelas 9,
sudah saatnya kamu serius dalam belajar. Bagaimana nilai UNmu nanti kalau kamu terus-terusan
begini? ujar Andik yang berusaha menasehati aku.
Tapi pelajaran matematika kan memang susah, ya wajarlah kalau aku nggak bisa. sewotku.
Pelajaran matematika itu nggak susah kok Di, kalau kamu mau berusaha belajar pasti bisa. Ingat
kata pepatah Tak kenal maka tak sayang, pepatah itu nggak hanya berlaku untuk pertemanan
tapi juga dalam pelajaran. Bisa jadi karena kamu enggan mengenal lebih dalam pelajaran itu, jadi
kamu nggak sayang dengan pelajarannya. kata Andik yang mencoba menasehatiku lagi.
Iya ya Ndik, benar juga apa katamu. Aku memang harus mulai berusaha mengenal dan
menyayangi pelajaran matematika untuk mempersiapkan UN nanti. Tapi kamu bisa kan
menajariku? jawabku sadar.
Nah, gitu dong Di, itu baru yang namanya siswa pintar, selalu mau berusaha dan optimis.
Insyaallah Di, nanti kita bisa belajar bersama. jawab Andik senang.
Sejak saat itu aku mulai menyenangi pelajaran matematika, pelajaran yang dulu menakutkan itu
kini bagiku sudah menjadi pelajaran yang sangat menyenangkan. Ini semua berkat Andik yang
60

telah membantuku untuk sadar, akupun sering belajar kelompok dengan Andik, untungnya
dengan sabar ia mau menuntunku.
Aku mulai tekun belajar untuk mendapatkan nilai matematika yang maksimal di Ujian Nasional
nanti.

61

13-Indria Triwidya
Senja
Saat ini, Aku yang mungil ini hanya sedang mengenggam erat gaun malam milik Mama.
Aku benar-benar merasa sangat pusing berada di tempat yang ramai akan orang-orang asing.
Orang tuaku terlihat sibuk berbicara dengan orang-orang asing di situ. Mata almond yang
berwarna coklat milikku berputar melihat sekeliling sekali lagi; meneliti keadaan di sekitar.
Ma, ayo pulang.. rengekku pelan.
Mama membungkuk dan mengelus kepalaku, Tunggu ya, Sayang. Sebentar lagi, oke?
Aku hanya bisa mengangguk pelan. Untuk kesekian kalinya dalam satu jam yang terasa
lama. Aku hanya ingin switer merah jambu favoritku sekarang, udara dingin mulai menusuk
kulitku yang astaga, bulu kudukku mulai berdiri. Memang, ruangan itu sudah dipasang
penghangat. Tapi pintu aula itu dibuka lebar. Dan sialnya, Papa dan Mama mengambil tempat di
dekat pintu. Sedangkan di luar? Salju dengan semangatnya turun, berniat menutupi permukaan
bumi menjadi putih semuanya.
Memang paling menyebalkan saat keluargaku harus menghadiri sebuah acara saat Kota
Seattle dihujani salju. Udaranya benar-benar dingin, sampai-sampai penghangat ruangan ini tidak
bisa bekerja dengan optimal. Dan tentu saja, udara dingin alami itu mengalahkan udara hangat
dari mesin. Orang-orang normal biasanya akan memilih dia di atas tempat tidur ditemani dengan
selimut tebal, buku cerita, dan secangkir coklat panas.
Hm.. gumamku pelan, membayangkan semua momen itu.
Tiba-tiba di tengah kesibukanku melamun, ada seorang yang dengan penuh semangat
menepuk bahuku, cukup keras, Hai!
Aku hanya bisa menghela nafasnya pelan, menahan sebal. Oh, akhirnya. Aku harus
repot-repot balik badan, umpatku dalam hati. Dengan senyum terpaksa terpatri di wajahku, Aku
balik badanku dan hanya menemukan seorang laki-laki sepantaran denganku, tersenyum dengan
hangatnya, mengalahkan semua mesin penghangat super di dunia ini. Wajahnya sedikit Asia.
Tapi kemudian Aku hanya menatapnya dengan tatapan sedikit kebingungan.
Ayo main!
62

Dengan segera kulengkungkan bibirku ke senyum yang lebih tulus dan mengangguk
senang. Setidaknya kini Aku mempunyai teman selain Mama yang terus menerus mengatakan
sebentar.
Dan hei! Dia bisa berbahasa juga ternyata. Jadi ada orang Indonesia lainnya di sini? Aku
bertanya dalam hati.
Yah, walaupun Aku tidak mengenal siapa lelaki yang sama kecilnya denganku ini. Kita
tetap pergi keluar dan mulai bermain dengan salju. Kubentuk bola dan kulemparkan ke arahnya
sambil tertawa puas. Dingin yang tadi menusuk kulit, sudah tidak terasa lagi. Ajaib.
Sen. Namaku Sen Mitsuji, ujar lelaki kecil itu sambil menjulurkan tangannya, bibirnya
tersenyum dengan hangatnya meski hidungnya terlihat merah karena kedinginan.
Aku Sydney, Sydney Claire. Sydney untuk lahir di Ibukota New South Wales. Dan
Claire untuk bersinar. Kau bisa Bahasa Indonesia juga?
Kau menarik untuk ukuran gadis seumuranmu, kemudian dia tertawa. Tentu saja. Aku
lahir di Yokohama tapi besar di Surabaya. Ibukku adalah Orang Jepang dan Ayahku dulu
berkewarganegaraan Australia. Tapi mereka bertemu di Jakarta. Dan kami pindah ke sini 3 bulan
lalu, dan dia tertawa lagi. Aneh, ya?
Tidak, kataku sambil menggeleng kepala, mengerutkan kening. Kau sungguh keren,
tahu! Bagaimana bisa di banyak tempat?
Dia mengedikkan bahu tanda tak tahu, Entahlah, kurasa Aku ditakdirkan untuk keliling
dunia?
Aku terkekeh pelan, Kurasa begitu?
Aku ingin dengar cerita tentangmu!
Kubalas seruannya dengan senyum singkat, Seperti yang kubilang tadi. Aku lahir di
Sydney makanya namaku Sydney. Mama dan Papa adalah Orang Indonesia, tapi Kakek dari
Papa adalah Orang Rusia. Jadilah wajahku begini. Dan kami baru pindah ke Seattle bulan lalu.
Kau sama kerennya denganku, tahu! kita berdua hanya tertawa.
63

Ngomong-ngomong, umurmu berapa? tanyaku, agak tiba-tiba.


Baru menginjak 12 tahun kemarin. Dan kau? Sama?
Wow! Selamat ulang tahun! Kapan-kapan akan kuberi kado kalau kita bertemu lagi di
lain waktu. Ah ya, dan aku masih 10 tahun. Aku menyengir malu.
Tidak usah! Lagipula kau seorang adik, Kemudian dia mengelus kepalaku pelan.
Memangnya kenapa!
Dia hanya tersenyum, Aku hanya tidak yakin kita akan bertemu lagi,
Kenapa begitu?
Entahlah.
***
10 Tahun Kemudian
Rumahku nampak tidak biasa. Pelayan-pelayan yang biasanya sibuk kini menjadi sangat
sangat sangat sibuk. Ingat, ada tiga sangat.
Yang biasanya hanya pekerjaan biasa seperti membersihkan rumah, kini mereka
mendapat pekerjaan baru yang berbeda. Mengosongkan rumah.
Keluargaku akan pindah. Pindah dari yang kata mereka istana yang usai menemaniku
untuk menghabiskan waktu 10 tahun masa hidupku di Seattle. 10 tahun lainnya di tempat lain.
Umurku 20, ngomong-ngomong.
Kemana kami akan pindah? Ke belahan bumi lain di Semanjung Korea. Korea Selatan
tepatnya. Dan Seoul untuk lebih rincinya.
Sebetulnya, aku sungguh masih tidak mengerti. Kenapa Mama harus meninggalkan
rumah untuk pindah ke Semenanjung Korea nan jauh di mata? Padahal pekerjaan Papa di sini
sepertinya baik-baik saja, beliau bahkan tidak diperintahkan untuk pindah. Dan Aku? Aku selalu

64

berbuat baik dan kuliahku sudah akan selesai dalam beberapa waktu lagi. Tapi Aku tidak mau
ditinggal di Seattle sendiri! Semua karena Bianca Cuevas.
Agaknya Mama cukup serius dengan kepindahan ini dan Papa setuju. Karena dengardengar, setibanya di sana kami akan mengurus status kewarganegaraan kami. Itu artinya Aku
akan menjadi Warga Negara Republik Korea untuk seterusnya. Dan sekali lagi, semua karena
Bianca Cuevas. Ini sungguh merepotkan. Dan Aku harus memulai hubungan jarak jauh dengan
Sen. Iya, Senku saat masa kanak-kanak sekarang menjadi kekasihku. Baru 3 bulan berjalan
dengannya dan sekarang Aku harus pergi jauh. Sekali lagi, ini sungguh merepotkan. Dan
menyedihkan bagiku.
Pertanyaannya sekarang adalah, siapakah Bianca Cuevas ini?
Adik kecilku yang manis. Yang terpaut 3 tahun dariku. Yang akan mengenyam
pendidikan di Universitas Nasional Seoul tapi tidak berani pergi sendiri. Yang (pasti) merengek
pada Mama dan Papa untuk pindah. Dan satu lagi, yang paling menyebalkan tapi Aku sangat
sayang. Tapi sangat menyebalkannya harus digaris bawahi.
***
Aku mulai menata pilar hidupku di Korea. Papa memasukkanku ke universitas yang sama
dengan adikku, hanya beda jurusan dan tingkat tentu saja. Awalnya memang Aku hanya mengerti
sedikit Bahasa Korea. Kendati hanya percakapan sederhana layaknya perkenalan, salam, dan
lain-lain. Papa, Mama, dan Bianca agaknya sudah lebih jago daripada Aku.
Aku mulai merasakan kenyamanan berada di sini, di Seoul. Tapi masih harus
berhubungan jarak jauh dengan Sen. Menyedihkan. Tapi, semua teman sekolah dan pelayanpelayan baru Mansionku sangat baik dan jauh lebih ramah daripada yang di Seattle dulu. Ada
satu pelayan favoritku, namanya Bibi Han, dia Orang Indonesia!
Seperti kali ini, Aku tengah ditemani oleh pelayan bernama Bibi Han di taman mawar.
Tengah memetik beberapa tangkai bunga mawar yang nantinya akan kami rangkai bersama di
kamarku. Selain itu, kami juga menyiram beberapa petak mawar yang tampak masih kuncup.
Berharap mereka semua akan tumbuh dan berkembang lebih cantik dari mawar-mawar
sebelumnya.
65

Nona, bisakah kau membawa mawar-mawar ini ke kamarmu sendiri? Saya harus
memeriksa istal di belakang mansion terlebih dahulu. Ada pengantar bahan makanan datang.
Maafkan Saya. sesal Bibi Han padaku.
Aku tersenyum menerima, Tentu, ini tidak berat.
Saya minta maaf, Nona. Saya akan tiba 30 menit lagi di kamar Nona untuk merangkai
mawar-mawar ini, wajah Bibi Han masih tetap mengandung unsur penyesalan.
Aku menepuk pundaknya secara bersahabat, Tidak apa, pergilah. Kutunggu 30 menit
lagi.
Bibi Han membungkuk lantas pergi dengan tergopoh. Aku nyaris tergelak saat
memandang tubuh tambunnya yang berjalan oleng saat Dia hampir berlari.
Aku lantas memandang rumpun mawar di tanah. Memungutnya dan mendekapnya di
pelukanku. Dan kami memetik cukup banyak rupanya. Aku tidak sabar untuk merangkainya
dikamarku. Pasti akan terlihat cantik.
Sebelum Aku menuju kamarku, Aku terlebih dulu melintas kamar Mama dan Papa. Pintu
yang biasanya tertutup rapat, kini sedikit menganga. Menyisakan celah kecil. Kudengar ada
orang bercengkrama di dalam. Pasti Mama dan Papa. Atau Mama dan pelayan. Atau Papa dan
pelayan? Tapi, Aku mendengar sedikit ritme aneh di dalam nada bicara mereka.
Didorong rasa penasaranku, Aku mengintip dari celah kecil yang ada di pintu itu. Benar.
Mama dan Papa. Tengah duduk di kursi malas berwarna merah maroon.
Sydney! tiba-tiba ada yang mengagetkan, dan aku tidak sengaja menjatuhkan beberapa
mawarku. Semua karena..
Ku balik badanku dan menemukannya di sana dengan seringainya. Bianca. Semua karena
Bianca.
Mama! Papa! Sydney menguping! serunya keras berlari cepat masuk ke kamar Papa
dan Mama.
Sial.
66

***
Seperti biasa, Aku berjalan mengitari taman ini. Senja datang namun tak kupedulikan.
Sambil benyanyi kecil mengikuti nada yang terdengar di earphone ku, lagu kesukaanku.
Aku memang terbiasa mengitari taman ini. Sendiri. Bisa dibilang, lebih baik sendiri
daripada dengan Bianca. Aku bercanda.
Maaf, Aku serius.
Lupakan saja.
Bagaimanapun, setiap orang butuh waktu sendiri, kan? Inilah waktuku sekarang. Kadang
saat Aku sedang sedih karena merindukan Sen, Aku datang ke sini. Saat setelah bertengkar
dengan orang rumah, Aku juga ke sini.
Aku punya tempat favorit di taman ini. Tempat itu berada di pojok, dengan sebuah kursi
panjang dan pemandangan danau di depan. Aku biasanya akan menyendiri di situ, membaca
novel sambil memakan es krim, memandangi matahari terbenam sampai bosan, atau
mendengarkan musik sambil saling mengirim pesan ke Sen yang masih ada di Seattle.
Hari ini Sen mengirim pesan aneh sekali tadi pagi.
Jangan hubungi aku dalam beberapa jam ini dulu.
Benar-benar, apasih maksudnya? Menyebalkan. Padahalkan Aku kan merindukannya.
Betul saja, tadi saat masih di rumah kuhubungi ponselnya malah tidak aktif.
Hanya memikirkannya saja membuatku mengerang kesal saja. Aku lalu menghentakhentakkan kaki ke tanah tempat kursi itu berdiri kemudian melempar batu ke arah danau dengan
kesal. Berteriak ke arah matahari senja seperti orang gila.
Tak lama, ada seorang cowok ganteng berlari kecil melewatiku. Mataku tiba-tiba
mengikuti setiap langkahnya dan tiba-tiba saja kurasakan ponselku bergetar.
Pesan dari Sen?
Hah? Buru-buru kubuka dan67

Kau milikku! Awas kalau sampai berani selingkuh.


Dengan reflek Aku mengangkat kepalaku lalu menengok ke sebelah kiriku dan
menemukan Sen yang sudah memandangku dari jauh sambil melambaikan tangannya.
Selesai.

68

14-Iqbal Maulana H
Nasib
Sejak SMA aku selalu merasa aku kurang berguna,walaupun berhasil masuk jurusan IPA,aku
jarang menguasai pelajaran IPA,satu satunya nilai yang bisa kubanggakan hanyalah nilai Bahasa
Inggrisku,yang lain?semua nilaiku terjun payung. Anak IPA mana yang nggak bisa fisika?
Ayahku sering berkata: Kalau kamu tukang daging,asahlah pisaumu,bukan kapakmu
Menurutku, maksudnya adalah aku harus bisa mengetahui di mana bidangku,lalu
mengasahnya,yah mungkin maksudnya memotivasiku,tapi yang terjadi malah membuatku getir
sebagai anak IPA. Memaksaku mengingat kejadian yang membuatku ngilu. Salah satu dari
puluhan kejadian yang memaksaku tertawa sambil mengiris hati untuk menyembunyikan rasa
maluku
*****
Teringat olehku ketika guruku membagikan hasil ulangan kimia 2 hari yang lalu,terbayang
olehku semua silang indah yang kubuat. Terdengar suara bangga guruku menyebutkan nilai-nilai
indah yang didapat semua teman jeniusku,memaksaku untuk tertawa getir dalam hati. Tak
kuharap guruku untuk berbangga menyebut nama dan nilaiku
M. Alif .S! ucap guruku
Ini dia pikirku
65!
Separuh hatiku ingin bersorak,mengingat nyaris semua soal kujawab dengan mengarang. Terasa
semua sobat seperjuanganku menepuki punggungku.
Berikutnya,M. Aji .K,95!
Hahh dia lagi,tak pernah membuatku heran jika nilainya baik,anak itu berotak seperti komputer.
Taka da hal yang tidak dia bisa. Kudengar Riki berkata di sebelahku habis ke dukun dia,minta
diterawang yang memancing tawa gerombolanku.
*****

69

Meski begitu kejadian itu telah memasksaku berpikir bahwa mungkin bidangku bukan
IPA,mungkin aku memang anak Bahasa,yang tidak meragukanku,mengingat semua nilai ulangan
bahasku selalu mendapat nilai yang bagus,90,88,bahkan 100 pernah kudapatkan dalam ulangan
Bahasa Inggris,Bahasa Indonesia,dan Bahasa Jawa,

yang membuat semua guruku kagum.

Banyak lomba menulis kuikuti,tak jarang aku memenangkan beberapa piala,namun seperti yang
pernah kukatakan:Anak IPA tidak dipandang Bahasanya.
***
Setelah 4 tahun setelah lulus SMA,aku berjalan menuju kios fotokopi untuk mengkopi berkas.
Aku diterima di UGM jurusan Sastra Jawa, yang benar benar membanggakan orang
tuaku,kuingat wajah Ibuku yang tersenyum dengan senyum ini baru anakku dan ayahku
dengan wajah bangganya.
Aku hendak memfotokopi berkas karena aku mendapat beasiswa kuliah di Prancis. Tak kusangka
sedetikpun dalam hidupku aku akan mendapatkan nasib seperti ini. Kupahami maksud ayahku
yang selalu diulang ulang padaku, maksudnya adalah : asah potensi yang benar benar kamu
kuasai. Mungkin semua nilai IPA buruk yang kudapat adalah pertanda dari Tuhan bahwa IPA
bukan bidangku.

70

15-Joshua

Indra

Rudi , tidur nak, sudah malam . Kata ibu. Maupun sudah disuruh ibunya tidur, Rudi
tetap saja tidak mempedulikannya dan melanjutkan bermain gadgetnya. Rudi sayang, kok
belum tidur ? Sudah malam nak, besok kamu sekolah. Terus menerus ibu meminta Rudi untuk
tidur, tetapi seakan-akan suara itu hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri saja, Rudi tetap
saja memainkan gadgetnya. Aihh, sial aku kalah, ini gara-gara ibu cerewet, aku harus menang,
harus, malam ini juga akan kumenangkan game ini. Kata Rudi. Jam telah menunjukkan pukul
00.00 , tetapi Rudi masih saja memainkan gadgetnya, padahal ia harus masuk sekolah besok pagi
pukul 06.30.
Kak Rudiiiiii !! Bangun kak !! Sudah pagi, teriak adik Rudi yang bernama Silvia. Rudi
lalu terbangun dari tidurnya, dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul 06.25, Rudi terkejut,
lalu bergegas mandi.
Nak, dimakan dulu nasi gorengnya, nanti perut kosong, gak bisa mikir pelajaran. Kata
ibu. Sama seperti tadi malam, lagi-lagi Rudi menghiraukan nasihat ibunya, dia langsung saja
berangkat sekolah. Di perjalanan, tiba-tiba ban sepeda Rudi bocor, padahal di jalan tersebut tidak
ada tambal ban. Rudi pun kebingungan. Tiba-tiba ada seorang nenek tua meminta tolong Rudi
71

untuk membantunya mengangkat barang-barang nenek itu, tanpa berpikir panjang, Rudi
menolaknya, dan langsung bergegas pergi

meninggalkan nenek itu. Rudi memaksakan

kehendaknya dengan menaiki sepeda yang ban depan dan ban belakangnya bocor.
Waduh, sudah jam 7, gimana ini, jam pertama pelajaran Matematika Pak Surya lagi,
pasti aku dimarahin kalau telat.
Di dalam perjalanan menuju sekolahnya, tiba-tiba Rudi merasakan sakit pada perutnya,
dia belum makan dari malam kemarin. Di kantong celananya hanya menyisakan uang seribu
rupiah. Rudi terdiam, dan berpikir tentang apa yang bisa dibeli dengan uang seribu ini.
Dek, minta uangnya , saya lapar, kata seorang anak kecil kepada Rudi. Rudi pun
menolak memberikan uang tersebut kepada anak kecil tersebut, dan terus melanjutkan perjalanan
menuju sekolahnya.
Matahari semakin menampakkan taringnya, panasnya seakan-akan membakar sekujur
tubuh Rudi. Sudah 6 jam Rudi mengayuh sepedanya yang ban depan dan ban belakangnya bocor
tersebut. Rudi pun semakin lemas, dan terkuras habis tenaganya, apalagi dia belum sarapan.
Tiba-tiba Rudi tak sadarkan diri lalu tergeletak di pinggir jalan. Di dalam pingsannya, dia
bermimpi ada seorang nenek tua bersama cucunya sedang mengemis di depannya, Rudi lalu
menolak dan menendang nenek itu serta memukul cucu nenek itu. Lalu tiba-tiba nenek dan
cucunya itu berubah menjadi seorang malaikat. Malaikat itu berkata kepada Rudi : Rudi, apakah
yang kamu lakukan itu perbuatan yang terpuji ? Apakah itu perbuatan yang menyenangkan
kedua orang tuamu ? Rudi ingatlah bahwa anak yang terpuji, adalah anak yang cinta kepada
kedua orang tuanya, dan cinta kepada sesamanya manusia.
Lalu Rudi terbangun dari pingsannya, di depannya berdiri seorang ibu dan seorang nenek
dengan cucunya. Teringatlah Rudi akan mimpinya, lalu Rudi menangis dan mencium kaki
ibunya, serta meminta maaf kepada ibunya. Ibu Rudi sangat terharu, dan lalu meminta Rudi
berdiri, dan memeluknya sangat erat. Ibunya lalu berbisik kepada Rudi : Nenek dan cucu itulah
yang membawa kamu ke rumah sakit, merekalah yang telah menolongmu. Makin terharulah
Rudi mendengar bisikan ibunya, dan lalu Rudi memeluk erat nenek dan cucunya itu, serta
mengucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya. Dia pun berjanji akan mencintai dan peduli
terhadap sesamanya.
72

Pagi harinya, dengan semangat Rudi bergegas pergi ke sekolah, sebelum dia pergi ke
sekolah, dia membuatkan susu untuk adiknya dan menempelkan stiker love di gelas susu
tersebut, lalu ia bergegas membuatkan sarapan keluarganya, serta menempelkan stiker love di
piring, serta gelas. Lalu setelah pamitan, ia bergegas berangkat ke sekolah. Di tengah-tengah
perjalanan, Rudi melihat seorang nenek yang sedang berjualan makanan di pinggir jalan, lalu
Rudi pun membeli makanan nenek tersebut, dan memberikan stiker love kepada nenek tersebut.
Nenek tersebut senang, lalu memeluk erat Rudi. Setelah hampir sampai di sekolah, Rudi melihat
anak kecil yang sedang terduduk lesu dan kelaparan. Rudi lalu memberikan makanan yang
dibelinya serta memberikan stiker love kepada anak kecil tersebut.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa kebaikan Rudi telah mencapai
seribu. Seribu stiker love telah diberikan Rudi kepada sesama-sesamanya. Rudi pun senang
dengan apa yang dia lakukan, dia berkomitmen untuk terus membantu sesama yang
membutuhkan bantuannya selagi dia masih diberi kesempatan Tuhan untuk hidup.

Amanat yang bisa diambil dari cerpen di atas adalah rasa cinta yang dilandasi oleh kebaikankebaikan yang tulus hati.

73

16-M.

Bagas

Sahabat Jadi CINTA


Besok jalan gak? suara Yuda mengagetkan tiba-tiba besok hmm nggak dulu deh aku
lagi capek, maaf ya Yud suara ku memelas. ohh ya udah gak papa, kamu istirahat aja dia
tersenyum kepadaku lewat kaca spion. Rintik hujan makin deras, motor mulai melaju dengan
kecepatan tinggi. Di musim hujan seperti ini sudah pasti hujan sering disertai angin kencang dan
tidak jarang akhirnya akan menimbulkan kabut yang akan membuat kabur penglihatan. Puss..
kita neduh dulu yah, hujan nya makin deras. Aku belum sempat menjawab dia sudah
memakirkan motornya di sebuah kedai nasi goreng. Ya, tak apa lagipula memang aku ingin
berteduh. Puss makan yuk aku tau kamu belum makan Yuda menarik tangan ku agar ikut
masuk ke kedai nasi goreng tersebut. Aku hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
mba nasi goreng special 2 ya yang satu pake suwiran ayam yang satu pake campuran
sayuran ya mba Yuda memesan ke pelayan tanpa menghampiri pelayan tersebut. Untuk menu
nasi goreng dia tidak perlu bertanya lagi kepada ku, dia sudah tau menu nasi goreng kesukaan
ku, nasi goreng campur sayur. benerkan kamu mau pake sayuran? Yuda merasa khawatir dia
takut kalau nanti salah dan akhirnya aku ngambek. hehe iya bener aku menjawab dengan
tertawa kecil. oia gimana tadi kerjaan kamu puss kamu betah di kantor kamu yang baru? iya
betah kok karyawannya baik-baik semua kerjaannya juga mudah. bagus kalo begitu
Malam sudah mulai larut sudah tidak terdengar suara para ibu-ibu yang sedang
menggosip entah gosip tentang apa yang mereka sering bicarakan. Hanya suara jangkrik yang ku
dengar kini. Aku tinggal seorang diri di sebuah kost kecil tapi kost-kostan ini resik dan juga
dengan harga sewanya yang murah, dengan tetangga kost yang ramah. Inilah sebabnya aku betah
tinggal disini. Kurebahkan badanku di atas kasur empuk kupeluk pinky boneka beruang dari
Yuda. Yuda dia adalah kakak kelas ku sewaktu di SMK dulu sekaligus mantan kekasih. Aku
bertemu dengannya pada saat aku kelas X dan Yuda kelas XII, aku masuk ekskul rohis dan dialah
kakak mentor atau pembimbing ku. Jujur dari awal saat ia menerangkan tentang rohis aku sudah
tertarik dengannya dari gaya bicaranya yang bijak, tingkah lakunya yang kalem membuatnya
kelihatan berwibawa. Singkat cerita kami mulai dekat dan pada suatu malam lewat sms dia
menyatakan perasaannya pada ku tapi aku masih belum bisa untuk menjawab karena ini pertama

74

kalinya seorang laki-laki menyatakan persaannya pada ku dan akhirnya pada tanggal 8
November aku menerimanya sebagai kekasih.
Namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama hanya sekitar 3 bulan aku putus
dengan Yuda. Aku belum mengenal sepenuhnya tentang dia dari wataknya yang sangat protektif,
ia suka mengekangku untuk kumpul bersama teman-teman. Padahal hanya kumpul biasa tidak
ada yang negatif. Teman-temanku orang baik semua, kekurangannya dari nilai pelajaran, dan dari
latarbelakang keluarganya yang keras. Terlebih lagi nilai-nilaiku yang anjlok dan peringkat ku
turun, banyak guru-guruku yang membicarakannya, hal tersebut tentu membuat ku tidak
nyaman. Karena itulah akhirnya aku putus. Tetapi ia masih belum bisa menerima kenyataan
bahwa aku ingin putus ia masih ingin tetap terus mempertahankan hubungan kami sampai
akhirnya aku harus menangis agar ia mau memenuhi keinginanku dan akhirnya ia merelakan ku.
Semenjak putus tetap saja ia mendekatiku terus berharap kami akan kembali menjadi
sepasang kekasih. Ia berjanji akan merubah dirinya menjadi lebih baik dan akan terus
menungguku samapai aku bisa menerimanya dan entah bagaimana alurnya tiba-tiba kami dekat
lagi suka jalan bareng seperti orang pacaran hanya saja tidak ada status. Aku merasa sudah ada
perubahan yang baik darinya tetapi tetap saja aku masih belum bisa menerimanya kembali. Aku
takut jika kami kembali bersama, ia akan mengulang kembali sifat lamanya, meski begitu aku
juga tidak bisa melupakannya, sangat sulit bagiku dia adalah orang pertama yang memberiku
rasa nyaman disaat aku sedang sedih dan dia pulalah orang yang selalu membantuku disaat sulit.
Terlebih lagi dia sangat mencintaiku, aku yakin itu.
Sinar matahari masuk menembus jendela menyilaukan sudut kamar, suara orang
menyapu lidi, tukang sayur keliling, tukang roti, membuat ku terbangun dari lelapnya tidur. Ku
lihat jam di atas meja kecil di samping ranjang. Pukul 06.00 pagi. Untung sekarang sedang libur,
bangun jam segini saat hari kerja sudah pasti terlambat, mengingat tempat kerjaku yang cukup
jauh ditambah lagi jalurnya yang sering kena macet. Aku beranjak dari tempat tidur menuju
kamar mandi, menggosok gigi dan cuci muka. Setelah itu menonton tv sambil menghabiskan
sarapan.

75

Kring kring, nada panggilan handphoneku berdering. Siapa pagi-pagi begini menelpon
mungkin Yuda pikirku. Ternyata yang menelfon Ririn teman akrabku sewaktu di SMK dulu. iya
hallo rin sapaku hallo Puspita apa kabar? kau sedang tidak lembur kan?, aku baik, aku tidak
lembur, ada apa?, baguslah kalau begitu, aku ditugaskan dari kantor untuk membeli
perlengkapan bayi, teman kerjaku ada yang melahirkan. Kau mau tidak menemaniku? suara
Ririn terdengar memohon. baiklah kalau begitu sekalian cuci mata liat fashion, kaya waktu
SMK dulu. Hehehe. hahaha iya oke-oke, tapi aku tidak sendiri, aku bersama rekan kerjaku
juga untuk membantu membeli semua yang dibutuhkan. Maklum aku sering lupa. Heheheh
suara Ririn terdengar malu-malu
Hari sudah sangat terik, di sebuah caf di dalam mall aku menunggu Ririn. Sekitar 15
menit sudah berlalu Ririn tak juga datang di telpon tak diangkat di sms pun tidak balas.
Chocolate yang kupesan pun sudah habis ku minum. Puspita.. aduh maaf ya telat tadi duit buat
belanja ketinggalan jadi tadi balik lagi, maaf ya suara Ririn terdengar ngosngosan. iya gak
papa jawab ku singkat. oya puspita kenalkan ini Fariz, Fariz kenalkan ini Puspita Ririn
memperkenalkan kami berdua, seperti biasa dia tampak ceria. Sebelum belanja, kami banyak
saling bertukar bercerita. Fariz tidak seperti kebanyakan orang yang jika baru pertama kali
bertemu akan diam, ia sangat komunikatif dan supel. Banyak hal yang menarik perhatianku dari
laki-laki ini, ia sangat sopan, berpendidikan, pandai, dan kurasa dia sudah sangat mapan,
ditambah lagi dari fisiknya sangat memenuhi kriteria ku.
Hari ini sangat melelahkan, tak kusangka Ririn membeli begitu banyak perlengkapan
bayi sampai tiga kantung plastik besar. Sampai di rumah pun sudah magrib. Aku langsung makan
mie instan dan mandi dengan air hangat. Lelah masih terasa aku langsung rebahan dan memeluk
pinky. Kipas angin yang menyala membuatku sangat mengantuk ditambah lagi suasana sangat
hening, mungkin karena tadi hujan membuat orang-orang enggan untuk berkumpul dan saling
bersuka ria seperti biasanya. Sudah sayup-sayup mataku ingin tertidur pulas, kudengar suara
handphoneku berdering tanda ada yang menelpon tapi makin lama suara itu makin jauh.. jauh..
dan akhirnya tidak terdengar lagi, semua gelap.
Oya semalam sepertinya ada yang menelfon, siapa ya kira-kira. Aku lihat nanti saja kalau
sudah sampai di kantor, sangat beresiko menggenggam handphone didalam mini bus yang penuh
76

sesak ini, mengingat banyak tindakan kriminalitas. Tas yang kubawa ku pegang dengan erat dan
kukedepankan. Kiri bang, kata ku sambil mengetuk-ngetuk langit-langit minibus. Citttt..
minibus berhenti segera.
Di handphone ada catatan 4 panggilan tidak terjawab. Dan ternyata yang menelpon ku
adalah Fariz. Ada apa dia menelpon ku? Apakah terjadi sesuatu yang buruk dengan Ririn.
Kemarin Ririn pulang bareng dengan Fariz. Rasa cemas terhadap sahabatku ini mulai melanda.
Aku langsung menelpon Ririn berharap dia segera menjawab telepon dari ku. Begitu ditelpon
hanya ada suara maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Ya ampun apa dia baik-baik
saja. Ku telpon terus Ririn sampai 5 kali panggilan. Tak juga aktif nomornya. mungkin sebaiknya
aku menelpon Fariz, pikirku. Tut.. tut.. tut syukurlah nyambung. hallo terdengar jelas suara
laki-laki yang sangat kukenal hallo, riz semalam nelpon ada apa ya? maaf riz aku sudah tidur
saat kau menelpon. ohh nggak apa-apa Cuma mau telpon aja. Puspita gimana kabarnya baik?.
iya baik. Riz, semalam si Ririn diantar sampai rumahnya, ngga?. Aku barusan menelpon tidak
dijawab Tanya ku cemas. iya semalam diantar sampai rumahnya, ohh si Ririn sekarang lagi ke
acara workshop. Dia baik-baik saja perkataan Fariz membuatku benar-benar lega. Kurasa dia
tau aku sedang cemas. syukurlah kalau begitu. Kukira ada kejadian buruk sampai kau menelpon
4 kali semalam. maaf ya puspita jadi khawatir karena Fariz. iya tidak apa-apa, oya masih ada
kerjaan di kantor. Puspita tutup ya ris.. Belum sempat Fariz menjawab aku sudah duluan
menutup teleponnya. Aku masih banyak kerjaan yang belum selesai dan harus dikumpulkan hari
ini juga.
Suatu malam saat aku pulang kerja Fariz menelpon ku kembali. Kali ini aku mengangkat
teleponnya. hallo jawabku hallo Puspita. Apa kabar?. baik, kenapa riz?. nggak apa-apa
Cuma mau telepon aja, liburan mau kemana?. Dari nada suara Fariz aku bisa perkirakan dia
agak malu-malu. Mungkin dia bingung apa yang harus dia katakan untuk membuka
permbicaraan. kurang tau sih. Belum ada rencana jawabku datar. Puspita suka nonton
bioskop?. suka jawabku singkat. mau tidak nonton sama Fariz kebetulan Fariz punya 2 tiket
nonton, hadiah dari kupon majalah. heheh. nonton apa?. kartun kungfu panda terbaru, itu
kartun favoritmu kan?. Ya ampun aku terhenyak mendengarnya baru kenal pun dia sudah tau
film apa yang kugemari, berbeda dengan Yuda yang tidak pernah mengajak nonton dan apalagi
dia tidak begitu tau apa yang ku sukai, kalaupun aku bilang dia pasti lupa. Mumpung ada yang
77

ajak, aku mau! Lumayan gratis pikirku. Puspita? suara fariz membangunku dari lamunan oh
iya mau riz. Siapa aja yang mau nonton?. kita berdua, tapi kalo Puspita mau ajak siapa gak
apa-apa. Hah hanya berdua? Sebagai wanita aku merasa ada feeling yang janggal. Apa dia
suka? Ah ngga palingan dia bingung mau ajak siapa yang suka nonton kartun. Makanya dia
ajak aku. Mungkin dia tau aku suka kungfu panda karena dari gantungan handphoneku yang
berupa boneka poo, si peran utama kungfu panda.
Semakin lama aku semakin dekat dengan Fariz, tapi kedekatan itu hanya sekedar lewat
dari handphone. Kami jarang bertemu dan jalan. Walaupun jauh aku merasa sangat dekat hampir
tiap hari yang ada pikiranku adalah Fariz bahkan angan-anganku tentang Fariz mengalahkan
anganku mengenai Yuda. Yuda aku jarang bertemu dengannya akhir-akhir ini dia kerja senin
sampai jumat, kalau libur dia punya kegiatan sendiri, entah dia menjadi mentor, lembur, ataupun
kulian menyelesaikan S1. Kalaupun dia mengirim sms aku sering bosan paling tidak dia hanya
bertanya sedang apa. Dia sangat kaku, jarang terlontar darinya perkataan yang romantis. Berbeda
dengan Fariz yang setiap perbincangannya selalu Saja ada topik yang menarik aku tidak pernah
bosan bila saling chating, sms-an ataupun yang lain. Bahkan aku selalu menunggu sms dari nya.
Jujur Fariz adalah pria idamanku!!!
Sudah sekian lama aku tidak jalan dengan Yuda. Harus selalu aku yang minta. Aku
melamun menerawang ke arah langit-langit kamar. Aku berfikir dalam setiap apapun yang ku
mau kenapa harus selalu aku yang bilang, Kau selalu bilang mencintaiku, menungguku, tapi
kenapa kau tidak pernah peka? Apa kau telah jatuh hati teradap wanita lain?. Apakah kau tidak
ingat kita sering bertengkar karena aku sering menyakan hal ini padamu? Apakah aku harus
menagis terlebih dahulu agar kau peka dan bisa menjadi laki-laki yang membuatku benar-benar
merasa menjadi seorang kekasih? aku sering menangis karena hal ini Yud, aku ingin kau peka!!
kau tau itu!! dertttt derttt tanda pesan sms masuk, pasti Fariz. Setelah pesan ku buka ternyata
Yuda seperti biasa hanya berisi pesan puss, sedang apa? ahh selalu saja seperti ini. Tak kubalas
smsnya Yuda. Beberapa menit kemudian pesan baru masuk hingga lebih dari 5 pesan, tapi
sayang, isi pesannya sama semua. Dan akhirnya Yuda menelpon. Aku malas menjawab
teleponnya, hanya karena suara getarnya yang nyaring akhirnya mau tak mau aku angkat juga.
hallo puss, lagi apa? Kok dari tadi gak di balas smsnya, teleponnya juga tadi lama
dijawabnya?. gak papa jawabku singkat. oh, kamu lagi apa?. ya ampun yuda, kamu tuh
78

bisa gak sih nanya selain lagi apa? aku bosan kamu selalu nanya itu, aku bosan dengan semua
sikap kamu yang gak peka!!! Aku capek yud!! Aku jawab pertanyaan yuda dengan nada tinggi
dan rasa kesal yang tak bisa lagi kutahan. aku gak peka dari mananya puss, ayo coba kamu
bilang kudengar suara yuda seperti menenangkanku. ya banyak yud, aku kan udah sering
bilang. iya sayang iya, kamu mau jalan? suara yuda terdengar cemas, kurasa dia cemas kalo
aku akan lama ngambek. harus selalu ngambek duluan, baru peka!!!. puss, aku emang lagi
nggak ada waktu akhir-akhir ini banyak acara, bukan karena gak mau ketemu. kalaupun ada
waktu tetap aja gak peka. Udah yud, aku cape!! puss ntar dulu kamu.. sebelum yuda selesai
bicara aku langsung menutup teleponnya dan mematikan handphone.
Semenjak kejadian itu aku tidak pernah membalas sms Yuda, tidak pernah mengangkat
telepon, membalas pesan Yuda di facebook maupun twiter bahkan sampai Yuda datang ke kost
ku aku tidak pernah keluar menemuinya. Perjuangan yuda tidak sampai disitu dia sampai datang
ke rumah orangtuaku menanyakanku, datang ke kantor ku pada saat jam pulang, sampai
mengontak orang-orang terdekatku. Aku benar-benar sudah tidak ingin lagi melihatnya. Sampai
akhirnya dia mengirim sebuah pesan puss aku nggak apa-apa kalau kamu marah sama aku
sampai kaya gini. Baiklah, mungkin ini waktunya aku menyerah dan merelakan kamu untuk
bersama yang lain. Aku sudah tau mengenai Fariz, mungkin dia lebih pantas buat puss. Semoga
kamu bahagia sama Fariz. Setelah pesan itu, tidak lagi kutemukan pesan darinya ataupun
perjuangannya agar ia bisa bertemu denganku. Aku merasa biasa-biasa saja tidak ada yang
kusesali. Aku tidak tau darimana Yuda tau soal Fariz. Aku tak peduli!!
Tak lama Yuda pergi, aku mengharapkan Fariz datang dan menyatakan persaannya
padaku. Ya dia pernah bilang akan menungguku disaat aku benar-benar lepas dari Yuda. Sayang,
disaat aku mengharapkannya, dia telah pergi meninggalkanku tak ada kabar lagi tentang dia.
Bahkan Ririn bilang bahwa Yuda telah bertunangan dengan orang asing dari Inggris ketika dia
mendapat hadiah undian. Ririn tak mengetahui kedekatanku dengan Fariz dan memang salahku
tak menanyakan Ririn mengenai Fariz. Dari Ririn aku tau, Yuda orang yang play boy. Aku kaget
setengah mati setelah mendengar kata-kata Ririn mengenai Fariz. Aku berharap ini adalah mimpi
buruk, tapi ini kenyataan sungguh nyata.

79

Kali ini langit begitu kelam, tak ada sinar matahari yang berbinar terang. Tak ada warna
jingga di sore ini seperti biasanya hanya ada warna abu-abu kehitaman yang kulihat dan
beberapa titik air yang jatuh membasahi segala nya, titik kecil air itu makin deras deras dan
deras. aku hanya duduk bersandar di sebuah halte dekat kantor menunggu sebuah bus yang akan
mengantarku pulang, aku termenung dalam lamunan angan-angan menerawang jauh entah
kemana, dulu saat pulang kerja di depan gerbang kantor aku selalu melihat sebuah motor bergigi
warna merah metallic dan seorang pria di atas nya dengan tubuh besar dan kekar, yuda. Saat ini
aku tidak pernah melihat lagi pria itu lagi tak ada lagi sms yang menanyakan apakah aku sudah
pulang kerja, dan tak ada lagi sms yang menyakan aku sedang apa yang dulu sangat aku benci.
Kini aku merindukan hal tersebut, tak hanya tu aku merindukan semua tentang yuda. Tuhan, aku
merindukan dia. Aku mencintai dia, Andai saja engkau memberiku kesempatan agar kembali
bersamanya tak akan kusiasiakan dia. Berikanlah aku kesempatan terakhir Tuhan. aku ingin
bersamanya sampai akhir nanti. Tak terasa air mataku membasahi kedua pipi cabiku tenggelam
dalam lamunan ini.
Dari kejauhan terdengar suara motor yang sangat kukenal tapi suara itu samar-samar
terbawa angin dan derasnya hujan makin lama makin mendekat ke arah ku. Dan akhirnya suara
itu berhenti dekatku. aku berharap itu adalah yuda. Aku membuka mata setelah lama menganis
ku tatap pria yang turun dari motor berwarna merah metallic, tapi aku tidak melihat dengan jelas
air mata yamg masih menggenang di bola mata membuat samar apa yang ingin ku lihat. Elusan
tangan di kepalaku begitu terasa elusan lembut itu aku sangat kenal dengan elusan itu. elusan
yang aku dapati setiap aku ulang tahun. Aku mengusap air mata yang menggenang di kmataku
mengusap dengan menekan kuat agar tak ada lagi air mata yang mengganggu. Dan ternyata pria
itu memang yuda aku menatapnya lekat-lekat begitu pula dengannya, dia tersenyum dengan
senyum khas selalu membuat ku tersipu. puss, aku terus berusaha untuk berubah agar menjadi
laki-laki yang kamu mau. Aku janji. Maaf kan aku ya, aku mencintaimu sampai kapanpun.
Apakah kau mau menerima ku kembali? tapi jika masih belum bisa. Aku tidak akan lelah untuk
menunggumu

menerimaku

kembali.

Aku masih belum bisa untuk berkata-kata napasku masih tersenggal karena tangisan tadi aku
hanya menggangguk menjawab pertanyaan yuda sambil tersenyum dan bersandar di pundak
kirinya yang lebar.

80

Oh tuhan terimakasih Engkau telah mengembalikan Yuda kepada ku dan mengambulkan


doaku. Dari-Mu aku mendapat sebuah pelajaran penting. Tiap orang mempunyai cara untuk
mencintai pasangannya dengan cara nya sendiri bahkan berbeda dari yang orang lain lakukan
kalaupun mengingkan hal yang lebih bersabarlah, kalaupun sangat susah teruslah
membimbingnya agar berubah jangan mendesaknya dan terimalah dia apa adanya jika dia
sungguh-sungguh mencintaimu. Seseorang yang benar-benar mencintaimu akan terus berusaha
membuatmu nyaman berada di dekatnya. Jangan pernah menyia-nyiakan orang yang sayang
padamu. Kesempatan terakhir tidak akan selalu ada

81

17-Nandinar Adritanaya
THE MEANING OF LOVE
Braakkk!!!!
Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat
mama berdecak melihatku.
kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu? Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk
ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya.
Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa
suasana badmood.
uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan
sesuatu. Termasuk menyukainya!!! Argh! gurutuku kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada
yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian,
kesimpulan sememtaraku adalah dia suka kepadaku. Setidaknya simpatik padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook
sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo
digabungin. Jelas dan ketara banget.
Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku ke bawa juga. Yang
semulanya gak suka dan nganggep temen biasa, eh, malah suka.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi.
Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali
curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya
Tuhan, kenapa engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini.

82

Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir.
*Kenapa aku dulu terjebak di hatinya!!* batinku.

Tok tok tok


masuk ujarku. Krreeeekk! sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah
siapin makaman kesukaan kamu ajak mama dengan nada lembut.
nggak ah ma meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal.
aku ngantuk! Aku tidur dulu ya ma
ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya saran mama. Aku hanya mangut-mangut
membalasnya.
Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya
beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir.
Tar! Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil
selimutku dan ku tutupi seluruh badanku dengan selimut.
Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan
bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi.
Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur? ujar mama ketika
melihatku keluar dari kamar. aku nggak bisa tidur ma. Panas! jawabku sambil berlalu.
Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak
menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja.
Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk
berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya.
Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku.
Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya.
83

Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan
bodohnya aku, aku juga memperhatikannya. Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi
karna memikirkan peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu
kembali dingin lagi* batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca
majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk
mencurahkan isi hatiku kepada mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya
mama? tanya mama terheran-heran.
Aku diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. lho? Kenapa
diam? Tanya mama sekali lagi.
em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak
berani? Ada apa sayang? ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya
kepadaku.
eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan? tanyaku perlahan. Mama hanya
tersenyum. Sepertinya mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama.
anak mama mulai suka sama orang lain ya? Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu
mengatakannya pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku.
nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya Mama seperti
meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya.
Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati
mama, aku tak tahu.

84

Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata
Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak
orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu.
Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita
untuk menuju kematian
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku
ungkapkan. *kenapa bisa di ujung kematian?* tanyaku dalam hati.
Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini.
cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan
logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang
fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak
Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta.
mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya
kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu mama munutup nasehatnya
dengan mengelus pelan rambutku dan meninggalkanku sendiri termenung.
Aku mulai berfikir tentang hal itu.
Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar
bahwa dia sedang menjalin hubungan lain dengan seorang gadis.
Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu
suatu saat akan menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal.
hehf aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna
nasehat mama, aku tahu segalanya.

85

Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman
kecil menghiasi wajahku.

86

18-Navila Qorri Aynan


Kesederhanaan Sebuah Cita-Cita
Sore yang indah, ditemani oleh bunyi ombak dan semilir angin yang kian beriringan dengan
suara daun kelapa yang tak mau berhenti untuk melambai. Suasana tenang disini setidaknya
dapat mengurangi rasa penatku. Kudengar decitan kursi roda yang makin lama kian
mendakatiku. Kulihat sosok yang memang akhir-akhir ini sering bersamaku di tempat ini. Aku
sangat bingung jika melihat ekspresi wajahnya terkadang dia terlihat sangat tenang dan
terkadang dia terlihat datar.
Apa hari ini kau baik-baik saja? tanyaku padanya karena memang dia adalah sosok yang
sangat sulit ditebak, bukannya jawaban yang kudapat tapi hanya senyum kecil yang
mengembang di bibirnya. Aku semakin bingung dengan semua tingkahnya, sangat aneh bagiku
karena memang dia sosok yang pendiam tak banyak kata yang dia lontarkan untukku.
Disini sangat tenang, aku menyukainya ucapku menceracau sendiri, inilah kebiasaanku setiap
bertemu dengannya meskipun tak ada satupun respon darinya tapi aku tahu bahwa dia
mendengarkanku dan mengerti apa yang ku mau.
Hari ini sama seperti hari-hariku sebelumnya, tak ada yang istimewa ataupun terkesan
semuanya sama dan kau tau bukan hariku selalu berakhir disini bersama senja, berakhir dengan
gambar-gambar yang hanya bisa menemani sesaat ucapku padanya, dia menoleh dan tersenyum
padaku.
Mengapa kau selalu berkata bahwa hari ini selalu sama seperti hari kemarin? ujarnya lembut
tapi terkesan sangat dingin.
ya, karena menurutku semuanya sama, tak ada apapun yang berkesan jawabku tanpa
menatapnya.
Itu semua karena ulahmu sendiri yang tak pernah mau tau kan indahnya kehidupan Ujarnya
seraya menatapku. Entah angin dari mana yang telah membawanya untuk bercakap denganku,
biasanya hanya aku yang berbicara sendiri.

87

Aku? tanyaku seraya membenarkan posisi dudukku untuk menghadapnya. Jujur aku paling tak
suka disalahkan atas kekejaman dunia karena menurutku tak ada yang salah pada diriku hanya
saja dunia ini yang terlalu kejam untuk kupijaki.
ya, dirimu sendiri ucapnya menatapku, aku mendongakkan kepalaku dan mengernyitkan dahi
atas pernyataannya.
Apa yang salah denganku? Aku hanya ingin hidup bahagia di dunia yang kejam ini tapi
nyatanya semua sama saja kan? Tak ada yang indah ucapku sedikit emosi karena bisa-bisanya
dia menyalahkanku.
Gracia, sekarang coba kamu fikir apa yang telah kamu perbuat atas kehidupan kamu? Apa kamu
merasa bahagia dengan itu semua? tanyanya lagi dan semakin manatapku intens. Sepertinya dia
benar-benar lelah mendengarkan ucapan yang sama selalu terlontar dari bibirku.
ya, karena menurutku itu yang terbaik Rey suaraku sedikit meninggi kali ini karena memang
telingaku semakin panas karena perkataannya.
Berarti, kau belum mengenali dirimu sendiri ujarnya santai seraya melempar pandang pada
laut lepas yang meyajikan pertunjukan yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Mengenali diri sendiri? Bukankah kita hidup untuk mnegenali orang lain? tanyaku semakin
menjadi.
Seharusnya.. dia menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya,
Seharusnya apa? ucapku penasaran dengan apa yang akan dikatakannya
Seharusnya, sebelum kau ingin tahu siapa orang lain, kau harus bisa mengenali siapa dirimu?
Sehingga kau dengan mudah menyesuaikan dengan siapa kau harus tahu? Apa yang bisa
membuatmu bahagia? Keinginan apa yang benar-benar ingin kamu miliki? ucapnya dengan
tatapan datar dan tetap lurus menghadap ombak. Apa kau memiliki cita-cita? tanyanya
kemudian.

88

Ada, bukankah kita hidup untuk mencapai cita-cita? Dan itu yang bisa buat kita bangga
bukan? tanyaku penuh selidik.
Apa yang kau ketahui tentang cita-cita? tanyanya lagi. Entah, sekarang aku tak merasa emosi
ketika dia berbicara jika difikir benar juga, dunia akan kejam jika kita tak pandai
menyesuaikannya.
Cita-cita? Itu sebuah harapan yang menujukan dirinya untuk menjadi seseorang yang dia ingini
jawabku menatapnya. Seperti? tanyanya lagi
Seperti menjadi guru, dokter, author, fotographer, ya pokoknya yang berhubungan dengan
profesi ujarku santai.
Kurang tepat ucapnya seraya melempar pandangan dan senyum kepadaku.
Salah lagi? Kenapa ucapanku tak ada satupun yang benar di telingamu ucapku sebal.
aku kan tidak mengatakan bahwa kau salah, tapi aku berkata kau kurang tepat Gracia ujarnya
seraya mencubit pipiku dengan gemas.
Sama saja Rey ujarku. Ikut aku ucapnya mengajakku untuk ke suatu tempat.
Nanti saja aku masih ingin mengabadikan senja disini ucapku dengan nada memohon.
Tidak, sudah cukup kau mengabadikannya sejak minggu kemarin, apa kau tak kasian melihat
kameramu yang jengah karena kau selalu menyuruhnya untuk mnegabadikan senja ujarnya
seraya menarik pergelangan tanganku untuk mendorong kursi rodanya.
ok ucapku pasrah. Entah akan dibawanya kemana diriku ini, aku hanya mengikuti instruksinya
saat berjalan, memang selama perjalanan tak ada obralan penting hanya saja cuap-cuap yang
menunjukkan jalan untuk ke tempat yang akan dia tunjukkan padaku.
Sampai ujarnya. Rumah yang tak terlalu mewah tapi berukuran cukup besar yang telah ada di
hadapanku sekarang. Jujur, aku sangat bingung banyak sekali orang yang menghuni tempat ini.
Tapi disini ada yang berbeda, Ya.. hampir semua orang yang tinggal disini adalah mereka-mereka
yang tidak seberuntung diriku.

89

Mereka siapa mengapa banyak sekali yang menghuni tempat ini? Tanyaku seraya menjajari
posisinya yang tengah ada di kursi roda miliknya.
ayo, akan kutunjukkan kau betapa banyak cita-cita yang ada disini bukan hanya sekedar profesi
belaka ucapnya seraya menjalankan kursi rodanya. Aku segera bangkit dan menyusulnya, tak
jarang dia disapa oleh penghuni disini. Sungguh, aku tak kuasa berada di tempat ini. Hidup
dengan banyak kekurangan tapi mereka masih bisa bertahan hanya itu yang sedari tadi
mengelilingi otakku.
Di sepanjang perjalananku mengelilingi rumah ini, Rey banyak bercerita tentang Rista yang
tunanetra tapi dia berusaha untuk mengahafal semua yang pernah dia lewati. Arga yang lumpuh
tapi, sepertinya dia tak ingin hanya berdiam diri sehingga dia belajar untuk berjalan agar dia
kembali normal dan banyak hal-hal yang meurutku sepele tapi menjadi cita-cita banyak orang
disini.
Aku tinggal dulu ya? Kau boleh melihat-lihat sekitar sini, bertemanlah bersama mereka, kau
akan tahu nanti siapa dirimu ujarnya sebelum benar-benar pergi.
Setelah lama merasa bosan duduk termenung sendiri tanpa teman, aku memutuskan untuk
melihat-lihat aktivitas mereka, mulai dari bermain, bercanda bahkan menyalurkan hobi.
Meskipun mereka banyak kekurangan tapi mereka tak pernah lelah untuk berusaha. Hingga
akhirnya pandanganku menangkap sosok gadis kecil dengan kanvas dan kuas di hadapannya.
Perlahan aku mendekatinya dan ingin tahu lebih jauh siapa sosok gadis kecil misterius ini.
Hai, boleh kaka duduk disini tanyaku sembari menunjuk bangku kosong di sebelahnya. dia
hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Lagi apa? tanyaku lagi untuk mencoba akrab dengannya.
Lagi ngelukis kak ucanya lembut. Nama kamu siapa? tanyaku lagi, karena memang entah
kenapa aku ingin mengenalinya lebih jauh. Rere jawabnya singkat tapi cukup untukku. Rere
lagi ngelukis apa? tanyaku lebih banyak.

90

Cita-cita Rere dahiku semakin mngernyit saat menatap kanvas yang ada di hadapannya.
Karena disana hanya ada torehan sebuah gambar taman dengan anak-anak kecil yang bermain
tapi, mengapa itu bisa menjadi cita-citanya? Aneh, cuma itu sekarang yang aku tahu tentang dia.
Cita-cita? Boleh kakak tahu kenapa Rere punya cita-cita itu? Itu sangat sederhana sayang, kita
tinggal pergi ke taman dan bermain-main dengan mereka ucapku menjelaskan. Dia menatapku
sambil tersenyum.
Bagi orang normal seperti kaka itu memang biasa, tapi bagiku itu hal yag sangat
membahagiakan, berlari sepuas mereka, bermain semau mereka, sebenarnya bahagia itu
sederhana yang penting kita bisa melakukan hal yang kita suka dengan sendirinya kita akan
merasa bahagia atas itu semua diam, hanya itu yang dapat kulakukan sekarang bagaimana bisa
gadis sekecil dia bisa mengerti kehidupan sedangkan aku hanya bisa menyalahkan dunia.
kamu bisa kok seperti mereka, toh kamu baik-baik saja kan? tanyaku selanjutnya
Aku menderita leukimia kak, terkadang jika aku merasa sedikit lelah kaki dan tanganku tibatiba akan lumpuh meskipun hanya sementara tapi, itu bisa jadi untuk selmanya aku tak akan bisa
melakukan hal-hal yang bisa kulakukan sekarang ujarnya lagi.
Seketika aku diam dan tak berani mengatakan apapun. Gadis kecil seperti dia harus menanggung
beban hidup yang cukup berat? tapi, mengapa dia mampu bertahan? Sedangkan aku? Normal,
tapi tak mampu menahan semua beban hidup. Cita-citanya sangat sederhana akan tetapi karena
cita-citanya itulah yang membuat mereka mampu bertahan hingga saat ini. Dan baru kali ini aku
sadar bahwa cita-cita bukan hanyalah sekedar profesi belaka yang ingin dijalani kelak, tapi bisa
jadi cita-cita adalah sebuah harapan tentang kehidupan atau kegiatan yang ingin kita lakukan
untuk kemudian hari. Tak seharusnya aku menyamakan hari ini dengan hari kemarin karena yang
seharusnya aku lakukan adalah menjadikan hari kemarin sebagai pembelajaran, menjalani hari
ini, dan berfikir untuk menjalani hari esok agar semua cita-cita dapat dicapai sesuai dengan
keinginan

91

19- Nur Amalina


Wanita Salju
Dua orang masinis menjalankan sebuah lokomotif ke stasiun kereta terdekat. Saat mereka
tiba di bawah suatu jembatan di daerah yang cukup terpencil, tiba-tiba terjadi sesuatu yang tak
mungkin diprediksi.
Braaak ...
Kreeek...
Dua masinis itu melihat sesosok bayangan jatuh tepat di depan mereka. Kedua masinis ini
cukup berpengalaman untuk merasakan bahwa kereta yang mereka kendalikan telah menggilas
sesuatu. Sang masinis berusaha keras menghentikan keretanya dan lokomotif itu berhenti kirakira beberapa ratus meter dari tempat kejadian.
Salah satu masinis memutuskan turun untuk memastikan apa yang telah terjadi. Ia
berjalan susah payah di atas gumpalan salju dan tepat di bawah jembatan yang tadi mereka
lewati, ia menemukan sesuatu yang mengerikan.
Terdapat tubuh seorang wanita di tengah rel. Tubuhnya terpotong menjadi dua karena
terlindas kereta. Satu bagian adalah bagian atas tubuh wanita itu, mulai dari hingga ke pinggang.
Bagian satunya adalah bagian pinggang hingga kaki wanita itu.
Ia tak bisa melihat wajah wanita itu karena wajahnya tertutup oleh rambut hitam panjangnya.
Darah wanita itu membasahi salju yang berada di bawahnya. Warna merah itu mengingatkan
masinis itu akan es serut dengan sirup merah yang biasa ia makan saat kecil. Sang masinis buruburu menghapus pikiran mengerikan itu dan segera kembali pada temannya.
Ada apa? tanya sang masinis satunya saat melihat temannya kembali.
Ada...ada wanita tertabrak. Kondisinya sangat mengerikan. Kemungkinan ia melompat
dari atas jembatan. Aku akan memanggil bantuan ke pos polisi terdekat. Kau tetap di sini ya?

92

Pada zaman itu, komunikasi belumlah secanggih sekarang. Apalagi saat itu cuaca sedang
buruk. Sang masinis tadi akhirnya meninggalkan temannya untuk mencari bantuan. Sang masinis
satunya dengan sabar menunggu di dalam lokomotif. Ia tahu tak ada jadwal kereta melewati
daerah itu, jadi ia tenang saja meletakkan lokomotifnya di situ. Selain itu, lokasi ini amat
terpencil. Bahkan tak ada satupun rumah di sana.
Hujan salju telah berhenti, meninggalkan tumpukan salju yang tebal di luar. Hanya ada lampulampu jalan dari tiang listrik yang menemani lokomotif itu di tengah kegelapan malam. Beberapa
saat berlalu dan sang masinis mulai mendengar suara di luar lokomotif.
Sreeeek...sreeeek...
Terdengar seperti suara sesuatu tengah diseret.
Soichi? masinis itu memanggil nama temannya tadi. Namun mana mungkin ia kembali
secepat itu. Masinis itu mendekat pintu.
Halo, ada orang di situ? Tiba-tiba pintu lokomotif terbuka,
Braaaaaak!!! Diikuti jeritan masinis itu di tengah kegelapan malam.
Beberapa jam kemudian barulah sang masinis kembali bersama sejumlah polisi. Mereka
harus melewati jalanan yang penuh dengan tumpukan salju sehingga perlu waktu lama untuk
kembali.
Namun begitu sampai di TKP, masinis itu ngeri melihat hanya satu bagian tubuh saja yang
terlihat di situ. Hanya ada bagian bawah wanita itu, sementara bagian atasnya lenyap. Masih ada
ceceran darah di situ dan bekas seretan.
Apa ada yang memindahkan tubuh wanita itu, pikir sang masinis. Namun mana mungkin? Apa
tujuannya? Sang masinis dan para polisi pun menuju lokomotif yang ia tinggalkan tadi.
Sato! panggil sang masinis.

93

Ia heran melihat pintu lokomotif terbuka. Ia masuk dan tak melihat siapapun di dalam
lokomotif, hanya ada tumpukan salju yang masuk melalui pintu yang terbuka. Masinis itu sangat
sangat heran. Temannya adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Mana mungkin ia
meninggalkan lokomotif ini begitu saja saat ia diminta menjaganya?
Soichi dan polisi lainnya mencari-cari sang masinis satunya. Namun sepertinya ia seperti lenyap
ditelan malam. Tak ada jejak di tanah. Semua jejak sudah tertimbun oleh salju yang kembali
turun.
Beberapa jam mereka mencari namun tak ada hasil. Saat sang masinis mulai putus asa, ia
mendongak ke atas. Napasnya seakan terhenti. Dengan ketakutan ia menunjuk ke atas. Para
polisi pun ikut memandang ke atas.
Mereka semua ketakutan melihat pemandangan yang tersaji di hadapan mereka. Bahkan
pengalaman para polisi itu selama puluhan tahun menangani kasus kejahatan seperti tak ada apaapanya. Mereka belum pernah melihat sesuatu semengerikan ini.
Di atas tiang listrik, tubuh sang masinis sudah kaku karena membeku. Wajahnya bak kucing
dikuliti. Entah apa yang telah membunuhnya, suhu yang di bawah nol ataukah rasa takutnya.
Sementara di pinggang sang masinis melingkar bagian tubuh wanita yang tertabrak itu.
Bagian pinggang ke atas, memeluk erat sang masinis yang telah tewas.

94

20- Orchida Pertiwi A P


JANJI SAHABAT

Aku menggendong tas di punggungku. Menyusuri jalan setapak yang ku lalui setiap hari menuju
tempatku menimba ilmu, bertemu dengan Rizka dan Pasca, sahabat senasib seperjuangan. Dari
ku kecil hingga duduk di bangku SMA ini, selama ini tawa dan canda mereka adalah semangat
terbesarku di sekolah. Apa jadinya aku jika tanpa mereka di sekolah? Mungkin hari-hariku
layaknya rumah kosong, hening hampa setiap hari.
Ternyata aku datang paling awal, masih terasa embun pagi dan udara yang belum terkena polusi.
Aku menyusuri koridor kelas, menuju kelas paling pojok di antara koridor. Lalu aku kembali
menuju kelasku dan duduk di depan kelas. Aku melamun terbawa suasana pagi itu. Tiba-tiba
seseorang mengagetkanku Hai, cantik. Sendirian aja, nih? aku menoleh ke arahnya, tampak di
hadapanku seorang gadis cantik berambut keriting, bermata sipit, berkulit putih sedang
tersenyum memandangiku yang duduk seraya melamun sedari tadi. Ih, Rizka. Bikin kaget aja
kamu! kataku. habisnya kamu pagi-pagi udah ngelamun aja gerutu Rizka. Aku tersenyum
memandang wajah sahabatku. Lalu, Nampak dari jauh seorang gadis tinggi, berkulit sawo
matang, bermata bulat, dan berkucir kuda dating mendekat kearah kami berdua. Dia adalah
Pasca, orang yang selalu datang seusai aku dan Rizka datang. Ah, kalian berdua selalu datang
lebih awal. Melihat Pasca cemberut, aku dan Rizka tertawa terbahak-bahak.
Di siang hari terkadang aku dan mereka duduk di bawah pohon dekat lapangan, karena jaraknya
dengan kelas tidak lah jauh. semua murid bilang bahwa pohon itu adalah markas anggota geng
ku.
Hari ini waktu terasa cepat, tak terasa aku sudah melewati hari ini dan sekarang aku mendengar
bel tanda pulang sekolah teeet teeet. Teeet sambil mengucap syukur karena sudah
diberi ilmu oleh Tuhan pada hari ini, aku membereskan isi task u dan mengajak Rizka dan Pasca
untuk pulang, karena rumah kita satu arah.
Dengan adanya mereka, perjalanan menuju rumah terasa mengasyikan, perjalanan sejauh apapun
terasa dekat, dahaga yang dirasakan hilang, dan rasa lelah akan perjalanan tak terasa. Tiba-tiba
Rizka mengatakan bahwa dia harus pulang kerumah karena dia akan pergi kerumah saudaranya
95

sore ini. Dengan nada kecewa, aku dan Pasca meng-iya-kan. sudahlah kalian tak usah sedih,
besok kita pulang bareng lagi. Aku janji sambil mengedipkan sebelah matanya, Rizka berjalan
lebih cepat di banding aku dan Pasca.
Esok harinya, aku datang ke sekolah. Dan seperti biasa, aku datang lebih awal daripada dua
sahabatku itu. Aku menunggu mereka, dengan penuh semangat dan enunggu kejutan apa yang
akan kita buat hari ini. 10 menit telah berjalan, tak seperti biasanya.. Rizka tidak membuatku
kaget seperti hari-hari sebelumnya, tak ada rambut keriting dan mata sipit itu di hadapan mataku.
Pasca terlihat datang dengan gaya ala Pasca. Lho, Rizka belum datang? Tanya Pasca. belum,
aku sendiri bingung kenapa dia belum datang, selama aku kenal dia, dia selalu datang lebih awal
daripada kamu, Pas dengan wajah cemasku, aku memandangi wajah sahabatku itu. sudahlah,
kamu tak usah cemas. Pasti sebentar lagi dia datang dengan wajah penuh keyakinan, Pasca
menepuk pundakku dan mengajakku masuk ke dalam kelas.
Bel masuk pun terdengar, seakan-akan menyerukan perintah untuk semua siswa agar masuk dan
mengikuti pelajaran dengan baik. Bu Witami, guru bahasa Indonesia pun sudah memasuki kelas.
selamat pagi ,anak-anak, pagi hari ini kita akan membahas bab baru tentang cerpen. Sebelum
itu saya absen terlebih dahulu kata bu Witami.
Tampak wajah cemas, Pasca. Gelisah memandangi pintu, berharap akan datangnya Rizka Trish,
kenapa Rizka belum datang juga ya? Tanya Pasca. Aku juga tidak tahu dengan memasang
wajah bingung aku menjawab pertanyaan Pasca. Tiba-tiba Bu Witami memanggilku Trisha,
kenapa rizka tidak berangkat? Apa kamu tahu? Tanya bu Witami kepadaku. maaf bu, saya
tidak tahu. Saya juga bingung kenapa Rizka tidak berangkat dan tidak menitipkan surat ijin
kepada saya maupun Pasca aku menjawab dengan bertanya pula dalam hati.
Hari Sabtu tiba, dimana semua orang menantikan datangnya hari ini. Mungkin bagi semua orang,
sabtu adalah hari tenang karena hari terakhir mengemban tugas apapun. aku kesiangan, dan aku
datang lebih telat dari biasanya. Ketika aku memasuki kelas, aku kaget karena sudah ada Rizka.
Orang yang biasanya datang lebih lama daripada aku. Aku meletakkan tasku dan mendekat
kepadanya Riz, kenapa kemarin kamu tidak berangkat? Kamu sakit? Kenapa tidak
memberitahukan aku dan Pasca? dengan nada kecewa aku melontarkan pertanyaan itu
kepadanya. ah tidak apa-apa kok sambil tersenyum dia berkata. Akhirnya setelah aku dan rizka
96

bercakap-cakap, datanglah Pasca dia hanya tersenyum dan menanyakan hal yang sama terhadap
Rizka.
Bel istirahat terdengar, menandakan bahwa jam ketiga hari itu selesai. Aku, rizka dan berlian
berkumpul di satu meja seraya mengobrol tentang apa saja. Tiba-tiba Rizka berdiri dan keluar
kelas tanpa bilang apa-apa kepada kita. Kok Rizka aneh ya? tanyaku kepada pasca. Sambil
mengunyah permen Pasca menjawab aku juga merasa jika dia sangatlah aneh akhir-akhir ini.
Seketika aku kembali mengingat kejadian yang telah berlalu, mungkin saja dengan aku
mengingat ada petunjuk yang bisa memecahkan pertanyaan mengapa Rizka akhir-akhir ini
bersikap aneh?. namun, tetap saja kejadian lalu terlihat biasa.
Sudah beberapa menit dia tidak kembali ke kelas, aku melihat Pasca menggeledah tas milik
Rizka.
pasca, kamu jangan menggeledah barang orang lain bisikkku dengan wajah cemas.
Trisha, aku seperti ini karena aku curiga. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan rizka sambil
terus menggeledah tas milik Rizka.
Tiba-tiba tangan Pasca berhenti menggeledah, dan menunjukkan wajah yang seolah-olah tak
percaya dengan apa yang ditemukan.
Pasca aku bisa jelaskan semua ini, ayo Pasca, Trisha ikut aku menuju pohon di dekat
lapangan upacara Terlihat rizka masuk ke kelas begitu saja dan berjalan mengarahkan diri
kepadaku dan Pasca. Rizka menggandeng Pasca yang mematung seolah tak percaya, mata Rizka
memberi kode untukku agar ikut serta bersama mereka.
Teriknya matahari dan deru angin yang menyapu daun-daun yang berguguran memberikan
suasana sejuk dan rindang apabila kita berada di bawah pohon ini.
Riz, jelaskan kepadaku obat apa yang ada di dalam tas mu itu! Jelaskan! Pasca berteriak dan
terlihat mata nya berkaca-kaca. Serontak ku kaget dengan apa yang tadi Pasca bicarakan dan apa
yang dia temukan di tas milik Rizka. Obat? Jadi kamu. Aku menyambung dengan nada yang
tidak percaya, rizka langsung memutus usahaku untuk menerka

97

maafkan aku Trisha, Pasca. Aku belum bisa menjadi teman yang baik untuk kalian, maaf
apabila aku sering berbuat salah, mungkin di mata kalian aku belum apa-apa, hanya seonggok
daging yang punya nama. Maafkan aku, jika sering membuat kesa; kalian, membuat kalian
marah dengan kelakuanku. Tapi percayalah, aku saying kalian, dan aku berusaha menjadi yang
terbaik untuk kalian. Sifat anehku selama ini karena aku berusaha menutupi sesuatu. aku sakit.
Kelenjar getah bening ku terkena kanker. Maafkan aku ya, aku belum bisa menjadi yang
terbaik. Ucap Rizka seraya meneteskan air mata.
Aku dan pasca meneteskan air mata penuh rasa kecewa dan sedih, aku segera memeluk
sahabatku yang berambut keriting itu, sahabat yang terbaik, sahabat yang selalu ada.
kenapa sih, kamu tidak memberitahukan semua ini kepadaku? Kepada Pasca? isakku saat
memeluk Rizka
Aku hanya sedih, kenapa penyakit separah itu bisa kau sembunyikan dari kami kata Pasca
sambil menangis.
itu alasan mengapa aku tidak mau dulu mengatakan kepada kalian. Aku tidak ingin kalian
bersedih karena aku. Tapi tak mengapa, segala cara telah ku coba untuk mengobati penyakit ini,
kata dokter masih bisa disembuhkan. Tapi kalian berjanji selalu menemaniku kan? Berjanji
berkumpul di bawah pohon rindang ini? Janji? ucap Rizka dengan nada riang serta senyum
yang mengembang di wajahnya.
Janji! Kita berjanji.. ucapku dan Pasca seraya memeluk sahabat terbaik itu, Rizka.

98

21- Refita Maharani


First Love
Ya, yang ku maksud adalah cinta pertama. Sampai sekarang aku masih tidak mengerti
definisi dari cinta pertama di dalam hidupku ini. Maka bantulah aku untuk menjawab pertanyaan
singkatku di akhir cerita ini. Haha, sebenarnya sesuatu yang aneh jika aku menulis cerita ini,
namun biarkan aku membagikan cerita ini dengan kalian.
Semua bermula pada saat aku berada di sekolah dasar yang cukup terkemuka di
Semarang pada zamanku. Aku adalah seseorang yang tidak terlalu perduli dengan apa yang
berada di lingkunganku pada saat itu. Menurutku aku tidak perlu lah mengenal semua orang
yang berada di sekolahku itu, cukup guru dan teman-teman kelasku saja. Dengan cara pikirku
yang seperti itu, maka terlihat jelas kalau aku adalah orang yang kuper alias kurang pergaulan.
Suatu saat pada jam istirahat aku melihat sesosok anak laki-laki yang menurutku sangat
istimewa, entah mengapa sewaktu melihatnya membuat hatiku sejuk. Dan mulai saat itu aku
selalu mencari sosoknya di jam-jam istirahat. Tapi sayang aku jarang menemukan sosoknya.
Maka dari itu jika tidak sengaja melihatnya bermain aku juga memperhatikan teman-temannya,
barangkali aku mengenali salah satunya.
Ternyata dia adalah kakak kelasku dan salah satu sahabatnya adalah teman antar
jemputku, ya tapi tidak terlalu akrab sih. Aku tidak berani bertanya pada teman antar jemputku
itu, jadi ya selama bertahun-tahun aku hanya dapat mengagumi sosoknya yang sangat misterius
tapi menyejukkan hati itu. Lagi pula pada saat itu aku baru kelas 3, aku kira perasaan itu hanya
rasa kagum biasa yang bisa hilang nantinya, jadi ya tidak perlu repot-repot lah untuk mengetahui
siapa dia.
Tahun mulai berganti perlahan-lahan, aku pun menduduki bangku smp. Kelas 8, ya di
saat itu aku mulai lebih jauh mengenal dunia maya, lebih tepatnya facebook. Aku
menggunakannya untuk dapat berkomunikasi dengan teman-temanku smp, tidak jarang pula
dengan teman-temanku sewaktu sd. Sampai-sampai aku berpikiran untuk dapat mencari akun
facebook teman antar jemputku dan melihat daftar pertemanannya agar aku dapat mengetahui
siapa nama sosok orang yang dulu pernah ku kagumi itu.

99

Ketemu! akhirnya aku dapat menemukan orang itu, aku bisa mengetahui namanya dan
semua tentang dia melalui akun facebooknya. Aku sungguh sangat bahagia pada saat itu, entah
mengapa. Terlalu bahagia sampai-sampai aku memberanikan diri untuk mengirim pesan
padanya, padahal aku belum mengenalnya sama sekali. Dan tidak lama kemudian ada suara
pemberitahuan kalau dia telah membalas pesanku. Haha bisa dibilang aku lebih dari bahagia,
belum membaca balasannya saja aku sudah gila duluan.
Percakapan melalui facebook itu pun berlangsung lama, dia membalas pesanku dengan
jawaban-jawaban yang aku harapkan, dia sangat baik padaku. Dan aku pun mulai menyebut
perasaan kagumku itu dengan jatuh cinta. Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta padanya?
Sosok orang yang selalu aku idam-idamkan.
Hari demi hari aku lewati, percakapanku bersamanya juga semakin banyak. Sampaisampai dia sering kali mencurahkan isi hatinya kepadaku. Senang memang mengetahui kalau dia
dapat mempercayaiku, tapi di situ pula dia sering menceritakan tentang sosok perempuan lain
yang ditaksirnya. Bingung harus menjawab apa. Seandainya saja orang yang dimaksud itu aku.
Bingung terus-menerus membuatku sering tidak menjawab pesannya. Kami pun lost contact.
Lost contact berbulan-bulan, itu yang membuatku tiba-tiba berani menuliskan pesan
singkat lagi padanya yang berisi kejujuran hatiku. Ya, aku mengatakan jika aku menyukainya.
Aku pun malu, lalu aku meminta maaf padanya kalau aku tidak jujur tentang perasaanku
kepadanya selama ini. Lalu aku berkata Boleh ngga kalo aku nganggep kamu kakakku?, aku
hanya ingin hubunganku dengan dia baik-baik saja dan tidak menjadi canggung, maka dari itu
aku menanyakan hal itu.
Mulai saat itu hubunganku dengannya hanya yang serba secukupnya. Tidak ada pesan
yang setiap saat selalu terbalas, hanya sesekali. Lalu aku mengetahui kalau dia memiliki pacar,
ya sudah aku hanya bisa diam. Sepertinya pacarnya itu orang yang baik, di fotonya juga terlihat
cantik, pantas lah bersama dia.
Sekitar kelas 9 akhir, aku mendapatkan pesan singkat darinya melalui twitter. Dia
menanyakan dimana aku akan bersekolah setelah lulus smp nanti. Aku pun hanya menjawab
dengan suatu nama sma terkemuka di Semarang. Bukan kah itu sesuatu yang wajar? Atau
berlebihan? Karena tiba-tiba keesokan harinya pacarnya mengirim pesan padaku. Jujur saja aku
100

kaget, aku tidak mengenalnya sama sekali. Pacarnya menanyakan beberapa pertanyaan yang
menurutku menjurus ke arah cemburu. Aku pun menjawabnya dengan santai dan sedikit
bercanda agar pacarnya tidak berpikiran buruk tentangku. Namun dugaanku salah, pacarnya
justru seperti marah kepadaku. Ya sudah kemudian aku meminta maaf kepada pacarnya, tapi
tidak dijawab lagi.
Mulai dari situ aku pun menjaga jarak dengannya, aku tak mau berhubungan lagi
dengannya. Aku pun berusaha menghilangkan perasaan yang ada pada diriku selama bertahuntahun itu. Walau sebenarnya perasaan itu tidak bisa hilang. Aku mencoba menerima sosok lakilaki lainnya dalam hidupku.
Sekarang aku sudah berada di bangku sma kelas 11, melupakan segala tentangnya,
bermain dengan teman-temanku yang sekarang sudah sangat banyak. Aku bukan lagi orang yang
kuper saat di sekolah. Hidupku sekarang sudah jauh lebih baik dari dulu. Sampai tiba-tiba ada
suara pemberitahuan di ponselku yang ternyata pesan darinya lagi, isi pesannya Apa aku boleh
jujur sama kamu? Sebenernya dulu aku juga suka sama kamu. Aku pun terdiam dan hanya
sanggup balik bertanya di dalam hati kecilku Apakah kamu adalah sosok orang yang dulu
pernah menjadi cinta pertamaku?

101

22- Rena Visi Nuraini


SEHARUSNYA SAAT ITU
Seharusnya saat itu aku tak melepaskannya.Seharusnya saat itu aku tak mengabaikannya.
Lelaki itu berjalan mendekati jendela yang terbuka di ruangan itu.Rambutnya yang telah
tersisir rapi, tersibak sepoi angin sore sehingga meninggalkan jejak helaian rambut yang jatuh
alami di dahinya.Lengan bajunya yang panjang, dia gulung hingga mencapai siku sehingga
memperlihatkan bentuk tangannya yang indah.Hem kerah berwarna biru tua membungkus rapi
bentuk tubuhnya yang sempurna, hasil dari latihan rutinnya selama ini.Bola matanya yang bulat
berwarna coklat terang, terbungkus indah oleh bulu mata lentik yang melekat di
matanya.Wajahnya yang putih bersih, dengan bibir yang dapat memberikan senyum yang sangat
menawan, ditambah dengan garis wajahnya yang tegas.Tak dapat dipungkiri bahwa dia adalah
lelaki menawan yang akan mempesona siapapun yang melihatnya.
Lelaki itu menyandarkan punggungnya di kusen jendela yang terbuka itu dan duduk di
pinggiran jendela yang luas.Dia memandang keluar kearah pemandangan kota yang dapat dia
lihat dari jendelanya itu.Sinar sinar matahari senja menyinarinya bak lampu sorot di atas
panggung.Rambutnya yang hitam berubah menjadi keemasan.Sekilas dia memang tampak
seperti malaikat yang tiba tiba turun ke bumi.Lelaki itu menghembuskan nafas berat.Mencoba
untuk menghilangkan beban berat yang tak terlihat dari pundaknya.Sesekal dia akan mengacak
rambutnya, seperti orang yang kebingungan, lalu dia akan kembali melihat ke luar jendela.Sudah
tak terhitung berapa kali dia menghela nafas panjang di hari itu.
Dulu dia selalu melakukan itu jika dia terlibat masalah yang rumit.Walupun beberapa
tahun ini dia mencoba menghilangkan kebiasaannya itu, tak bisa dipungkiri bahwa kini dia
menghadapinya lagi.Masalah yang rumit.Sangat rumit.Di kepalanya bermunculan tugas tugas
yang harus dia selesaikan dalam waktu dekat ini.Sedangkan di hatinya berkecamuk segala
macam perasaan yang sudah lama dia lupakan.Penyesalan, kesedihan, kekecewaan,
kebahagiaan.Semua itu bercampur menjadi satu hingga dia sendiri pun tak mengerti apa yang dia
rasakan kini.Dulu, dia pernah merasa seperti ini.Ya, dulu dia pernah merasakannya walaupun dia
tak menyangkanya sama sekali.Dan beberapa hari yang lalu dia merasakannya lagi.Untuk kedua
kalinya.Karena alasan yang sama.Dan karena orang yang sama.Hingga kini pun, perasaan itu
masih mengganggunya.Bukan karena dia tidak berusaha untuk melupakannya.Bukan pula karena
dia

ingin

merasakannya.Dia

sudah

berusaha

melupakannya.Tapi

perasaan

itu

tetap
102

mengusiknya.Bagaikan alunan memori yang berputar balik, dia mengingat masa lalunya.Orang
itu.Ya, orang itulah yang membuatnya seperti ini.Wanita itulah yang membuatnya bagai diterjang
ombak.Kehadirannya lah yang membuatnya mengingat kembali perasaannya di masa lalu.
Saat itu, mereka masih menjadi anak anak remaja yang menginginkan kebebasan.Anak
anak remaja yang tak terlalu memusingkan berbagai peraturan yang ada.Saat itu, dia sama
sekali tak mengenali perempuan yang selalu memperhatikannya dalam diam itu.Dia tak pernah
tertarik untuk berkenalan selain dengan teman seangkatan kecuali karena alasan tertentu.Dia juga
tak pernah tahu apakah ada yang memperhatikannya atau tidak.Sebenarnya bukan tak pernah
tahu tetapi tak pernah tertarik.Dia juga tak pernah tertarik untuk menjalin hubungan dengan
perempuan.Alasannya pun sangat sederhana.Baginya suatu hubungan itu sulit dan mengekang
waktunya sehingga dia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya bersama teman temannya
disbanding dengan memulai suatu hubungan.Dia selalu berpikir, untuk apa mencari suatu
hubungan yang tak pasti dan merepotkan jika Tuhan sudah menentukan kepada siapa kamu
akan berjodoh.Bukankah jodoh Tuhan lebih pasti dibandingkan dengan seseorang yang kau
coba untuk pertahankan?.Terkadang pemikirannya itu dijadikan bahan candaan oleh teman
temannya.Tapi dia sama sekali tak peduli dan tetap berpegang teguh pada pemikirannya
itu.Sampai hari yang tak pernah dibayangkannya itu tiba.
Tanpa dia sadari, dia selalu memperhatikan perempuan yang selalu berpapasan
dengannya itu.Bagaimana tidak? Sudah 3 kali dalam sehari ini dia berpapasan dengan
perempuan itu.Dan setiap berpapasan, perempuan itu selalu mengalihkan pandangan ketika
bertemu mata dengannya.Jika mengalihkan pandangan biasa, dia akan wajar wajar
saja.Bukankah beberapa orang memang pemalu? Bukan, bukan itu yang dia lihat dari perempuan
itu.Ketika mengalihkan pandangannya, sekilas dia dapat melihat mata perempuan itu menjadi
bersinar.Dan walaupun sedikit, dia dapat melihat senyuman kecil yang terbentuk di bibir mungil
itu.Awalnya dia pikir ada yang salah dengan penampilannya, tetapi perempuan itu selalu seperti
itu jika bertemu dengannya.Jadi tak mungkin ada yang salah dengan menampilannya, bukan?
Lalu semakin sering dia berpapasan dengan perempuan itu, semakin dia memperhatikan
perempuan itu.
Fan, apa yang sedang kamu perhatikan? tanya temannya melihat kearah pandangannya
mengarah.Dia mengalihkan pandangannya dari perempuan itu kearah temannya.Ifan adalah
nama panggilannya sejak kecil.
103

En, aku ingin bertanya kepadamu tentang suatu hal, tanya Ifan dengan dengan wajah
serius.
Aku tidak suka pertanyaan serius, ucap Efendi dengan raut mengernyit.
Ifan mengerlingkan matanya melihat tingkah sahabatnya itu.Ok, aku santai, ucapnya
dan mendapati Efendi tertawa kecil penuh kemenangan.Menurutmu kenapa orang mengalihkan
pandangannya ketika bertemu kontak mata denganmu?
Karena kamu mengerikan? ucap Efendi begitu saja lalu tertawa puas setelah
mengucapkannya.Ifan hanya melemparkan tatapan membunuhnya kepada Efendi.Seketika itu
juga, tawa Efendi berhenti.Baiklah, aku mengerti.Santai. ucap Efendi lalu tertawa
kecil.Mungkin dia menyukaimu?
Ifan menatap Efendi dengan tatapan tak percaya lalu meninggalkan Efendi begitu
saja.Dari belakang, Efendi berlari menyamai langkah Ifan. Memangnya siapa?
Ifan hanya terdiam mendengarkan pertanyaan Efendi.Dia tak ingin Efendi tahu.Temannya
itu dapat menghafalkan orang dengan cepat, terutama jika orang itu membuatnya penasaran.
Siapa? ucap Efendi memaksa. Kakekku jawab Ifan asal yang disertai dengan hadiah
jitakan kepala oleh Efendi.Semenjak itu dia sering kali bertemu dengan perempuan itu.Dan
seiring waktu berjalan, perasaannya kepada perempuan itu menjadi tak menentu.Terlebih lagi
ketika dia mengetahui perasaan perempuan itu kepadanya di detik dia akan lulus dari sekolahan
itu.
Lelaki itu menghela nafas panjang.Di mejanya tergeletak sebuah undangan reuni yang
dibawakan oleh wanita yang pernah membuat perasaannya tak karuan.Oh, sudah jelas dia
tercengang.Tak ada sepatah katapun yang dapat dia ucapkan.Hanya senyum canggung yang
menghiasi bibirnya.Dan ketika dia membongkar mejanya untuk mencari arsip yang dia perlukan
tadi, tak sengaja sebuah foto jatuh diantara tumpukan berkasnya.Foto lama, permukaan belakang
kertasnya sudah menguning dimakan usia tetapi permukaan fotonya masih bagus dan masih
dapat dilihat dengan jelas.Dia mengambil foto itu dan tertegun ketika mendapati bahwa itu
adalah foto perempuan yang sejak dulu selalu memperhatikannya diam diam.
Sekali lagi lelaki itu mengacak rambutnya dengan frustasi.Kegelisahan dan penyesalan
dalam hatinya bertambah seiring dia memikirkan masa lalunya.
Seharusnya saat itu aku tak melepaskannya.Seharusnya saat itu aku dapat menggenggam
tangannya.
104

Tak tahu berapa kali kalimat itu melintas di kepalanya, tetapi itulah yang dia rasakan
sekarang.Seharusnya dia tahu.Seharusnya dia sadar.Apapun yang dia lakukan, tak akan bisa
mengubah masa lalu
Seharusnya dia menjadi milikku.

23- Rico Paulus S


Aku dan Mimpiku
Tejooooooooooo, bangun!! Sudah jam berapa ini?? teriak ibu ku. siaaappppp komandan,
jawabku. Mentari pagi memang dahsyat, membangun sejuta harapan untuk ku perjuangkan. Ya..

105

ini lah aku, dengan sejuta angan di benakku, dan waktu yang akan menunjukkan betapa semua
angan, cita dan harapan bisa untuk dibuktikan!
Dengan rutinitas yang sama. Mandi, makan, ke sekolah, belajar. Belajar sesuai yang guru
ajarkan, ya, yang tertera di buku. Itu lah yang menjadi makananku sehari-hari. Aku memang
termasuk anak yang nakal kata guru ku. Aku selalu membuat onar di kelas, dan bahkan sering
aku berdebat dengan guru matematika ku perihal orang pintar dan bodoh. Bagaimana tidak,
setiap pelajaran tempat duduk setiap anak selalu di pisah. Dipisah yang menurutnya pintar di
kelas. Tentu ini tidak adil, aku menyindir Bagaimana mau pintar kalau ada pemisahan?. Yang
terjadi, ya.. seperti biasa, omelan khas dari seorang guru matematika Makanya belajar yang
bener! Biar kelak sukses! Ini salah satu cara agar memotivasi kalian menjadi lebih baik
Katanya.
Jadi kalau mau sukses harus pintar matematika? tantangku. Braaakk!!! Meja dipukul keras
oleh guruku Keluar!!!! bentaknya, orang tuaku pun seperti biasa dipanggil. Mungkin sudah
kesekian kalinya, akibat ulahku. Tapi.. dia tidak pernah tahu, bahwa aku bukan bodoh. Aku
hanya tidak suka dengan apa yang diajarkan oleh sekolah. Aku lebih tertarik dengan hal nyata
yang membuatku bergairah, ya! Aku lebih suka bermain! Bermain dengan menotak-atik
komputer, bukan belajar sin cos tan, lebih memilih memperbaiki motor, bukan mencari x. Lebih
suka mengirimkan puisi ke penerbit surat kabar, bukannya mencari majas dari suatu puisi. Ya,
aku, si cilik dengan sejuta kantong harapan dari anganku sendiri! Aku ingin kelak, semua anak
yang sama denganku mempunyai suatu sarana, sarana yang nyata! Untuk membangun semua
angan, bukan robot yang dikomandoi oleh buku. Saya mau kelak, generasi selanjutnya bukan
hanya menjadi lulusan sarjana, magister, ataupun doktor. Menurut saya, itu hanya gelar, tapi
saya.. Tejo. Ingin generasi penerus menjadi manfaat bagi orang lain.
Dan akhirnya aku pun beranjak, meskipun aku tetap mengikuti sekolah seperti biasa. Namun aku
sambil membangun sebuah perkumpulan siswa-siswi SMA, yang memang mempunyai banyak
ide luar biasa di otaknya. Kami berjuang bersama, menciptakan suatu inovasi, tentu hal ini tidak
diajarkan di sekolah. Hingga suatu saat, kami beranjak dewasa. Dan kami membangun
komunitas, yang kami namakan Komunitas Tanpa Batas awalnya kami hanya mendapat 3-5
orang, tetapi akibat karya yang kami tunjukkan, banyak orang yang tertarik dan akhirnya
mengikuti jejak kami. Hingga suatu saat pemerintah bersedia memberi bantuan untuk membuat
106

gedung buat kami. Mengapa begitu? Karena pemerintah pun terbantu, karena anak-anak mampu
membuat teknologi yang mampu menangkal banjir, dll. Lihat, itu semua karena dasar yang
kokoh. Kesenangan, bukan keterpaksaan. Mereka senang melakukan itu, mereka senang belajar
dari hal yang mereka sukai, bukan dari buku yang diajarkan sekolah. Tapi dari hati, untuk
membangun bangsa yang luar biasa. Aku dan Mimpiku.

24- Ridsa Meila K


Hubungan Kita
Hai!! Kenalin nama gue Wanda. Gue anak kelas 2 SMA, gue sekolah di sekolah swasta
SMA Kebangkitan Raya. Yah, aslinya sih gue maunya masuk sekolah negeri ya, tapi apa daya
107

orang tua gue setujunya kalo gue masuk swasta aja. Soalnya lebih terjamin gitu, meskipun agak
banyak ngeluarin uang sih ya tapi kalo fasilitas dan ilmu yang didapat lebih banyak, why not?
Hari ini hari senin, hari yang paling gue benci. Kenapa? Karena hari senin selalu upacara,
suatu rutinitas yang paling menyebalkan. Dengan tampang lusuh gue niat-niatin buat masuk
sekolah sih ya. Dan... Seperti biasa gue berangkat bareng sahabat gue yang paling paling
paliiinggg baik, nama dia Randy. Gue udah kenal Randy dari SD, dan ajaibnya dari SD-SMA ini
gue satu sekolah mulu sama dia hahaha. Gue udah nganggep Randy kaya kakak gue sendiri, gue
curhat gue marah gue nangis dan semuanyaa.. pasti ke dia. Apalagi dia nggak pernah ngeluh
ataupun marah saat gue curhat ke dia. Gue jamin dia bakalan jaga rahasia gue rapat-rapat, itu
sebabnya kenapa gue seeeneeeng banget punya sahabat kaya si Randy ini.
"Oy ayo berangkat bengong mulu, keburu telat loh ini ada upacara." Teriak Randy dari
dalam mobil mini cooper merahnya.
"Iya iya bentar Ren tunggu gue, tinggal pakai sepatu sebelah kanan aja kok." Jawab gue dari
teras rumah
Kita berangkat dari rumah pukul 06.30, Jakarta belum terlalu macet sih, tapi tetep aja arus
lalu lintasnya sudah acakadul. Pukul 06.45 kita sampai di sekolah, gue dan Randy akhirnya
misah masuk ke kelas masing-masing karena kita nggak sekelas. Gue IA 9 sedangkan Randy IS
2. Kita memang beda jurusan karena cita-cita Randy pengen jadi pengacara, sedangkan gue
pengen jadi dokter bedah hahaha.
"Aaaaaa Wanda..!!" Teriak temen-temen cewek gue saat gue masuk kelas.
"Oy oy oy kenapa nih? Heboh benerrr"
"Wan, kita tadi sempet denger dari percakapan Bu Nani sama Kepala Sekolah. Rumornya
bakalan ada anak cowok baru yang masuk ke kelas kita. Dan lo harus tau, anak barunya tadi
ganteng bangeett.. Aaaa melting liatnyaa!!"
"Hahaha yaudah sih slow aja lah, lo histeris kaya gitu. Emang dianya juga bakal simpatik
sama lo? Nggak kan? Hahaha." Jawab gue dengan wajah agak cuek, karena emang gue gak
begitu tertarik sama hal hal yang berbau tentang anak cowok baru itu.
"Yah Wanda mah diajakin bercanda juga, gak asik ah lo!"
Jam menunjukkan waktu pukul 07.00 tepat. Gue dan temen sekelas gue langsung
berbondong-bondong menuju ke lapangan buat upacara.
"Gila... hari ini panas banget.." Keluh gue sambil kipas kipas.
108

Gue bisa ngerasain keringet gue yang bercucuran. Akhirnya upacara selesai, gue seneng
banget akhirnya selesai juga penderitaan ini hahaha. Tanpa basa-basi gue langsung ke kelas buat
ngadem. Gak lama kemudian, tiba tiba wali kelas gue Bu Nani masuk ke kelas. Dan ternyata
benar, Bu Nani masuk ke kelas buat memperkenalkan anak baru cowok itu.
"Hai kenalin gue Martin Pariangan, biasa dipanggil Martin. Gue pindahan dari SMA 05
Bekasi. Gue lahir di Bekasi 15 Maret 1998. Gue pindah karena ikut orang tua yang juga dipindah
tugaskan." Jelas si Martin sambil senyum senyum kecil sembari memperlihatkan behelnya yang
berwarna biru muda.
"Emang bener sih, Martin ini lumayan juga. Wajahnya ada campuran arab arab gitu deh
hehehe. Pantes aja temen-temen cewek gue pada heboh waktu liat dia. Yah.. hitung-hitung buat
cuci mata deh." Batin Gue sembari memperhatikanwajah Martin.
Lagi asyiknya melamun, gue kaget waktu Bu Nani menyuruh Martin duduk sebelah gue.
Dilihat dari dekat Martin ini ganteng banget, hidungnya mancung kaya perosotan anak TK,
kulitnya putih, dan badannya yang tinggi tegap menambah daya tarik tersendiri. Anak-anak kelas
gue, khususnya para cewek langsung menatap gue yang beruntung bisa duduk bareng Martin ini.
Mungkin mereka iri hahaha.
"tet....tet....tet...."
Bel istirahat berbunyi. Gue langsung menuju ke kelas Randy buat menceritakan semua yang
terjadi di kelas gue.
"Ran... Ran... Gue ada cerita bagus nih, sini cepetan..." Teriak gue dari luar kelas IS 2
"Apaan sih Wan? Kok lo heboh gini, nggak biasanya lo heboh ky gini."
"Di kelas gue ada anak baru namanya Martin dia pindahan dari Bekasi. Dia ganteng banget,
dan dia tadi duduk bareng gue Ran..."
"Udah gitu doang?"
"Iya"
"Lo jauh-jauh kesini cuma mau cerita itu doang? Gue kirain apaan. Udah ah sana."
"Ya ampun Ran, gitu amat sih. Ya ya gue balik deh."
Di kelas, gue dan Martin mulai akrab. Ternyata dia orang yang asyik, jarang-jarang ada
cowok yang connect sama cewek. Sepulang sekolah gue dapet kabar dari Randy dia nggak bisa
anter gue pulang karena mau basket dulu. Alhasil gue kebingungan banget di luar cari
tumpangan yang arah pulangnya searah sama rumah gue. Tiba-tiba ada yang nepuk pundak gue,
109

itu Martin! Tanpa basi-basi dia langsung nawarin gue tumpangan.


"Yuk Wan sama gue aja, gue searah kok."
"Yang bener Tin, nggak apa-apa gue ikut lo?"
"Ya nggak apa-apalah, ya itung aja sebagai balas budi dari teman sebangku lo yang sudah lo
hibur."
"Hahaha apaan sih lo, oke deh. Makasih ya Tin."
Gue pun akhirnya diberi tumpangan oleh Martin. Kalau nggak ada Martin sih gue nggak
tahu nasib gue gimana. Ya pokoknya Martin itu malaikat penolong deh hehehe.
Waktu terus berjalan, hari silih berganti. Gue dan Martin semakin akrab. Dia adalah sosok
penenang jiwa. Lama kelamaan gue merasa sesuatu yag aneh, rasanya seperti jatuh cinta. Hari ini
tak ada yang aneh, tapi merupakan hari yang sangat bersejarah bagi gue, kenapa? Karena pada
hari ini tanggal 20 Agpril 2014 Martin menyatakan perasaannya ke gue. Akhirnya kita mulai
pacaran saat itu juga.
Hari pertama kita lalui dengan gembira. Siapa sih yang nggak seneng punya pacar kaya
Martin? Waktu itu gue senangnya bukan main, hingga akhirnya gue mulai agak lupa sama
sahabat gue, si Randy.
Pukul 22.00 handphone gue berdering, ternyata itu dari Randy
"Eh Wan, lo dimana aja? Kita anak-anak udah nungguin di tempa biasa. Jangan lupa lo udah
janji kan mau kumpul bareng buat ngebahas acara perpisahan kelas. Lo nggak lupa kan Wan?"
"Eh iya, gue lupa. Aduh gimana ini? Masalahnya iini gue lagi jalan sama Martin. Gue
nggak bisa langsung pulang gitu aja. Aduuuh maafin gue Ran, maaf banget..."
"Ah lo setelah pacaran sama si Martin, lo jadi lupa sama kita. Lo selalu mentingin dunia lo
berdua. Lo udah cuek sama temen-temen lo. Gue nggak suka sama sifat lo yang sekarang Wan,
lo berubah, lo egois. Ini bukan kali pertama lo nyampingin kepentingan kelompok di atas
kepentingan lo sendiri. Yaudah lah Wan gue capek, have a nice day ya." Randy langsung
mengakhiri panggilannya.
Gue merasa bersalah banget, memang gue sekarang ini agak cuek sama temen sekitar gue.
Gue sibuk sendiri sama Martin. Awalnya sih gue kira ini masalah sepele, pada akhirnya temanteman gue banyak yang ngejauhin gue dan ini mulai serius masalahnya..! Martin pun lambat laun
mulai seenaknya sendiri. Dia lebih suka dijadiin yang pertama dan utama. Gue makin bingung
dengan hubungan gue yang rumit ini. Nggak biasanya gue kebingungan yang amat dalam.
110

Setelah gue menjalani hubungan bersama Martin, gue merasa aneh. Dia nggak sebaik dahulu,
kita awak bertemu. Dia mulai egois, senang memaksakan pendapat. Gue pun bingung harus
cerita masalh gue ini ke siapa, teman-teman gue udah banyak yang nggak suka samague.
Akhirnya Sabtu malam gue memberanikan diri untuk ke rumah Randy. Dan untungnya dia masih
mau menerima gue. Di rumah Randy dia menasihati gue layaknya kakak yang sedang memberi
nasihat untuk adiknya, begitu tenang tanpa emosi. Sepulang dari rumah Randy, gue punya
keputusan yang dirasa tepat dan bulat! Ya, gue yakin sama keputusan gue ini!
Esok harinya, gue ketemu sama Martin, gue memberanikan diri. Akhirnya gue
memberanikan diri untuk bicara sama Martin.
"Tin gue mau ngomong."
"Ngomong apaan, yaudah tinggal ngoomong aja."
"Mmm gue mau putus, gue rasa kita nggak cocok. Lo terlalu egois, dan sifat gue sekarang
berubah. Dan gara-gara itu teman-teman gue pada ngejauhin gue."
"Yaudah sih kalo itu kemauan lo, gue juga minta maaf kalo selama ini salah. Emang kok
gue sadar kalo gue itu egois, ya semoga lo lebih baik ya nantinya."
Setelah mendengar jawaban dari Martin gue seneeeng banget. Dan setelah kejadian itu juga
gue dan teman-teman gue jadi deket lagi. Yah... Dari pengalaman dan kejadian ini gue jadi tahu
kalau kita di dunia ini harus lebih mengutamakan kepentingan bersama dahulu, nggak boleh
egois, dan yaaangg paing penting sekarang gue tahu kalau sahabat itu memang selalu ada dan
nggak bosen-bosennya selalu menemani kita, terima kasih Randy..

25- Safira Nur Salsabila

AMNESIA

Tirai putih yang hanya menutupi separuh jendela yang


terbuka

itu,

membuat

cahaya

matahari

pagi

masuk
111

memancarkan sinarnya. Kehangatannya terlalu dalam untuk kumengerti, lalu terbesit dalam hati
untuk memejamkan mata sambil berusaha menerka-nerka. Hujan memang baru saja berhenti,
pelagi pun muncul memamerkan keindahan paduan warna-warnanya di langit yang biru ini.
Sungguh suasana yang sangat membuatku nyaman, sungguh nyaman. Membuatku lupa akan
diriku yang hanya terbaring di kasur pasien ini.
Namun, semua kenyamanan itu sirna, ketika aku tersadar, aku hanya bisa berbaring
sambil menyelimuti tubuhku yang mungil ini dan terkadang meringis kesakitan karena bekas
luka yang ada di dahi dan kakiku. Entah apa yang terjadi. Dua hari yang lalu aku baru tersadar,
aku sudah dalam keadaan yang tidak sehat di rumah sakit yang bisa dibilang mewah ini. Yang
aku ingat hanya lupa. Ya, aku lupa, lupa akan semua memori ingatan yang ada di benakku.
Bahkan aku lupa namaku dan dimana aku tinggal.
Nila, sayang, ayo makan.. Mama belikan kamu bubur kesukaan kamu. Ucapnya
dilengkapi dengan senyuman sumringah.
Bubur kesukaanku? Oo bubur ini lagi..
Iya, ini bubur kesukaanmu, ayo makan lagi.
Akhirnya dengan sedikit terpaksa, aku habiskan bubur pemberian mama. Apa yang
sebenarnya ia sembunyikan? Aku mengalihkan pandanganku kembali ke jendela yang setengah
terbuka itu dan kembali menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi padaku.
Lalu keesokan harinya, Mama datang lagi untuk menemaniku. Entah mengapa tanpa
kehadirannya, aku benar-benar merasa kesepian di kamar ini. Kerjaanku hanya menonton acara
kartun di TV yang terus menerus ditayangkan.
Ma, apakah aku memiliki sahabat? Aku sangat penasaran dengan itu.
Ya, kamu punya 2 orang sahabat. Nama mereka Koni dan Rene. Kenapa, Nila? Kamu
kangen ya sama mereka?
Aku hanya bisa melamun berusaha mengingat seperti apa persahabatanku, dengan Koni
dan Rene.

112

Ma, kenapa Nila bisa mengalami kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit ini?
(Aku sangat penasaran)
Namun, Mama hanya diam. Seperti ada sesuatu yang sedang disembunyikan.
Membutuhkan waktu yang cukup lama, akhirnya Mama mulai menceritakan kronologis
kecelakaanku.
Jadi begini, Nak. Kejadiannya ketika kamu pulang sekolah. Dari laporan teman-teman
sekolah kamu, mereka melihatmu sedang bertengkar dengan Koni dan Rene menengahkan
kalian. Dan tiba-tiba ada sebuah mobil yang seperti kehilangan kendali dan akhirnya menabrak
kalian bertiga. (Raut wajah Mama berubah drastis dan terus mengelus keningku hampir di dekat
perban)
Lalu bagaimana keadaan Koni dan Rene? Apakah mereka baik-baik saja? (Aku
langsung merubah posisi tidurku menjadi posisi duduk)
Rene baik-baik saja. Ia hanya mengalami luka lecet sendiri. Dan Koni.. ia..
Percakapanku dengan Mama terputus sampai disitu. Mama tidak pernah sempat
menyelesaikan kalimatnya, ketika seorang perawat pengawasku memasuki kamarku untuk
mengganti cairan infusku.
Nila bosan disini. Mungkin jika ada sahabat-sahabatku, sakitku ini bisa cepat sembuh.
Mama mau tidak meminta mereka untuk datang menjengukku? Nila yakin itu akan membuat
ingatanku cepat kembali.. Dengan wajah memohon, sepertinyaMama mempertimbangkan
keinginanku itu.
Namun, entah mengapa Mama jadi terlihat gelisah. Ia langsung menunjukkan wajah
khawatirnya. Lalu ia hanya menganggukkan kepalanya, tanda ia akan menuruti permintaanku itu.
Keesokan harinya. Tok tok tok ketukan pintu kamar mengalihkan perhatianku dan
Mama. Mama langsung berdiri dan secara cepat melangkah kea rah pintu, lalu menutupnya
kembali. Dari kaca buram pintu itu, aku tahu bahwa Mama sedang berbicara dengan seorang
gadis remaja. Akupun menduga bahwa orang itu adalah Konia tau Rene. Tak terlalu jelas apa
yang mereka bicarakan. Tak lama kemudian, Mama mengajak gadis itu masuk menemuiku.
113

Maaf, kamu Koni atau Rene, ya? Aku masih belum bisa mengingat segalanya setelah
aku kecelakaan.
Aku Rene, Nil. Bagaimana keadaanmu sekarang?
Alhamdulillah aku sudah merasa baikan. Ooya.. dimana Koni? (Tanyaku penasaran
kepada Rene
Ehmm.. Koni.. Koni tidak bisa ikut kesini. Katanya sih dia sedang acara bersama
keluarganya. Tetapi ia titip salam kok buat kamu. (Rene menjawab pertanyaanku dengan
terbata-bata)
Dari nada bicara Rene, aku bisa tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Ditambah perkataan
Mama tempo hari tentang Koni yang terputus karena datangnya seorang perawat. Entah mengapa
aku jadi penasaran dengan apa yang terjadi pada Koni.
Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu datang. Aku dibolehkan untuk pulang ke rumah.
Dengan bantuan Mama dan Papa ingatanku pun mulai kembali. Aku mulai bisa mengingat
informasi-informasi pribadi tentang diriku. Rene juga sering mengunjungiku di rumah. Kita juga
sering ke tempat-tempat faforit persahabatan antara aku, Koni, dan Rene.
Namun, sejak aku di rumah sakit, aku sama sekali belum bertemu Koni. Aku juga sering
mencoba untuk menghubungi nomor HPnya. Pagi, siang, bahkan malam aku tidak bisa lupa
untuk memikirkan Koni. Dia adalah sahabatku, dan aku sahabatnya. Terkadang aku merasa kesal
mengapa Koni tidak pernah menghubungiku. Bahkan, ketika di rumah sakit ia tak pernah datang
mengunjungiku.
Saat Rene ada di kamar tidurku, menemaniku belajar, aku memberanikan diri untuk
bertanya kepadanya.
Rene.. sebenarnya Koni kemana? Kenapa dia tidak pernah bertemu denganku lagi? Apa
dia sudah tidak menganggapku sebagai sahabatnya lagi? Setiap aku menelponnya, selalu
tersambung di kotak suaranya. (Air mataku mulai menetes di pipiku)
Nila.. kamu tidak boleh bicara seperti itu. Kita berdua tahu bahwa persahabatan kita
tidak akan pernah putus. Kita tidak akan pernah saling benci. Masalah kamu dan Koni hanya
114

masalah kecil. Tidak mungkin ia akan tega berbuat itu kepadamu. (Rene mencoba untuk
menenangkanku)
Setelah belajarku selesai, Rene mengajakku untuk ke suatu tempat. Ia bilang aku harus
ikut dengannya. Karena ini adalah permintaan Koni. Begitu mendengar nama Koni tentu aku
langsung bersemangat ingin bertemu dengannya. Karena sudah berhari-hari kita tidak bertemu.
Beberapa menit kemudian kami sampai di suatu tempat. Aku mengikuti jalan Rene yang
lebih cepet dariku. Dan tibalah kami di sebuah makam yang sepertinya belum lama.
Mengapa kita kesini, Ren? Aku kira kita akan bertemu dengan Koni.
Nila.. sebenernya ini adalah makam Koni. Dia telah tiada, Nil. Koni mengalami luka
serius di kepalanya ketika kecelakaan itu terjadi. Ia sempat dirawat di rumah sakit, sama seperti
kamu. Namun, Koni tidak bisa diselamatkan, Nila.. (Rene mulai menangis dan ia memelukku)
Jangan bercanda kamu, Ren.. Tidak mungkin Koni sudah pergi.. Jangan bercanda kamu
Rene.. Terakhir aku bertemu dengannya, aku sedang berantem dengannya.. Aku tidak mau
memiliki kenangan terakhir dengannya ketika kita bertengkar.. Kamu pasti bercanda, Ren..
Sudahlah.. Ini semua tidak lucu, Rene.. (Akupun langsung menangis tersedu-sedu dipelukan
Rene)
Setelah beberapa lama..
Ini ada surat untuk kita dari Koni, Nila.. Sudahlah.. Jangan menangis lagi.. Pasti Koni
tidak ingin kita terus sedih dan menangis.. (Sambil memberi surat kecil itu dan meletakkannya
di tanganku)
Apa isi surat ini? (Sambil mengusap air mata di pipiku dan mencoba membulatkan
tekad untuk mulai membaca tulisan tangan Koni)
Untuk Sahabatku Nila dan Rene
Maaf, Nil Ren..
Mungkin selama ini aku bukanlah sahabat yang baik

115

Mungkin selama ini aku sering membuat kalian sedih


Mungkin selama ini aku sering tidak memahami kalian
Terakhir kita bertemu, kita sedang bertengkar karena hal yang sepele
Air mata menetes di pipi kita
Maaf, Nil Ren..
Mungkin itu adalah terakhir kalinya kita bertemu
Ingin sekali aku mengulang saat-saat kita bercanda gurau dan tertawa bersama
Semoga kalian tidak akan pernah lupa denganku
Aku akan selalu menyayangi kalian, Nila.. Rene..
Kalian harus saling menjaga ya..
Maaf.. kalau aku punya banyak salah..
Jangan pernah lupa bahwa kita adalah sahabat. Sahabat yang akan terus bersama
walaupun aku sudah tidak ada bersama kalian
Aku dan Rene hanya bisa menangis di makan Koni. Entah apa yang akan kita lakukan
setelah ini. Mungkin, hidup kita akan berubah setelah kehilangan sahabat yang sangat kita
sayangi.

26- Selina Putri S


Persahabatan Sunyi
116

Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta
yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi
lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ,
bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala yang
dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran
kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong dari uang receh logam
pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, mengalir kendaraan bermotor
dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu hijau. Sebaliknya,
arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan domba yang terkejut oleh
auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.
Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan "tutup praktik" ketika matahari mulai
tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan,
mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak yang penuh
dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol
plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa
kali. Seekor anjing betina kurus berwarna hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyanggoyangkan ekornya. Ia siap berangkat, mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di
pinggir kanan jalan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita yang
merasa tenteram di dodong ayahnya.
Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki terpaksa
melintas di atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang melaju. Lelaki itu
lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya
sambil mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan itu, lalu mengisapnya
dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup hidung ketika berpapasan di bagian
jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena telah dicuri truk-truk itu.
Lelaki setengah umur itu memarkir gerobak kecilnya di bawah pokok akasia tak jauh setelah
membelok ke kanan tanpa membangunkan anjing betina hitam kurus yang terlelap di atas
117

buntelan-buntelan dalam gerobak itu. Ia menepi ke pinggir sungai yang penuh sampah plastik,
lalu kencing begitu saja. Ia tersentak kaget ketika mendengar anjingnya terkaing. Seorang bocah
perempuan ingusan yang memegang krincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah
melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap bocah perempuan ingusan itu
dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang sambil juga berkacak pinggang.
Anjing betina hitam kurus itu mengendus-endus di belakang tuannya, seperti minta pembelaan.
Lelaki itu kembali mendorong gerobak kecilnya dengan bunyi kricit- kricit roda besi kekurangan
gemuk. Anjing betina kurus berwarna hitam itu kembali melompat ke atas gerobak, bergelung
dalam posisi semula. Bocah perempuan yang memegang krincingan itu mengikuti dari belakang
dalam jarak sepuluh meteran. Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi tiga makhluk itu
dari sengatan matahari. Sementara lalu lintas semakin padat, udara semakin pepat berdebu.
Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan yang
sedang padat pengunjung. Dari jauh, seorang satpam mengacung-acungkan pentungannya tinggitinggi. Lelaki itu seperti tidak memedulikannya, terus saja mendorong hingga ke lapangan parkir
sempit penuh mobil di depan restoran itu. Sepasang orang muda yang baru saja parkir hendak
makan, kembali menutup pintu mobilnya sambil menutup hidung ketika lelaki itu menyorongkan
gerobaknya ke dekat mobil sedan hitam itu. Seorang pelayan rumah makan itu berlari tergopohgopoh keluar, menyerahkan sekantong plastik makanan pada laki-laki itu sambil menghardik.
"Cepat pergi!"
LELAKI setengah umur itu menghentikan gerobak kecilnya di depan sebuah halte bus kota.
Mengeluarkan beberapa koin untuk ditukarkan dengan beberapa batang rokok yang dijual oleh
seorang penghuni tetap halte itu dengan gerobak jualannya. Orang-orang yang berdiri di dekat
gerobak rokok itu menghindar tanpa peduli. Halte itu senantiasa ramai karena tak jauh dari situ
ada satu jalur pintu keluar jalan tol yang menukik dan selalu sesak oleh mobil-mobil yang
hendak keluar. Lelaki itu meneruskan perjalanannya menuju kolong penurunan jalan layang tol
itu. Meski berpagar besi, telah lama ada bagian yang sengaja dibolongi oleh penghuni-penghuni
kolong jalan layang itu untuk dijadikan pintu masuk. Tempat lelaki setengah umur itu di pojok
yang rada gelap dan terlindung dari hujan dan panas. Dari dulu tempatnya di situ, tak ada yang
118

berani mengusik. Kecuali beberapa kali ia diangkut oleh pasukan tramtib kota, lalu kemudian
dilepas dan kembali lagi ke situ. Ia lalu membongkar isi gerobaknya, mengeluarkan lipatan
kardus dan mengaturnya menjadi tikar. Anjing betina berwarna hitam kurus itu mengibasngibaskan ekornya ketika lelaki itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan, lalu
membagi makanan yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap
tanpa menoleh kanan-kiri.
Bocah perempuan ingusan itu berdiri dari jauh di bawah kolong jalan layang itu, memandang
dengan rasa lapar yang menyodok pada dua makhluk yang sedang asyik menikmati makan siang
itu. Ia memberanikan dirinya menuju kedua makhluk itu, lalu bergabung makan dengan anjing
betina berwarna hitam kurus itu. Ternyata anjing betina itu penakut. Ia menghindar dan makanan
yang tinggal sedikit itu sepenuhnya dikuasai bocah perempuan itu dan ia melahapnya. Sedang
lelaki setengah umur itu tidak peduli, meneruskan makannya hingga licin tandas dari daun pisang
dan kertas coklat pembungkus. Mengeluarkan sebuah botol air kemasan berisi air, meminumnya
separuh. Tanpa bicara apa- apa, bocah perempuan ingusan itu menyambar botol itu dan
meminumnya juga hingga tandas. Lelaki setengah umur itu hanya memandang, sedikit terkejut,
tapi tidak bicara apa-apa. Air mukanya tawar saja. Mengeluarkan rokok dan membakarnya
sambil bersandar pada gerobak kecilnya. Tergeletak tidur setelah itu di atas bentangan kardus
kumal.
Malam telah larut. Bocah perempuan ingusan itu terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai
menghujan. Rambutnya yang nyaris gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya
disiram gerimis. Bunyi krincingan dan kresek-kresek kantong plastik yang dibawanya
membangunkan anjing betina kurus berwarna hitam itu. Ia menyalak sedikit, kemudian
merungus setelah dilempari sepotong kue oleh bocah itu. Lewat penerangan jalan, samar- samar
dilihatnya lekaki setengah umur itu tidur bergulung bagai angka lima di atas kardus. Setelah
melahap kue, anjing itu kembali tidur di sebelah tuannya, di atas bentangan kardus yang tersisa.
Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api dari dalam kantong plastik. Berkali-kali
menggoreskan korek api, padam lagi oleh tiupan angin bertempias. Lalu ia mendekat ke arah
lelaki setengah umur itu agar lebih terlindung oleh angin dan berhasil menyalakan lilin. Bocah
itu melihat ujung lipatan kardus tersembul dari dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setengah
119

umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara berisik dan membangunkan
lelaki itu. Setelah berhasil, ia membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya
basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu, sekadar mendapatkan imbasan
panas dari tubuh lelaki itu.
Bocah perempuan ingusan itu cepat terlelap dan bermimpi berperahu bersama anjing betina
kurus berwarna hitam itu di sebuah danau yang sunyi. Deru mesin mobil yang melintasi
jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuah kota yang
sibuk. Lelaki setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika
ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan
melanjutkan mimpinya.
Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol itu cukup padat penghuninya di malam hari.
Beberapa anak jalanan yang sehari- hari mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di
situ. Ada lima anak jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu
membawa krincingan itu sampai menangis berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu
membiarkannya saja. Mungkin menurutnya sesuatu yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak
lelaki itu sampai-sampai menelanjangi bocah perempuan ingusan itu. Penghuni lain pun tak ada
yang berani membela. Sejak itu, bocah perempuan ingusan itu menghilang, entah tidur di mana.
Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa seekor anjing betina kurus
berwarna hitam ke markasnya. Mungkin anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu
terkaing-kaing. Lelaki itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan menyuguhkan
makanan dan air. Tapi, anak-anak jalanan yang jahil itu melempari anjing itu dengan batu. Salah
satu batunya mengenai kepala lelaki itu. Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok di dalam
timbunan buntelan dalam gerobak kecilnya. Anak-anak itu dikejarnya. Konon salah seorang
terluka oleh golok itu. Namun, mereka tak ada yang berani melawan dan tak berani kembali lagi.
SEBELUM subuh, pasukan tramtib itu datang lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk
dengan bak terbuka pengangkut gelandangan. Sebelum matahari muncul, kolong- kolong
jembatan dan jalan layang harus bersih dari manusia-manusia kasta paling melata itu. Mimpi
lelaki itu tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan itu.
120

Lelaki setengah umur itu menggapai-gapaikan tangannya, minta petugas menaikkan anjingnya
yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama tuannya. Tapi, sebuah pentungan kayu telah mendarat
di kepala anjing kurus itu hingga terkaing-kaing, berlari ke seberang jalan dan hilang ditelan
kegelapan.
"Mampus kau, anjing kurapan!" sumpah petugas itu sambil melompat ke atas truk yang segera
berangkat.
Bak truk terbuka itu nyaris penuh, termasuk tukang rokok di halte dekat situ. Lelaki setengah
umur itu tampak geram. Matanya mencorong ke arah petugas yang memegang pentungan.
Petugas itu pura-pura tidak melihat. Hujan telah berhenti. Iringan truk yang penuh manusia
gelandangan kota yang dikawal mobil polisi bersenjata lengkap di depannya, menuju ke suatu
tempat arah ke Utara, dan kemudian membelok ke kanan. Dari pengeras suara di puncak-puncak
menara masjid terdengar azan subuh bersahut-sahutan. Bulan semangka tipis masih
menggantung di langit, kadang-kadang tertutup awan yang bergerak ke Barat.
Beberapa minggu kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali
menemukan lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya. Ia baru turun mengemasi
kaleng peot dan alas kardusnya ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Melangkah dengan
pasti, menuju tempat gerobak kecilnya ditambatkan.
Di depan pangkalan truk yang telah menyempitkan jalan, lelaki itu mendorong gerobak kecilnya
dengan santai sambil mengawasi puntung-puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir
truk ke jalan. Ada yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki bergerobak itu
melintas. Di atas gerobaknya, kini bertengger bocah perempuan ingusan itu sambil terus
bernyanyi dengan iringan krincingannya. Orang-orang tak ada yang peduli.

121

27- Sena Oddy P


???
Cerita ini bermula ketika seorang anak yang merupakan salah satu putra dari bos mafia
yang dikejar-kejar oleh petugas kepolisian. Anak ini bernama Michael. Usia anak ini masih
remaja, yang kemudian anak tersebut menyamar menjadi seorang pelajar yang tergolong cupu
atau kurang pergaulan di salah satu sekolah ter-favorit di kota tersebut.
Hal ini ia lakukan agar ia bisa tidak dikenali dan ia mendapatkan hidup tenang. Namun
kenyataan malah berbalik, ia justru mendapat tekanan dari beberapa kawan sebayanya. Yakni
berawal dari sebuah pem- bully-an.
Dan cerita tersebut dimulai. Pada suatu hari, Michael datang dengan wajah yang cupu
agar ia tidak terlalu menarik perhatian. Semua ini ia rancang agar ia tidak mendapat
penggambaran oleh teman-temannya sebagai seseorang yang keren, atau penggambaranpenggambaran lainnya. Sang guru pun mempersilahkan Michael untuk memperkenalkan dirinya
122

didepan kelas. Secara tidak langsung ia pun malah mendapat tatapan yang kurang menyenangkan
dari teman-teman dikelasnya. Hal ini tampak kelas sekali membuatnya geram. Ia yang biasanya
ditakuti tetapi sekarang justru ia yang harus takut kepada teman-temannya. Ia pun bersabar agar
penyamaran ini tidak terbuka, bahwa ia merupakan seorang putra dari bos besar mafia.
Sampai suatu ketika ia mendapatkan teriakan-teriakan dari teman-temannya yang berisi
cemoohan-cemoohan terhadap dirinya yang mengatakan, eh! Ada si cupu lewat. , Si cupu
mau kemana tuh? Mau ider biar update? Hahaha. Ia pun tetap tenang, meskipun dalam hati
iapun geram.Lihat saja kalau kalian diluar sekolah ini. Bisa mati kalian diluar!
Tetapi diantara semua cemoohan tadi, ada segerombolan yang terdiri dari cewek-cewek
idola di SMA tersebut. Dan mereka satu kelas dengannya. Segerombolan cewek tersebut, atau
bisa disebut genk itu tak segan-segan untuk mem- bully Michael dengan cemoohan-cemoohan
saja. Melainkan juga dengan tindakan. Hal ini sudah jelas sangat membuat Michael sangat
geram.
Tapi apa yang ia dapat. Ia mulai jatuh cinta pada salah satu anggota genk tersebut. Oh
tidak! Bagaimana mungkin ada orang yang menintai seorang wanita yang setiap harinya
mencemooh dirinya itu? Apakah ia benar benar yakin akn hal ini?
Hampir setiap harinya ia mendapatkan tindakan pem-bullyan. Seperti kertas yang
ditempelkan dipunggung belakangnya dan bertuliskan beraneka macam tulisan yang bertujuan
untuk mencemooh dirinya hingga ditertawakan oleh teman sekelasnya. Tidak hanya itu, kursi
yang biasanya ia duduk juga pernah diberi lem oleh genk tersebut. Dan hal terakhir yang genk
tersebut lakukan kepada dirinya ialah menumpahkan se-ember air yang ia letakkan diatas pintu,
sehingga ketika ia membuka pintu kelas tersebut seketika itu juga ember tersebut akan tumpah
airnya membasahi dirinya. Dan itu benar-benar membuat geram dirinya dan di lain hal ia juga
malu, karena teman-teman kelasnya benar-benar menertawakannya.
Ia pun sudah berada di puncak kemuntabannya. Sudah habis kesabarannya. Temantemannya belum tau siapa dirinya sebenarnya. Kurang ajar mereka semua! Bisa-bisanya
seorang yang biasanya ditakuti ini dipermalukan begitu saja! Lihat saja nanti kalian ga bakal
lama hidup di dunia ini lagi! Ia pun lantas mengirimkan surat peringatan untuk genk tersebut.

123

Namun dibalik itu semua, apa arti cinta yang benar benar mebuat dirinya semakin jatuh
cinta kepada seseorang yang setiap hari mem bullynya? Kali ini dirinya memang benar benar
sudah gila! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Hingga surat inipun dilayangkan kepada genk
tersebut.
Berhati hatilah dalam tindakan kalian kalau kalian masih ingin tetap hidup di umur
kalian sekarang!
Namun apadaya, surat peringatannya hanya dibuat sebagai bahan untuk membuatnya
tambah di bully. Mereka menganggap bisa apa seorang anak cupu disekolah kita? Punya teman
saja tidak. Bisa apa dia sekarang? Mereka benar benar menganggap remeh dirinya. Mereka
benar benar tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Dia jelas punya banyak ajudan ayahnya
yang siap membunuh, menculik dan menyiksa siapa saja yang berani mengganggu dirinya.
Michael mengadakan pertemuan penting dengan ketiga ajudan ayahnya disebuah cafe
yang tak jauh dari rumahnya. Dirinya datang sendirian dan telah menunggu ketiga pembunuh
tersebut didalamnya. Mereka terlibat dalam obrolan yang serius. Lalu ketiga pembunuh itu akan
siap untuk membunuh orang orang yang ada didalam daftar tersebut.
Disebuah perumahan yang didalamnya terdapat sebuah rumah salah satu anggota genk
tersebut. Datanglah perempuan yang usianya hampir seusia dia. Datang dengan membawa
seakrung beras dan mengaku bahwa dirinya adalah tetangganya. Namun apa yang terjadi, ketika
ia membukakan pintu tersebut langsung saja karung beras itu melayang mengenai dirinya dan
membuat salah satu anggota genk tersebut jatuh dan langsung dicekik lah dia hingga dia tidak
sanggup bernafas lagi. Dan akhirnya dia tersebut mati didalam rumahnya tanpa ada yang
mengetahui.
Keesokan harinya genk tersebut bertanya tanya kemana perginya salah satu anggotanya
itu? Tanpa kabar tanpa absen kepaa sekolah. Mereka bertanya tanya akan keberadaan temannya
itu.
Berselang hari berikutnya. Anggota kedua dari genk tersebut sedang berjalan jalan
ditepian kolam renang. Yaaah meskipun dia tidak pernah bisa berenang tapi kebutuhannya akan
social update sangatlah tinggi. Sehingga ia memutuskan untuk ber- selfie di pinggiran kolam
124

renang tersebut. Tanpa disadari pembunuh bayaran tersebut sedang mengintainya. Langsung saja
dia ditarik kedalam kolam renang tesebut. Dan ia berusaha berteriak untuk meminta pertolongan
tetapi yang ia lihat hanyalah bayangan samar dari para pembunuh tersebut. Hingga ia mati
tenggelam di kolam renang tersebut.
Keesokan harinya hanya tinggal tesisa dua orang di genk tersebut. Semua bertanya
tanya kemana perginya teman temannya tersebut. Sudah anggota pertama hilang eh ditambah
miss update yang paling update itu hilang. Semua orang menaruh curiga kepada si cupu itu
tadi. Namun apa daya ia juga menghilang.
Hingga suatu sore hari yang hening disekolah tersebut tinggallah the big boss of the genk.
Yang sedang menunggu kawannya. Tiba tiba saja pembunuh bayaran tersebut sudah mengintai
salah satu anggotanya lagi. Merasa dirinya sedang diintai dia mencoba untuk kabur. Dan mereka
terlibat kejar kejaran di lorong tersebut. Namun apadaya dia memiliki kesaktian yang lebih.
Ketika dirinya di todong pistol seketika itu juga pistol itu berbalik ke arah pembunuh bayaran
tersebut.
Pembunuh tersebut justru lari menghindar. Ia lantas menelpon kawannya bahwa ia belum
berhasil membunuh yang ketiga. Lalu merek menyiapkan rencana kedua. Namun salah satu
angota tersebut kini mengerti. Bahwa genknya sedang diintai oleh segerombolan pembunuh
bayaran. Kini dia harus ekstra berhati hati. Tidak hanya bagi dirinya tapi bagi teman
seanggotanya tersebut.
Sekawanan pembunuh bayaran tersebut masih beruasaha untuk membunuh anggota
ketiga. Ketika anggota tersebut telah tiba di suatu lokasi. Ada seseorang pembunuh bayaran yang
sedang mengendap-endap untuk segera menusukkan pisau dari belakang orang tersebut. Tapi apa
daya pisau tersebut justru melengkung tidak bisa menembus dirinya. Sadar akan apa yang terjadi,
sontak saja ia berteriak dan menyebabkan pembunuh itu lari.
Merasa telah gagal membunuh anggota yang ketiga. Sekawanan pembunuh itu berusaha
membunuh anggota yang terakhir. Yaitu salah seorang yang Michael cintai. Namun kini ia telah
berada dipuncak kebingungan yang luar biasa antara emosi yang ia simpan dengan perasaan
cinta kepadanya. Maka Michael sendirilah yang akan membunuhnya.

125

Anggota ketiga yang gagal dibunuh tadi tentu saja memperingatkan kepada temannya itu
tentang hal apa yang telah terjadi kepadanya yang sebenarnya. Namun peringatan tersebut hanya
dianggap sebagai peringatan biasa oleh temannya itu.
Keesokan harinya ketika sepulang dari sekolahnya. Anggota terakhir itu sedang berjalan
keluar menuju gerbang sekolahnya seorang diri. Tentu saja hal itu amat mempermudah langkah
dari pembunuh pembunuh tersebut. Seketika saja ketika dia melalui sebuah lorong yang sepi
dan panjang ia langsung ditarik dan dibekap hingga pingsan. Seketika dia bangun didepannya
sudah ada Michael dengan bentuk yang sudah berbeda. Ia sungguh tidak percaya bahwa seorang
yang dihadapannya adalah Michael. Seseorang yang biasanya cupu dan dianggap kuper itu
sekarang berada didepannya sedang bersama pembunuh pembunuh bayaran itu.
Belum selesai ia mengamati dengan saksama. Ia sudah mendapat tamparan darinya. Ia
benar benar kaget. Dihadapannya dia mendapat penyiksaan penyiksaan. Dia ingin berteriak
namun apadaya pembunuh pembunuh itu berusaha menutup mulutnya. Michael pun
menyatakan rasa cintanya sembari menyiksanya tiada henti.
Ternyata temannya itu mengikutinya secara diam diam dan menyaksikan hal hal apa
saja yang Michael lakukan kepada temannya itu. Lalu dia menelpon polisi untuk segera
menangkap basah kelakuannya tersebut.
Orang keempat ini sudah disiksa sedemikian rupa hingga hampir tiba saatnya ia
membunuh orang yg ia cintai tersebut, suara sirine polisi mulai terdengar. Temannya tersebut
dari kejauhan berteriak akan datangnya polisi yang akan menangkap mereka semua. Namun
mereka semua segera lari untuk menyelamatkan. Ketika temannya mengejar untuk mencegahnya
namun sayang mereka hilang dengan Tanda Tanya tanpa jejak. Sementara temannya sudah
tersiksa hingga ia tidak bisa berjalan.
Mereka berdua selamat meskipun salah satu dari mereka ada yang terluka. Dan Michael
bersama pembunuh bayarannya tersebut dalam pengejaran polisi. Dan teman teman satu genknya ditemukan dalam keadaan sudah tiada. Jadi, kemanakah Michael dan Pembunuh bayarnnya
pergi???
***
126

28- Stefani Clara A


Surat Terakhir
Senja yang dulu indah kini menjadi temaram dan bulan yang dulu purnama kini perlahan
berubah menjadi sabit. Seperti keadaan hati seorang gadis remaja yang meratapi kekosongan dan
kehampaan hatinya karena ditinggal oleh sahabat yang selama ini setia menemaninya baik syka
maupun duka. Dulu, waktu usiaku beranjak 17 tahun, aku mempunyai beberapa sahabat salah
satunya Icha. Icha tinggal di Ciracas, JakartaTimur. Dia anak pertama dari 2 bersaudara, dia
adalah seorang remaja yang lugu dan sangat ceria. Kami bersahabat suddah cukup lama, aku
kenal Icha waktu kami sama-sama mendaftar di salah satu SMP favorit di Jakarta. Setelah awal
oerkenalan itu,pertemanan kami berlanjut karena kami diterima di SMP itu. Kami selalu
bersama-sama bagai amplop dan perangko yang tak dapat terpisahkan, itulah kami. Kami juga
selalu satu kelas.
Setelah lulus SMP aku dan Icha memutuskan untuk satu sekolah, hari pertama aku dan Icha
menjalani ospek, rasanya takut dan tegang banget, tapi aku melihat seorang cowok yang sangat
perfeck di kantin sekolah, dia sangat manis apalagi pada saat aku melihatnya sedang tersenyum
pada beberapa orang yang menyapanya, manis sekali senyumnya, disaat aku sedang asyik
127

memperhatikan cowok itu tanpa ku sadari didepanku ada salah seorang kakak senior yang sangat
galak, upzzz. Aku menabrak dia, dia marah-marah padaku meski aku telah minta maaf
padanya, lupakan saja dia kita kembali pada cowok yang aku lihat tadi, tapi aku mencari-cari
kesekeliling kantin tapi cowok itu udah gak ada. Icha hanya tertawa melihat tingkah lakuku.
Huh ini semua gara-gara keteledoranku, tapi gak apa-apa suatu hari nanti pasti aku dapat
bertemu dengannya kembaali karena aku yakin dia siswa di SMA ini. Aku dan Icha melanjutkan
perjalanan kami ke kelas. Ospek pertama telah dimulai, ada beberapa kakak senior masuk
kekelas tanpa ku sadari cowok yang ku lihat di kantin sekolah tadi pagi ada didepan mataku. Aku
senang sekali karena aku kembali beetemu dengannya walau dia tak ku kenal sama sekali.
Aku mencari tau siapa sebenarnya cowok itu, dari beberapa orang yang aku tanya mereka
mengatakan dia adalah ketua osis, namanya radit, Cuma itu informasi aku dapatkan tentang dia,
tapi udah cukup kok. Singkat cerita aku dan kak Radit mnjedi tambah akrab tapi cuma sebatas
teman. Yang tak pernah aku duga ternyata kak Radit naksir sama Icha, aku sedih banget karena
dia adalah cinta pertamaku, tapi apa daya aku tak bisa berbuat apa-apa, dan aku juga sempat
kecewa pada Icha karena dia menerima kak Radit menjadi kekasihnya, Icha kan tau kalau aku
suka sama kak Radit tapi kenapa dia tega padaku. Mungkin inilah nasibku, setelah kejadian itu
persahabatan aku dan Icha menjadi renggang, aku jarang menyapanya dan sepertinya juga dia
sekarang jarang ada waktu buat kita berdua sanma-sama lagi seperti dulu. Lagi pula aku tak
sekelas dengannya.

Waktu terus berputar, tanpa terasa tahunpun berganti. Akhir-akhir ini aku melihat Icha tampak
murung dan gak seperti biasanya yang sangat ceria. Walau aku belum bisa memaafkan Icha tapi
walau bagaimanapun dia adalah sahabatku dan aku harus tau apa yang sedang terjadi. Satauku
dari berita yang beredar kalau Icha mengidap penyakit tumor yang bersarang diperutnya sejak
beberapa tahun ini, sejak dokter memfonis penyakit itu Icha berubah menjadi nak yang
pemurung danpendiam. Aku sangat merasakan perubahan itu, tapi setiap kali aku tanya dia tak
pernah mau cerita dan jujur padaku. Menurutku dia berubah menjadi seperti itu karena mungkin
dia merasa hidupnya tak akan lama lagi. Seiring berjalannya waktu perut Icha makin membesar,
aku belum percaya dengan apa yang temen-temen bilang padaku. Aku desak Icha untuk
menceritakan apa yang terjadi padanya, akhirnya Icha mau bercerita. Aku sempat terkejut
128

mendangarnya sekaligus sedih bercampur dengan rasa kekecewaan, mengapa baru seekarang dia
cerita semua itu padaku. Tapi mungkin karena aku tak sedekat dulu sama dia. Aku juga dengerdenger dari yang laen Icha putus, Icha diputuskan kak Radit karena keadaan Icha dg perut yang
makin membesar. Aku sedih sekali, tapi dia pernah menghianati persahabatan yang telah lama
kami bangun.

Icha masih tetap sekolah, tapi lama kelamaan dia merasa kecil hati dan malu. Dengan kondisi
tubuh yang semakin menurun, sampai akhirnya Icha dirawat di Rumah sakit Haji Pondok Gede.
Aku dan teman-taman menjenguknya untuk memberikan semangat dan dukungan padanya agar
Icha gak semakin drop dan putus asa. Hanya sampai disitu saja kabar yang aku dengar tentang
Icha, disatu sisi aku masih kecewa padanya tapi disisi lain aku juga mempersiapkan UN.
****

Pagi hari yang sangat gelap karena hujan turun begitu derasnya, aku sedang duduk melamun
memikirkan bagaimana keadaan Icha sekarang, tiba-tiba aku dikejutkan dengan ringtone
handphoneku yang berbunyi dank u lihat dilayar hpku ternyata mamanya Icha memanggil,
fikirku tumben tapi ada apa ya, kok pagi-pagi gini tante telfon aku. halo assalamualaikum, bisa
bicara dengan Cika?, nada suara mama Icha tampak berat, sepertinya dia sedang menangis.
iiaaa tante, ada apa kokpagi-pagi begini telfon Cika? Trus bagaimana kabar Icha tante?
tanyaku agak ragu, Icha telah berpulang Ka belum sempat aku mengucapkan turut berduka cita
pada tante, tuttuttuttut telfon tiba-tiba terputus. Aku menangis dan menyesali dengan
semua yang terjadi, dihatiku tersirat penyesalan yang amat mendalam, aku terlalu jahat dan egois
pada Icha dan gak pernah meluangkan waktu untuk menjenguk sahabatku sendiri yang menjalani
hari-hari akhirnya sendirian, tanpa aku. Maafkan sahabatmu ini Ca..hik..hik..hik!!!
tangisku
Aku datang ke rumah Icha untuk melihat dia terakhir kalinya dan mengucapkan bela sungkawa
pada keluarga Icha. Setibaku disana aku melihat Icha terbaring kaku, dikelilingi orang-orang
yang membaca yasin untuknya, tiba-tiba pandanganku menjadi gelap. Icha.. panggilku,
129

sudahlah Ka, relakanlah kepergian Icha, agar dia tenang di Alam sana mama Icha ada
disampingku, dan memberikan selembar kertas padaku, ini dari Icha buat kamu, dia menulis
pada saat kamu jarang menemuinya, tante tinggal dulu kebawah. makasih tante dan Cika minta
maaf kalo selama ini Cika gak pernah menjenguk dia, Cika lagi UN tante, aku menangis. gak
apa-apa kok tante ngerti, kamu ada masalah ya sama Icha? tanya mama Icha, engenggak kok
tante, kami berdua baik-baik sajaya udah jangan nangis lagi, tante ke bawah bdulu ya tante
pun meninggalkanku sendiri di kamar Icha karena Perlahan-lahan tadi aku pingsan, aku melihat
foto-foto yang ada dimeja samping tempat tidur, betapa lembutnya senyum Icha di foto itu. aku
buka kertas ituperlahan-lahan, dan aku pun mulai membaca kata demi kata disurat itu.
Sebelumnya gue minta maaf atas kejadian kemaren, bukan maksud gue untuk merebut kak
Radit dari lo, tapi gue juga cinta dia dan gue juga udah putus ma dia, karena dia bukan laki-laki
yang baik. O ya, lo tau kan kalo gue gak bisa buat puisi kayak lo, tapi ini puisi gue buat khusus
sahabat sejati gue ini, maaf ya kalo buatan gue gak sebagus puisi-puisi lo, heheheh..

- surat terakhir Butir-butiran air mata yang jatuh setetes demi setetes
Menemani dan menjadi saksi saat ku tulis suratku yang terakhir
Jika hanya derita yang harus aku terima
Jika hanya kemitian yang harus ku alami
Aku bersedia menjalani tanpa kesedihan
Namun ketika kau berucap bahwa untukku
Sudah tak ada lagi maaf terasa lemah lunglai tubuh ini
Sahabat yang slalu mengisi hari-hariku
Seberapa besarpun salah yang ku pandang
Seberapa rendah budi yang ku jalanimaafkan aku
130

Derita karena bersalah berlarut-larut tanpa henti


Dan tampaknya Tuhan sudah berkenan menjemputku
Jangan menangis sahabat.walau tak terkatakan
Sungguh aku merasa kau telah memaafkanku
Slamat tinggal sahabat sejatiku
Ikhlaskanlah kepergiankui
Smoga sepeninggalku dari sisimu
Bahagian akan slalu menemanimu
Miss u sobat
ICHA
****
Keesokan harinya Aku baru sadar ternyata Icha hari ini berulang tahun yang ke 17, aku
bermalam di rumah Icha, dan pagi-pagi aku segera kebawah dan akan mengikuti pemakaman
Icha. Sebenarrnya aku tak sanggup melihat makam itu, karena akan mengingatkanku akan
kenangan kami berdua dulu, tapi aku coba untuk tegar untuk melangkahkan kaki menuju
makamnya. Setelah pemakaman selesai dan semua orang pulang, aku sendiri di makam itu, sepi.
Aku menangis disamping nisan Icha, walau tersendat-sendat dan terbata karena aku nangis aku
nyanyikan lagu happy birthday buat Icha, dan memandangi nisan yang ada dihadapanku saat ini,
makam yang sunyi, aku masih menangis sendiri di makam bisu itu, sebelum pulang aku
meninggalkan secarik kertas balasan surat Icha, walau mungkin tak akan pernah dibaca olehnya,
tapi itulah kenanganterakhirku buat Icha.

131

132

29- Syafira Nur F


GOLONGAN DARAH
Pada suatu hari di rumah tua, ada sepasang suami istri yang sedang bertengkar. Mereka
hanya memiliki satu anak. Anak itu bernama Didi. Mereka bertengkar karena hal sepele, yaitu
permasalahan golongan darah anaknya.
Jadi pada waktu itu, tanggal 11 Maret 2013, Didi berulang tahun ke-17. Ia merayakan
ulang tahun tersebut di sebuah kafe. Teman-temannya yang Didi undang pada datang. Pada saat
acara sudah selesai, ada dua teman cewek Didi yang datang menghampirinya. Mereka bernama
Siti dan Roro. Didiii, happy birthday lagi yaa. Makasih banyak sudah undang kita berdua. Ini
meriah banget. Sukses terus ya, Didi. Ucap Siti. Lalu Roro menambahkan ucapan Siti tadi,
Didi, kalo ulang tahun lagi dirayain lagi ya. Tapi kalo kita gak ngado gak papa yaa hahaha
bercanda, Di. Iyaa makasih juga ya udah dateng ke sini. Iyaa Ro gak papa santai aja ujar Didi.
Lalu kafe sudah sepi. Didi, Ayah, dan Ibu pulang ke rumah.
Pada saat di rumah, tiba-tiba Didi mengetuk pintu kamar Ayah dan Ibu lalu masuk ke
kamar. Ayah Ibu, aku ganggu tidak? tanya Didi. Tidak, Nak. Sini duduk sini! ujar Ibu. Lalu
Didi duduk di samping Ibu. Jadi gini, Didi kan umurnya udah 17 tahun. Didi pengen buat KTP
(Kartu Tanda Penduduk). Lalu Ayah pun menjawab Yaudah besok ke kantor kelurahan. Ayah
serius? ucap Didi yang sangat kaget mendengar jawaban Ayah. Iya, Nak. Kita besok mengurus
KTP buat kamu. Sudah sekarang kamu tidur! Jawab Ayah. Terima kasih, Ayaaah Ibuu. Iyaa,
Didi tidur dulu. Selamat malam, Ayah. Selamat malam, Ibu. Didi sayang kalian!. Lalu Didi
meninggalkan kamar Ayah dan Ibu dan segera tidur. Tetapi ketika sudah memejamkan mata, tibatiba Didi teringat belum menata jadwal sekolah untuk hari esok. Didi langsung bangun lalu
menata jadwal dan mempersiapkan peralatan untuk sekolah besok. Setelah selesai
mempersiapkan, Didi kembali tidur.
Keesokan harinya di sekolah, Didi sedang pelajaran. Tiba-tiba Didi ditelepon oleh
Ibunya. Ia segera ijin pada guru yang sedang mengajar untuk mengangkat telepon. Ia pun
mengangkat teleponnya, Halo assalamualaikum. Ada apa bu? Didi lagi pelajaran nih.
Katanya tadi malam minta dibuatin KTP. Pak Lurah kalo nanti siang gak bisa ngurus, yaudah
sekarang aja. Ibu sudah ijin ke BK. Mungkin bentar lagi ibu BK sampai ke kelasmu, ujar Ibu.
133

Asiiik cabut. Oke, Buu. Balas Didi. Lalu guru BK datang ke kelas Didi dan mengijinkan Didi
untuk pulang karena sudah dijemput oleh Ibu.
Didi dan Ibu meninggalkan sekolah lalu masuk ke dalam mobil. Di dalam ada Ayah. Lalu
mereka pergi menuju kantor kelurahan. Pada saat sampai dan mengurus KTP hampir selesai,
bagian golongan darah Ayah dan Ibu mengalami kebingungan. Mereka belum pernah mengecek
golongan darah mereka berdua dan juga Didi. Lalu Bapak Lurah berkata,Lalu golongan darah
Didi bagaimana? Apa mau dipalsu?. Ayah pun bingung. Pada saat itu Didi dan Ibu sedang
membeli makanan di toko sebelah kantor kelurahan. Lalu Ayah mengatakan, Yaudah terserah
Bapak Lurah mau mengisi golongan darah Didi apa. Baiklah kalau begitu ujar Bapak lurah.
Mengurus KTP pun selesai dan tinggal menunggu waktu untuk mengambil KTP yang sudah jadi.
Satu bulan kemudian, Didi pun mendapatkan KTP nya. Didi sangat senang sekali. Di
sekolah, ia memberitahu ke teman-temannya jika ia sudah mempunyai KTP. Teman-teman Didi
pun juga senang mendengar Didi sudah mempunyai KTP. Akhirnya Didi dapet KTP ciye. Udah
tua ciye ups wkwk Ucap Roro iseng. Hahaha iya nih udah tua. Bentar lagi kuliah terus kerja
terus nikah terus punya anak eeeh ujar Didi. Ih Didi pikirannya nikah mulu. SMA belum lulus
wooy! Roro pun membalas ucapan Didi yang juga iseng. Biarin deh ya. Anak kecil diem
aja Didi membalas uacapan Roro lagi. Roro pun merengut lalu meninggalkan Didi.
Keesokan harinya Didi bersekolah. Ia mendapatkan pelajaran biologi tentang golongan
darah. Saat guru menerangkan materi tersebut, Didi memahaminya. Didi tiba-tiba ingin melihat
golongan darah Didi apa di KTP nya karena Didi tidak melihat dengan seksama pada bagian
golongan darah di KTP tersebut. Di KTPnya bertuliskan golongan darahnya adalah A. Gurunya
juga menjelaskan jika golongan darah Ayah dan Ibu kalian tidak sesuai dengan hasil Fenotip
satu/F1 (keturunan pertama), maka bisa saja anak itu bukan anak kandung.

Guru juga

menerangkan golongan darah apa yang akan diturunkan jika kedua orang tua memiliki golongan
darah sekian. Didi benar-benar sangat faham. Didi tidak tahu Ayah dan Ibunya bergolongan apa.
Didi takut sekali jika dia bukan anak kandung. Lalu tiba-tiba bel sekolah berbunyi. Didi langsung
pulang ke rumah karena ia sangat penasaran golongan darah Ayah dan Ibunya.
Didi pun sampai di rumah. Ia memasuki rumah lalu langsung berteriak memanggil
ibunya Ibuuu ibuuu. Ibu nya pun menjawab panggilan Didi Ada apa, Nak? Ibu di dapur.
134

Didi langsung menuju ke dapur lalu ditemuilah Ibu. Bu, golongan darah Ayah dan Ibu apa?
tanya Didi sangat penasaran. Loh kamu kok tiba-tiba tanya tentang itu? jawab Ibu. Gak papa,
aku cuma pengen tahu aja. Itu tidak penting, Nak. Ayo ganti baju lalu makan! jawab Ibu tidak
mempedulikan pertanyaan Didi. Kalo Ibu tidak menjawab pertanyaan Didi, berarti Didi bukan
anak kandung Ibu ujar Didi dengan wajah marah. Eh kamu kok bisa ngomong seperti itu! Jelas
kamu anak kandung Ayah dan Ibu jawab Ibu dengan muka sedikit marah. Sekarang golongan
darah Ayah dan Ibu apa? tanya Didi lagi. Ayah dan Ibu tidak pernah mengecek golongan darah.
Tapi yang jelas kamu lahir dari rahim Ibu sendiri. Sudah-sudah, kamu tiba-tiba tanya aneh seperti
ini pasti gara-gara pelajaran ujar Ibu yang mencoba meyakinkan Didi. Yaudah sekarang Ayah
dan Ibu harus tes darah! Ucap Didi dengan wajah yang belum yakin. Eh eh eeh, masih belum
percaya? Tidak bisa sekarang. Ayah pergi ke luar kota selama tiga hari. Yaudah berarti minggu
depan hari Jumat. Harus! jawab Didi memaksa Ibu. Duh duuh iya, Naak.
Sekarang tepat hari Jumat. Ayah dan Ibu ingin membuktikan ke anaknya bahwa ia anak
kandungnya dengan melakukan tes darah bersama Didi. Ayah dan Ibu sudah di tes darah tetapi
Didi tidak ikut di tes darah. Mereka tinggal menunggu hasil laboratoriumnya sekitar seminggu
kemudian.
Sudah seminggu Didi menunggu hasil laboratoriumnya dan akhirnya hari ini sudah bisa
diambil. Didi mengambil hasilnya hanya bersama Ibu karena Ayah ada tugas di luar kota lagi.
Pada saat mengambil, ternyata Ibu dan Ayah bergolongan darah O. Didi kaget melihat hasil itu.
Hasilnya tidak sama seperti yang dijelaskan guru biologinya. Didi langsung bertanya kepada Ibu,
Bu, kenapa golongan darahku tidak sama dengan kalian?. Ibu tidak tahu kenapa bisa begitu.
Ibu lupa jika pada saat megurus KTP Didi, golongan darah Didi dipalsu oleh Pak Lurah. Ibuu
wajah Didi inginkan meneteskan air mata. Lalu Didi dan Ibu pulang ke rumah.
Di rumah Didi terpikirkan terus oleh hasil laboratoriumnya. Ia berfikir jika dia bukan
anak kandung Ayah Ibunya. Padahal Ayah dan Ibu Didi jaman dahulu adalah anak jurusan IPS
sehingga tidak tahu permasalahan golongan darah. Lalu tiba-tiba Didi inginkan kabur dari
rumah. Didi sudah memasukkan baju-bajunya di tas. Dan tiba-tiba Didi benar-benar kabur dari
rumah. Ia pergi entah kemana. Tiba-tiba Ibu heran kenapa Didi tidak keluar kamar dari tadi siang
hingga esok paginya. Ibu mengetuk pintu kamar Didi, tetapi tetap saja tidak mau dibuka. Ibu pun

135

menjadi cemas. Ibu langsung memanggil tetangga untuk menjeblos pintu kamar Didi. Pintu pun
sudah terbuka dan Didi tidak ada di kamar. Ibu langsung menangis. Ibu segera menelepon Ayah.
Pada saat ditelepon, Ayah sangat kaget mendengar Didi tidak ada di rumah. Ayah
langsung bergegas untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Ayah memarahi Ibu mengapa
Didi bisa melarikan diri dari rumah.

Ayah membentak Ibu dan Ibu tidak tahu apa yang

menyebabkan Didi melarikan diri. Mereka bertengkar sangat lama. Lalu Ayah segera menelepon
polisi untuk mencari Didi. Ayah juga mencoba menelepon sekolah dan juga teman-temannya,
tetapi mereka pun tidak tahu Didi kemana. Sudah tiga hari Polisi tidak menemukan Didi. Lalu
Ayah dan Ibu menyerah. Mereka hanya bisa berdoa semoga Didi kembali ke rumah.
Tiba-tiba Ayah teringat masalah tes darah. Ayah menanyakan kepada Ibu. Ibu pun
langsung memberikan hasil laboratorium tersebut kepada Ayah. Ternyata hasil laboratoriumnya
mereka berdua bergolongan darah O. Ayah teringat kembali Bu, bukannya kita juga tidak tahu
apa golongan darah Didi?. Loh sudah tahu kan? Lha di KTP Didi? jawab Ibu. Aduh itu
bukan asli, itu karangan Bapak Lurah. Ayah waktu itu menyuruh Pak Lurah untuk mengisi
terserah golongan darahnya apa karena Ayah tidak tahu apa golongan darah Didi ucap Ayah
yang merasa bersalah. Ayah kenapa bisa seperti itu? Jangan-jangan Didi melarikan diri garagara itu. Ibu mulai curiga. Pasti gara-gara ini. Aduh Didi maafkan Ayah ucap Ayah sambil
meneteskan air mata. Sudah, Yah. Kita cari Didi sekarang bersama-sama ucap Ibu yang
mencoba menenangkan Ayah. Lalu mereka mencari Didi.
Pada saat Ayah dan Ibu mencari Didi, Ibu merasa lapar. Mereka pun makan di warung.
Tiba-tiba Ibu melihat anak laki-laki mengamen di warung seberang. Ibu tidak asing dengan
wajah dan baju yang dipakai laki-laki itu. Ibu pun menarik Ayah untuk datang ke laki-laki itu.
Ternyata laki-laki itu adalah Didi. Ayah dan Ibu sangat senang sudah menemukan Didi. Tanpa
berbincang banyak di situ, langsung dibawa pulang Didi ke rumah.
Saat sampai di rumah, Ayah dan Ibu langsung minta maaf kepada Didi. Ayah langsung
menjelaskan masalah golongan darah di KTP tersebut. Didi pun akhirnya percaya. Lalu tiba-tiba
Ibu menangis. Didi dan Ayah pun terheran. Ibu kenapa nangis? tanya Didi. Ibu teringat saat
kamu mengamen di warung. Ibu tidak tega melihat itu. Jangan ulangi pergi dari rumah, Nak

136

Jawab Ibu sambil memeluk Didi dan menangis. Iya, Bu. Didi janji. Lalu Ayah memeluk Ibu
dan Didi. Mereka pun hidup damai dan bahagia.

137

31-Wiem Khalifa Z.
Kembali
Azura mungkin saja sudah gila. Hanya karena ia memandang rambut hitamnya yang
selalu mengkilau ditimpa sinar matahari, bibir yang melukiskan senyum khasnya yang
menularkan ketenangan, atau postur tubuh tinggi semampainya yang selalu terlihat gagah dan
terkesan melindungi. Bahkan tak ketinggalan tanda lahir di bawah mata kirinya yang tajam yang
menjadi sentuhan terakhir parasnya dan membuat lelaki itu terlihat sempurna di bola mata semua
orang. Ya, perempuan mana yang tak terpikat dengan paras lelaki itu dan rela mengalihkan
pandangan mereka dari indahnya ciptaan Tuhan. Hati perempuan mana yang tak luluh melihat
lelaki itu memetik senar gitar dengan jarinya yang lihai dan bibir yang kian menyuarakan liriklirik yang berpadu dalam melodi yang indah.Perempuan mana yang tak meleleh dengan sikap
ramah dan santunnya, serta sisi humorisnya yang selalu membuat atmosfir sekolah menjadi lebih
berwarna, hingga tak ada orang yang tak mengenalnya dan tak segan dengannya. Lelaki itu
dikenal baik pula oleh para guru karena tutur katanya yang lembut serta nilai akademik dan
prestasi dalam bidang olahraganya yang selalu nomor satu di sekolah maupun di kota
metropolitan itu.
Tentu saja, Azura adalah salah salah satu dari sekian banyak mahasiswi yang telah
berhasil ditaklukan oleh lelaki itu. Jauh di hatinya yang paling dalam, Azura sangat benci bila ia
harus mengakui betapa sempurna tubuh dan wajah lelaki itu di tiap incinya. Ia benci bila ia harus
terpesona dengan suara dan keahlian lain yang lelaki itu miliki. Ia benci jika dirinya selalu jatuh
di tempat yang sama karena kehangatan senyum dan tawanya. Jika Azura bisa, sudah sejak lama
ia membuang segala hal tentang lelaki itu dari memorinya dan mengubur dalam-dalam
perasaannya hingga semua itu hilang ditelan bumi tanpa jejak. Namun takdir berkata lain, selama
tiga tahun ke depan, ia terpaksa melihat figur dan kesempurnaan lain yang tergambar di sosok
lelaki itu kembali. Ia juga harus rela bahwa sebagian dari batiannya akan selalu teriris setiap kali
nama lelaki itu terdengar di telinganya. Ia terpaksa membangun benteng pertahanan untuk
dirinya tinggi-tinggi dan mengangkat dagunya dengan rupa yang tak sedap dipandang saat
berjalan. Bukan Tuhan yang memaksanya untuk merubah jatidirinya seperti ini, bukan pula
teman ataupun keluarga, namun diri Azura sendirilah yang menuntut keras dirinya untuk
menutup hatinya rapat-rapat dari segala macam perasaan yang bisa merobohkan bentengnya

138

kapan saja dan membuatnya jatuh ke tempat yang sama. Ia sungguh tidak mau bila ia harus
bertekuk lutut di hadapan lelaki itu lagi.
KAU PASTI BERCANDA!
Tidak, aku serius, Azura menjawab dengan wajah datar, mulut terbuka seadanya, dan
mata yang menatap lurus ke depan tepat ke arah mata sahabatnya, Terra, yang masih terbelalak
dengan rahang bawah yang terbuka.
Bilang kalau kau sedang bercanda sekarang! bentak Terra dengan wajah masih
tercengang dengan nafas yang terengah-engah.Suaranya menggema ke seluruh sudut ruangan.
Sudah kubilang aku serius, Azura menghembuskan nafas dengan kasar, seharusnya
tak kukatakan hal ini padamu karena sama saja, kau tak akan percaya.Aku mau pulang saja.
Ia beranjak dari kursinya dan membalikkan badan, hendak berjalan cepat menuju ambang
pintu, namun Terra cukup cepat pula untuk menarik pergelangan Azura hingga ia terduduk di
kursinya kembali dan mencegahnya untuk kabur dari pertanyaan-pertanyaan yang hendak
dilontarkan. Azura sedikit meringis kesakitan tapi akhirnya mengabaikan pergelangannya yang
memerah dan keinginannya untuk pulang.Ia menurut saja duduk dan mendengarkan sahabatnya
dengan manis.
Tunggu, maksudku, maaf.Oke, aku percaya padamu sekarang, Terra menelan
ludah.Aku hanya terlewat kaget dengan perkataanmu barusan.
Aku pun juga terlewat kaget dengan apa yang aku alami, Azura mengangkat bahunya
dan melengkungkan senyum masam.
Maksudku, hey, yang benar saja, si populer itu?Kau pernah punya masalah dengannya?
Apa kau tak takut diburu fans-nya hingga kau bersedia untuk bersimpuh memohon maaf di
bawah kakinya?
Bukan aku yang mencari masalah dengannya.Lagipula kau ini berlebihan sekali, sih?
Hal itu tidak akan terjadi, tahu. Penggemar, fans, atau apalah itu, bahkan orang itu sendiri tak
akan punya nyali untuk menyentuhku!

139

Oh,ya? Hahaha! Haruskah aku menyebut itu sebagai kepercayaan diri, atau hanya
omong kosong belaka? ejek Terra dengan senyum seringainya yang terkesan mengancam
namun sama sekali tak membuat nyali Azura turun satu senti pun.
Demi Tuhan, Azura bersumpah jika ini bukan jam pulang sekolah, semua orang bahkan
yang ada di koridor akan menatap ke arah mereka berdua dengan dari yang berkerut dan
mengira mereka sedikit gila. Ia juga dengan sekuat tenaga menahan emosinya agar ia tak
membalas pertanyaan sahabatnya yang agak merepotkan itu dengan nada yang jauh lebih tinggi.
Aku tidak mencari masalah dengan orang itu, Terra, jawab Azura, dan demi apapun
jika aku punya, aku akan membuangnya jauh-jauh!
Lalu apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian berdua? tanyanya dengan nada yang
lebih mendesak sembari mendekatkan wajahnya ke batang hidung Azura.
Aku Azura berdehem, menunjukkan wajahnya yang semakin ragu.Ia kemudian
membuang wajahnya ke arah lantai sebelum melanjutkan, Aku pernah berpacaran dengannya.
WUAH!HEBAT SEKALI KAU PERNAH BERPACARAN DENGAN LELAKI YANG
PALING DISEGANI DI SEKOLAH INI!
Ssstt! Pelankan suaramu, bawel! ia mengerutkan alisnya sembari menaruh satu jari
telunjuknya di depan bibirnya. Hebat sekali? Demi Tuhan! Lebih pantas dikatakan mimpi yang
sangat buruk!
Benarkah?Jadi kenapa kau memilih untuk memutuskan hubungan dengan cowok
terkeren di sekolah ini?
Singkat saja.Dalam satu tahun hubungan kami tidak semulus yang diharapkan.Kami
seringkali bertengkar karena masalah waktu.Dia orang yang sibuk, bukan?Harus bertanding dan
manggung kesana kemari, ia menghela nafas panjang, lalu kami sepakat untuk mengakhiri
hubungan.
Masalah waktu dalam pasangan kekasih wajar terjadi, kan?Kenapa melepaskan satu
tahun bersama hanya karena masalah sepele?

140

Kau yang mengatakan hal itu sepele, tahu.Kau tidak tahu masalah yang
sebenarnya.Kalau kau berada di posisiku, apakah kau akan sanggup mempertahankannya?
Aku memang tak tahu apa-apa. Tapi sangat sayang sekali kau melepaskan cowok
terkeren dan populer itu ke pelukan perempuan lain. Apakah aku harus menobatkanmu sebagai
sahabat paling cerdas yang pernah aku temui?
Bisakah kau berhenti menjulukinya dengan sebutan-sebutan menjijikkan itu?
Kalau begitu haruskah aku sebut namanya?
Hentikan omonganmu kalau kau masih ingin hidup.
Haruskah aku menyebut saja Danendra, seperti itu?
GOL! Pekik Terra dalam batinnya karena merasa sangat puas akhirnya ia bisa membuat
mulut sahabatnya terbungkam seribu bahasa hanya karena ia menyebut nama mantan kekasih
sahabatnya. Azura nyaris tak bisa bernafas dan berpikir sehat. Seberapa besar keinginannya
untuk membalas ucapan Terra, ia tak mampu. Ia hanya membeku di atas kursinya dan pipinya
kian memerah padam mendengar nama orang yang sangat ingin dilupakannya. Azura bersumpah
ia tak melakukan apa-apa selain melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan kelas dan
sahabatnya, tanpa melontarkan sepatah kata pun setelah kalimat terakhir sahabatnya yang telah
meninju Azura tepat di wajahnya.
***
Matahari hampir membenamkan dirinya ketika Azura telah sampai ke rumahnya.Ia hanya
sanggup berjalan ke arah kamarnya dan merebahkan tubuhnya yang lelah itu ke atas kasurnya.
Hampir enam bulan sudah ia berusaha melupakan lelaki itu, namun hari ini pikirannya terpaksa
melukiskan wajah itu kembali dengan jelas.
Orang itu bak lautan yang sangat mudah bagiku untuk tenggelam di dalamnya.
Hai, kata lelaki itu memulai pembicaraan dengan canggung, memecah kesunyian
siang hari itu, aku rasa kita satu sekolah, bukan?
Iya, benar. Ada perlu apa?
141

Tidak, jawabnya dengan sedikit tertawa, apakah ini pertama kalinya aku melihatmu
naik bis?
Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Maaf saja, aku selalu naik bis dan ini
pertama kalinya aku melihatmu naik bis.
Ahaha, kau benar, lelaki itu seperti memaksakan diri untuk tertawa sambil menggaruk
kepalanya yang tidak gatal berulang kali, ng, siapa namamu?
Azura.
Azura? Nama yang unik, ulang lelaki itu sambil tersenyum-senyum gugup, kenalkan,
aku Da
Danendra, bukan? potong Azura dengan cepat, aku bukan tipe orang yang hanya
diam saja duduk manis di bangku dan tidak berkeliaran ke luar kelas saat jam istirahat, tentu
saja, kau tak perlu memperkenalkan diri. Lanjutnya dengan nada yang monoton.
Saat jam istirahat, ia selalu melangkahkan kakinya di koridor kelas yang memberikan
akses penuh untuknya melihat siswa-siswa yang sedang bermain basket maupun futsal. Bukan
mata keranjang, hanya saja ia suka duduk santai dan terkadang membaca buku-buku di
pangkuannya, dan kebetulan bangku yang biasa didudukinya menghadap tepat ke lapangan itu.
Mau tak mau ia tetap akan melihat wajah-wajah para siswa yang sedang berlari-lari di
lapangan itu.
Di sana ia mulai penasaran dengan laki-laki yang mendapat julukan populer atau
terkeren yang menjadi buah bibir di kalangan siswa-siswi angkatannya.
Bukankah kau seharusnya berlatih untuk kejuaraan bulan depan? Kenapa pulang awal
dan naik bis?
Hari ini pelatih berbaik hati sekali memperbolehkan kami pulang lebih awal dan
berangkat pagi-pagi untuk latihan rutin besok.
Oh, begitu,

142

Pembicaraan dengan lelaki itu pertama kali kembali tergambar jelas di benakku. Masih
jelas kuingat bagaimana suasana bis siang itu, dan wajahnya yang kian memerah padam
sembari melontarkan pertanyaan-pertanyaan canggung padaku. Nyaris tak kusangka, lelaki
yang disebut-sebut populer yang tengah berdiri di sebelahku ini justru bersikap sangat gugup
di hadapan perempuan yang baru saja dikenalnya. Kalau memang tak ada perasaan apa-apa
dan memang baru saja kenal, untuk apa dia gugup seperti itu?
***
Entah akan ada angin kencang, badai, atau gempa pagi hari ini, Azura merasa kiamat
sepertinya sudah dekat. Sejak pagi tadi, firasat Azura memang sudah buruk. Tak ada tanda-tanda
akan turun hujan melainkan langit biru muda cerah yang terbentang di atas kepalanya, namun
tetap saja pikiran Azura bergemuruh tak karuan seperti akan ada angin yang akan menerpa
tubuhnya kapan saja.Ia mencoba mengabaikannya, namun ketika ia duduk di dalam bis pun ia
tetap berpikiran yang tidak-tidak.
Entah takdir apa yang akan menghantamnya hari ini, Azura hanya duduk manis di
bangkunya, tangan dilipat, dan rambut hitamnya yang dikucir seperti ekor kuda. Ia berkutat tak
berkutik di tempatnya, sama sekali tak bergerak satu inci pun bak patung yang ada di gerbang
sekolahnya. Azura melirik ke arah Terra di bangku barisan depannya yang sedari tadi tertawa
cekikikan tanpa dosa di atas penderitaan sahabatnya.Terra merasa sangat bahagia pagi ini dan
Azura membulatkan tekadnya untuk membunuhnya sepulang sekolah nanti. Namun sekarang ini,
wajah Azura hanya memerah padam dan ia merasa suhu tubuhnya mulai naik.
Entah karena suatu hal yang kurang bisa Azura pahami, mendadak pagi tadi para wali
kelas merotasi beberapa murid untuk pindah kelas serta menentukan posisi bangku di mana
mereka harus duduk. Sungguh suatu petaka bagi Azura, ia ditempatkan di kolom bangku nomor
dua barisan paling belakang. Bukan hanya itu, di sebelah kirinya, ditempatkanlah murid dari
kelas lain yang tak lain dari laki-laki yang dulu ia sangat kenal, Danendra. Sepertinya Tuhan
mengabulkan doa Terra dan ingin mencoba Azura.
Kalau memang tak ada perasaan apa-apa, kenapa aku harus gugup? Lupakan dia.
Anggap saja tak ada, batinnya.

143

Pelajaran berlangsung terasa lebih lama karena tak ada teman mengobrol bagi Azura dan
tentu saja tidak mungkin baginya untuk berbincang kembali dengan lelaki di sebelahnya.Tempat
duduknya juga sangat dekat dengan jendela besar, sehingga semilir angin sangat mudah
menggoda Azura untuk tertidur. Tanpa disadari, ia sudah tertidur pulas dengan kepala yang
ditaruh di atas tangannya yang dilipat di mejanya. Hingga lima belas menit sudah berlalu, guru
kimia yang sedang mengajar di depan menangkap basah Azura yang sedang terlelap.
Azura! teriak guru kimia berkacamata itu yang spontan membuat Azura terbangun dari
tidurnya dan jantungnya hampir copot.Matanya terbelalak dan jantungnya berdegup kencang
ketakutan.Berani sekali kau tidur! Berdiri kamu! Sekarang coba sebutkan pengaruh apa saja
yang mempercepat laju reaksi!
Azura beranjak berdiri dengan gemetar, ia mengerutkan dahinya dan cepat-cepat
membolak-balikkan buku catatan kimianya untuk mencari jawaban. Sayang sekali sejak tadi dia
belum mencatat apa-apa. Keringat mulai mengucur dari pelipisnya karena takut jika ia harus
ditelan hidup-hidup oleh guru pelajaran yang tidak disukainya itu. Hingga selang beberapa detik,
ada gumpalan kertas yang mendarat di atas mejanya. Dengan cepat pula ia langsung membuka
gumpalan itu dan membacakan tulisan yang ada di atas kertas itu dengan mulut gemetar.
Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, suhu, luas permukaan, dan katalis,
jawab Azura terengah-engah.Ia belum bisa bernafas dengan teratur karena menunggu reaksi dari
guru tersebut.
Ya, benar.Kamu boleh duduk kembali.Lain kali jangan tidur saat pelajaran! Kali ini saya
peringatkan.Kalau besok terjadi lagi, silakan keluar!Selesai membentak, bapak-bapak separuh
baya itu membalikkan badan dan kembali menulis di papan tulis.
Azura menghembuskan nafas lega yang panjang karena merasa nyawanya telah
selamat.Ia menoleh ke arah orang yang telah melempar gumpalan kertas tadi. Lelaki itu berbalas
menoleh ke arahnya dan menatap matanya untuk beberapa detik sebelum lelaki itu menunjukkan
senyum mengejek dan menggelengkan kepalanya. Azura hanya diam dan kembali menatap buku
catatan di atas mejanya tanpa tahu ia harus berbuat apa hingga pelajaran selesai serta bel istirahat
berbunyi.

144

***
Danendra!
Ia berlari ke luar kelas dan mengejar Danendra yang tengah berjalan menyusuri koridor
kelas. Tepat di hadapannya, nafas Azura terengah-engah dan dia mencoba untuk berdiri tegak
kembali hingga kepalanya sejajar dengan pundak Danendra.
Terima kasih, untuk yang tadi.
Hanya itu?Danendra mengangkat kedua alisnya dan menatap Azura dengan tajam.
Ya, hanya itu.Memang apa lagi?
Tidak cukup.
Lalu apa maumu?Kau ingin aku membelikanmu jus di kantin?Atau kau ingin kutraktir
nasi goreng di seberang sekolah? Kalau begitu
Tidak, aku tidak butuh ditraktir, potongnya, datanglah ke lapangan belakang sekolah
tempat aku latihan sepulang sekolah nanti.Di sanalah kau baru bisa berterima kasih
padaku.Lagipula, ada yang ingin aku bicarakan.
Azura membuka mulutnya dan hendak bicara, namun Danendra sepertinya tidak
menunggunya untuk menjawab dan langsung membalikkan badan, berjalan meninggalkannya.
Sesungguhnya dalam momen yang singkat itu, banyak perasaan aneh dan canggung yang
bercampur aduk dalam hati dan pikiran Azura.Ia memanggil nama orang itu kembali dan berdiri
di hadapannya lagi. Ia kembali menatap matanya yang selalu membuatnya terkesan dan
mengagumi parasnya. Apakah pipinya harus tetap memerah, jantungnya berdegup kencang, dan
ia harus merasa kagum setiap kali ia melihatnya? Mungkin jika mereka berdiri berhadapan lebih
dari lima menit, Azura sudah jatuh pingsan di tempat.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan para siswa mulai berhamburan ke luar
kelas.Semua siswa berjalan menuju gerbang sekolah kecuali Danendra yang berjalan menuju
145

lapangan belakang sekolah dan diikuti oleh Azura di belakangnya.Ini terasa aneh karena Azura
bak dihipnotis untuk mengikuti punggung laki-laki itu.Ia bisa saja langsung pulang dan tidak
menuruti Danendra. Toh jika ucapan terima kasihnya tidak cukup diterima, Danendra juga tidak
akan berbuat jahat padanya. Namun Azura juga tak paham kenapa kakinya memilih untuk
berjalan mengikuti kemauannya.
Mereka duduk di bangku pinggir lapangan sesampai di belakang sekolah.Azura duduk
dengan jarak hampir satu meter di sebelah kanan Danendra.Untuk beberapa menit, hanya
desahan angin musim panas yang mengisi kesunyian di antara mereka sebelum Azura akhirnya
memutuskan untuk bicara.
Terima kasih, ucapnya sambil menatap rerumputan hijau di bawah kakinya, sudah,
kan?Apa yang ingin kau bicarakan?
Kau memang tak berubah, raut wajah Azura berubah dan matanya melebar masih
menatapi rerumputan, masih saja tidur saat pelajaran.
Kalau hanya itu saja yang ingin kau katakan, lebih baik aku pulang saja.
Tunggu, pinta Danendra dengan cepat sebelum Azura benar-benar beranjak dari
bangku.
Apa lagi? Tanya Azura yang memberanikan dirinya untuk menatap wajah laki-laki itu,
kau tahu kalau aku tak seharusnya duduk denganmu di sini, bukan?
Sebegitu bencikah kau padaku?Haruskah menghindariku sampai seperti itu?Pertanyaan
dengan nada monoton yang spontan berhasil membuat jantung Azura hampir copot. Di benak
Azura, ia hanya ingin berlari kencang meninggalkan lapangan, namun nyatanya ia tetap
membeku dengan mata yang menatap laki-laki itu dengan nanar.
Kenapa bertanya seperti itu?Azura balik bertanya dengan membuang pandangan ke
tempat yang tak tertentu, bukankah sudah jelas kalau kau yang meminta hubungan ini selesai
terlebih dahulu?Bukankah sudah jelas kalau urusan kita sudah selesai?
Tidak, ini belum selesai.

146

Mungkin bagimu.Tapi bagiku sudah.Aku pulang, tanpa mendengar tanggapan laki-laki


itu, Azura langsung berjalan cepat meninggalkan lapangan dan berlari menuju gerbang untuk
pulang ke rumah.Sial sekali Azura hari ini.
Kau pun tak berubah, sama seperti dulu, rumit dan sulit dimengerti.
***
Aku minta maaf.Mungkin aku membuatmu kaget dengan mengatakan ini. Tapi aku tetap
harus mengatakannya, ucap lelaki itu memecah kesunyian.
Maaf?Untuk apa?
Barangkali selama setahun kita bersama ini, aku sudah membuatmu selalu marah dan
bertindak kekanak-kanakan. Dan aku sadar, aku tidak bisa sering jalan-jalan denganmu dan
malah sibuk dengan pertandingan-pertandingan futsal itu, jawab lelaki itu dengan wajah
penyesalan, maaf karena aku tak bisa menjadi yang sempurna untukmu.
Tak ada manusia yang sempurna, Danendra, kau kan juga tahu itu. Soal kekanakkanakan dan sibukmu itu, aku sudah biasa, dan aku sudah memaafkannya sebelum kamu
meminta.
Terima kasih, kau telah baik padaku dan bertindak jauh lebih dewasa dibandingkan
aku. Aku belajar banyak darimu
Danendra, apa maksudnya?
Maksudku, maafkan aku, jawabnya pelan, aku tidak bisa manja padamu terus dan
aku merasa sangat tidak pantas bersanding denganmu.
Kau ingin kita putus?
Maaf.
Kau ingin melepas semuanya setelah setahun sudah kita jalani bersama?
Tidak, tentu saja aku tidak akan melupakannya, melupakanmu.

147

Lalu kenapa kau ingin kita selesai?


Azura
Kau ingin kenangan satu tahun ini jadi sia-sia?
Ada perempuan lain yang aku sukai.
Jantung Azura nyaris tak berdetak. Otaknya hampir tak sanggup memproses apa
yangtengahberlangsung di antara mereka berdua. Siang yang cerah itu pun terasa sangat kelam
oleh Azura, dan kalimat itu menjadi akhir cerita dan pertemuan mereka. Kalau saja bukan besi
pembatas balkon yang menahan tubuh Azura, mungkin ia sudah jatuh tersungkur di hadapan
laki-laki itu.
***
Pagi itu, setelah beberapa hari perbincangan di lapangan belakang sekolah, pelajaran
belum dimulai dan Terra duduk di hadapan Danendra dengan kursi yang terbalik. Entah apa yang
membuat Terra semakin ingin menyatukan Danendra dan sahabatnya kembali, ataupun
mencampuri urusan mereka.
Kenapa kau bertanya tentang itu tiba-tiba?Danendra menyipitkan mata dan
mengerutkan dahinya.
Jawab saja!Aku kan hanya penasaran, balas Terra yang tengah mengangkat kedua
kakinya ke atas kursi dan melipat tangannya di atas kedua lututnya.
Ada perempuan lain yang aku sukai.
APA?!Pantas saja dia membencimu, bodoh!Salah satu telunjuknya kini menunjuk ke
arah batang hidung Danendra, kenapa kau tega memutuskannya dengan alasan yang
menyakitkan seperti itu?!
Aku tidak serius, ia tertawa masam, sebenarnya tidak ada perempuan lain selain dia
yang aku sukai.

148

Lah, lalu kenapa kau mengatakan itu sebagai alasan?! Jelas-jelas kalian benar-benar
putus dengan alasanmu yang tidak serius seperti itu! Kau ini bodoh atau bodoh, sih?
Mau bagaimana lagi?Kuajak putus malah uring-uringan seperti itu.Aku terpaksa cari
alasan.
Lalu kenapa kau ingin ikut-ikutan membencinya juga?
Habis, baru dua minggu putus denganku, dia sudah pacaran dengan laki-laki lain. Untuk
apa aku mengingatnya?
Soal pacar barunya itu hanya alat agar dia lupa padamu! Dia masih suka padamu,
bodoh.
Keheningan menimpa mereka sesaat. Danendra menunduk dan menghela nafas, tidak
paham dengan apa yang harus ia katakan untuk membalas ucapan Terra.
Terra, aku pun masih suka padanya, ia menatap perempuan di hadapannya kembali.
Lalu kenapa kau tidak mencoba untuk membicarakannya kembali dengan baik-baik?
Setidaknya meskipun tidak bisa kembali jadi kekasih, hubungan kalian baik sebagai teman,
jelas Terra, waktu lima bulan belum terlambat untuk menjelaskan semuanya.
"Sudah kucoba untuk bicara dengannya kemarin-kemarin. Tapi dia sudah terlanjur benci
padaku. Lebih baik kalau kami saling membenci, bukan?" Danendra sedikit memiringkan
kepalanya.
"Kau ini aneh sekali. Kau kan laki-laki. Nyalimu hanya segitu saja? Kau betul-betul rela
melepaskannya?"
"Aku memang sudah terlanjur melepaskannya."
"Tapi kenapa kau mengaku masih suka padanya?"
"Aku mencoba memutuskannya sehalus mungkin, setidaknya agar perasannya tak
terluka."
"Kau sudah melukai perasaannya, tahu."
149

"Bukankah aku akan lebih melukainya kalau kukatakan alasanku yang sebenarnya?"
Mata Danendra semakin tajam seiring perasaannya yang tak karuan. Nafasnya kian berat.
Pandangannya sekarang ini sama sekali tidak menularkan ketenangan dan raut wajahnya tak
terasa hangat sama sekali,jauh beda seperti yang dibicarakan orang-orang setiap harinya.
Atmosfir yang terbentuk di antara mereka kian tegang dan dingin. Hingga Terra memutuskan
untuk memelankan suaranya dan mulai mendekatkan kursinya ke meja Danendra.
"Jadi," Terra berdehem, "apa alasanmu yang sebenarnya?"
Kali ini Terra sangat penasaran dan ingin jawaban yang jujur, bukan seperti alasan palsu
yang dilontarkan sebelumnya. Beberapa detik dilalui oleh Danendra yang membungkam
mulutnya dengan perasaan ragu yang sangat. Ia mulai menunjukkan wajah sedih yang nyaris
menangis sebelum ia menjawab perempuan di depan mejanya.
"Kau dengar soal pertandingan futsal itu, bukan? Hampir enam bulan ini aku berlatih
keras agar bisa lolos seleksi dan bisa bertanding di turnamen yang akan datang. Aku hanya ingin
fokus dan tidak ingin membuatnya memikirkanku rumit-rumit," jelas Danendra, "karena
turnamen itu diselenggarakan di Singapura setelah akhir semester ini. Tentu saja aku akan tinggal
dan bersekolah di sana dengan waktu yang tidak sebentar. Keluargaku juga sudah bersedia
dipindahtugaskan dan mendampingiku di sana."
"Jadi kau akan pindah, Danendra?"
"Iya, dan aku juga tidak tahu kapan akan kembali."
"Kapan kau akan pindah?"
"Lusa."
"Hah?!" Terra terperanjak, "kenapa kau tidak bilang yang sebenarnya pada Azura?!
Bukankah akan menyakitkan baginya kalau kau tiba-tiba pergi meninggalkannya tanpa pamit
begitu saja?"
"Bukankah lebih baik aku menghilang begitu saja? Kalau aku menyuruhnya menunggu
entah sampai kapan dan melarangnya berpacaran dengan laki-laki lain akan lebih kejam kan?"
150

"Kalian kan bisa berhubungan jarak jauh! Kenapa memilih untuk saling membenci
seperti ini?!"
"Hubungan jarak jauh itu sulit! Dan belum tentu dia akan mau berhubungan jarak jauh!"
Bentak Danendra tidak mau kalah dengan suara nyaring Terra.
"Tapi, Danendra"
"Sudahlah, orang yang tak pernah pacaran lebih baik diam saja," potongnya dengan nada
yang ketus diikuti senyum mengejek yang melengkung di wajahnya.
"Beraninya bicara seperti itu!" Amuk Terra sambil meninju lengan kiri Danendra.
Danendra hanya mengelus lengannya dengan tertawa, "aku tak mau tahu. Yang pasti, kalau kau
memang laki-laki dan benar masih sayang padanya, kau pasti akan datang padanya dan
menjelaskan alasan yang sebenarnya!"
Kalimat terakhir Terra diikuti dengan bel masuk sekolah yang menggema ke penjuru
kelas. Dengan cepat ia beranjak dari hadapan Danendra dan kembali duduk di bangkunya
sendiri. Di ambang pintu terlihat batang hidung Azura yang baru saja datang dan melangkahkan
kakinya menuju bangku di sebelah Danendra.
***
Datanglah ke atap. Tolong. Aku ingin bicara. Kali ini serius.
Danendra.
Azura kembali meremas kertas yang ia temui di mejanya dan membuangnya ke tempat
sampah. Perasaannya bercampur aduk antara bimbang dan kesal. Ia berjalan sambil
menggendong tas ranselnya ke arah koridor. Sesampai di penghujung koridor, ia berhenti dan
mulai ragu. Haruskah dia menaiki anak tangga itu untuk menemuinya atau berbalik dan pulang
saja. Ia menghela nafas dengan keras, dan mulai menapakkan kaki kanannya ke anak tangga.
Dibukanya pintu atap sekolah dan dipandangnya punggung lelaki itu. Lelaki itu pun tak
lama membalikkan badan. Azura hendak berjalan mendekatinya, dan ia tak percaya bahwa hal

151

pertama yang didapatinya adalah lengkungan senyum lelaki itu yang nyaris membuat Azura
membeku.
"Kau datang," senyum lelaki itu semakin lebar saja.
"Kau itu bisa berani sedikit tidak, sih? Pengecut sekali menyuruhku datang ke sini hanya
dengan gumpalan kertas," ucap Azura pedas.
"Toh kan kau datang."
"Hmm, aku terpaksa," Azura memutar bola matanya. "Ada apa lagi? Katamu kali ini
serius?"
"Aku masih sayang padamu," lelaki itu kian mendekatkan tubuhnya ke depan Azura. Ia
mendapati pupil perempuan yang diakuinya masih disayanginyaitu semakin melebar dan pipinya
mulai memerah padam.Jantung Azura rasanya seperti dihantam batu yang besarlantaran ucapan
lelaki itu.
"Lucu. Lucu sekali," perempuan itu tersenyum, "apa kau tengah mempermainkanku
sekarang?"
"Apa aku sekarang terlihat seperti mempermainkanmu?"
"Ya," jawabnya cepat, "aku tidak percaya padamu."
"Hmm," lelaki itu menundukkan kepalanya dan memberikan akses penuh bagi Azura
untuk memperhatikan helai-helai rambut hitamnya, bahkan senyum yang sedang
disembunyikannya sekarang, hingga lelaki itu menatapnya lagi, "aku tak memaksamu untuk
percaya padaku sekarang."
"Lalu apa maumu?"
"Aku mau kau menungguku."
"Menunggu?" Mata Azura semakin sipit saja.
"Lusa aku akan pergi ke Singapura. Aku akan bersekolah di sana dan bertanding dalam
beberapa turnamen untuk beberapa bulan, atau mungkin tahun."
152

"Hah... Ha-hahaha," Azura menahan perasaan kaget yang bukan main dengan
memalsukan sebuah tawa yang pahit, "lantas apa hubungannya denganku? Kenapa kau
memintaku untukmenunggu? Bahkan kau baru meminta semua ini setelah lima bulan ini"
"Aku mohon," pinta lelaki itu dengan wajah iba, "aku masih sayang padamu. Aku sama
sekali tak pernah melupakan semua yang kita jalani selama satu tahun itu. Aku ingin kau
menungguku, Azura."
"Apakah kau tahu berapa lama waktu telah kuhabiskan hanya untuk menangisimu malam
itu? Apakah kau tahu seberapa berat bagiku untuk melupakanmu saat itu?Danendra, apakah kau
tahu?" Mata Azura yang berkaca-kaca kini mulai dibanjiri air mata hingga air mata itu menuruni
dan membasahi pipinya, "dan sekarang... sekarang kau memintaku untuk kembali? Untuk
menunggumu?"
"Azura, aku telah mencoba mengakhirinya dengan alasan yang bodoh. Aku sadar dan aku
merasabersalah. Aku tidak mungkin memintamu memaafkanku untuk yang kesekian kalinya.
Jadi, hanya ini yang bisa aku minta darimu. Bersediakah kau menungguku, hingga aku kembali
lagi?" Tanyanya sekali lagi dengan nada yang lebih lembut.
"TIDAK! Aku tidak sudi menunggumu!"
Azura menutupi wajahnya dengan telapak tangannya dan berlari menuju pintu atap
hingga ia meraih gerbang sekolah dan menghilang. Dari balik tembok, seorang perempuan
memunculkan kepalanya dan mendekati Danendra dengan wajah sedih tak karuan. Danendra
hanya tersenyum pasrah dan mengangkat bahunya.
"Sudah kubilang. Aku tak becus, dan dia tak akan mau menungguku, Terra." Terra hanya
mengusap pipinya yang basah dengan tangan kanannya, "aku harap kau terus jadi sahabatnya
dan berada di sisinya. Hingga aku kembali."
Senja itu, angin menerpa tubuh Danendra dan menghembus helai rambutnya. Mendung
pun terlihat sangat pekat di langit senja itu. Sungguh pemandangan yang hanya menambah rasa
penyesalannya terhadap Azura.
***
153

Semenjak itu, Azura tak menampakkan batang hidungnya di sekolah selama dua hari
tanpa suratketerangan.Terra mencoba menghubunginya, namun tetap saja tak ada jawaban.
Hingga sore itu sepulang sekolah, Terra tengah berada di depan gerbang rumah Danendra untuk
mengucapkan salam perpisahan, sembari membantu Danendra memasukkan koper-kopernya ke
dalam bagasi mobil keluarganya. Sore itu juga Danendra harus cepat-cepat pergi ke bandara agar
tak terlambat dari jam penerbangan.
"Terima kasih. Kau jadi ikut repot, Terra," senyum Danendra sambil menutup bagasi
mobilnya.
"Tidak apa-apa," Terra membalas senyum, "jaga diri baik-baik. Semoga sehat selalu di
sana."
"Terima kasih. Kurasa sudah waktunya"
"DANENDRA!"
Terdengar teriakan suara yang Danendra kenal dari penghujung jalan, diikuti suara nafas
yang terengah-engah. Wajah perempuan yang tengah berlari itu kian jelas dipandang dan mulai
memelankan kakinya ketika sampai di hadapan Danendra. Tanpa perintah, Terra hanya
tersenyum dan langsung membalikkan badannya berjalan meninggalkan mereka. Danendra
hanya tersenyum menatap penuh tanya perempuan yang tingginya hanya mencapai bahunya,
perempuan dengan mata yang berkaca-kaca dan peluh yang mengucur menuruni pelipisnya.
"Aku pun masih menyukaimu," ucapnya memecah keheningan.
"Aku tahu,"Danendra hanya bisa tersenyum dan membelai rambut perempuan di
hadapannya, "mengapa kau memutuskan untuk datang ke sini?"
"Karena aku ingin berkata, kalau aku akan menunggumu," air matanya mulai meleleh
dengan perlahan, "aku akan menunggumu, entah itu setahun atau dua tahun, aku akan"
Danendra menarik tubuh perempuan itu ke dalam dekapannya dan membuatnya tak
sanggup melanjutkan perkataannya. Ia hampir tak bisa bernafas karena tangan Danendra terlalu
kuat memeluknya. Ia terisak dantangisnya mulai membasahi kemeja yang dipakai Danendra.
Tangan Danendra tak henti-hentinya mengelus punggung perempuan itu. Danendra tak sanggup
154

berkata apa-apa lagi kecuali kata maaf dan terima kasih telah mempercayainya kembali. Ia
meraih wajah perempuan yang disayanginya itu hingga matanya yang lembab menatap matanya.
Danendra menutup matanya sembari mendekatkan bibirnya ke dahi perempuan itu, hingga ia
mengecupnya. Matanya kembali menemui mata perempuan itu dan melengkungkansenyumnya,
sedangkan perempuan itu masih terisak dengan matanya yang lembab.
"Jaga dirimu baik-baik juga, Azura. Aku akan cepat kembali."
***
Azura tak pernah kesulitan untuk tidur kecuali karena perasaan senangnya yang meluapluap di bawah sinar rembulan malam itu. Meskipun harus melepasnya untuk waktu yang tidak
sebentar, ia merasa lega karena ia bisa kembali merasakan perasaan yang sama seperti dulu.

155

32- Yuniati Putri N


Hanya Sebuah Mimpi
Pagi ini, di ruangan ini, dan di ranjang ini. Lagi-lagi aku harus membuka mata dan menghirup
udara yang tak jelas baunya. ya, ini bau rumah sakit. Sudah satu minggu ini aku terbaring di
ranjang yang sama sekali tak empuk ini, sangat beda dengan ranjang yang ada di kamarku. Aku
benci. aku benci dengan keadaan ini.
Hai, kamu udah bangun? Tanya cowok yang sebenarnya tak kuharapkan sedikit pun. aku benci
dia. Sama seperti aku membenci hariku dan keadaanku sekarang ini.
Seperti biasa, dia meletakkan setangkai mawar merah di vas yang memang sudah disediakannya
terlebih dahulu. Setiap pagi dia datang dengan setangkai mawar merahnya. Wajahnya yang selalu
berhiasi senyuman mungkin akan melunakkan setiap hati cewek-cewek yang melihatnya. Begitu
juga denganku.
Sudah kubilang kamu gak usah kemari kan? Kataku sedikit membentak. Dia hanya tersenyum,
kemudian berjalan menghampiriku, duduk di sampingku dan berkata suster udah kemari tadi
dek? Jujur, aku benci panggilan itu, kenapa dia harus mengucapkan kata yang jelas-jelas sangat
aku benci itu. aku benci kamu, pergi sana!! Bentakku, sembari menolak lengannya yang
berada di atas ranjang tempat sekarang aku meletakkan tubuhku. Aku sayang kamu katanya.
Apa dia tak tahu, betapa sakitnya hatiku mendengar kata itu. kalau sayang kenapa panggil
adek? Tanyaku, jujur setiap melihatnya aku tak tahan untuk menangis. Saat ini rasanya aku
ingin menangis dan memeluknya seperti dulu lagi.

Dia adalah bagas, dia kakak kelasku sewaktu di Sma. Saat pertama kali aku menginjakkan kaki
di sekolah baruku sambil mengenakan seragam baru, aku sudah menyukainya. Sepertinya dia
peka terhadap pandangan dan tatapanku ini. Karena, seminggu aku berada di sekolah baruku. Dia
menyatakan perasaannya padaku, jelas saja aku menerimanya dan kami pun jadian.

Dia cowok yang baik, tampan, keren dan sangat populer di sekolahan. Aku sangat beruntung bisa
memilikinya, dia sangat perhatian, baik dan sepertinya dia bangga memilikiku. Aku sangat
156

senang. Tapi, kesenaganku itu tak bertahan lama. Seminggu setelah haru kelulusanku di Sma,
aku mendapati kenyataan bahwa dia adalah abangku, abang kandungku. Betapa tidak sakit
hatinya aku, di saat aku sudah bermimpi akan membangun kehidupan di masa depan dengannya
dan sudah sangat mencintainya, tiba-tiba aku mendapat kabar dari ibuku bahwa dia adalah abang
kandungku.

Ayah bagas dan ibuku bercerai setahun setelah kelahiran bagas. Setahun kemudian, ibu menikah
dengan ayahku. Artinya, aku dan bagas satu ibu, satu perut. Apa bisa kami melanjutkan
hubungan ini ke jenjang yang lebih serius, dimana kami sudah berhayal tentang masa depan yang
akan kami bangun berdua.

Setelah mendengar kabar itu, aku benar-benar depresi dan tak tahu apa yang harus aku lakukan.
Pikiranku sangat pendek dan terus berpikir bahwa bunuh diri adalah jalan satu-satunya. Aku tak
bisa membayangkan, sepuluh tahun lagi atau beberapa tahun lagi melihat dia bersanding dengan
cewek lain, aku tak tahu betapa sakitnya dan hancurnya hatiku. Lebih baik aku mati.

Meminum racun adalah cara bunuh diri yang paling mudah, pikirku. Tapi, bayanganku tentang
kematian seketika sirna saat samar-samar aku melihat kehadirannya, kemudian membawaku ke
tempat yang sekarang ini sangat kubenci.

Aku mencoba untuk membenci orang yang sangat aku cintai itu, aku tak tahu seberapa lama aku
bisa menghilangkan rasa yang sangat dalam ini. Tapi sepertinya tak bisa, setiap hari dia terus
datang memberikan perhatian yang sama bahkan lebih, bagaimana bisa aku membencinya.
Kamu sayang sama aku sebagai apa? tanyaku dengan kepala tertunduk tak berani menatap
matanya yang memancarkan kehangatan itu. Dia tak menjawab, keadaan hening sebentar.
kemudian dia keluar dari ruanganku. Saat dia keluar, aku ingin sekali menghentikannya, ingin
sekali menyuruhnya agar terus disini bersamaku, menggenggam tanganku ini.
157

Tak berapa lama dia masuk, dengan membawa semangkuk bubur dan secangkir air putih
untukku. Kamu makan ya? Katanya menyodorkan sesendok bubur kearahku. Aku
sayang kamu bibirku seakan menolak untuk mengatakan kalau aku membencinya, karena hatiku
terus mendesak untuk mengatakan bahwa aku mencintainya. Dia terdiam, aku tahu dia juga
sedih. Dia juga tak menerima keadaan dimana aku adalah adik kandungnya.

Walau aku tak yakin, tapi aku akan berusaha untuk melupakannya, menghilangkan perasaan
yang sangat dalam ini dan akan membiasakan diri dengan keadaan baru, bahwa sebenarnya dia
adalah abang kandungku.

158

Anda mungkin juga menyukai