1
Be Lovely
Daftar Isi
Chapter I (Hal. 3)
Chapter II (Hal. 11)
Chapter III (Hal.18)
Chapter IV (Hal. 28)
Chapter V (Hal. 36)
Chapter VI (Hal. 47)
Chapter VII (Hal. 56)
Chapter VIII (Hal. 65)
Bumbu Pertama (Hal. 85)
Bahan Pelengkap (Hal. 92)
Penyedap Rasa (Hal. 97)
Sentuhan Akhir (Hal. 103)
Sempurna (Hal. 108)
2
Be Lovely
Chapter 1
Pagi itu Ali bersandar lesu pada sebuah badan bus, ini terjadi
karena neneknya memesan sebuah tiket liburan selama tiga hari.
Jika bukan karena permintaan dari sang nenek mungkin Ali
tidak akan mau ikut acara tidak jelas seperti ini. Sungguh, lebih
baik dia mendekam di ruang kerjanya seharian penuh
ketimbang harus pergi liburan seperti ini.
"Perhatian untuk para peserta tour! Lima menit lagi bus
akan melakukan pemberangkatan, jadi diharapkan para peserta
tour segera memasuki bus. Terima kasih!" Samar-samar Ali
mendengar instruksi dengan keadaan setengah mengantuk.
"TIUR! Gue jangan ditinggalin!"
Namun, seketika matanya melek ketika suara melengking
terdengar tepat di dekat gendang telinganya. Tidak sadarkah
gadis ini kalau bibirnya berada tepat di sebelah telinga Nathrali
Paku Bumi?
"Arghhhhh..."
Belum sempat bibir merah penuhnya mengeluh protes,
sepatu boots tujuh sentimeter milik gadis itu sudah menginjak
kakinya yang hanya menggunakan sandal karet murahan.
"Awww, asem banget tuh cewek, pakek tenaga gajah kali,"
rintih Ali sembari menatap jempolnya yang terlihat memerah,
dan siap meledak seperti spongebob. Tapi sayangnya Ali
bukanlah kartun.
3
Be Lovely
4
Be Lovely
kesialan apa yang terjadi, tapi Ali merasa ini adalah hari paling
buruk di dunia.
"Tujuan pertama kita adalah Pantai Indrayanti yang berada di
sisi timur Pantai Sedak, atau tepatnya 66 km dari Malioboro.
Perjalanan mungkin akan memakan waktu sekitar setengah hari,
jadi saya harap kalian nikmati perjalanannya saja. Selamat
beristirahat."
Prilly menatap ke arah jendela kaca, dengan posisi
memunggungi Ali yang duduk bersamanya. Hal ini terjadi
karena tempat kosong hanya tersisa di sebelah lelaki itu dan
Prilly tidak kebagian tempat duduk lainnya. Heol.
"Aku ingin pinjam earphone—"
"Jarak satu meter!" teriak Ali menunjuk wajah Prilly.
Membuat gadis itu urung meneruskan ucapannya dan memilih
meringkuk di pojokan seperti anak kucing.
"Aku tipe mabuk darat jadi—"
"Sudah gue bilang, ja-rak sa-tu me-ter. Ngerti? Dan
berhenti ganggu gue!"
Ali yang duduk di ujung kursi terlihat menyumpal
telinganya dengan earphone dan menutupi wajahnya
menggunakan tudung hoodie, Prilly memandang lelaki itu tak
berani mengatakan apa pun.
Hueeeekkkk...
Baru saja berkata seperti itu Prilly sudah memuntahkan
makan siangnya hingga mengotori celana merk L’evis hitam
milik Ali, gadis itu seketika panik melihat tatapan datar Ali
melayang ke arahnya.
"Jangan marah, maafin Prilly, Prilly enggak sengaja."
Prilly mengusap muntahannya menggunakan tisu basah.
5
Be Lovely
6
Be Lovely
7
Be Lovely
Meski hari kian larut, kedua mata Ali tak juga tertutup. Lelaki
itu terlalu asyik memandangi langit-langit kamar, dengan satu
lengan kekarnya menjadi alas kepala. Sebenarnya Ali sedikit
terganggu dengan suara gaduh yang samar terdengar dari
kamar sebelah, tapi lelaki itu masih terdiam. Menganggap suara
gaduh itu selayaknya anjing lewat saja.
"Bunda! Prilly kepleset!"
Hingga dia kemudian bangkit, ketika suara teriakan itu
makin jelas terdengar. Dia hafal sekali, dalang di balik
kegaduhan tembok ini.
"Gue enggak ngerti, kenapa harus dipertemukan sama
cewek shhss ... bocah macem tuh orang," ucapnya memijat
pelipis dan sibuk mondar-mandir di dekat kasur.
"Tiur! Jannah! Bantuin Prilly!"
Ali makin menggeram gemas saja mendengar teriakan
yang bisa membangunkan peserta tour lainnya, termasuk
dirinya.
"Lo minta gue sumpel sandal atau sepatu sih, bocah!"
teriaknya frustrasi. Dengan penuh rasa emosi lelaki itu
mendatangi kamar yang dihuni oleh Prilly dan kedua temannya
itu, tulang jarinya mengetuk pintu motel tidak biasa.
Tok. Tok. Tok.
8
Be Lovely
9
Be Lovely
10
Be Lovely
Chapter 2
Setelah menginap semalaman di motel, akhirnya rombongan
tour sampai juga di tujuan. Pantai Indrayanti. Letaknya yang
berada di balik warung mengharuskan para peserta masuk
lewat sela jajaran warung tersebut.
Prilly mencebikkan bibirnya di dalam bus, dia tidak bisa
ikut bermain air karena kakinya yang membengkak pasca
keseleo tadi malam. Salahnya juga menolak diurut oleh Ali,
malahan gadis itu menendang wajah Ali hingga membiru
sebagai bentuk penolakan. Jadilah lelaki itu marah (lagi) sama
Prilly.
“Aku pengen ke luar, aku enggak bisa bernapas di sini!”
pekik Prilly menyandarkan bahu lesu ke kepala kursi.
“Makanya kalo ditolongin tuh mau. Lo sih kebanyakan
alay, jadi makin bengkak aja ‘kan kaki lo.”
Pipi Prilly menggembung sebal, mendengar suara Jannah
mengomelinya kesekian kali. Tiur kebagian mengajak peserta
keliling pantai, jadilah Jannah yang menjaga Prilly di dalam
bus.
“Lagi sakit dimanjain kek, ini diomelin muluk.”
“Emang lo-nya aja yang demen diomelin,” ucap Jannah
kembali fokus ke arah ponselnya, membuat Prilly menghentak
kakinya sebal sebelum kemudian mengaduh.
“Huwaaa, sakit!”
11
Be Lovely
“Tuh baru gitu udah dapet karma aja lo.” Jannah menutup
mulutnya menahan tawa. Melihat air mata Prilly sudah
menggenang saja di sudut matanya, dasar bocah.
“Jannah galak. Mirip sama Mas Monster! Huwaa, Prilly
butuh perhatian!” Teriakan Prilly membuat Jannah
membungkam mulut receh Prilly menggunakan selembar tisu.
“Ishhh, pokoknya Prilly ngambek kuadrat sama Jannah.”
Prilly mendorong bahu Jannah yang terduduk di kursi
paling pinggir, setengah menangis Prilly memaksa menarik
langkahnya keluar dari dalam bus, meski sedikit tertatih.
“Kuatkanlah Jannah Ya Allah, berasa ngemong anak TK
lagi tour gue.” Helaan napas Jannah keluar disusul pekikan
frustrasi dari bibirnya.
12
Be Lovely
13
Be Lovely
14
Be Lovely
15
Be Lovely
16
Be Lovely
17
Be Lovely
Chapter 3
Malam mulai diselam, menciptakan sederet cerita dari
lampu kota yang mulai menyala seiring roda bus menggilas
jalan. Membelah Malioboro menjadi kisah malam minggu.
Perjalanan kembali berlanjut setelah mereka mampir ke sebuah
warung bebek sejenak, selama tiga hari para peserta tour akan
menginap di hotel berbintang dan digiring mengelilingi
panorama Malioboro.
“Jannah habis ini kita mau kemana sih?” Prilly bertanya
sambil melongok melihat jendela yang terbias cahaya lampu
jalanan.
“Mendingan lo jadi peserta ajadeh kalo enggak hafal
jadwal. Isi pikiran lo mas monster mulu ini, jadi suka gagal
fokus. Cewek oon kasmaran ya jadinya kayak gini nih, stres,”
ucap Jannah membuat Prilly berteriak cukup kencang.
“Ihh, kok Jannah tau. Prilly jadi malu.”
Prilly menenggelamkan wajahnya pada bahu Tiur yang
tampak pulas terlelap, maklum gadis itu sudah bekerja
menggiring peserta mengelilingi Pantai Indrayanti selama dua
jam bersama Riko, rekan lainnya yang kini sedang berbicara di
depan untuk menyampaikan tujuan yang akan peserta kunjungi
setelah ini. Dan untuk tiga hari ini peserta akan bebas tanpa
diikuti oleh tour guide, mereka akan dilepas dan dibiarkan
keliling untuk mencari tujuan mereka masing-masing.
18
Be Lovely
19
Be Lovely
“Ini lo kasihin kunci kamarnya ke Mas Ali, dia lagi izin ke toilet
tadi!”
Prilly memandangi kunci yang Tiur ulurkan ragu, dia
menggigit bibir bawahnya kebingungan. Tidak taukah Tiur
kalau sekarang Prilly sedang malu untuk berhadapan dengan
Ali. Setelah pertanyaan tanpa jawaban terlontar, lelaki itu
tampak bungkam dan lebih menyeramkan dari biasanya.
Apakah mungkin Ali
tidak menyukai Prilly juga? Huftt, siapa yang mau suka dengan
gadis oon seperti Prilly.
“Kenapa? Takut? Bukannya lo hobi banget bikin Mas Ali
ngamuk ya?” tanya Tiur membuat Prilly perlahan mengulurkan
tangan untuk meraih kunci itu.
“Tapi kamu temenin aku ketemu Mas Monster, Prilly
malu,” katanya sambil menundukkan pandangan.
20
Be Lovely
21
Be Lovely
22
Be Lovely
23
Be Lovely
24
Be Lovely
25
Be Lovely
26
Be Lovely
27
Be Lovely
Chapter 4
Dalam hitungan detik wajah keduanya sudah menempel, di
bawah pengaruh alkohol Prilly menjangkau bibir Ali dan ganti
mencium lelaki itu duluan. Walaupun mencoba menghentikan
aksi Prilly, Ali tetap tak berhasil. Gadis itu bahkan dengan
cepat berhasil melepaskan jaket dari tubuhnya.
“Prilly! Jangan gila, lo lagi mabuk dan kita akan
menyesal!” teriak Ali membuat kedua mata Prilly terbuka
seketika.
Hoeekkk.
Gadis itu muntah hingga mengotori jaket depan Ali yang
masih berada di atas Prilly, setelahnya Prilly seperti kehilangan
kesadaran, kedua matanya tertutup seiring embusan napas yang
teratur.
Ali segera bangkit dari atas tubuh Prilly, dan duduk di
pinggiran ranjang. Hampir saja mereka melampaui batas, jika
Prilly tidak muntah seperti tadi. Haihh, kalau tidak sedang
berdebar mungkin Ali akan mengamuk pada gadis ini, tapi
beruntung, sekarang lelaki itu beranjak tanpa suara. Hanya
menaikkan selimut bed cover yang acak-acakan di bawah kaki
gadis itu.
“Untung gue enggak khilaf,” gumam Ali pelan,
mengarahkan tangannya untuk mengelus kening Prilly.
“Makin hari, lo makin agresif aja ya. Untung aja gue
enggak mudah digoda sama setan gila macam lo.” Lelaki itu
28
Be Lovely
“Emhhh….”
Di bawah selimut putih, Prilly menggeliat. Mengerjapkan
kedua matanya agar sesuai dengan bias cahaya fajar yang mulai
menembus gorden transparan setinggi dua meter itu, dia
terdiam menatap jam dinding. Pukul tujuh pagi. Prilly hampir
kembali melayang, namun notifikasi panjang membuat dia
mengurungkan niatnya. Membuka pesan Tiur, gadis itu
terlonjak kaget.
“Argghhh, Mas Abdi pasti ngamuk nih. Aduh, bisa-bisa
aku beneran dipecat sama Pak Malik!” teriaknya panik.
Cepat-cepat dia memakai sandalnya, mengusap iler yang
terasa menempel di sudut bibirnya dan mencepol rambutnya
asal. Dia lekas keluar dari kamar dengan tergesa.
“Heh, bocah!”
Tak menghiraukan teriakan Ali, Prilly segera menyingkir
ke kiri menghindari Ali yang sudah menghadang langkah di
depannya.
29
Be Lovely
“Udah sehat aja lo, enggak niat mau perkosa gue lagi?”
Seketika langkah Prilly terhenti, dia melirik ke arah tubuhnya
yang hanya berbalut kaos merah jambu berlengan pendek.
Prilly panik dan langsung menyilangkan kedua tangan di
depan dadanya, dia menatap Ali dengan tatapan intimidasi, tapi
lelaki itu mengangkat kedua alisnya seakan bertanya ‘kenapa?’
“Mas Monster semalem ngapain Prilly? Ishh, kalo
cintanya ditolak ngapain grepe-grepe!” ucap Prilly menunjuk
Ali menuduh. Telapak Ali melayang menepuk kening Prilly,
seperti yang dilakukan semalam hanya saja sekarang agak
keras hingga Prilly mengaduh.
“Heh, yang ada lo kali yang grepe-grepe gue. Makanya,
anak kecil tuh jangan minum-minum deh! Untung ada gue, kalo
enggak udah gak jadi cewek lagi deh lo.”
Sebenarnya, Ali sedikit kepikiran tentang pengakuan
Prilly malam itu. Tapi mengingat kelakuan Prilly yang seperti
anak kecil membuat dia tidak yakin, apalagi sang nenek yang
sudah mewanti agar dirinya tidak dulu jatuh cinta membuat Ali
semakin urung. Meski tak bisa dipungkiri kalau sekarang, dia
merasa beda jika sehari tidak mendengar teriakan gadis ini.
“Prilly enggak mungkin gitu, Mas Monster jangan nuduh
deh!” Meski pipinya memerah Prilly mencoba mengelak.
Tidak membenarkan semua perkataan Ali.
“Terus lo kira, gue yang grepe-grepe lo gitu? Dada datar,
bokong datar gitu apanya yang mau gue grepe hah?” tanya Ali
menunjuk Prilly, hingga dia memundurkan tubuhnya dan
menepuk tangan Ali garang.
Lelaki itu tertawa, lalu melepas jaket yang baru dia
gunakan untuk jogging menyusuri Malioboro, suhunya
30
Be Lovely
31
Be Lovely
32
Be Lovely
33
Be Lovely
34
Be Lovely
35
Be Lovely
Chapter 5
“Luna cantik ‘kan Li?” Ali menggaruk hidungnya yang tak
gatal, malas menanggapi pertanyaan neneknya. Niat sekali
ingin membuat Ali jatuh cinta pada wanita modis seperti Luna.
“Mas Monster! Kita harus bicara.”
Datang tak diundang Prilly sudah nyerocos panjang,
menghujani tubuh berototnya dengan pukulan-pukulan yang
sama sekali tak berefek. Ali meraih pergelangan tangan gadis
itu, bibirnya mendesis lirih pertanda jika Prilly harus diam tak
bicara.
“Nanti Ali telfon lagi nek,” tutup Ali menekan tombol
merah pada layar pipihnya, panggilan terputus sedangkan
Prilly berjinjit seakan penasaran dengan penelepon itu.
“Bisa enggak kurangi hobi teriak-teriak lo itu?” pinta Ali
menepuk dahi Prilly—seperti kebiasaannya. Prilly
menggembungkan pipinya sebal, dan balas memukul dada
bidang terlapisi kaos putih lengan panjang. Ali tertawa senang,
persoalan pelik yang baru saja terjadi antara dia dan neneknya
seakan lenyap terbawa angin begitu saja. Dia mengangkat
sebelah alisnya bertanya.
“Mas Monster, kenapa batalin dessert-nya?” tanya Prilly
dibalas acakan pada rambutnya.
Hanya senyum saja menjadi jawaban atas pertanyaannya,
membuat Prilly mengejar langkah lelaki yang baru membantu
36
Be Lovely
37
Be Lovely
“Ali tolong ambilin bakpia dekat kamu itu dong! Aku mau
nyicipin.” Dia Anggi salah satu peserta yang gencar sekali
mendekati Ali sejak tadi pagi.
Dengan cepat Prilly mengambil capitan dalam genggaman
tangan Ali, lalu memberikan satu biji bakpia kepada Anggi.
Tatapannya lebih garang, kentara kalau gadis itu tidak suka
tingkah laku Anggi.
“Makasih.”
Anggi tersenyum masam, mengucapkan kalimat dengan
sedikit kaku. Dari kejauhan Ali tertawa menyadari tingkah laku
Prilly, yang seperti orang cemburu.
“Sttt, lo ada main ya sama tour guide kecil itu? Daritadi
pandangan lo enggak lepas dari tuh cewek.” Fajar menyenggol
lengan Ali dengan dagu terangkat seolah menunjuk pada Prilly
yang sibuk berjalan kesana kemari untuk melayani peserta.
Lelaki tambun dengan kain batik emas terikat di
kepalanya, membuat Ali tercenung seketika. Cinta? Rasanya
tidak mungkin. Bahkan beberapa hari lalu dia baru saja
menolak gadis itu terang-terangan.
“Jangan permainin perasaan dia bos. Gue enggak mau
kalo pada akhirnya lo anggep dia sama seperti Luna.”
Mungkinkah perhatiannya selama ini hanya karena Ali
menganggap Prilly yang manja seperti almarhumah Salwa
adiknya? Atau dia takut jika saat dia sudah benar jatuh cinta,
Prilly hanya terbawa suasana saja?
“Ya, dia memang kayak adik bagi gue.”
38
Be Lovely
“Hikss, kalo Mas Abdi enggak bisa kasih izin. Setelah Bunda
sembuh, Prilly bakal datangi kantor Pak Malik untuk
mengajukan pengunduran.” Air mata Prilly menderas sejak
mendapat kabar bahwa bunda masuk rumah sakit, bahkan
kedua mata gadis itu terlihat membengkak karena terlalu lama
menangis.
Izin yang tak kunjung ia dapatkan dari Abdi, semakin
menambah kepanikan dengan pikiran-pikiran buruk tentang
bunda yang berada di Palangkaraya; kampung halamannya.
Mau tak mau Prilly memutuskan resign, jika Abdi masih kekeh
tak memberi izin. Kondisi bunda adalah prioritas utama saat ini.
Di depannya Abdi juga ikut kebingungan, menghempas napas
kuat akhirnya Abdi mengangguk-angguk.
“Oke, tapi besok kamu harus pulang lagi ke sini!” Abdi
mengajukan penawaran, membuat pekikan Prilly berganti
desahan kecewa.
“Yahhh, Mas Abdi tega! Kalau Prilly pulang besok yang
jagain Bunda siapa? Yang ngerawat Bunda siapa?”
Mata Prilly mengedip polos, berusaha merayu netra
cokelat madu Abdi agar segera melunak dengan permintaannya.
39
Be Lovely
40
Be Lovely
41
Be Lovely
42
Be Lovely
43
Be Lovely
44
Be Lovely
45
Be Lovely
46
Be Lovely
47
Be Lovely
Chapter 6
“Yang disuntik Bunda, ngapa yang nangis elu sih?” Qrilly
memukul kepala adiknya sambil mengempaskan bokong di
sebelah Prilly yang menangis, si cengeng itu histeris saat suster
datang menyuntik bunda mereka.
Prilly melotot galak, ingin balas memukul Qrilly jika
suara ayah tidak menghalangi niatnya. Mengingatkan dalam
perut Qrilly ada calon keponakannya yang akan lahir dua bulan
lagi, beruntung sekali.
“Asik, gue dibelain Ayah! Sayang Ayah!” ucap Qrilly
melempar ciuman jauh ke arah ayahnya.
Merasa tak terima, Prilly mendekati bunda dengan tangis
makin keras. Dasar Qrilly! Sudah tahu punya adik cengeng,
digodain juga.
“Udah-udah, Bunda lagi sakit gini kok malah pada
berantem. Emhhh, kamu juga! Jangan terlalu gampang nangis.
Kalau udah nikah, kabur kali suami kamu,” goda bunda pada
Prilly.
“Ihh, nanti Prilly disayang-sayang kok. Masa ada cowok
mau ninggalin cewek seimut Prilly.”
Kalimat bangga meluncur dari bibir tipis Prilly, membuat
semua yang ada dalam ruangan tertawa. Namun, tak lama
karena bunda masih harus banyak beristirahat. Dengan perut
besarnya, Qrilly dan Arbi pamit pulang. Wanita itu juga tak
48
Be Lovely
49
Be Lovely
50
Be Lovely
“Pak?”
Baru saat lengannya tersentuh, Ali mengangguk. Dia
mengerjap lalu membolak-balik dokumen di meja, berusaha
memusatkan pikiran yang terus berkelana ke mana-mana.
51
Be Lovely
52
Be Lovely
53
Be Lovely
54
Be Lovely
“Kamu kasih uang aja deh Li, biar berobat sendiri. Itu juga
salah dia sendiri ‘kan.” Masih belum puas mengomel, bahkan
Ali pun jadi kena semprot. Lelaki itu Cuma mengangguk dan
cepat menghampiri si gadis.
“Mas Monster? Arghh, kangen!”
Belum selesai kekagetan Ali, si gadis sudah berlari
merangkul bahunya erat. Prilly. Pantas ceroboh untung tidak
apa-apa.
“Heh, Idiot! Lo tuh kalo nyebrang hati-hati dong, untung
enggak mati. Ini sakit?” tanya Ali masih bingung berkata-kata.
Ujung jarinya menyentuh darah di dahi Prilly pelan, sepertinya
sakit karena gadis itu meringis pelan.
“Yang kemarin telepon Prilly itu Mas Monster ‘kan?
Ciattt, kangen ya? Sampe minta nomer Prilly ke Tiur.”
Bukannya menjawab Prilly malah balik bertanya.
Dan hal itu benar-benar membuat suasana jadi ramai. Ini
yang Ali rindukan.
55
Be Lovely
56
Be Lovely
Chapter 7
Prilly berlari kecil membuntuti langkah besar Ali, sedangkan
nenek berjalan sejajar dengan lelaki itu. Sekali-sekali melirik
padanya tajam, dan Prilly cuma menunduk tak berani
membalas tatapan nenek. Menyeramkan, seperti membunuh.
Aslinya ketika Ali mengajak gadis itu sudah tidak
diperbolehkan, tapi apa daya. Lelaki itu mengancam menolak
ikut jika Prilly tidak diajak, jadilah nenek setuju saja. Daripada
batal. Ia tak ingin membuat Luna sakit hati lagi gara-gara
kelakuan Ali.
“Nenek….!” teriak Luna mencium pipi kanan-kiri nenek
begitu mereka sampai.
Prilly hanya mengangguk kaku saat gadis tinggi ini beralih
menatapnya, cantik. Pantas saja mas monster mau. Sekilas
Luna menyapa Ali, menarik tangannya agar duduk di kursi
sebelah gadis itu. Dia tersenyum manis, mendekatkan kursi
agar semakin merapat dengan Ali.
“Buruan nikahin, Li. Udah kelihatan cocok bersanding di
pelaminan,” kata nenek berkedip nakal.
Tak tahu kenapa Prilly jadi marah, dia benci pada gadis
yang sedang coba dekat-dekat dengan Ali ini. “Aku duduk di
samping Mas Monster ya?”
Belum sempat bokongnya mendarat, Prilly merasa ditarik
kuat.
57
Be Lovely
58
Be Lovely
59
Be Lovely
60
Be Lovely
61
Be Lovely
62
Be Lovely
63
Be Lovely
64
Be Lovely
65
Be Lovely
Chapter 8
Suara isakan membangunkan Ali dari tidur panjangnya, dia
meraba sisi tempat tidur masih setengah mengantuk. Tak lama,
lelaki itu melonjak terkejut dan langsung berlari menuju kamar
mandi setelah meraih celana pendeknya yang teronggok di
lantai.
Di sana, dia mendapati Prilly sesenggukan sambil
meremas-remas sikat gigi dalam genggaman. Ali mendekat,
mendekap tubuh Prilly yang semakin kecil karena mengenakan
pakaiannya. Kecupan sayang mendarat di ujung kepala gadis
itu. Maksudnya wanita.
“Kenapa, Sayang?” tanya Ali menghapus air mata Prilly
menggunakan sepuluh jarinya.
“Hiks … ak- aku … aku hamil.”
Jawaban Prilly justru membuat Ali tertawa, sekali lagi
bibirnya mendarat kali ini di kening Prilly cukup lama.
Tanpa menghentikan tawanya, Ali berlutut menyamakan
tinggi dengan perut balon milik Prilly. Mengecup lalu
meletakkan kepala di sana tanpa memberi tekanan berarti,
tanda-tanda kehidupan dia rasa ketika dua jagoannya berebut
saling menendang.
“Mama lupa lagi, Sayang,” ejek Ali kembali tertawa kecil.
Meski akan menjadi ibu, kebiasaan pelupa Prilly memang
sudah mendarah daging.
66
Be Lovely
67
Be Lovely
68
Be Lovely
69
Be Lovely
70
Be Lovely
71
Be Lovely
72
Be Lovely
____________
73
Be Lovely
74
Be Lovely
75
Be Lovely
76
Be Lovely
77
Be Lovely
78
Be Lovely
sang bunda. Tapi ini demi Ali. Gadis itu tak bisa serta-merta
melepas Ali dengan Luna begitu saja. Ingat, ini bukan cerita
upik abu tapi kisah lomba tujuh belas agustus karena penuh
perjuangan jadi Prilly akan berjuang mendapatkan keadilan.
“Stt, woi! Udahan belom?”
Jempol kanannya teracung sempurna, merapikan ujung
dress ketat pas badan Prilly lekas mendekat ke arah suara
skeptis. Bibir tipisnya yang dipoles pewarna merah tampak
berbicara sebagai isyarat bimbang, “nanti kalo Mas Monster
marahin Prilly gimana, Jannah?”
Iya, Jannah.
Gadis itu spesial diutus menjadi agen rahasia pejuang
cinta, habis Prilly ancamannya ilmu hitam begitu. Terpaksa ia
menurut daripada tubuh gempalnya harus kena santet, entah
siapa yang menyihir kepolosan Prilly hingga berubah iblis
dalam sekejap. Awas saja!
Padahal Prilly mana berani ke tempat-tempat berbau sekte,
bisa ngompol duluan. Salah Jannah juga, mudah dikelabuhi
oleh orang aneh seperti Prilly.
“Halah, yang lo perjuangin juga si tai itu ngapain harus
takut sih bocah!” semprot Jannah sekaligus berdecak luar biasa
sebal.
“Ihh Jannah ngomong kasar, Mas Monster itu bukan tai
tapi eek. Jahat banget Prilly ditinggal nikah sama Luna.”
Ratu drama beraksi. Andai mencekik bukan tindak
kriminal, mungkin Jannah akan melakukannya saat itu juga.
Pada Prilly tentunya. Entah kenapa setiap kali adu mulut
dengan Prilly, tekanan darahnya meningkat disertai gejala-
79
Be Lovely
80
Be Lovely
81
Be Lovely
82
Be Lovely
83
Be Lovely
84
Be Lovely
~Selesai~
85
Be Lovely
Bumbu
Pertama
"Kakak, udah buang! Gak mau gitu-gitu ihh, Prilly ‘kan udah
minta ampun!" teriakan si wanita perut buncit menggelegar
memecah ruangan. Seakan lupa kalau tengah berbadan dua, tak
sungkan ia juga berlari sesekali coba menghindar dari kejaran
sang kakak.
Hampir sebulan Arbi dan Qrilly pindah domisili ke Jakarta,
tentu hanya sementara sesuai perintah pindah tugas dari kantor
suaminya.
Apabila Ali melihat ini, mungkin Arbi langsung diminta
menalak Qrilly. Meski begitu, wanita yang dua tahun lebih tua
dari adiknya itu seperti belum kapok menjahili Prilly. Habis
sikap polos Prilly kadang minta dizalimi. Lagipula ia hanya
bergurau mengancam akan mencoblos perut Prilly agar meletus,
tidak terduga anak itu langsung kabur dengan raut benar-benar
ketakutan.
Qrilly meringis sejenak mendapati adiknya melangkah
cepat tanpa memperhatikan jalan, bahkan sedikit oleng dalam
beberapa waktu. Belum sempat bibirnya terbuka
memperingatkan, justru kembali terkatup. Pelipisnya
membasah ketika pori-pori seakan memeras keringat dari kulit,
86
Be Lovely
"Lo apain bini gue, bangsat!" Arbi menodong kerah kemeja Ali,
telak pukulan-pukulan menyasar pada rahang, pipi dan hidung
Ali membalas apa yang telah pria itu perbuat pada sang istri.
Ali tertawa sinis, tatapnya nyalang tak gentar melawan
Arbi. Sobekan serta lebam mulai tampak sana-sini, ia
tersenyum sekali lagi balas meraih bahu Arbi lalu menepuknya
seakan berdebu. "Bini lo ... Hampir bikin anak gue mati! Gara-
gara ulah bodoh bini lo, sekarang Prilly kesakitan bro di dalam
sana! Jadi gak ada salahnya dia juga ngerasain APA YANG
BINI GUE RASAIN!"
87
Be Lovely
88
Be Lovely
89
Be Lovely
90
Be Lovely
91
Be Lovely
92
Be Lovely
Bahan
Pelengkap
Perasaan linglung membayang ketika Ali mulai menggerakkan
kelopak mata setengah sadar, rasa pusing yang teramat
membuat pria tersebut merintih tak tahan ditambah denyutan-
denyutan kencang menghantam pelipisnya. Beberapa kali ia
berkedip, mencari titik fokus saat retinanya hanya merekam
keburaman. Begitu semuanya jelas, rasa sakit di kepalanya
menjalar hingga jantung. Dentuman keras terjadi bersamaan
kenyerian.
Di sisi pria itu, tubuh Ara tampak tergolek lemas dengan
selimut melungkupi badan tanpa busana keduanya. Ali makin
terkejut mendapati bercak-bercak merah terlukis pada bahu Ara,
matanya memanas. Pelan kepalan jemarinya bergerak sekadar
memberi hantaman ringan ke arah kepalanya, coba
menyadarkan jika rentetan bayangan erotis itu hanyalah mimpi.
Namun tak berarti.
Karena, Ali benar melakukannya.
Bahkan tepat pada hari kelahiran buah hatinya.
“P—hhh, Prilly. Bagaimana keadaannya?”
Seingat Ali, dia setuju menghadiri pertemuan sesuai
kesepakatan final kemarin malam. Berlokasi di hotel kelas
93
Be Lovely
94
Be Lovely
95
Be Lovely
96
Be Lovely
97
Be Lovely
Penyedap
Rasa
Embus udara panas terpantul oleh kaca diameter pas ruang
tempatnya merenung kini, sisi putih matanya memerah geram,
terbang lantas lepas landas pada retina yang sama resah di
depannya. Ali membanting benda panjang sekaligus menyobek
kecil bentang lembar putih logo rumah sakit kota, segalanya
tambah runyam, maaf dari Prilly belum ia raih namun efek dari
peristiwa malam itu Ali tuai setelah satu bulan berlalu.
Ekspresi Ara sama gelisah, cemas menanti reaksi impulsif
lain yang akan dilontar sang mantan atasan.
“Bunuh bayi itu!” suruhnya tepat sasaran.
“Tapi … tapi kenapa, Pak?”
Tawa kencang serupa sakit depresi tersembur bak
komponen letusan gunung api, kemudian tatapnya menohok
tajam, mendekati gadis itu khas hawa seram seolah Ali siap
menelan Ara kapanpun ia ingin.
Ali menyentuh perut Ara setengah menepuk, “Kamu pikir
saya akan legowo lalu menikahi kamu? Tidak akan! Saya hanya
akan menikah dengan satu wanita dan itu Prilly. Istri saya.”
“Kamu yang bilang semuanya berakhir. Jadi jangan harap
dapat apa pun dari saya!” lanjutnya mengayun langkah ke arah
pintu ruangan setengah dibanting.
98
Be Lovely
99
Be Lovely
100
Be Lovely
Jika lupa anak-istri, paling Ali sudah tiada sejak tadi sebab
memilih lompat dari gedung lantai dua puluh. Tangan
kanannya memantik korek gas, pertama kalinya menyulut bara
api pada gulungan tembakau yang terapit bibir. Konon bisa
mengentaskan kalut seseorang, juga jalan akhir untuk
menenangkan pikiran. Rekan baru sesama manajer di cabang
Bandung cuma berdecak, mengibar bendera putih tanda pasrah.
Nasehat ala orang jaman dulu pun tak mempan menembus
kekerasan hati Ali.
“Rasanya pahit, Li. Mana bikin bibir item lagi, kan gak
asik kalo nanti lo jadi rebutan gincu sama bini lu.” Leri tertawa
sendiri dengan bualannya. Geli juga ternyata.
Ali membuang kepulan asap tepat di wajah Leri. Sengaja
supaya pria cerewet itu bungkam.
“Dasar setan lu, uhuk uhuk. Bisa-bisa belum malam
pertama udah kena paru-paru duluan gue!” protesnya
mendorong bahu Ali sedikit dendam.
Diam. Malas menanggapi.
101
Be Lovely
102
Be Lovely
103
Be Lovely
104
Be Lovely
Sentuhan
Akhir
“Udah makin buluk, mabuk-mabukan pula. Untung aja udah
laku nih bocah.” Lagi dan lagi Leri kembali direpotkan ulah Ali
yang makin brutal akhir-akhir ini, keluar masuk pub seperti
rutinitas baru termasuk aktivitas menyusahkan Leri. Belum lagi
setiap menjemput Ali, ia harus kena grepe tante-tante yang
sudah kendor. Beda cerita kalau gadis, Leri akan sujud syukur
sih buat rejeki tersebut.
Sembilan bulan lambat berganti, apalagi Prilly seakan
tertelan bumi sejak telepon malam itu. Bagaimana kabar
putranya? Apa ia sudah berjalan atau berbicara? Bahkan
namanya saja Ali tidak tahu, ayah macam apa ia sebenarnya.
Pria itu mendorong Leri, tolakan dari empati kawannya.
Sempoyongan ia menyasar dinding. Meringsek ke lantai lalu
muntah cukup parah.
“Anterin gue ke rumah sakit, Ara udah lahiran. Nenek
nyuruh gue ngambil hasil DNA sekarang,” titahnya lemas.
Detak jam bersiul perlahan, begitu banyak waktu yang Ali
habiskan penuh kekosongan. Dengan tangannya sendiri, ia
akan meraih bahagia kembali. Takdir amat kejam merenggut
105
Be Lovely
106
Be Lovely
107
Be Lovely
108
Be Lovely
109
Be Lovely
Sempurna
“Bubu cuma minta dikit aja, Nat. Pelit banget.”
“Ni cuma buak ana ecil ja, Ubu.”
Prilly manyun, menelan ludah menyaksikan antusiasme
Nata memakan es krim coklat bawaan sang ayah. Namun, pria
itu seolah lupa jika punya dua anak kecil di rumah—ibu kecil
tepatnya. Kita saksikan dalam beberapa detik ke depan drama
baru dimulai, lebih-lebih mata bulat Prilly tak habis dari
putranya.
“Huaaa, Babas pelitt! Adek juga pelit! Bubu marah sama
kalian!” tangisannya kacau memecah belah seisi rumah.
Ali semula santai menikmati ritual mandi, buru-buru
meraih handuk piyama berlari menuju lantai bawah. Nata
tenang-tenang saja duduk bersandar pada mini bar, ouh ia lupa
bidadarinya pasti tengah murka. Pria itu lanjut berkeliling
mendeteksi posisi Prilly.
Ibu satu anak itu meringkuk di ayunan rotan halaman
rumah, pandangannya jatuh pada gerbang rumah sambil
menajamkan pendengaram. Mungkin Prilly menunggu penjual
es krim yang biasa keliling komplek.
“Bubu mau es krim ya? Maaf tadi uang Babas ngepas terus
kartu debit Babas dipinjem Leri belum dikembaliin.”
Fokus Prilly tak lagi pada apa yang Ali ucapkan,
melainkan dari mana kalimat itu berasal. Si tebal merah yang
110
Be Lovely
111
Be Lovely
112