Anda di halaman 1dari 112

Be Lovely

1
Be Lovely

Daftar Isi
Chapter I (Hal. 3)
Chapter II (Hal. 11)
Chapter III (Hal.18)
Chapter IV (Hal. 28)
Chapter V (Hal. 36)
Chapter VI (Hal. 47)
Chapter VII (Hal. 56)
Chapter VIII (Hal. 65)
Bumbu Pertama (Hal. 85)
Bahan Pelengkap (Hal. 92)
Penyedap Rasa (Hal. 97)
Sentuhan Akhir (Hal. 103)
Sempurna (Hal. 108)

2
Be Lovely

Chapter 1
Pagi itu Ali bersandar lesu pada sebuah badan bus, ini terjadi
karena neneknya memesan sebuah tiket liburan selama tiga hari.
Jika bukan karena permintaan dari sang nenek mungkin Ali
tidak akan mau ikut acara tidak jelas seperti ini. Sungguh, lebih
baik dia mendekam di ruang kerjanya seharian penuh
ketimbang harus pergi liburan seperti ini.
"Perhatian untuk para peserta tour! Lima menit lagi bus
akan melakukan pemberangkatan, jadi diharapkan para peserta
tour segera memasuki bus. Terima kasih!" Samar-samar Ali
mendengar instruksi dengan keadaan setengah mengantuk.
"TIUR! Gue jangan ditinggalin!"
Namun, seketika matanya melek ketika suara melengking
terdengar tepat di dekat gendang telinganya. Tidak sadarkah
gadis ini kalau bibirnya berada tepat di sebelah telinga Nathrali
Paku Bumi?
"Arghhhhh..."
Belum sempat bibir merah penuhnya mengeluh protes,
sepatu boots tujuh sentimeter milik gadis itu sudah menginjak
kakinya yang hanya menggunakan sandal karet murahan.
"Awww, asem banget tuh cewek, pakek tenaga gajah kali,"
rintih Ali sembari menatap jempolnya yang terlihat memerah,
dan siap meledak seperti spongebob. Tapi sayangnya Ali
bukanlah kartun.

3
Be Lovely

"Mas kenapa belum masuk? Enggak denger


pemberitahuan?" Sebelum masuk ke dalam bus, gadis itu
menyempatkan diri bertanya dengan tampang tak berdosa. Hal
itu membuat Ali merasa ingin menonjok wajahnya saja.
"Gimana gue denger kalo lo terus-terusan teriak di deket
telinga gue?!" jawab lelaki itu marah.
"Aisshh, galak sekali. Lagian Prilly enggak teriak deket
telinga kamu kok, kamunya aja baperan."
Prilly menggeleng seakan meyakinkan Ali jika dirinya
tidak melakukan hal yang dituduhkan, sayangnya Ali
mengalami kejadian itu sendiri. Jadi ucapan Prilly tidak akan
mengubah apa pun.
"Apa yang kayak gini lo sebut enggak teriak hah?!" pekik
Ali tepat di depan telinga Prilly. Baru kali ini, dia merasa
semarah ini.
"Ahhh, iya maaf, maaf. Prilly 'kan enggak tau ... hiksss
maaf."
Kedua tangan Ali mengepal gemas, seolah tangannya itu
sedang meremas gemas wajah gadis itu. Lihat, sekarang Prilly
malah menangis membuat Ali mendapat tatapan intimidasi dari
beberapa peserta yang sudah duduk manis sesuai nomor kursi
pada kartu peserta. Seakan Ali sedang dihakimi karena
memaksa memperkosa gadis ini.
"Astaga! Heii, enggak usah pakek nangis segala! Ck, oke-
oke gue minta maaf, suara lo tuh kenceng tahu gak?!" ujar Ali
justru mendapat tatapan marah dari Prilly.
"Dasar monster jahat! Galak, sukanya marah-marah!"
Sambil berlari masuk Prilly melempar koper besarnya ke
arah Ali, membuat lelaki itu terhuyung ke belakang. Entah

4
Be Lovely

kesialan apa yang terjadi, tapi Ali merasa ini adalah hari paling
buruk di dunia.
"Tujuan pertama kita adalah Pantai Indrayanti yang berada di
sisi timur Pantai Sedak, atau tepatnya 66 km dari Malioboro.
Perjalanan mungkin akan memakan waktu sekitar setengah hari,
jadi saya harap kalian nikmati perjalanannya saja. Selamat
beristirahat."
Prilly menatap ke arah jendela kaca, dengan posisi
memunggungi Ali yang duduk bersamanya. Hal ini terjadi
karena tempat kosong hanya tersisa di sebelah lelaki itu dan
Prilly tidak kebagian tempat duduk lainnya. Heol.
"Aku ingin pinjam earphone—"
"Jarak satu meter!" teriak Ali menunjuk wajah Prilly.
Membuat gadis itu urung meneruskan ucapannya dan memilih
meringkuk di pojokan seperti anak kucing.
"Aku tipe mabuk darat jadi—"
"Sudah gue bilang, ja-rak sa-tu me-ter. Ngerti? Dan
berhenti ganggu gue!"
Ali yang duduk di ujung kursi terlihat menyumpal
telinganya dengan earphone dan menutupi wajahnya
menggunakan tudung hoodie, Prilly memandang lelaki itu tak
berani mengatakan apa pun.
Hueeeekkkk...
Baru saja berkata seperti itu Prilly sudah memuntahkan
makan siangnya hingga mengotori celana merk L’evis hitam
milik Ali, gadis itu seketika panik melihat tatapan datar Ali
melayang ke arahnya.
"Jangan marah, maafin Prilly, Prilly enggak sengaja."
Prilly mengusap muntahannya menggunakan tisu basah.

5
Be Lovely

Namun, tetap hal itu membuat Ali tak mengubah tatapannya


apalagi mengeluarkan sepatah kata pun.
"Kenapa lo enggak bunuh gue sekalian hah? Oh, astaga.
Lo! Lo bener-bener bikin gue mati muda!" teriak Ali jengah.
Sembari berdiri dari tempat duduknya Ali menunjuk
wajah Prilly yang menunduk ketakutan, kurang satu kali lagi
Prilly membuat masalah kepada Ali.
"Maaf, hiks ... maafin Prilly!"
"Selain bikin masalah tuh bisa lo cuma nangis doang ya?
Terserah! Pokoknya gue enggak mau duduk sama dia!"
Tiur mendekat setelah Ali kembali berteriak, karena
beberapa orang mulai terganggu dengan keributan kecil antara
Ali dan Prilly.
"Prill, lo tuker duduk sama Mas Abdi sana. Kami mohon
maaf atas ketidaknyamanannya."
Prilly beranjak dari tempat duduknya dengan lelehan air
mata yang tidak mau berhenti.
"Gitu kek dari tadi."
"Sekali lagi hikss, Prilly minta maaf Mas Monster."
Selanjutnya gadis itu berjalan gontai menuju ke belakang,
untuk menggantikan posisi Mas Abdi. Dan sekarang Ali jadi
merasa bersalah telah membuat Prilly menangis. Jadi apa yang
harus mereka lakukan sekarang?
_________________

Perjalanan mereka menikmati Pantai Indrayanti, terhenti ketika


hujan deras tiba-tiba mengguyur jalanan yang mereka lewati.
Akhirnya, menginap semalam di motel terdekat menjadi

6
Be Lovely

pilihan. Sejak aksi protes mengundang perhatian tadi terjadi,


Ali masih harus mengucap istigfar seratus juta kali lagi.
Setelah menangis sesenggukan, sampai membuat Ali
berniat ingin meminta maaf. Prilly sudah kembali membuat
orang mengelus dada dengan tingkah absurdnya, mulai dari
bernyanyi di sepanjang perjalanan layaknya bocah esde,
sampai memutar film barbie di televisi kecil yang telah
disediakan. Seakan gadis itu lupa kalau habis menangis dan
hampir membanjiri badan bus.
"Nanti kamu sekamar sama aku 'kan? Pokoknya kita
sekamar." Prilly menarik kopernya semangat sehabis
mengajukan kalimat yang tidak bisa disebut dengan pertanyaan.
Sedangkan Tiur hanya menggeleng, mencoba
menguatkan dirinya sendiri.
"Tiur! Kamar kita disamping mas monster?" cicitnya
ketika Ali terlihat masuk ke dalam sebuah kamar yang berada
di sampingnya.
"Iya. Kenapa?" Dengan menjawab singkat, Tiur sibuk
sendiri mencari kunci kamar di dalam tas selempangnya.
"Yahhh, Prilly enggak bisa teriak-teriak dong atau mas
monster bisa ngamuk terus ngerobohin tembok."
"Imajinasi lo tuh terlalu tinggi tau nggak Prill! Lo kira mas
Ali tuh debus," ucap Tiur sambil mendorong kepala gadis itu
pelan.
"Tiur kok bisa tau namanya?"
Prilly menatap Tiur mengernyit, seperti sedang mencari
jawaban dari air muka Tiur yang malah tertawa dan mendorong
kepalanya sekali lagi.

7
Be Lovely

"Gue bukan ciri tour guide yang pemales kayak lo ya!"


Tiur meletakkan selembar kertas berisi daftar nama peserta ke
atas tangan Prilly. Sedangkan gadis itu hanya cengo, melihat
tubuh Tiur yang sudah menghilang ditelan debaman pintu.
"Monster Ali?”

Meski hari kian larut, kedua mata Ali tak juga tertutup. Lelaki
itu terlalu asyik memandangi langit-langit kamar, dengan satu
lengan kekarnya menjadi alas kepala. Sebenarnya Ali sedikit
terganggu dengan suara gaduh yang samar terdengar dari
kamar sebelah, tapi lelaki itu masih terdiam. Menganggap suara
gaduh itu selayaknya anjing lewat saja.
"Bunda! Prilly kepleset!"
Hingga dia kemudian bangkit, ketika suara teriakan itu
makin jelas terdengar. Dia hafal sekali, dalang di balik
kegaduhan tembok ini.
"Gue enggak ngerti, kenapa harus dipertemukan sama
cewek shhss ... bocah macem tuh orang," ucapnya memijat
pelipis dan sibuk mondar-mandir di dekat kasur.
"Tiur! Jannah! Bantuin Prilly!"
Ali makin menggeram gemas saja mendengar teriakan
yang bisa membangunkan peserta tour lainnya, termasuk
dirinya.
"Lo minta gue sumpel sandal atau sepatu sih, bocah!"
teriaknya frustrasi. Dengan penuh rasa emosi lelaki itu
mendatangi kamar yang dihuni oleh Prilly dan kedua temannya
itu, tulang jarinya mengetuk pintu motel tidak biasa.
Tok. Tok. Tok.

8
Be Lovely

"Heh! Bisa enggak pakek teriak 'kan? Suara lo bisa bikin


kuping semua orang tuh pecah tau enggak!" Ali berkata tak
selow sambil mengetuk pintu di depannya brutal.
"Mas Monster Ali?"
Kini mata Ali terpejam untuk sekedar mengurangi rasa
emosinya, tapi lelaki itu justru makin merasa terbakar
mendengar teriakan Prilly yang terus memanggilnya dengan
sebutan 'monster' itu.
"Mas Monster tolong bantuin Prilly!" teriak Prilly lagi,
membuat Ali langsung menerobos masuk kamar tanpa
mengetuk pintu itu lagi. Di dalam terlihat rapi dan senyap
seperti tak dihuni, maksudnya Ali tadi tidak sedang mendengar
suara hantu bukan?
"Di kamar mandi!"
Ali menyeret langkahnya menuju pintu bercat putih yang
terletak di sebelah kanan kamar, mungkin ini tempat yang
dimaksud Prilly.
"Lo enggak niat macem-macem sama gue 'kan?" tanya Ali
mengamati pintu putih itu lekat. Ragu untuk membukanya.
"Macem-macem tuh apa?" Prilly bertanya balik membuat
lelaki itu menepuk dahinya pelan. Tanpa pikir panjang Ali
membuka pintu kamar mandi, mendapati Prilly terlentang
kesakitan di dekat toilet.
Ali mengepalkan tangannya di depan mulut, bahunya
terlihat bergetar menahan tawa.
"Mas Ali kenapa?"
"Ehem, enggak. Lo kenapa tiduran di situ bukannya di
kasur?" tanya Ali berdeham, berusaha menutupi tawanya yang
hampir meledak.

9
Be Lovely

"Habis Mas Monster marah tadi, aku nangis terus pindah


duduk di samping Tiur. Terus waktu di jalan tadi hujan, jadi
kita mampir dulu ke motel. Terus aku sekamar sama Tiur sama
Jannah, waktu Prilly—"
"Lo nggak niat mau bikin novel 'kan? Langsung ke intinya
bisa?" Ali mengangkat alisnya dengan tangan terkepal setengah
melayang. Rasanya lelaki itu sudah gemas ingin menonjok
wajah Prilly.
"Pokoknya ceritanya tuh panjang, sekarang mas monster
bantuin aku ya?"
Prilly mengedipkan kedua matanya sok imut, tapi hal itu
malah membuat Ali berdecih dan mendekap kedua tangannya
di depan dada.
"Take and give. Setiap bantuan ada harganya."
"Ishhh, nolongin temen tuh jangan suka perhitungan mas
monster. Dosa, ntar enggak dapet pahala," ucap Prilly sama
sekali tak mengubah posisi Ali.
"Emang lo temen gue?"
Karena merasa kesal Prilly mencoba berdiri sendiri,
memaksakan dirinya. Tiba-tiba sebuah tangan kekar
mengangkat tubuh mungilnya dan berbicara tak berjarak di
depan wajah Prilly hingga gadis itu harus menahan napasnya.
"Makanya jadi cewek tuh jangan rese!"
Seketika kedua pipi Prilly bersemu merah.

10
Be Lovely

Chapter 2
Setelah menginap semalaman di motel, akhirnya rombongan
tour sampai juga di tujuan. Pantai Indrayanti. Letaknya yang
berada di balik warung mengharuskan para peserta masuk
lewat sela jajaran warung tersebut.
Prilly mencebikkan bibirnya di dalam bus, dia tidak bisa
ikut bermain air karena kakinya yang membengkak pasca
keseleo tadi malam. Salahnya juga menolak diurut oleh Ali,
malahan gadis itu menendang wajah Ali hingga membiru
sebagai bentuk penolakan. Jadilah lelaki itu marah (lagi) sama
Prilly.
“Aku pengen ke luar, aku enggak bisa bernapas di sini!”
pekik Prilly menyandarkan bahu lesu ke kepala kursi.
“Makanya kalo ditolongin tuh mau. Lo sih kebanyakan
alay, jadi makin bengkak aja ‘kan kaki lo.”
Pipi Prilly menggembung sebal, mendengar suara Jannah
mengomelinya kesekian kali. Tiur kebagian mengajak peserta
keliling pantai, jadilah Jannah yang menjaga Prilly di dalam
bus.
“Lagi sakit dimanjain kek, ini diomelin muluk.”
“Emang lo-nya aja yang demen diomelin,” ucap Jannah
kembali fokus ke arah ponselnya, membuat Prilly menghentak
kakinya sebal sebelum kemudian mengaduh.
“Huwaaa, sakit!”

11
Be Lovely

“Tuh baru gitu udah dapet karma aja lo.” Jannah menutup
mulutnya menahan tawa. Melihat air mata Prilly sudah
menggenang saja di sudut matanya, dasar bocah.
“Jannah galak. Mirip sama Mas Monster! Huwaa, Prilly
butuh perhatian!” Teriakan Prilly membuat Jannah
membungkam mulut receh Prilly menggunakan selembar tisu.
“Ishhh, pokoknya Prilly ngambek kuadrat sama Jannah.”
Prilly mendorong bahu Jannah yang terduduk di kursi
paling pinggir, setengah menangis Prilly memaksa menarik
langkahnya keluar dari dalam bus, meski sedikit tertatih.
“Kuatkanlah Jannah Ya Allah, berasa ngemong anak TK
lagi tour gue.” Helaan napas Jannah keluar disusul pekikan
frustrasi dari bibirnya.

“Hiks, Prilly terzalimi terus. Semua orang marah-marah


terus sama aku, enggak Tiur, enggak Jannah, enggak Mas
Monster. Semua galak kuadrat sama Prilly.”
Dengan jalan tertatih dan wajah penuh air mata, Prilly
masih sempat-sempatnya menggerutu. Dia menunduk sampai
tak menyadari jika Prilly telah menabrak tubuh seseorang.
“Isshh, mas tuh kalo jalan lihat-lihat dong. Prilly jadi jatoh
‘kan,” keluh Prilly sambil menatap seorang lelaki yang tengah
tersenyum sambil berbicara maaf tanpa suara kepadanya.
“Kalo gitu mas harus tanggung jawab pokoknya.”
“Tanggung jawab?” Prilly mengangguk sebagai jawaban
membuat dahi lelaki itu mengernyit kebingungan.

12
Be Lovely

“Heem, tanggung jawab. Mas harus gendong Prilly


sampai pantai terus beliin Prilly es krim itu.” Prilly menunjuk
pada pedagang es krim di tepi jalan.
“Cuma itu?”
Lelaki itu tampak bertanya dengan wajah tersenyum, dan
berjongkok untuk melihat wajah sembap milik Prilly secara
jelas.
“Eh, tapi nama Mas siapa dulu?” tanya Prilly setelah naik
ke atas punggung orang yang dia panggil ‘mas’ itu. Lelaki itu
tertawa kembali.
“Panggil Anjar aja, pakek mas juga boleh.”
Prilly hanya mengangguk paham saja, tidak sadar di
belakangnya dua pasang mata seseorang mengamati gerak-
geriknya dengan pandangan tak biasa.
“Itu cowoknya si bocah idiot?”
Ali menunjuk Prilly sambil menengok ke arah Jannah,
mengajukan sebaris pertanyaan.
“Gue juga enggak kenal dia siapa,” jawabnya mengamati
Ali yang tampak menggigit bibir bawah.
“Emang dia nemplok sama semua cowok gitu?” tanya Ali
kembali.
Sampai pertanyaan Jannah membuat tubuh Ali makin
menegang.
“Lo enggak lagi cemburu ‘kan?”
___________

“Dari tadi aku cariin, ternyata kamu di sini, Sayang.”


Prilly mengerjapkan kedua matanya kaget, ketika Ali tiba-
tiba datang dan langsung mengecup keningnya. Tangan Ali

13
Be Lovely

bergerak merangkul bahu gadis itu setelah menjatuhkan


bokong ke sisi kosong sebelah kiri Prilly.
“Mas monster lagi enggak kerasukan arwah pantai ‘kan?
Prilly jadi takut,” ucap Prilly memandangi Ali yang sedang
memasang tampang penuh senyuman.
“Kamu ngomong apaan sih, Sayang? Kita balik ke bus yuk,
temen-temen pada nyariin kamu semua.” Ali menjawab dengan
mengangkat tangan, menyangkutkan helai rambut Prilly ke
belakang telinga.
“Mas pacarnya Prilly ya?”
Pertanyaan lelaki disebelah Prilly tak ditanggapi sama
sekali oleh Ali, malah sekali lagi Ali mencium pelipis Prilly
dan menjilat es krim yang tersisa di tangannya.
“Isshh, ditanyain kok enggak dijawab sih. Enggak kok
Mas Anjar, tapi kalo Mas Monster yang suka sama Prilly
enggak tahu. Tapi kayaknya iya deh!” serunya antusias,
membuat Anjar tersenyum gemas lalu mengacak rambut
sebahu Prilly brutal.
“Heh, Bocah Idiot! Kalo masih mau pacaran nanti aja,
sekarang lo mau ikut balik atau kita berdua bakalan ditinggal
kalo lo enggak balik sekarang!” Tuhkan, baru manis sebentar
saja galaknya sudah kumat.
“Mas bisa enggak usah pakek bentak ‘kan? Lagi pula
Prilly datang ke sini bareng saya, jadi harus balik bareng saya,”
tukas Anjar, membuat Ali tertawa tanpa humor. Lelaki ini
kenapa jadi mengatur Ali?
Tanpa banyak bicara lagi, Ali langsung menggendong
tubuh mungil Prilly di bagian depan seperti menggendong anak
kecil. Kedua mata bulat Prilly memandangi lelaki di depannya

14
Be Lovely

tak percaya, masih terlalu kaget dengan perbuatan yang Ali


lakukan.
“Lo harus ikut gue, nurut aja sama gue. Meskipun lo
nyebelin, tapi gue enggak mau lo asal nemplok sama orang
yang enggak dikenal. Kita enggak tau orang itu mau niat jahat
atau baik sama kita.”
Prilly hanya mengangguk-angguk, tak sadar jika dia telah
meninggalkan Anjar tanpa pamit.
“Mas Monster baik aja terus, nanti kalo baik terus Prilly
bakalan naksir sama mas monster lho,” ucap Prilly
menciptakan semburat tawa di bibir Ali.
“Dih, mending digebet sama pembantu tetangga
ketimbang sama lo!”
Bibir Prilly mengerucut, dengan tangan menjambak
rambut belakang Ali cukup kencang. Lelaki itu tampak
mengaduh kesakitan dan hampir membuat Prilly jatuh karena
melepaskan lingkaran tangannya pada pinggang milik Prilly.
“Aisshhh, diem sebentar bisa enggak sih. Kalo lo jatuh
terus kaki lo makin bengkak lalu harus diamputasi, jangan
nyalahin gue ya?!” dengusnya menatap wajah Prilly yang
masih terlipat.
“Mas Monster doa-nya jelek banget sih, Prilly enggak
suka tauk.”
“Ya makanya diem, jangan banyak gerak.”
Akhirnya Prilly diam sambil menyangkutkan dagu di bahu
Ali.
“Lo nemuin dia di mana Li?” tanya Jannah ketika dari
kejauhan, Ali datang dengan Prilly berada dalam

15
Be Lovely

gendongannya. Sedari tadi gadis itu tampak anteng. Diam


karena tidur nyenyak.

“Di deket penjual kacamata, lagi pacaran sambil makan es


krim.”
Sahutan Ali menjadi bahan ejekan Jannah dan peserta
lainnya, lelaki itu terlihat acuh dan segera memasuki badan bus
karena badannya terasa remuk redam. Meskipun mungil, jika
digendong dengan jarak jauh tetap akan terasa berat juga.
“Ya ampun, nih anak dicariin malah molor di sini. Aduh,
Mas Ali. Maaf jadi ngrepotin lagi ini,” kata Tiur ketika
berpapasan dengan Ali di pintu bus.
“Kapan sih nih bocah nggak ngrepotin gue, buru kasih tau
di mana tempat duduknya pegel nih!”
Tiur segera mengarahkan Ali menuju tempat duduk Prilly,
setelahnya Ali meletakkan tubuh mungil Prilly ke atas kursi
dengan cukup keras. Membuat gadis itu mengerjap kaget.
“Bunda?”
“Bunda apanya? Pijitin nih badan gue pegel habis
gendong lo dari sana sampai sini!” sentak Ali menjatuhkan diri
ke sebelah Prilly lalu mengangkat lengannya tepat di hadapan
Prilly.
“Enggak mau ah, ‘kan Mas Monster udah dapet pahala
nolongin aku,” ucap Prilly mencoba menolak.
“Tapi badan gue remuk, udah tinggal mijit aja gitu!” Ali
kembali berkata, bahkan menarik tangan Prilly dan meletakkan
di atas lengannya dengan perintah.
“Ishh, dasar pamrih.”

16
Be Lovely

“Kalo gue enggak pamrih lo udah diperkosa sama si Mas


Asar tadi!”
“Anjar Mas Monster,” ucap Prilly tak digubris oleh Ali.
Lelaki itu asyik memejamkan matanya lelah.
“Emang gue peduli!”
“Dih dasar monster!” kesal Prilly meremat lengan Ali
keras.

17
Be Lovely

Chapter 3
Malam mulai diselam, menciptakan sederet cerita dari
lampu kota yang mulai menyala seiring roda bus menggilas
jalan. Membelah Malioboro menjadi kisah malam minggu.
Perjalanan kembali berlanjut setelah mereka mampir ke sebuah
warung bebek sejenak, selama tiga hari para peserta tour akan
menginap di hotel berbintang dan digiring mengelilingi
panorama Malioboro.
“Jannah habis ini kita mau kemana sih?” Prilly bertanya
sambil melongok melihat jendela yang terbias cahaya lampu
jalanan.
“Mendingan lo jadi peserta ajadeh kalo enggak hafal
jadwal. Isi pikiran lo mas monster mulu ini, jadi suka gagal
fokus. Cewek oon kasmaran ya jadinya kayak gini nih, stres,”
ucap Jannah membuat Prilly berteriak cukup kencang.
“Ihh, kok Jannah tau. Prilly jadi malu.”
Prilly menenggelamkan wajahnya pada bahu Tiur yang
tampak pulas terlelap, maklum gadis itu sudah bekerja
menggiring peserta mengelilingi Pantai Indrayanti selama dua
jam bersama Riko, rekan lainnya yang kini sedang berbicara di
depan untuk menyampaikan tujuan yang akan peserta kunjungi
setelah ini. Dan untuk tiga hari ini peserta akan bebas tanpa
diikuti oleh tour guide, mereka akan dilepas dan dibiarkan
keliling untuk mencari tujuan mereka masing-masing.

18
Be Lovely

“Kenapa Prill?” Tiur mengulat pelan dan mendapati Prilly


menenggelamkan wajah dibahunya, Jannah mengedikkan bahu
sambil tertawa pelan ketika Tiur ganti menatap ke arahnya.
“Lagi kasmaran sama si mas monster tuh!”
“Ihh enggak kok. Enggak, Jannah jangan fitnah. Yang
suka tuh mas monster bukan Prilly,” sangkalnya sembari
menggelengkan kepala berkali-kali berusaha meyakinkan jika
ucapan Jannah itu tidak benar.
“Dihh, yang habis malu tadi siapa heh?!”
Jannah mulai galak, dengan melototkan mata dan
mengingatkan jika sebelumnya Prilly bersikap malu karena dia
seolah mengerti isi pikiran Prilly.
“Enggak kok, enggak. Tiur jangan percaya sama Jannah,
nanti dosa. Jannah juga jangan suka bohong.” Prilly panik
seketika.
“Yang dosa tuh lo kali Prill, lo ‘kan abis bohongin Tiur.”
Seketika hening terjadi, Prilly terlihat diam dengan mata
berkaca. Jannah mulai was-was saat Prilly mulai terisak, dalam
hitungan detik mungkin gadis itu akan menangis histeris seakan
habis diperkosa. Haihh, dasar bocah.
“Hikss, Tiurr maafin Prilly. Prilly dosa, Prilly udah
bohongin Tiur! Hikss.” Tangis Prilly benar-benar pecah.
Membuat Tiur menatap tajam ke arah Jannah, sudah tahu bocah
malah dijahilin.
“Aelah, Prill. Baperan amat sih, bercanda gue bercanda.
Yang dosa gue deh, bukan elo,” bujuknya makin
mengencangkan suara tangisan Prilly, sampai menjadi pusat
tontonan. Sekarang, Jannah seakan disidang dalam kasus
pencabulan anak-anak.

19
Be Lovely

“Lagian Mas Monster juga enggak tahu kok kalo lo suka


sama dia.”
Seakan dipanggil, Ali langsung merespon dengan
menoleh lalu meminta jawaban lewat tatapan matanya.
“Jannah enggak lagi coba bohongin Prilly ‘kan? Soalnya
kalo Mas Monster tahu Prilly malu. Nanti kalo mas monster
ngajak Prilly bicara gimana?”
“Jadi lo suka sama gue?”
Degh.
Mungkin saat ini dunia sudah kiamat bagi Prilly.
_____________

“Ini lo kasihin kunci kamarnya ke Mas Ali, dia lagi izin ke toilet
tadi!”
Prilly memandangi kunci yang Tiur ulurkan ragu, dia
menggigit bibir bawahnya kebingungan. Tidak taukah Tiur
kalau sekarang Prilly sedang malu untuk berhadapan dengan
Ali. Setelah pertanyaan tanpa jawaban terlontar, lelaki itu
tampak bungkam dan lebih menyeramkan dari biasanya.
Apakah mungkin Ali
tidak menyukai Prilly juga? Huftt, siapa yang mau suka dengan
gadis oon seperti Prilly.
“Kenapa? Takut? Bukannya lo hobi banget bikin Mas Ali
ngamuk ya?” tanya Tiur membuat Prilly perlahan mengulurkan
tangan untuk meraih kunci itu.
“Tapi kamu temenin aku ketemu Mas Monster, Prilly
malu,” katanya sambil menundukkan pandangan.

20
Be Lovely

Jannah yang berdiri di belakang Prilly terlihat mengode


lewat kedipan mata, seakan memberi tahu kepada Tiur agar
tidak menuruti permintaan Prilly.
“Gue ada tugas ngasih kunci ke peserta lain juga.”
Akhirnya, dengan berat hati Prilly menyeret langkah
menuju kamar pada nomor yang tertera di gantungan kunci.
Tapi langkahnya harus terhenti ketika dia berpapasan dengan
Ali.
“Ini kunci kamar kamu.” Untuk pertama kalinya Prilly
menyebut Ali dengan kata ‘kamu’. Ali meraih kunci diatas
telapak tangan Prilly, tapi lelaki itu ganti menggenggam tangan
Prilly beserta kuncinya.
“Lo beneran suka sama gue?”
Prilly terdiam.
“Prilly, gue lagi nanya ke elo. Lo beneran suka sama gue?”
tanya Ali sekali lagi membuat Prilly susah payah
menganggukan kepalanya.
Cup
Seketika tangan Prilly gemetar kala Ali mencium bibir
tipisnya sambil mempersempit jarak diantara mereka, bahkan
makin lama ciuman itu makin intens dan dalam. Membuat
Prilly benar-benar kehabisan oksigen. Ciuman terlepas
membuat Prilly sendiri refleks memegang bibirnya, apa yang
telah mereka lakukan barusan?
“Maaf!”
Ali menggeleng sambil memundurkan langkahnya, tidak
seharusnya dia melakukan hal itu kepada Prilly.
“Maaf? Maksudnya?” Seperti orang linglung Prilly
mengajukan tanya memandang Ali tak mengerti.

21
Be Lovely

“Gue enggak mungkin suka sama lo.”


“Ap … Apa? Jadi?” Prilly bertanya pada dirinya sendiri
hingga tangisnya pecah, kalau tidak suka kenapa harus
menciumnya?
Ali kembali menggeleng dan langsung berbalik, tak kuat
melihat tangisan Prilly lebih lagi raut masygul amat kentara
pada wajah polosnya.
“Apa yang udah Prilly lakuin?”
‘Maaf, Prilly. Gue takut lo hanya terbawa suasana saja,’
bisik Ali di dalam batinnya. Dia berbalik memandangi
punggung terguncang itu berlari meninggalkannya. Keadaan
apa yang sedang mereka alami sekarang?
_________________

Meski angin malam mulai berhembus kencang, Prilly memilih


termenung dengan kedua kaki tenggelam dalam kolam renang.
Pikirannya kembali berkutat pada kejadian yang sulit sekali dia
lupakan. Ciuman pertamanya. Huftt, Prilly menyentuh bibirnya
sendiri, masih tak percaya jika Ali telah merenggut ciuman
pertamanya secara menyakitkan.
“Mas Monster jahat! Kalo enggak bisa bersama kenapa
cium-cium Prilly,” lirih Prilly seraya menghentakkan kakinya,
membuat air di dalam kolam terciprat ke mana-mana.
“Duhh, Prill. Jangan patah hati ngapa, cowok bukan cuma
Mas Monster aja kali. Nohh, si Andreas juga lagi free.”
Datang membawa segelas coklat panas, Jannah berkata
menyuarakan isi pikirannya. Sungguh, Jannah tidak kuat
melihat Prilly yang galau berat seakan ditinggal mati saja oleh

22
Be Lovely

Ali. Sedari tadi terus-terusan menangis tidak jelas. Kasihan,


faktor ditolak cintanya secara mentah-mentah.
“Semuanya gara-gara Jannah taukk, Prilly enggak suka.
Prilly marah sama Jannah! Pokoknya Prilly enggak mau bicara
sama Jannah.” Prilly menengok ke arah Jannah seraya
melayangkan tatapan tajam. Jangan kira kalau Jannah tidak
merasa bersalah, dia merasa. Bahkan sangat merasa bersalah,
perasaannya yang berkata jika Ali juga memiliki rasa kepada
Prilly ternyata nol besar. Nyatanya, sekarang lelaki itu berhasil
membuat Prilly galau berat dan marah kepada dirinya.
“Yaelah, maafin lah Prill. Lagian gue Cuma nebak dan lo
bilang bener kalo lo lagi mikirin Mas Monster.”
Prilly menarik kakinya dari air kolam lantas berdiri, dan
menunduk menatap lantai yang dipijakinya. Bahu gadis itu
tampak terguncang disusul tarikan napas panjang yang
terdengar berat, “sebenarnya suka itu apa? Dari tadi mas
monster tanya gitu ke Prilly, terus habis itu Mas Monster cium
aku. Lalu Prilly nangis, habisnya Mas Monster bikin aku kaget.”
Prilly melirik ke arah Jannah dengan tatapan polos. Jadi sedari
tadi Prilly tidak memahami jika gadis itu habis ditolak oleh Ali?
“Jadi lo nangis gara-gara kaget dicium sama Ali?” Kepala
gadis itu mengangguk pelan, masih tak lepas dari tatap matanya
yang polos.
“Bukan karena habis ditolak?” Lagi-lagi Prilly
mengangguk membuat Jannah menghempas napas kesal dan
menjatuhkan diri di atas ayunan telur.
Jannah hampir saja menyiramkan gelas berisi coklat panas
itu ke arah Prilly, tapi untung dia sayang. Lagipula makhluk
seperti Prilly Cuma ada satu di dunia.

23
Be Lovely

“Pokoknya lo enggak suka sama Mas Monster. Kalo lo


ditanya sama dia jawab aja ‘enggak’ ngerti?” tanya Jannah
dijawab acungan jempol tanda jika Prilly mengerti maksud
Jannah. Setelahnya gadis itu tampak kembali tersenyum lebar.
“Gitu ya? Tapi Prilly tetep marah sama Jannah, gara-gara
kamu bibir Prilly enggak perawan lagi taukk!” celetuknya
seraya menjulurkan lidah meledek, Jannah balas mengambil
bantal ayunan di belakangnya dan hampir melemparnya jika
Prilly tidak terlanjur kabur. Dasar bocah aneh, tidak mengerti
arti ‘suka’ tapi paham banget dengan yang namanya ciuman.
Korban drama korea mungkin.

Bersandar di pinggir jendela hotel, Ali bisa melihat lalu lalang


Malioboro yang makin ramai saja ketika menuju tengah malam.
Sedari tadi pikirannya kacau dan merasa bersalah karena
membuat Prilly menangis, bahkan mencium pun tidak dia
lakukan dengan sengaja. Hanya reaksi refleks. Melihat wajah
sedihnya saja membuat Ali tak tega dan menjatuhkan bibirnya
di atas indra perasa milik Prilly sebagai ungkapan rasa
bersalahnya.
Terlebih sedari tadi ponselnya berdering setelah dua hari
sengaja dia matikan, jika bukan sang nenek siapa lagi yang
akan berani mengganggu waktunya di tengah malam begini.
Cuma, Ali sedang tidak ingin berbicara apa pun saat ini.
Tok. Tok. Tok.
“Mas Monster ikut pesta enggak?”

24
Be Lovely

Suara teriakan itu membuat Ali menggelengkan


kepalanya tanpa sadar, terlalu banyak memikirkan gadis itu
membuat dia berkhayal macam-macam.
“Udah tidur ya? Isshh, masak cowok jam segini udah
molor sih. Kalah sama Prilly kalo gitu.” Ali mengerjapkan
kedua matanya, berusaha meyakinkan diri kalau yang dia
dengar itu bukanlah halusinasi.
“Nih orang beneran tidur? Kok enggak nyahut ya?”
Ucapan yang mulai terdengar menjauhuntukni disusul
derap langkah cepat tanda Prilly sedang berlari, menyadarkan
Ali untuk menyeret langkahnya menuju pintu dan
membukanya. Dia bisa melihat tubuh mungil berbalut jaket
merah jambu itu berlari menyusuri lorong kamar, sesekali
bahkan terlihat melompat. Ali menarik sudut bibirnya sedikit
untuk mengulas senyum.
“Dasar Idiot, nanti kalo kepleset baru tahu!” bisiknya
pelan lalu menyambar jaket hitamnya di kasur dan memakainya
tergesa.
____________

Baru menginjakkan kaki di pub fasilitas dari hotel, kebisingan


sudah terdengar begitu jelas. Musik DJ dan lampu yang mulai
temaram menandakan jika pesta sudah dimulai sejak tadi. Ali
mengedarkan pandangannya, dia melihat Prilly berjalan
sempoyongan ke pintu belakang. Pelan Ali mengikuti langkah
gadis itu dari belakang.
“Heh, Idiot! Lo mau ke mana?!” sentak Ali tak membuat
Prilly menghentikan langkahnya.
“Prilly?!”

25
Be Lovely

Ali meraih tangan Prilly yang terayun karena langkahnya,


dia menarik tangan itu hingga tubuh sempoyongnya jatuh ke
dalam pelukan Ali.
“Mas Monster?” Prilly mendongak, menatap mata Ali
dengan senyuman yang terlihat lain dimata Ali.
“Lo mau ke mana? Inget ini udah malem.”
“Jannah bilang Prilly enggak suka sama Mas Monster,
memangnya suka itu apa?” tanya Prilly melingkarkan sebelah
tangannya di leher Ali, sedangkan kepalanya menempel di dada
lelaki itu.
“Sekarang kita balik ke kamar lo ya?!”
Memilih tak menjawab pertanyaan Prilly, Ali meraih
tubuh itu dalam gendongannya. Membawa Prilly ke luar dari
kerumunan bising yang makin ramai.
“Mas Monster.” Prilly kembali merancau disisa
kesadarannya, membuat Ali menunduk melihat pada Prilly
yang sudah terlelap dengan senyuman.
Setelah sampai kamar, Ali menjatuhkan tubuh Prilly ke
atas peraduan perlahan. Gadis itu tampak menggeliat sebentar
sebelum akhirnya menarik tangan Ali, hingga jatuh menimpa
Prilly. Atau lebih tepatnya menindih.
Hingga Lelaki itu menahan napasnya, sadar jika wajahnya
sudah berbeda tipis dengan Prilly.
“Sukai Prilly Mas Monster, sukai Prilly!” racaunya sambil
menanggalkan jaket dan bajunya satu persatu.
“Idiot!”
“Emhh, panas Mas Monster.”
Dalam hitungan detik wajah keduanya sudah menempel,
di bawah pengaruh alkohol Prilly menjangkau bibir Ali dan

26
Be Lovely

ganti mencium lelaki itu duluan. Walaupun mencoba


menghentikan aksi Prilly, Ali tetap tak berhasil. Gadis itu
bahkan dengan cepat berhasil melepaskan jaket dari tubuhnya.
“Prilly! Jangan gila, lo lagi mabuk dan kita akan
menyesal!” teriak Ali membuat kedua mata Prilly terbuka
seketika.

27
Be Lovely

Chapter 4
Dalam hitungan detik wajah keduanya sudah menempel, di
bawah pengaruh alkohol Prilly menjangkau bibir Ali dan ganti
mencium lelaki itu duluan. Walaupun mencoba menghentikan
aksi Prilly, Ali tetap tak berhasil. Gadis itu bahkan dengan
cepat berhasil melepaskan jaket dari tubuhnya.
“Prilly! Jangan gila, lo lagi mabuk dan kita akan
menyesal!” teriak Ali membuat kedua mata Prilly terbuka
seketika.
Hoeekkk.
Gadis itu muntah hingga mengotori jaket depan Ali yang
masih berada di atas Prilly, setelahnya Prilly seperti kehilangan
kesadaran, kedua matanya tertutup seiring embusan napas yang
teratur.
Ali segera bangkit dari atas tubuh Prilly, dan duduk di
pinggiran ranjang. Hampir saja mereka melampaui batas, jika
Prilly tidak muntah seperti tadi. Haihh, kalau tidak sedang
berdebar mungkin Ali akan mengamuk pada gadis ini, tapi
beruntung, sekarang lelaki itu beranjak tanpa suara. Hanya
menaikkan selimut bed cover yang acak-acakan di bawah kaki
gadis itu.
“Untung gue enggak khilaf,” gumam Ali pelan,
mengarahkan tangannya untuk mengelus kening Prilly.
“Makin hari, lo makin agresif aja ya. Untung aja gue
enggak mudah digoda sama setan gila macam lo.” Lelaki itu

28
Be Lovely

tersenyum kecil, menepuk kening Prilly pelan membuatnya


menggeliat.
Menutup pintu kamar, Ali berdecak melihat jaketnya yang
kotor. Aroma muntahan itu, membuat dia segera melepas jaket
yang melekat di tubuh lalu membuangnya ketika melewati tong
sampah, setelah itu Ali hanya memakai kaos putih transparan
yang mencetak jelas otot tubuhnya. Untung sudah tengah
malam jadi dirinya tidak akan menjadi pusat perhatian.

“Emhhh….”
Di bawah selimut putih, Prilly menggeliat. Mengerjapkan
kedua matanya agar sesuai dengan bias cahaya fajar yang mulai
menembus gorden transparan setinggi dua meter itu, dia
terdiam menatap jam dinding. Pukul tujuh pagi. Prilly hampir
kembali melayang, namun notifikasi panjang membuat dia
mengurungkan niatnya. Membuka pesan Tiur, gadis itu
terlonjak kaget.
“Argghhh, Mas Abdi pasti ngamuk nih. Aduh, bisa-bisa
aku beneran dipecat sama Pak Malik!” teriaknya panik.
Cepat-cepat dia memakai sandalnya, mengusap iler yang
terasa menempel di sudut bibirnya dan mencepol rambutnya
asal. Dia lekas keluar dari kamar dengan tergesa.
“Heh, bocah!”
Tak menghiraukan teriakan Ali, Prilly segera menyingkir
ke kiri menghindari Ali yang sudah menghadang langkah di
depannya.

29
Be Lovely

“Udah sehat aja lo, enggak niat mau perkosa gue lagi?”
Seketika langkah Prilly terhenti, dia melirik ke arah tubuhnya
yang hanya berbalut kaos merah jambu berlengan pendek.
Prilly panik dan langsung menyilangkan kedua tangan di
depan dadanya, dia menatap Ali dengan tatapan intimidasi, tapi
lelaki itu mengangkat kedua alisnya seakan bertanya ‘kenapa?’
“Mas Monster semalem ngapain Prilly? Ishh, kalo
cintanya ditolak ngapain grepe-grepe!” ucap Prilly menunjuk
Ali menuduh. Telapak Ali melayang menepuk kening Prilly,
seperti yang dilakukan semalam hanya saja sekarang agak
keras hingga Prilly mengaduh.
“Heh, yang ada lo kali yang grepe-grepe gue. Makanya,
anak kecil tuh jangan minum-minum deh! Untung ada gue, kalo
enggak udah gak jadi cewek lagi deh lo.”
Sebenarnya, Ali sedikit kepikiran tentang pengakuan
Prilly malam itu. Tapi mengingat kelakuan Prilly yang seperti
anak kecil membuat dia tidak yakin, apalagi sang nenek yang
sudah mewanti agar dirinya tidak dulu jatuh cinta membuat Ali
semakin urung. Meski tak bisa dipungkiri kalau sekarang, dia
merasa beda jika sehari tidak mendengar teriakan gadis ini.
“Prilly enggak mungkin gitu, Mas Monster jangan nuduh
deh!” Meski pipinya memerah Prilly mencoba mengelak.
Tidak membenarkan semua perkataan Ali.
“Terus lo kira, gue yang grepe-grepe lo gitu? Dada datar,
bokong datar gitu apanya yang mau gue grepe hah?” tanya Ali
menunjuk Prilly, hingga dia memundurkan tubuhnya dan
menepuk tangan Ali garang.
Lelaki itu tertawa, lalu melepas jaket yang baru dia
gunakan untuk jogging menyusuri Malioboro, suhunya

30
Be Lovely

lumayan dingin di pagi hari. Dia menarik tangan Prilly, meski


sempat ditolak Ali tetap memaksa hingga jaket itu kini
membalut tubuh mungil Prilly. Nampak kebesaran.
“Jangan keluar pakek baju kayak gini lagi, cukup gue aja
yang lihat.”
Kedua pipi tembam milik Prilly rasanya makin memanas
dengan perlakuan Ali. Astaga, jika Prilly es batu mungkin
sekarang dia sudah tidak berbetuk lagi karena cair.
______________

“Kalo kinerjamu gini terus, lama-lama aku juga akan melapor


ke Pak Malik. Aku enggak mau nanti anak-anak ngira Mas pilih
kasih sama kamu.”
Abdi mengomeli Prilly yang lagi-lagi terlambat ikut rapat,
dalam batin diam-diam Prilly menyalahkan Ali kalau saja lelaki
itu tidak mencegatnya seperti tadi dia tidak akan terlambat
seperti ini.
Untung tidak langsung dilaporkan pada Pak Malik, kalau
iya bisa tamat riwayat Prilly.
“Jangan pokoknya jangan! Prilly janji bakal berubah, tapi
jangan dilaporin Pak Malik ya Mas Abdi. Nanti Prilly nangis
kalo diomelin sama Pak Malik,” ucapnya sambil menyatukan
kedua telapak tangannya memohon. Namun Abdi berdecih dan
menepuk dahi gadis itu agak kencang.
“Janji aja terus paling diulangin lagi, janji kamu palsu
semua isinya,” jawab Abdi melotot galak.
Sekarang giliran yang Prilly meringis, gadis itu cepat saja
menyusul Abdi yang pergi dengan tampang galak. Dalam hati
Prilly heran, orang yang berada di sekitarnya suka marah-

31
Be Lovely

marah entah mereka memang temperamental atau dirinya yang


memang menyebalkan.
“Pokoknya Prilly janji Mas Abdi, tapi jangan dilaporin
pleasee!” Dia menarik kaus merah bergambar logo kantor
mereka yang dipakai oleh Abdi, membuat wajah yang lebih tua
dua tahun darinya itu menengok. Prilly masih memasang wajah
melasnya, berusaha mempengaruhi Abdi.
“Oke, kalau gitu jadwal hari ini dan besok kamu semua
yang urus. Awas saja kalau kamu bikin ulah macem-macem,
urusannya sama Pak Malik langsung,” putus Abdi dengan
sedikit ancaman.
Mau tak mau Prilly mengangguk, daripada dipecat.
Kantor mana lagi yang mau menerima pekerja eror seperti dia
ini.
Membuka map warna merah yang Abdi serahkan, Prilly
meneliti jadwal dua hari ini, jam tujuh pagi ada sarapan
bersama di restoran hotel jadi sekarang dia harus mengecek ke
dapur hotel untuk memastikan pesanan yang disiapkan sudah
mencukupi.
“Dessert-nya belum jadi? Kok bisa sih? Lima menit lagi
udah jam tujuh lho, aduh nanti Prilly bakal diamuk Mas Abdi
beneran ini.”
Sesampainya di dapur Prilly menerima laporan jika
dessert-nya belum siap, panggangannya ternyata rusak dan
tukang leding terlambat datang karena baru dihubungi.
Sekarang rasanya Prilly ingin menangis, saat dia mendapat
jatah menjadi panitia semua berubah menjadi kesialan.
“Diganti yang lain enggak bisa ‘kah?” tanya gadis itu
mencoba mencari jalan lain.

32
Be Lovely

“Dalam lima menit apa yang bisa kita buat? Kalaupun


mampu bahannya yang tidak tersedia dalam jumlah yang besar.”
Prilly mengangguk-angguk saja, kalau begini Prilly siap-
siap mendapat SP3 dari Pak Malik. Sifat cengengnya kumat
lagi, memang saat-saat seperti ini yang bisa Prilly lakukan
cuma menangis. Melihat ke depan Prilly mendapati Ali lewat
dengan pakaian santai dan siulan gembira, lelaki itu bahkan
melewatinya tanpa menyapa ataupun mengganggu seperti
biasanya.
“Issshh, sok gak kenal. Sok amnesia,” gumam Prilly kesal,
mengusap ingus di hidungnya gadis itu tersentak kaget saat Ali
menepuk bahunya dari belakang.
Hah? Bagaimana bisa?
“Siapa yang sok amnesia. Lagian gue belum kenal sama
lo kali, kenalan yuk?” Seperti masih tak menyangka, Prilly
hanya berkedip dua kali meyakinkan jika yang dia lihat kini
bukan makhluk halus.
“Audzubillahiminnassyaitonirrojimm,
bismillahirrohmanirrohim. Yaasin wal—”
“Asemm, gue dikatain setan.”
Ali melirik Prilly datar, kedua mata gadis itu tampak
terpejam dengan mulut komat kamit membaca Yasin. Tanpa
menghiraukan Prilly lagi Ali memilih meninggalkan gadis
yang masih sibuk membaca surah. Padahal hanya mengulang
ayat pertama terus.
“Tuhkan, tuhkan. Beneran setan!” teriaknya menggema
setelah membuka mata dan tak menemukan Ali di sana.
___________

33
Be Lovely

“Gimana sih? Kenapa enggak minta diganti!” Sentakan Abdi


membuat Prilly makin sesenggukan ketakutan.

Menghadap pada Abdi adalah pilihan terakhir Prilly, dia


benar-benar sudah tidak bisa mengatasi keadaan dapur saat ini.
Tiur dan Jannah sekarang sibuk mandi di sauna hotel. Sedang
dia tidak berani meminta tolong kepada yang lain, karena takut
disindir, Prilly ‘kan jarang mengikuti training.
Drttt … Drtttt.…
Getaran di saku Abdi, membuat Prilly terlepas sebentar
dari amukan lelaki itu. Meski matanya masih terus menatap
tajam padanya saat menempelkan ponsel ke telinga.
“Iya kenapa?”
“Para peserta udah pada kumpul di restoran Bang, enggak
ada masalah ‘kan?”
“Enggak ada gimana. Prilly bilang dessert-nya belum bisa
disajikan.”
Prilly menunduk takut-takut, mata cokelat gelap milik
Abdi menantang hazel-nya dengan marah hingga wajahnya
makin dibasahi air mata.
“Prilly?”
“Iya, pokoknya kalian handle dulu. Abang sama Prilly
mau ke dapur cek keadaan lagi.”
Memutuskan sambungan telepon Abdi memerintah Prilly
untuk mengikutinya lewat lirikan mata, dengan takut gadis itu
berjalan di belakang Abdi seperti anak kucing.
“Sstttt, Prilly! Oyyy, gak mampir dulu? Hoyyy idiot!”
Teriakan Ali di ambang daun pintu yang dilewatinya, berusaha
Prilly tak acuhkan.

34
Be Lovely

Sungguh amukan Abdi lebih menakutkan dari malaikat


pencabut nyawa.
“Sok gak kenal, sok amnesia!”

Ali sialan. Membalik ucapannya seenak jidat. Kalau tidak


sedang ada tugas, Prilly akan melorotkan celana longgar selutut
yang Ali pakai sekarang. Biar malu sekalian.
“Dessert-nya dibatalin sama salah satu peserta?” tanya
Abdi setelah menghadap kepala koki di dapur.
Pria paruh baya itu tampak mengangguk, membalas
tatapan Abdi yang balik menatapnya dengan kening mengerut.
“Siapa namanya Pak?” Abdi melirik tajam pada Prilly
yang tiba-tiba menyela perbincangannya dengan si kepala koki.
“Kalo tidak salah atas nama Mr. Nathrali Paku Bumi.”
“Ali?”
“Mas Monster?”
Mengapa Ali bersikap sepeduli itu pada Prilly?

35
Be Lovely

Chapter 5
“Luna cantik ‘kan Li?” Ali menggaruk hidungnya yang tak
gatal, malas menanggapi pertanyaan neneknya. Niat sekali
ingin membuat Ali jatuh cinta pada wanita modis seperti Luna.
“Mas Monster! Kita harus bicara.”
Datang tak diundang Prilly sudah nyerocos panjang,
menghujani tubuh berototnya dengan pukulan-pukulan yang
sama sekali tak berefek. Ali meraih pergelangan tangan gadis
itu, bibirnya mendesis lirih pertanda jika Prilly harus diam tak
bicara.
“Nanti Ali telfon lagi nek,” tutup Ali menekan tombol
merah pada layar pipihnya, panggilan terputus sedangkan
Prilly berjinjit seakan penasaran dengan penelepon itu.
“Bisa enggak kurangi hobi teriak-teriak lo itu?” pinta Ali
menepuk dahi Prilly—seperti kebiasaannya. Prilly
menggembungkan pipinya sebal, dan balas memukul dada
bidang terlapisi kaos putih lengan panjang. Ali tertawa senang,
persoalan pelik yang baru saja terjadi antara dia dan neneknya
seakan lenyap terbawa angin begitu saja. Dia mengangkat
sebelah alisnya bertanya.
“Mas Monster, kenapa batalin dessert-nya?” tanya Prilly
dibalas acakan pada rambutnya.
Hanya senyum saja menjadi jawaban atas pertanyaannya,
membuat Prilly mengejar langkah lelaki yang baru membantu

36
Be Lovely

dirinya keluar dari masalah. Berjalan lebih jauh di depan Ali


dan menghadangnya dengan tangan terbuka.

“Mas Monster … emhhh Mas Ali deh, jelasin ke Prilly


kenapa batalin dessert-nya? Prilly pengen ngucapin makasih ke
Mas Monster.”
“Kepo banget sih lo! Lagian pengen aja, kebanyakan
makan dessert tuh bikin gendut. Kayak lo nih gendut!” Ali
mencubit kedua pipi Prilly mengejek, selanjutnya laki-laki
yang tiga tahun lebih tua dari Prilly itu mengecup bibir Prilly
singkat, tanpa rasa. “Anggap aja ini sebagai ucapan terima
kasih lo,” ucap Ali kembali menepuk dahi Prilly sebelum
benar-benar pergi.
Di tempatnya Prilly membeku sesaat, tangannya gemetar
menyetuh bibirnya sendiri. Sumpah, yang tadi itu enggak
kerasa.
“Bunda Prilly malu!” pekiknya menaruh kedua tangan
untuk menutupi kedua pipinya yang seketika memerah.

“Banyak jajanan khas kota Jogja yang bisa menjadi oleh-oleh


buat keluarga di rumah selain batik yang utamanya, disini
kalian bisa memilih geplak yang penuh warna, dodol dan juga
khas oleh-oleh Jogja yaitu bakpia pathok dengan tiga rasa; keju,
coklat, dan kacang hijau.”
Prilly menjelaskan jajanan khas Jogja yang menangkring
rapi dalam etalase, dengan balutan batik motif sasirangan Prilly

37
Be Lovely

berkeliling Malioboro menemani para peserta sebagai tour


guide yang sesungguhnya.

“Ali tolong ambilin bakpia dekat kamu itu dong! Aku mau
nyicipin.” Dia Anggi salah satu peserta yang gencar sekali
mendekati Ali sejak tadi pagi.
Dengan cepat Prilly mengambil capitan dalam genggaman
tangan Ali, lalu memberikan satu biji bakpia kepada Anggi.
Tatapannya lebih garang, kentara kalau gadis itu tidak suka
tingkah laku Anggi.
“Makasih.”
Anggi tersenyum masam, mengucapkan kalimat dengan
sedikit kaku. Dari kejauhan Ali tertawa menyadari tingkah laku
Prilly, yang seperti orang cemburu.
“Sttt, lo ada main ya sama tour guide kecil itu? Daritadi
pandangan lo enggak lepas dari tuh cewek.” Fajar menyenggol
lengan Ali dengan dagu terangkat seolah menunjuk pada Prilly
yang sibuk berjalan kesana kemari untuk melayani peserta.
Lelaki tambun dengan kain batik emas terikat di
kepalanya, membuat Ali tercenung seketika. Cinta? Rasanya
tidak mungkin. Bahkan beberapa hari lalu dia baru saja
menolak gadis itu terang-terangan.
“Jangan permainin perasaan dia bos. Gue enggak mau
kalo pada akhirnya lo anggep dia sama seperti Luna.”
Mungkinkah perhatiannya selama ini hanya karena Ali
menganggap Prilly yang manja seperti almarhumah Salwa
adiknya? Atau dia takut jika saat dia sudah benar jatuh cinta,
Prilly hanya terbawa suasana saja?
“Ya, dia memang kayak adik bagi gue.”

38
Be Lovely

Tanpa Ali sadari, Prilly mendengar semuanya. Membuat


dia mati-matian sakit yang seakan menembus dada bagian
kirinya.
“Kalau begitu Prilly enggak pantes buat jatuh cinta sama
kamu, mas monster,” gumam Prilly berusaha baik-baik saja.
Cuma dia yang suka pada Ali, dan tidak mungkin seorang adik
bisa mencintai kakaknya bukan?
______________

“Hikss, kalo Mas Abdi enggak bisa kasih izin. Setelah Bunda
sembuh, Prilly bakal datangi kantor Pak Malik untuk
mengajukan pengunduran.” Air mata Prilly menderas sejak
mendapat kabar bahwa bunda masuk rumah sakit, bahkan
kedua mata gadis itu terlihat membengkak karena terlalu lama
menangis.
Izin yang tak kunjung ia dapatkan dari Abdi, semakin
menambah kepanikan dengan pikiran-pikiran buruk tentang
bunda yang berada di Palangkaraya; kampung halamannya.
Mau tak mau Prilly memutuskan resign, jika Abdi masih kekeh
tak memberi izin. Kondisi bunda adalah prioritas utama saat ini.
Di depannya Abdi juga ikut kebingungan, menghempas napas
kuat akhirnya Abdi mengangguk-angguk.
“Oke, tapi besok kamu harus pulang lagi ke sini!” Abdi
mengajukan penawaran, membuat pekikan Prilly berganti
desahan kecewa.
“Yahhh, Mas Abdi tega! Kalau Prilly pulang besok yang
jagain Bunda siapa? Yang ngerawat Bunda siapa?”
Mata Prilly mengedip polos, berusaha merayu netra
cokelat madu Abdi agar segera melunak dengan permintaannya.

39
Be Lovely

Namun, tatapan bak garuda mengubah ekspresi Prilly secepat


kilat, gadis itu yakin jika Abdi akan mengeluarkan tanduk
dalam hitungan detik.

“Iya atau enggak sama sekali?! Terserah mau kamu resign


kek, mau kamu ngundurin diri kek. Saya enggak peduli,” ucap
Abdi mengeluarkan taring seperti dalam bayangan Prilly tadi.
Cepat-cepat Prilly mengambil langkah seribu keluar dari
ruangan Abdi, sebelumnya, ia menyempatkan salim pada lelaki
yang lebih tua dari dirinya. Ternyata tingkah laku Prilly berefek
tidak baik bagi muka iblis Abdi yang sekejap bertransformasi
menjadi tatapan bayi tiga tahun. Memangnya ia kira Abdi ini
Ayahnya? Atau Suaminya? Dan sekarang Abdi menyalahkan
kerja jantungnya yang tidak beraturan karena membayangkan
kata ‘suami’ itu.
“Abdi! Lupakan!” peringat Abdi pada dirinya sendiri,
menggeleng cepat menepis pikiran-pikiran konyol yang
muncul seketika.
Apa-apaan ini?

Ali gelisah. Lima menit lagi bus akan mengangkut mereka


kembali ke Jakarta, tetapi Prilly sama sekali tidak terlihat. Baik
dikerumunan peserta atau pun tour guide. Kembali menyisiri
emperan hotel, Ali berharap akan segera menemukan gadis
yang hobi mengganggunya. Ke mana ia?
Sejak perbincangan bersama Fajar tadi, Ali merasa Prilly
menghindarinya. Bahkan saat Anggi menggelayutinya, Prilly

40
Be Lovely

terlihat acuh, menyibukkan diri melayani peserta lain. Ali takut


gadis itu mendengar dan menangis lagi seperti malam kemarin
karena cintanya Ali tolak terang-terangan, ia tidak ingin Prilly
hanya terbawa suasana saja. Gadis itu ‘kan seperti anak kecil.

“Tiur! Prilly di mana?” cegat Ali ketika Tiur terlihat


melintas sambil mengamati lembaran kertas di tangannya.
“Pulang ke Palangkaraya, bundanya masuk rumah sakit,”
jawab Tiur mengangkat sebelah alisnya ganti bertanya.
Tumben sekali lelaki ini, Tiur membatin sendiri.
“Kenapa?” Tiur melanjutkan pertanyaannya. Ali
menggeleng pelan, menepis rasa khawatir yang menyusup
batin.
“Sendirian? Kalo dia nyasar gimana?”
Tiur tertawa kecil mendengar penuturan Ali, Prilly
memang seperti anak kecil dan pelupa, tapi orang mana yang
akan lupa dengan kampung halamannya sendiri? Lagi-lagi Tiur
tersenyum heran, tatapannya jatuh pada lelaki berjaket merk
Adidas, memandangi Ali yang gigit-gigit kuku.
“Kayaknya konteks yang Mas Ali bicarakan ini tentang
asmara ya? Haha, saya enggak mau ikut campur, tapi kalau
mau minta alamat Prilly tinggal bisa langsung hubungi saya.
Permisi,” pamit Tiur sekaligus menggoda Ali. Tak sadar itu
sangat tidak baik bagi jantung Ali yang berdetak abnormal tiba-
tiba.
_______________

41
Be Lovely

Tiba di kampung halamannya, Prilly disambut oleh keluarga


besarnya. Nenek dan kakeknya memberi pelukan gembira,
sesaat setelah gadis ini menginjakkan kaki di ruang tamu.
“Ahhh, Nenek makin kece! Makin mesra aja sama Kakek.
Prilly envy tahu,” ucap Prilly mencebik. Kakeknya yang masih
terlihat gagah, mendekat lalu menepuk-nepuk bahu cucunya
lumayan keras. Bahkan Prilly terlihat meringis, meski lebih
terlihat gurat cemberut.
“Kamu makin pendek aja, Prill. Kakek curiga waktu kecil
kamu yang suka nyemilin bonsai punya Kakek.” Pria hampir
seabad itu tertawa lebar hingga gigi ompongnya terlihat, dari
dulu kakeknya ini memang tidak berubah. Suka sekali
menggoda Prilly.
“Ihhh, kakek mah. Cucu pulang bukannya disayang malah
diejek, padahal Prilly kangen pakek beut sama Kakek,”
cecarnya alay, tanpa banyak bicara lagi kakek merengkuh
tubuh berisi cucunya ke dalam pelukan sambil tak henti
menepuki bahunya.
“Wahh, kamu baru dateng udah mau bikin Nenek cemburu
aja. Nek! Soulmate-nya mau direbut tuh.”
Seorang lelaki dewasa menyela aksi temu kangen antara
kakek dan Prilly ini, setelan kantor yang masih melekat di
tubuhnya ditambah wajah lelahnya membuat Prilly yakin jika
lelaki itu baru pulang dari kantor.
“Calon suamiku!” teriaknya sambil menyongsong
langkah untuk memeluk lelaki maskulin di depannya.
“Itu laki gue, Prill! Main lo embat aja, kamu juga maunya
dicentilin adek aku!”

42
Be Lovely

Seorang wanita menyahut, berjalan kepayahan mendekat


ke ruang tamu dan mengempaskan diri di kursi panjang sofa.
Karena sedang hamil tua wanita itu mudah lelah, hanya
menjemur pakaian saja membuatnya merasa ingin pingsan di
tempat.
Prilly mengulum bibir menyaksikan adegan dewasa di
depannya, saat-saat seperti inilah ia merasa menjadi jomlo
paling payah di dunia. Lihat saja sekarang, kakaknya sengaja
memanasi dengan mencium bibir Arbi—suaminya. Tidak tahu
saja kalau Prilly sudah tiga kali dicium oleh Ali. Ngomong-
ngomong tentang Ali, bagaimana kabarnya? Apa pedulinya sih.
‘Kan Prilly hanya dianggap sebagai adik oleh lelaki itu.
“Yang perawan tua nyingkir aja, di sini kawasan plus plus.
Entar enggak kuat semaput lagi,” ejek sang kakak tertawa puas.
Kalau tidak ada calon keponakannya di dalam sana, mungkin
Prilly akan memukul seperti kebiasaannya.
“Oh ya, Prilly lupa. Gimana kondisi Bunda? Kenapa bisa
masuk rumah sakit?”
Tiba-tiba Prilly berubah panik teringat kondisi bunda, ia
memandang satu persatu keluarganya khawatir. Qrilly; sang
kakak, terdengar menghela napas panjang sambil
menyandarkan punggungnya. Balas menatap Prilly, seakan
menyalurkan cerita lewat mata mereka yang bertemu.
“Udah lumayan daripada kemaren, riwayat jantung Bunda
kumat lagi,” jelas Qrilly mengelus perutnya yang berisi
kehidupan.
“Terus, terus kok bisa kumat? Bang Arbi buruan ganti
baju, anterin Prilly ke rumah sakit! Ayah masih di sana ‘kan?
Nungguin Bunda?”

43
Be Lovely

Kini Prilly ganti melihat kakek neneknya yang berwajah


tegang, terlebih netra neneknya menyiratkan sebuah
kemarahan.
“Ini semua gara-gara nenek sombong itu!”
“Nenek?”
_______________

Baru saja menginjakkan kaki di depan rumah, nenek Ali sudah


menambah kelelahan dengan mengundang Luna. Bahkan
sekarang, Luna membuntuti Ali sampai di dalam kamarnya,
ibarat kata dia BAB pun Luna juga akan ikut. Gadis itu
bercerita panjang lebar tentang semangkuk cream soup yang
Ali santap terpaksa, katanya ini hasil masakan Luna sendirilah
dan masih banyak katanya lagi.
“Grandpa bilang, cara bikin lelaki takluk itu lewat
perutnya. Makanya aku bikinin ini buat kamu, enak gak?”
tanya Luna yang duduk bersila di depan Ali, mendekatkan
wajah ingin mengamati ekspresi lelaki itu lebih dekat.
Namun, Ali malah risih. Lebih-lebih pakaian Luna terlalu
terbuka membuat ia berusaha menahan diri. Sebisa mungkin
Ali berusaha tak acuh pada ucapan Luna yang terus
mengajaknya bicara.
Sesaat Ali ragu, apakah dia harus meminta nomor telepon
Prilly pada Tiur atau tidak. Dia khawatir, tapi gengsi sepertinya
lebih mendominasi hingga Ali bimbang sendiri.
Tiur tmn prilly
Pengen minta nomernya Prilly tapi gengsi ya Mas?
Daritadi ngetik gak jadi terus :D

44
Be Lovely

Pesan yang baru saja masuk membuat Ali menepuk


jidatnya berkali-kali, dia menjatuhkan diri ke atas kasur lalu
berguling hingga seprai berantakan. Kenapa jadi malu seperti
ini?
“Kamu kenapa Li?”
Suara Luna menghentikan tingkah abnormal Ali, lelaki itu
menegakkan tubuhnya dengan berdeham. Stupid Ali. Bisa-
bisanya dia bertingkah bodoh hanya karena godaan Tiur, yang
tepat sasaran.
“Biasa urusan cowok,” ucap Ali meraih mangkuk cream
soup. Tak henti-henti dia merutuki kebodohannya barusan.
“Kamu enggak mau pulang?” Dia melirik sebentar ke arah
Luna yang ternyata terus memandanginya, gadis itu
memperlihatkan cekungan di kedua pipinya menggeleng.
“Ya kamu anterin lah Li, Nenek enggak mau dia kenapa-
kenapa di jalan.”
Teriakan keras itu menyahut, disusul ketukan tongkat
kayu beradu dengan lantai mendekat, menimbulkan bunyi
nyaring. Yang membawanya ke sini siapa? Kenapa harus Ali
yang mengantarkan pulang?
Ali menggerutu tak suka dalam batinnya.
“Nenek? Sini ikut gabung bareng kita.” Luna terlihat
meloncat dari kasur, menghampiri neneknya. Hal itu malah
mengingatkan Ali pada sosok Prilly yang juga hobi meloncat,
arrghh dia ini kenapa sih.
Notifikasi kembali terdengar, cepat-cepat Ali menggeser
layar pipihnya. Dua belas angka yang Tiur kirimkan menambah
kebimbangan Ali, sampai teriakan nenek kembali membuatnya
tak sengaja menekan angka-angka itu.

45
Be Lovely

Tuttt … Tuttt … Kresekk….


“Halo? Ini siapa?”
Luna dan nenek Ali serempak menoleh, saat suara gadis
terdengar dari ponselnya. Suara Prilly.

46
Be Lovely

47
Be Lovely

Chapter 6
“Yang disuntik Bunda, ngapa yang nangis elu sih?” Qrilly
memukul kepala adiknya sambil mengempaskan bokong di
sebelah Prilly yang menangis, si cengeng itu histeris saat suster
datang menyuntik bunda mereka.
Prilly melotot galak, ingin balas memukul Qrilly jika
suara ayah tidak menghalangi niatnya. Mengingatkan dalam
perut Qrilly ada calon keponakannya yang akan lahir dua bulan
lagi, beruntung sekali.
“Asik, gue dibelain Ayah! Sayang Ayah!” ucap Qrilly
melempar ciuman jauh ke arah ayahnya.
Merasa tak terima, Prilly mendekati bunda dengan tangis
makin keras. Dasar Qrilly! Sudah tahu punya adik cengeng,
digodain juga.
“Udah-udah, Bunda lagi sakit gini kok malah pada
berantem. Emhhh, kamu juga! Jangan terlalu gampang nangis.
Kalau udah nikah, kabur kali suami kamu,” goda bunda pada
Prilly.
“Ihh, nanti Prilly disayang-sayang kok. Masa ada cowok
mau ninggalin cewek seimut Prilly.”
Kalimat bangga meluncur dari bibir tipis Prilly, membuat
semua yang ada dalam ruangan tertawa. Namun, tak lama
karena bunda masih harus banyak beristirahat. Dengan perut
besarnya, Qrilly dan Arbi pamit pulang. Wanita itu juga tak

48
Be Lovely

bisa duduk terlalu lama, mengingat usia kandungannya


memasuki trimester ketiga.

“Ayah istirahat aja, biar Prilly yang jagain Bunda. Ayah


pasti capek juga ‘kan?!” Pertanyaan disertai perintah itu, Prilly
tujukan pada sang ayah. Saat ini, hanya tersisa mereka berdua
saja dalam ruangan yang seketika hening.
“Perjalanan Jakarta-Palangkaraya jauh, kamu belum
istirahat sama sekali. Lebih baik sekarang kamu istirahat,
bukannya besok kamu harus pulang.”
Prilly tersenyum, mengisyaratkan jika dia tidak
merasakan lelah sama sekali. Justru Prilly senang bisa
berkumpul dengan keluarganya, meski cuma sehari.
“Kalau gitu kita tungguin Bunda bareng-bareng,” kata
Prilly memijat bahu ayah pelan.
Getaran ponselnya membuat Prilly meraih ponsel dengan
tangan kirinya, dia mengernyit mendapati layar pipih itu
berkedip menampilkan sebaris nomor tak dikenal. Tanpa pikir
panjang Prilly menekan gagang telepon berwana hijau,
mungkin saja penting.
“Halo? Ini siapa?”
Tutttt ... Tutttt….
Belum sempat mendapat jawaban, sambungan sudah
terputus. Gadis itu mengangkat bahu tak acuh dan kembali
memijat ayahnya.
“Salah sambung.” Begitu jawab Prilly saat ayah
menengok dengan alis terangkat.
______________

49
Be Lovely

Dengan setelan yang belum rapi, Ali menuruni anak tangga


tergesa. Semalaman penuh matanya tidak mau terpejam, baru
subuh tadi lelaki itu bisa tertidur pulas. Entah apa yang terjadi,
bayangan Prilly terus-terusan muncul membuatnya jadi susah
tidur.
“Cepet-cepet kamu nikahin Luna, biar tiap pagi enggak
keteteran begini. Kalau nikah sama Luna ‘kan kamu pasti lebih
terawat.”
Ali menyeruput secangkir kopi di sofa sambil memakai
sepatu, mengabaikan ocehan sang nenek yang sama sekali tak
berubah topik. Luna lagi, Luna lagi. Sekarang dia harus segera
ke kantor dalam lima belas menit, ada pertemuan dengan para
pemborong pagi ini.
“Aku berangkat dulu ya, Nek. Baik-baik di rumah,”
pamitnya mengecup pipi kiri dan kanan nenek, menaruh
cangkir di atas tatakan tergesa.
“Ck, dikasih tahu juga.” Nenek Ali berdecak kesal,
cucunya itu memang terlalu cuek dengan wanita. Sudah
berkali-kali ia mencoba mendekatkan Ali dan Luna, tapi lelaki
itu tetap sama saja. Tidak tersentuh dengan perhatian Luna.
Entah siapa yang bisa mengubah Ali menjadi lebih hangat.

“Jadi baiknya bagimana Pak? Perusahaan kita sedang


mengalami grafik penurunan akhir-akhir ini,” sekretaris Ali
tampak menatap bos besarnya menunggu jawaban dari
persoalan yang cukup menggoyangkan neraca perusahaan.
Namun, lelaki maskulin itu malah terdiam.

50
Be Lovely

“Pak?”
Baru saat lengannya tersentuh, Ali mengangguk. Dia
mengerjap lalu membolak-balik dokumen di meja, berusaha
memusatkan pikiran yang terus berkelana ke mana-mana.

“Kita lanjutkan besok, kepala saya sedikit pusing,” putus


Ali sambil memijat pelipisnya.
Ali merasa kepalanya begitu penuh dan berat.
Setelah mendapatkan persetujuan, Ali berjalan cepat
menuju ruangannya. Ingin membaringkan diri di atas sofa yang
empuk. Iseng, Ali membuka pesan terakhir yang dikirimkan
Tiur semalam.
Tiur tmn prilly
Mas monster kangen sama Prilly paling :’D
Sumpah. Kalau dekat, sudah Ali kempeskan badan
gembul Tiur itu. Menambah kepusingan saja, tapi mungkinkah?
Klung….
Pesan yang baru saja masuk membuat kedua mata hitam
Ali hampir lepas dari tempatnya.
Tiur tmn prilly
Kata Prilly, dia kangen dicium bibirnya sama mas
monster
Tiur kampret!
______________

“Wahh, Mas Ali gercep juga ya. Langsung telepon kamu!”


Prilly mengerutkan kening mendapat jawaban yang tidak
sesuai dengan curhatannya, ada telepon salah sambung kenapa

51
Be Lovely

sampai ke mas monster sih? Sepertinya Tiur sekarang


menjelma jadi makcomblang.
“Apaan sih Tiur! Enggak nyambung tauk,” katanya
menjepitkan ponsel di antara leher dan telinga, saat ini Prilly
sibuk membereskan pakaian untuk pulang besok.

“Enggak nyangka aja, baru aku kirimin nomor kamu eh


langsung ditelepon ternyata. Aroma-aroma jadian ini mah,”
jawab Tiur sembari tertawa menggoda.
Jadi Tiur bagi-bagi nomornya sama Ali, kenapa enggak
ngomong dulu sih? Prilly menggeram gemas.
“Ihh, nomor Prilly kok disebar-sebar sih! Sama mas
monster lagi, Tiur bikin Prilly malu taukk!”
“Siapa Mas Monster?” ulang Qrilly sekali lagi. Penasaran,
kenapa pipi gembil adiknya berubah merah seakan habis digigit
nyamuk berjamaah.
Sejenak tak terdengar suara, gadis itu lekas mematikan
sambungan telepon sebelum ketahuan. Kalau kakaknya itu
sampai tahu, bisa habis Prilly diledek.
“Bumil tuh enggak boleh kebanyakan kepo tauk, pamali!”
Dengan wajah diseriuskan Prilly menirukan gaya orang-orang
zaman dulu saat memberi petuah, mengalihkan topik yang
sangat dia hindari sekarang.
Namun, Qrilly tak bisa dibohongi. Sikap Prilly yang sok
sibuk menata baju terlalu mudah dibaca, sepertinya gadis
cerewet itu sedang menutupi sesuatu. “cowok ya? Cieee!
Akhirnya laku juga!” godanya berhadiah lemparan baju.
Prilly menghentakkan kaki malu, mendorong tubuh berisi
sang kakak menuju pintu keluar. Memang selama ini Qrilly

52
Be Lovely

mengira dirinya tidak laku? Kurang ajar, begini-begini bisa


bikin sosok mas monster luluh tahu. Astaga, kenapa malah
kepikiran Ali lagi sih. Berkali-kali Prilly mengumpat dalam
hati sambil tak henti memukul kepala. Malu.
“Ihh, udah. Jangan godain aku, godain Kak Arbi aja sana!
Lagian enggak ada kok cowok-cowok, Prilly masih tulen
jomblo,” kata Prilly meyakinkan.

Tampang Qrilly tak berubah, senyum miring berhias


kedipan nakal membuat Prilly serasa digoda abang-abang
tukang ojek. Setelah mengucapkan kalimat pengusiran sekali
lagi, gadis itu membanting daun pintu dan langsung
menguncinya. Berjaga kalau kakaknya akan masuk lagi.
“Nanti Kakak bilang ke Ayah biar buru-buru dilamar!”
“Awas aja kalo sampek Kakak ngadu, Prilly ngambek!”
Setelahnya hanya terdengar tawa jahat Qrilly yang makin
menjauh.
Duhh, sumpah Prilly malu!
____________

Mobil melaju pelan di trotoar menggilas genangan air pertanda


hujan baru saja mengguyur, terlebih aroma aspal ditimpa air
begitu khas menyengat indra penciuman. Jika punya kekuatan
hero, paling Ali akan merobohkan pintu mobil dan terbang
sejauh mungkin biar tidak perlu kencan buta dengan Luna.
Selain malas, dia juga lagi tidak nafsu makan.
“Nek, Ali sibuk! Masih banyak yang harus Ali tangani di
kantor, makan siang sama Luna-nya ditunda besok aja ya. Ali

53
Be Lovely

janji dateng deh,” rayu lelaki itu bernegosiasi. Semoga


neneknya akan luluh.
“Apa hah? Setelah besok mau bilang besoknya lagi, gitu
aja terus. Emang kenapa sih enggak mau nge-date sama Luna,
dia kurang apa coba? Cantik iya, udah gitu pinter masak, calon
dokter.”
Tuh ‘kan malah kena omel. Ali melipat bibirnya kesal lalu
menyandarkan tubuh sambil terpejam, berusaha menetralkan
rasa kesal yang sudah di ubun. Dasar bodoh! Merayu nenek
sama saja menggigit batu. Keras.
Ali akui semua yang dikatakan nenek benar, Luna
sempurna. Tapi entah kenapa kemandirian itu sama sekali tidak
bisa meluluhkan es yang membalut hatinya, padahal sejak dulu
dia selalu membayangkan akan menikahi sosok gadis seperti
Luna. Dan semua itu berubah sejak … hhh~ lebih tepatnya
sejak dia mengenal Prilly. Si bocah idiot yang manja. Tak tau
bagian mana yang membuat Ali tertarik pada gadis itu.
Tin … Tin….
Citttttttttttt….
Suara klakson berpadu bersama rem yang diinjak kuat
nyaring menembus pendengaran Ali, kejadian itu cukup cepat
dan begitu mengagetkan.
“Ya ampun, bocah zaman sekarang kalau nyebrang
enggak mau nengok kiri-kanan. Kalau udah begini siapa yang
mau disalahin coba,” omel nenek membuka pintu mobil.
Haduh, bakal jadi masalah baru ini.
Cepat-cepat Ali ke luar lewat pintu sebelah, mendahului
neneknya daripada akan membuat keributan. “Nek, aduh!”

54
Be Lovely

“Sakit ‘kan? Makanya kalo nyebrang matanya dipakek,


cewek kok sembrono banget. Tadi misalnya kamu mati mau
nyalahin siapa? Saya?”
Ketika nenek Ali sudah naik pitam sambil berteriak marah,
gadis ini cuma berkedip polos memegangi dahinya yang
berkenalan dengan aspal.
“Udah ya Nek, kasihan. Biar Ali yang beresin, Nenek
masuk mobil aja ya,” ucap Ali mengelusi lengan neneknya lalu
menggiring menuju mobil. Meninggalkan si gadis yang sibuk
menunduk memungut ceceran isi tas.

“Kamu kasih uang aja deh Li, biar berobat sendiri. Itu juga
salah dia sendiri ‘kan.” Masih belum puas mengomel, bahkan
Ali pun jadi kena semprot. Lelaki itu Cuma mengangguk dan
cepat menghampiri si gadis.
“Mas Monster? Arghh, kangen!”
Belum selesai kekagetan Ali, si gadis sudah berlari
merangkul bahunya erat. Prilly. Pantas ceroboh untung tidak
apa-apa.
“Heh, Idiot! Lo tuh kalo nyebrang hati-hati dong, untung
enggak mati. Ini sakit?” tanya Ali masih bingung berkata-kata.
Ujung jarinya menyentuh darah di dahi Prilly pelan, sepertinya
sakit karena gadis itu meringis pelan.
“Yang kemarin telepon Prilly itu Mas Monster ‘kan?
Ciattt, kangen ya? Sampe minta nomer Prilly ke Tiur.”
Bukannya menjawab Prilly malah balik bertanya.
Dan hal itu benar-benar membuat suasana jadi ramai. Ini
yang Ali rindukan.

55
Be Lovely

“Ck, lagi sakit masih sempet-sempetnya godain gue sih.


Perih enggak sih?” Ali meniup-niup luka itu pelan, lelaki itu
meringis sendiri seakan ikut merasa perih.
Prilly menggeleng, memunguti lagi sisa barang yang
masih berceceran di dekat kakinya sebelum kembali berdiri
sejajar dengan Ali.
“Mas Monster niup-niup gitu kayak pengin nyium deh,
kangen ya?” goda Prilly sekali lagi. Matanya berkedip nakal
berhiaskan senyum jahil.
“Ali, buruan! Luna udah nunggu nih!”
Jangankan membalas, mulut Ali pun belum terbuka.
Namun, nenek sudah berteriak lantang sehingga keduanya
serempak menoleh.
Seketika kalimat tak terduga keluar dari bibir Prilly,
“Nenek Mas Monster galak, mirip sama Mas!”

56
Be Lovely

Chapter 7
Prilly berlari kecil membuntuti langkah besar Ali, sedangkan
nenek berjalan sejajar dengan lelaki itu. Sekali-sekali melirik
padanya tajam, dan Prilly cuma menunduk tak berani
membalas tatapan nenek. Menyeramkan, seperti membunuh.
Aslinya ketika Ali mengajak gadis itu sudah tidak
diperbolehkan, tapi apa daya. Lelaki itu mengancam menolak
ikut jika Prilly tidak diajak, jadilah nenek setuju saja. Daripada
batal. Ia tak ingin membuat Luna sakit hati lagi gara-gara
kelakuan Ali.
“Nenek….!” teriak Luna mencium pipi kanan-kiri nenek
begitu mereka sampai.
Prilly hanya mengangguk kaku saat gadis tinggi ini beralih
menatapnya, cantik. Pantas saja mas monster mau. Sekilas
Luna menyapa Ali, menarik tangannya agar duduk di kursi
sebelah gadis itu. Dia tersenyum manis, mendekatkan kursi
agar semakin merapat dengan Ali.
“Buruan nikahin, Li. Udah kelihatan cocok bersanding di
pelaminan,” kata nenek berkedip nakal.
Tak tahu kenapa Prilly jadi marah, dia benci pada gadis
yang sedang coba dekat-dekat dengan Ali ini. “Aku duduk di
samping Mas Monster ya?”
Belum sempat bokongnya mendarat, Prilly merasa ditarik
kuat.

57
Be Lovely

“Jangan ganggu mereka, kamu duduk di sana! Nanti pilih


makanan apa saja biar saya yang bayar.”
Nenek menunjuk meja yang cukup jauh dari mereka
membuat Prilly bimbang.
Ali menggeleng tak setuju atas ide neneknya, dia sedang
ingin dekat Prilly—si gadis idiot. Hampir dua hari dia
menghilang tanpa kabar sama sekali, beruntung Tiur peka
meski sempat bikin Ali malu setengah mati.
“Bener ya dibayarin?” tanya Prilly berbinar. Oke, kali ini
gadis itu lebih mementingkan perutnya.
“Dasar matre!”
Dahinya mengerut pelan merasa kesal, jangan karena dia
lebih pendek dari Luna jadi seenaknya dihina. Setidaknya
Prilly lebih imut dari Luna, ahhh, percaya diri sekali.
“Kan yang suruh aku tadi Nenek! Kenapa Nenek ngeselin
sih? Dari tadi Prilly salah terus deh perasaan, kalau enggak
ikhlas Prilly pulang aja deh,” kata gadis itu marah. Di
belakangnya Ali geleng-geleng merasakan situasi sekarang,
bisa dia pastikan perang bakal dimulai sebentar lagi.
“Heh, anak kecil! Kamu tuh enggak pernah diajari sopan
santun ya sama orang tua? Berani bentak-bentak saya!” Nenek
membalas sembari menjewer telinga Prilly hingga pekikan
minta ampun terdengar jelas.
Telinganya memerah dan terasa pedas, Prilly
mengusapnya dengan kerucutan hidung. Setelahnya gadis itu
berlari menuju meja yang sebelumnya sudah ditunjuk nenek.
“Pokoknya Nenek yang bayarin ya….” Teriaknya
berlarian kecil.

58
Be Lovely

Bukan khawatir, Ali malah tertawa lega menyaksikan


tragedi barusan. Ternyata pertengkaran konyol antara nenek
dan gadis idiot, bukankah menyenangkan melihat pertengkaran
itu setiap pagi di rumah?

“Kamu nemu cewek kayak gitu di mana sih, Li? Heran


Nenek,” kata nenek bergumam pusing akan tingkah tidak jelas
gadis itu.
“Nenek yang bikin aku nemuin dia!”

“Dia bener-bener morotin Nenek, mana mungkin tubuh sekecil


itu bisa habis uang dua juta untuk makan?”
Antara takjub atau tidak habis pikir, nenek Ali menatap
tubuh mungil Prilly yang sedang berlarian dari toko satu ke
toko lain. Itu pun juga kedai makanan lagi. Prilly begitu
hiperaktif, layaknya anak kecil dia akan kembali dengan wajah
senang dan memamerkan makanan yang ada di tangannya pada
nenek.
“Ternyata nenek baik juga ya, Prilly jadi dapet asupan gizi
banyak,” ucap Prilly memeluk tubuh nenek, tapi segera dilepas.
Tatapan wanita setengah abad itu waspada kalau-kalau akan
dipeluk sekali lagi.
“Jangan lari-lari nanti lo jatuh! Prill!” peringat Ali, ya
gadis itu kembali berlarian begitu menemukan kedai es coklat.
Di sampingnya Luna terdiam, sulit sekali mendapati Ali
tersenyum senang seperti ini. Sedangkan, dia memergoki lelaki
itu tersenyum bahkan tak segan tertawa hanya karena

59
Be Lovely

mendapati gadis kecil itu berlari. Apa mungkin Ali suka


padanya?
Pertanyaan-pertanyaan bergerumul, memaksa diungkap
dari dalam benak cantik Luna.

“Kamu suka sama dia ya Li?”


Cepat-cepat kepala lelaki itu menoleh, mengernyit
mendengar pertanyaan tak wajar dari Luna. “Bukan urusan
kamu, Lun. Sekalipun aku suka sama dia, aku akan dipaksa
menghabiskan hidupku denganmu bukan?”
Skakmat. Kalimat barusan menghunjam dada Luna,
karena benar Luna merasa tidak terima dan terhina.
“Prilly….!”
Saat tahu gadis kecil tadi terkapar dengan darah
bercucuran, Luna tetap terpaku di tempat. Melihat bagaimana
lampu gantung itu jatuh menghantam Prilly membuat perasaan
ngeri bersarang sebelum berubah nyeri karena cemburu.
Betapa perhatiannya Ali menyongsong tubuh lemah
bermandikan darah itu dengan mata memerah serta sebait
kalimat lirih, “jangan pernah tinggalin gue, gue sayang sama
elo Prill!”
Luna sadar jika hati lelaki itu tidak pernah untuknya.
______________

“Benaran sudah enggak sakit?”


Kalau orang lain mungkin akan menggeram gemas atau
paling tidak memelototi Ali yang sedari tadi terus bertanya hal
sama, tapi ini Prilly—manusia yang supra aneh. Alih-alih
marah, dia justru meyakinkan Ali dengan hal yang nyeleneh

60
Be Lovely

mengecup pipi lelaki itu misalnya hingga tak pelak


menimbulkan aura campur aduk di wajah Ali. Entah malu,
mungkin juga kesenangan.
Telunjuk Prilly menekan pipi kanan Ali menggoda,
matanya berkedip-kedip bak boneka mampang. Dia bergerak
selangkah sedikit berjinjit mendekatkan bibir lalu berbisik
menggelikan, “ciee-ciee, Mas Monster blushing lagian aku
enggak apa-apa kok. Sudah sehat, suruh gendong nenek saja
aku kuat.”
Sepatu tak cukup buat menutup mulut cerewet gadis itu,
terlebih Prilly melangkah tengil di lorong rumah sakit seakan
menyatakan jika dia benar-benar sehat. Tetap saja kain kasa
yang mengelilingi kepala disertai wajah pucat membuktikan
bahwa telah terjadi insiden sebelumnya. Melihat tindak-tanduk
Prilly, membuat Ali ingin balas dendam. Lelaki itu berjalan
lebar-lebar demi menyamakan langkah, kejadian itu cukup
cepat. Dari arah belakang Ali meraih tangan kanan Prilly yang
terayun lalu meletakkan tubuhnya ke atas bahu seperti karung
beras.
“Mas Monster gila!” teriaknya histeris minta turun.
“Memang. Gila cinta sama kamu!” Aslinya Ali Cuma mau
bercanda melalui jawaban asal. Namun, lelaki itu dibuat skak
kemudian.
“Katanya aku cuma dianggap Adek?”

61
Be Lovely

Lagi-lagi Luna berkeliaran di dapur rumah Ali seperti


lelembut, dengan celemek motif kartun gadis tinggi itu lincah
meracik bumbu menjadi seporsi nasi goreng hangat, tersaji
mengepul sampai perut Prilly saja tidak bisa berkhianat.
Kudunya, ia tadi kabur saat lampu merah. Ketimbang harus
memendam cemburu kala Ali makan dengan lahap.
“Mau nambah lagi enggak, Li? Aku ambilin,” tanya Luna
sembari terkekeh melihat cara makan Ali. Mirip bocah baru
belajar makan.
Nenek yang berada di ujung meja makan mesem tak jelas,
tentu membuat mood Prilly tambah berantakan. Dia pengin
nangis, pengin marah, pengin menoyor nenek juga karena
menyebalkan, tapi Prilly takut berdosa jadi gadis yang
tenggelam di balik kemeja milik Ali itu memilih diam.
“Enggak usah, aku bisa ambil sendiri kok.”
Ali berdeham sejenak, sudut matanya melirik Prilly yang
tampak tak berselera bahkan berkaca-kaca. Kenapa dia?
“Luna pintar masak, perhatian pula. Coba kamu, bisanya
apa? Cuma nangis, teledor, minta jajan kayak gitu mau jadi istri
cucuku. Bisa enggak terurus dia,” celetuk nenek tajam. Beliau
lanjut menyantap hidangan seolah kalimat barusan tidak
menyakiti siapapun.
Prilly makin menunduk, meremas ujung kemeja
kedodoran hasil meminjam dari Ali. Tuh ‘kan jahat, dia
memang tidak becus melakukan apa pun. Prilly tak bisa marah
atas perkataan nenek, sebab itu benar.
“Nenek!”
“Kenapa? Enggak salah ‘kan?”

62
Be Lovely

Nenek membela diri mendengar Ali berteriak, lagipula


wanita yang tak lagi muda itu merasa ucapannya benar. Hingga
terdengar suara kursi terseret, Prilly berlari ke ruang tamu
mengambil ransel merah jambunya lalu berjalan menuju pintu
setengah sempoyongan.
“Heh, Idiot! Mau ke mana?” Ali menatap netra tua milik
nenek tajam. Kata-kata tadi terlampau kasar dan tentu
menyakiti perasaan Prilly.
“Bagus deh, kalau tahu pintu ke luar. Jadi saya enggak
perlu susah-susah nyeret kamu, setelah pulang dari sini jangan
harap kamu bisa mendekati cucu saya lagi. Kamu ngaca dan
sadar diri!”
Pendengaran gadis itu berdenging ngilu, sedangkan Ali
sendiri kesulitan mengejar karena Prilly berlari semacam tupai
lompat.
Di lain sisi, Luna nampak termenung. Dia tak tahu apa ini
merupakan suatu simbol kemenangan atau bukan. Namun, rasa
bersalah seakan baku hantam dengan rasa senang.
Nenek mengelus rambut panjangnya sayang, “kita sukses
besar!”
Gadis yang masih memakai celemek itu hanya tersenyum
kaku. Entahlah, Luna kebingungan menghadapi situasi ini.
____________

“Prilly!” teriak Ali ketika berhasil menghadang tubuh


mungilnya. Tanpa banyak bicara, dia langsung merengkuh
Prilly dalam dekapan erat. Tak memberi cela sedikitpun untuk
Prilly pergi darinya.

63
Be Lovely

Jari-jari mungil Prilly terkepal, mendarat di atas dada


lelaki itu dengan gerakan memukul. Isakannya begitu
menyedihkan, dia seperti pengemis cinta di hadapan lelaki
sempurna seperti Ali.
“Mas Monster lepasin Prilly! Ini dilarang!” kata gadis itu
terbata sembari mendorong badan Ali meminta celah.
“Enggak … Enggak akan! Enggak ada larangan, karena
Mas Monster cuma milik Idiot.” Ali menolak tak terima.
Menyentuh dadanya Prilly justru sadar akan sesuatu.
Bahkan, nekat melakukan aksi tak terduga yang membuat Ali
membelalak terkejut. “Pasti Mas Monster mau minta kemeja
ini ‘kan? Iya?”
Setengah gemetar jari-jari Prilly menyentuh kancing,
berusaha melucuti kemeja besar yang melindungi tubuhnya.
Dengan tepisan kasar, Ali menarik tengkuk gadis itu.
Menyentuh lembab si tipis yang dari tadi terlalu banyak
mengoceh. Sebelah tangannya menarik lengan Prilly ke arah
leher bersamaan ketika dia menggigit bibir bawah gadis itu.
Jadilah di bawah langit——tepatnya di tepian jalan
mereka berciuman layaknya dua orang mesum tanpa aturan.
Setelah beberapa menit, merasa Prilly mulai terengah Ali
melepas tautan mereka. Beralih menenggelamkan kepala di
ceruk lehernya sambil mengancingkan kembali kemeja Prilly.
“Kita kabur dari rumah dan memulai hidup baru tanpa
larangan siapapun,” ajak Ali berbisik. Bibirnya menempel di
telinga Prilly sehingga hanya mereka berdua yang dapat
mendengar.
“Tapi….”
“Kenapa lagi sih Calon Istri?”

64
Be Lovely

Setelahnya pipi Prilly dihujani pelangi warna merah


sampai-sampai merahnya menjalar menuju telinga. Sumpah,
Ali terdengar alay.

65
Be Lovely

Chapter 8
Suara isakan membangunkan Ali dari tidur panjangnya, dia
meraba sisi tempat tidur masih setengah mengantuk. Tak lama,
lelaki itu melonjak terkejut dan langsung berlari menuju kamar
mandi setelah meraih celana pendeknya yang teronggok di
lantai.
Di sana, dia mendapati Prilly sesenggukan sambil
meremas-remas sikat gigi dalam genggaman. Ali mendekat,
mendekap tubuh Prilly yang semakin kecil karena mengenakan
pakaiannya. Kecupan sayang mendarat di ujung kepala gadis
itu. Maksudnya wanita.
“Kenapa, Sayang?” tanya Ali menghapus air mata Prilly
menggunakan sepuluh jarinya.
“Hiks … ak- aku … aku hamil.”
Jawaban Prilly justru membuat Ali tertawa, sekali lagi
bibirnya mendarat kali ini di kening Prilly cukup lama.
Tanpa menghentikan tawanya, Ali berlutut menyamakan
tinggi dengan perut balon milik Prilly. Mengecup lalu
meletakkan kepala di sana tanpa memberi tekanan berarti,
tanda-tanda kehidupan dia rasa ketika dua jagoannya berebut
saling menendang.
“Mama lupa lagi, Sayang,” ejek Ali kembali tertawa kecil.
Meski akan menjadi ibu, kebiasaan pelupa Prilly memang
sudah mendarah daging.

66
Be Lovely

“Jangan diketawain!! Hiks….,” balasnya menjambak


rambut Ali kesal. Setelahnya lelaki itu menegakkan tubuh,
kembali memeluk tubuh istrinya erat-erat. Tak lama wajah
keduanya mendekat, bersiap melakukan kebiasaan mereka
sejak menikah.
Jedug
“Aduh!” Prilly merintih kesal, memegangi ujung kepala
yang barusan terantuk kaca mobil.
“Kenapa?”
Prilly terkejut sendiri mendapati tangan kiri Ali mengusap
ujung kepalanya yang terbentur dengan sayang, sedang
sebelahnya menekan ponsel di telinga seperti tengah
menghubungi seseorang. Karena samar-samar terdengar orang
berbicara dari seberang. Gadis itu menggeleng dan semakin
mundur. Menciptakan jarak sejauh-jauhnya dari Ali.
Gila! Lagipula, kenapa pikirannya bisa seliar ini?
“Tidurnya nyeder aja sini, biar enggak kebentur.”
Sialan, Ali justru menariknya semakin mendekat. Malah
kepala Prilly ikut ditarik agar menyender di bahu keras milik
lelaki itu. Tentu hal tersebut membuatnya kalang kabut,
terlebih teringat mimpi bodohnya tadi. Lagi-lagi ia bersemu.
Ngomong-ngomong, mereka—maksudnya Ali serius
mengajak Prilly kabur. Setelah menghubungi supir kantor,
akhirnya kini keduanya berada di mobil yang menggilas
tanjakan menuju Bandung. Ali memutuskan untuk cuti bekerja
selama tiga hari, ia ingin menghabiskan waktu bersama
perempuan unik yang kini kembali bersikap tidak jelas. Tadi
Prilly tampak kesakitan dan kini taburan jus jambu merah
tampak menghiasi pipi balonnya.

67
Be Lovely

“Kamu pasti mimpi macam-macam ‘kan? Mimpi mesum


pasti,” tebak Ali spontan. Sekali lagi, gadis itu terkejut lantas
berdiri tiba-tiba hingga ujung kepalanya kembali terantuk.
Memangnya tadi Prilly ngelindur aneh-aneh ya?
“Aduh, sakit!” Prilly memegangi kepala sembari merintih.
Double kejedot ini, padahal perban masih meliliti
tengkoraknya yang sempat kena jahit.
“Ceroboh banget sih, calon istri! Sesekali bisa enggak sih?
Enggak usah sembrono gitu!” Lengan kanan lelaki itu
melingkari pinggang Prilly, memangku gadis itu setengah
memaksa. Beberapa saat ia terdiam, mengetik sesuatu pada
ponsel lantas ikut memijit pelipis Prilly cemas.
Lagi-lagi Ali kudu mengelus dada sabar, karena saat ia
menunduk berniat mengecek kondisi gadis itu. Prilly telah
memejamkan mata damai, napasnya terdengar teratur. Arghh,
apakah Prilly tak memahami bahwa Ali sedang
mengkhawatirkannya?
Dan yahh, Ali baru ingat. Sepanjang hidup Prilly, mana
pernah ia berpikir meski cuma sesekali?

“Mas Monster bangun! Bangun dong! Aku butuh belaian


nih.”
Pagi buta, sekitar pukul 03:00 a.m Prilly mengendap
masuk dalam kamar Ali lantas mengacaukan tidurnya.
Sungguh menyebalkan. Kalau boleh jujur, dirinya baru tidur
satu jam sebab sebelumnya Ali sibuk memastikan jika tidur
Prilly nyenyak.

68
Be Lovely

“Aihh, Om Monster bangun! Dedek butuh dibelai ini!


Jangan tidur terus, nanti gemuk loh,” teriak Prilly memecah
gendang telinga Ali. Sedang tubuh mungilnya menaiki
punggung Ali yang tertidur dengan posisi tiarap.
“Aku baru tidur sebentar, Calon Istri … besok aku janji
deh. Mau ke mana pun kamu, aku anterin! Beneran! Tapi
malam ini biarin aku istirahat sebentar ya?” lirih lelaki itu, ia
bergerak berguling membuat Prilly ganti posisi menjadi duduk
di pangkuan Ali.
Ini kedua kali. Asli, bikin Prilly keteteran menata kerja
jantungnya yang tak keruan. Maka ia menurut, lanjut
menguselkan kepala seperti seekor kucing manja.
Di sisi lain, Ali menggigit bibir menahan gemas. Gadis ini
selalu membuat Ali tak tahan untuk tak menggigit pipi
gembilnya. Akhirnya, mereka saling mendekap erat memberi
ketenangan batin yang menenangkan jiwa. Sejenak coba lupa
tentang masalah-masalah yang menanti mereka lain waktu.
Teringat sesuatu Ali menunduk. Bertanya hal bodoh dan
lagi-lagi itu menyebabkan Prilly skeptis seketika, “di mobil tadi
kamu memang mimpi mesum ‘kan?”
Tatapan menyelidik dari Ali menyadarkan Prilly dari
lamunan, spontan ia menggeleng. Mengatakan kalimat yang
justru menjebak dirinya sendiri, “ihh enggak! Aku tuh cuma
mimpi kita ciuman aja kok Mas Monster, tapi enggak desah-
desah gitu kok. Sumpah!” Prilly mengangkat kedua jari
meyakinkan.
Namun, Ali justru tertawa kencang. Seriusan, polosnya
Prilly enggak dibuat-buat. Emhh, bahkan jawabannya barusan
bikin Ali enggak tahan buat menerkam. Dia menempelkan bibir

69
Be Lovely

dekat telinga gadis itu, bermaksud membunuh jarak antara


mereka. Mulutnya bergumam lirih tapi tentu Prilly dapat
mendengarnya, “daripada cuma mimpi, gimana kalau beneran?
Aku enggak masalah kok.”
Prilly langsung melaksanakan konfrontasi besar-besaran,
sebut saja agresi militer. Ali tertawa kencang seraya berlari
menjauhinya, beberapa kali hampir tertangkap. Namun,
sungguh lelaki itu seperti belut. Dan Prilly benar-benar kesal
karena usahanya menangkap Ali gagal total, dia menangis
tersedu di dekat pintu kamar. Seakan mengadu pada jangkrik
malam, jika Ali telah berbuat jahat kepada dirinya.
“Yah, kok malah nangis sih? Tangkap nih tangkap, tapi
Calon Istri jangan nangis lagi dong. Aduh….” Bujuk Ali seraya
mengelus rambut terikat Prilly. Sekarang dia jadi kelimpungan
sendiri.
“Mas Monster jahatin Prilly! Sana ihh jauh-jauh, jangan
pegang lagi! Sana!!” balasnya mendorong bahu Ali agar tak
lagi merapati tubuh mungilnya. Bukannya menurut, lelaki itu
makin rapat membelit pinggang Prilly.
“Maaf deh! Aduh, jangan ngambek dong Calon Istri. Janji
enggak gini lagi!”
Prilly melengos, sudah tidak mengeluarkan air mata tapi
masih pura-pura marah. Sedikit demi sedikit sudut matanya
mulai melirik Ali, ide picik tiba-tiba menyinggahi otak
cantiknya. Baiklah, dia akan membalas.
“Tadi kamu ‘kan bangunin aku tuh, mau apa? Janji
diturutin asal calon istri maafin aku.”
“Sini aku bisikin!”
Krik … Krik … Krik….

70
Be Lovely

Biar Ali jelaskan.


Kini keduanya berada di tengah kebun the saat langit
masih gelap didampingi bulan yang benderang pada sisi barat,
demi mendapatkan pengampunan dari Prilly. Lelaki itu harus
menggendongnya menyusuri hamparan pohon the tanpa
penerangan, bukan hanya sekali sudah terhitung jari ke sepuluh
Ali terpeleset akibat telapaknya salah memijak. Bukan rasa
kasihan, dia justru kembali mendapati Prilly mengomel.
Dengan sangat berat hati, Ali menampilkan senyum tiga jari
tanpa ketulusan.
Untung sayang.
Mendengar dengkuran halus dekat indra pendengarnya
Ali mendengkus tak terima, ingin dia buang tubuh insan ini ke
jurang. Memang Prilly kira tubuhnya seringan uang seribuan?
“Calon Istri! Ck … kok tidur sih? Aku jangan ditinggalin
dong, nanti kalau tiba-tiba ada yang lewat gitu gimana? Aku
takut ihh!” Tak ada sahutan, bahkan tak ada pergerakan.
“Prilly! Idiot, woy gue takut. Jangan ditinggalin molor.
Gue buang ke jurang tahu rasa lo!!” ancam Ali semakin was-
was. Serius, dia takut sama kegelapan begini.
Suara Ali mengusik mimpi Prilly, lelaki itu berubah
cerewet dan semakin ribut. Malas berpikir dua kali, Prilly
lantas mendaratkan kedua telapaknya untuk membekap wajah
Ali. Dia meronta-ronta sehingga hilang keseimbangan, tubuh
keduanya kini mendarat secara tidak elit di tanah. Susah sekali
menciptakan suasana romantis.
“Tulang gue….” rintih Ali, netranya melotot galak pada
Prilly. Gadis itu ketepatan menengok, nyalinya kembali ciut
lalu mengalihkan tatapan ke sekitar.

71
Be Lovely

“Calon istri kudu tanggung jawab! Pinggang aku encok


nih! Aduh,” tuturnya manja.
Prilly seketika tertawa, rasa takutnya luap begitu saja.
Kemudian, dia menarik langkah cepat. Berlari menghindari
kejaran Ali. Tawanya menyembur bersamaan ketika lelaki
dengan sweater navy itu tergelincir sekali lagi, “haha … lain
kali terbang aja Mas Monster biar enggak jatuh!”
Ejekan tadi bukan sebuah hinaan, sebab tawa Ali turut
muncul seolah tertular. Dia menegakkan tubuh sambil
menepuk-nepuk celana antisipasi tempelan debu, belum usai
dengan kegiatannya Ali terkejut kala teriakan Prilly tembus ke
gendang telinga. Gadis itu diseret beberapa orang badan besar
menuju mobil.
“Mas Monster tolongin aku! Aku diculik!!”
Cepat-cepat dia bergegas, menjangkau tubuh mungil
gadisnya yang sudah hangus ditelan debaman pintu mobil,
sialan Ali terlambat. Ini semua pasti ulah neneknya.
“Mas Monster!!”
“Prill, kamu tenang aja! Kamu aman!!” teriaknya balik.
Entah gadis itu mendengar atau tidak. Benak Ali mendobrak
tanpa berpikir risiko, meminta dia untuk menemui nenek agar
membebaskan Prilly.
Namun, kita tahu tabiat nenek bukan? Take and give,
harus ada imbal balik terhadap segala sesuatu yang wanita tua
itu berikan. Dengan cara apa pun, ambisinya tak akan berakhir.
Ali tetap bersama Luna, atau jikalaupun masih menolak, dia
akan memastikan bahwa Ali tidak akan menikahi gadis
manapun.
“Jangan bikin aku benci sama Nenek!”

72
Be Lovely

____________

Sikap nenek terlampau keterlaluan, wanita rimpuh itu bersikap


apatis setelah membuat cucunya kelimpungan dari Bandung
bahkan karenanya Ali terkapar lemah di rumah sakit.

Hari masih gelap tetapi ia nekat mengendarai mobil ugal-


ugalan ketika hujan lebat mengguyur jalan pulang, aspal yang
licin beserta sedikit tikungan menjadi sebab Ali mengalami
kecelakaan. Meski tergolong tabrakan kecil, mobilnya raib
akibat tergelincir lantas keluar dari jalur.
“Lepasin dia, Nek!” pinta Ali hampir menyerupai
rengekan. Dongkol sendiri, karena sulit melakukan pergerakan
akibat tulang hasta sebelah kiri retak. Jadilah ia menggendong
organ itu layaknya bayi.
Nenek menarik bahu dari sandaran sofa, selanjutnya
menumpu siku pada kedua paha. Bibir renta itu bergerak
menyebalkan kala memberi jawaban pada cucunya, “dia siapa
yang kamu maksud?”
“Dia ya Prilly. Calon istri aku! Nenek ‘kan yang bawa dia
kemarin?” sahut Ali menggebu, terlanjur kesal dengan sikap
angkuh neneknya. Ali harus mengatupkan mulut atau dirinya
akan menggeretang dan berakhir menyakiti nenek.
Gerak-gerik wanita itu seperti merujuk pada kata
bungkam, nenek justru terlihat menyeret langkah ke pintu tanpa
penjelasan. Hampir saja Ali berteriak apabila nenek tidak
stagnan dekat kusen, tubuh bungkuknya berbalik dengan
sedikit tarikan di sudut bibir.

73
Be Lovely

“Gadis itu sudah tiada. Jadi secepatnya kamu bisa


menikahi Luna. Bukan begitu? Cucuku?”
___________

Rona wajah Prilly mendadak masygul begitu membaca


halaman depan undangan nuansa hitam merah, kertas itu ia
terima lewat paket yang mengatasnamakan dirinya. Meski
merasa tidak pesan sesuatu, Prilly nekat mengurai kardus
penuh lapisan selotip dan justru senewen setelahnya.
Inisial yang tercetak dengan huruf kapital cukup sebagai
bukti bahwa Ali akan segera menikahi Luna. Alih-alih memilih

74
Be Lovely

tidak hadir, Prilly malah akan membawa kado pernikahan


berupa bom waktu agar acaranya kacau. Memangnya ia akan
terima diperlakukan seperti ini?
“Sebelum aku bom, makanannya harus aku kresekin dulu.
Butuh berapa ya kira-kira? Pasti banyak, Neneknya Mas
monster ‘kan orang kaya,” gumam Prilly sembari melipat jari-
jari berbentuk hitungan. Entahlah, tidak ada yang bisa menebak
jalan pikiran si gadis idiot.
“Tapi Prilly kok tiba-tiba jadi pengin nangis gini sih?
Kenapa coba?” Ia menyandarkan tubuh pada kaki kursi, duduk
bersila di karpet ukuran 2 x 3 meter. Kali ini raut wajah Prilly
tak bisa bohong jikalau sedang gundah gulana, meski berusaha
dibendung, air matanya tetap jatuh bersama isakan kesakitan.
Ingatannya kembali ke tiga hari lalu, kala gadis itu diculik oleh
beberapa orang asing.
“Makasih, Om udah anterin Prilly pulang! Makasih juga
sudah belikan Prilly makan, kapan-kapan culik Prilly lagi yaa!”
teriaknya seakan berusaha menjangkau mobil jeep yang
melaju cepat meninggalkan gerbang. Bukan penculikan yang
kental kata seram, gadis itu malah dikirim pulang ke
Palangkaraya oleh orang-orang tersebut, bahkan mereka
mengajak Prilly makan di sebuah restoran mewah nan mahal.
Entah niat terselubung macam apa, selama ia baik-baik saja
Prilly rasa bukan masalah besar.
Ughh, gadis itu jadi ketagihan diculik.
Memasuki rumah semua orang terkejut. Tak salah, sebab
ia pulang tanpa pemberitahuan. Prilly sendiri lupa mengabari
Ali, terlebih besoknya Qrilly melahirkan bertumpuklah jadwal
kesibukan sehingga Prilly kesulitan hanya untuk beristirahat.

75
Be Lovely

Sempat ia menelepon esok harinya, namun suara operator yang


bolak-balik menjawab panggilan. Maka wajar jika Prilly sulit
mengendalikan diri begitu undangan pernikahan Ali telah ia
terima.
Kasihan banget kamu, Prill. Baru seneng sehari sudah mau
ditinggal rabi.
Sisi malaikatnya mulai iba.
“Awas aja kalau kita ketemu, Prilly bakal rebus Mas
monster biar jadi sup iga! Hiks….” Jarinya meremas-remas
paket laknat itu, tangisannya tumpah. Buliran air mulai
menderas sekitar pipi Prilly.
“Prilly mana makanan Kakak? Gue kelaparan ini woy!”
Satu lagi. Sekarang dirinya menjelma bak pembantu bagi
kakaknya. Dasar! Mencari kesempatan dalam kesempitan.
Nanti kalau giliran Prilly yang melahirkan, akan ia balas.
Tunggu, siapa ayah bayinya?
Prilly kembali merengut jengah.
Meski bibirnya lanjut mengomel tanpa titik, kedua tangan
Prilly bergerak lincah meracik sepiring nasi dilengkapi lauk
khusus ibu menyusui, sayur daun katuk. Mengaduk susu dan
air dengan tidak sabaran sampai bunyi gemeletuk amat kentara
mengganggu pendengaran orang lain.
“Prill, ngaduknya pelan-pelan aja, Nak,” tegur bunda
mendekati dapur.
Prilly meringis kecil, cepat-cepat meraih bahu bunda
bermaksud untuk menuntun. Tapi tolakan halus ia dapat,
tekstur kasar meraba punggung tangan kala bunda memberi
tepukan kecil di sana. Senyum keibuan terbit saat gadis itu
beralih mengangkat nampan berisi makan siang sang kakak.

76
Be Lovely

Bunda merenung berandai, jika ia tidak selemah ini mungkin


Prilly tak harus repot-repot melayani Qrilly. Operasi yang
Qrilly jalani, mengharuskannya bed rest. Tersisa Prilly yang
dapat diandalkan, Arbi bekerja dengan shift tidak teratur.
Sedang yang lain sibuk menggarap tanaman di kebun.
“Kalau Bunda Cuma mau minta maaf, lebih baik jangan!
Enggak ada yang salah, ini sudah tugas Prilly buat berbakti
sama Bunda dan Kakak. Sekarang, pikirin kesehatan Bunda.
Istirahat yang cukup, kalau perlu sesuatu panggil Prilly saja.
Oke?” ucapan setara luas lapangan sepak bola Prilly kecam
untuk bunda. Wanita ringkih itu mengalah, mengangguk kecil.
Putrinya yang ceria.
“Makasih, Sayang.”
Retina gadis itu berkedip sekali, tanda perlakuannya
bukan perkara besar. Belum sebanding dengan pengorbanan
bunda untuk Prilly dan Qrilly sepanjang hidup.
“Kakak pengin martabak depan komplek deh, Dek!” pinta
Qrilly tak berdosa.
Ternyata dibiarkan terus semakin menjadi, menarik sudut
bibirnya terpaksa Prilly langsung menjalankan perintah dari
sang ratu. Di jalan, ia menendang kerikil trotoar. Kenapa Qrilly
tambah menyebalkan setelah melahirkan? Benar-benar tidak
habis pikir. Dia bergumam, “Enaknya jadi Kakak, tahu gitu
Prilly minta lahir duluan saja.”
Antrean menguar cukup panjang, orang-orang berbaris
teratur demi mengantre seporsi martabak. Prilly berada di
barisan terakhir, awalnya ia pikir tidak lama. Tapi setengah jam
berlalu, antrean tampak masih memanjang bak ular.
“Kok lama sih?”

77
Be Lovely

Kini Prilly menyalahkan postur badan beserta posisinya.


Orang mungil baris paling akhir, Cuma kelihatan leher orang-
orang yang penuh daki. Gadis itu mengembus napas serupa
dengkusan, kesal. Dua jam penantian lama, ia pun akhirnya di
garda depan.
“Martabak spesialnya, Mas!”
“Martabak spesialnya, Mas!”
Prilly terkejut mendapati suara lain dengan pesanan
serupa terdengar di sisi kirinya, ia menoleh namun kemudian
menyesali.
“Prilly….”
Di sana, Ali berdiri serasi mendampingi Luna. Mereka
berdua begitu semringah, bahkan tak terkesan raut paksaan di
wajah lelakinya. Mungkin kemarin itu, Ali hanya iba pada
Prilly tak lebih.
“Ini, Mas uangnya terima kasih!” ucap Prilly, buru-buru
menyerahkan selembar uang tanpa sadar nominal. Teriakan si
penjual tentang kembalian ia hiraukan. Semakin lama ia berdiri
di sana, kaca di matanya pasti akan pecah menjadi luruhan air
mata. Sesuatu terasa meremas nurani Prilly. Bagaimana Ali
bisa sampai sini? Apa yang sebenarnya mereka lakukan di
Palangkaraya?
Nyatanya niat ingin menjadikan Ali sup sekadar kata
belaka, sebab dia justru hanya menangis mengiba.
“Mas Monster jahat!”
___________

Prilly menatap pantulan cermin ngeri, sangsi ingin ikut-ikutan


potongan adegan di sinetron yang ia tonton semalam bersama

78
Be Lovely

sang bunda. Tapi ini demi Ali. Gadis itu tak bisa serta-merta
melepas Ali dengan Luna begitu saja. Ingat, ini bukan cerita
upik abu tapi kisah lomba tujuh belas agustus karena penuh
perjuangan jadi Prilly akan berjuang mendapatkan keadilan.
“Stt, woi! Udahan belom?”
Jempol kanannya teracung sempurna, merapikan ujung
dress ketat pas badan Prilly lekas mendekat ke arah suara
skeptis. Bibir tipisnya yang dipoles pewarna merah tampak
berbicara sebagai isyarat bimbang, “nanti kalo Mas Monster
marahin Prilly gimana, Jannah?”
Iya, Jannah.
Gadis itu spesial diutus menjadi agen rahasia pejuang
cinta, habis Prilly ancamannya ilmu hitam begitu. Terpaksa ia
menurut daripada tubuh gempalnya harus kena santet, entah
siapa yang menyihir kepolosan Prilly hingga berubah iblis
dalam sekejap. Awas saja!
Padahal Prilly mana berani ke tempat-tempat berbau sekte,
bisa ngompol duluan. Salah Jannah juga, mudah dikelabuhi
oleh orang aneh seperti Prilly.
“Halah, yang lo perjuangin juga si tai itu ngapain harus
takut sih bocah!” semprot Jannah sekaligus berdecak luar biasa
sebal.
“Ihh Jannah ngomong kasar, Mas Monster itu bukan tai
tapi eek. Jahat banget Prilly ditinggal nikah sama Luna.”
Ratu drama beraksi. Andai mencekik bukan tindak
kriminal, mungkin Jannah akan melakukannya saat itu juga.
Pada Prilly tentunya. Entah kenapa setiap kali adu mulut
dengan Prilly, tekanan darahnya meningkat disertai gejala-

79
Be Lovely

gejala ingin bunuh diri. Yang bisa menjinakkan persona spesies


ini pasti berkekuatan magis nan ghaib.
“Banyak ngomong elahh, kita gerak sekarang. Timing-
nya udah pas nih.” Jannah lekas melompati jendela setinggi
satu setengah meter cepat. Mereka akan menggerebek rumah
yang menurut kabar merupakan tempat tinggal grandpa Luna.
Gadis berkostum merah darah itu tampak berdesis
kesusahan, “ini turunnya gimana? Jannah jangan intip-intip
Prilly ya! Entar bintitan!”
Gusti, beri Jannah kesabaran yang paripurna.
_____________

“Saya masih belum mengampuni Anda setelah membuat


menantu saya masuk rumah sakit tanpa pertanggungjawaban.”
Angkuh nenek Prilly memulai obrolan serupa gertakan kepada
lawan bicaranya. Tatapan rentanya jatuh berkeliling pada
orang-orang yang bertigas menghias sudut-sudut rumahnya.
Setelah menaruh cangkir mewah pada tatakan, lawan
bicaranya tampak menjilat bibir sembari menabur tawa di akhir.
“Kalau bukan karena cucu, saya tidak sudi berbesan dengan
keluarga murahan seperti kalian,” ungkapnya arogan.
“Sejak menjajaki bangku sekolah, kamu memang tidak
pernah mau mengalah padaku Sita. Bahkan ketika kita
memperebutkan don juan semacam Badrul itu.” Lia—nenek
Prilly mendesah pasrah sembari melontarkan kisah lalu yang
pernah ia lewati bersama lawan bicaranya.
Sosok yang ia sebut Sita selalu menunjukkan sikap
konfrontasi, lihatlah tawa congkaknya. Tetapi Lia sudah hafal
betul tingkah-polahnya, tidak heran kini mereka justru tampak

80
Be Lovely

tertawa dan mulai melempar diri pada mesin waktu. Menguak


kembali cerita lampau walau tak jarang keduanya kembali
berdebat.
“Sekarang justru cucu kita akan menyatu dalam
pelaminan, meski aku sedikit tidak sudi berbesan denganmu.”
“Dasar!”
_____________

Lensa dengan warna berbeda-beda teratensi pada satu objek,


gadis mungil berbaju merah ketat dengan perut besarnya. Tak
lupa tangisan juga dia umbar pada orang-orang di sekitarnya.
Dia terlihat makin menyedihkan ketika perutnya sedikit
merosot ke arah paha hingga tercetak ringisan halus dari sosok
yang setia bersamanya.
“Luna gak bisa nikahin Mas Monster, dia sudah hamilin
Prilly dan berjanji akan menikah cuma sama Prilly,” ujar Prilly
sembari mengusap ingusnya. Tentu dia makin tampak
menggelikan.
Sisi kanan sofa terisi Jannah yang batinnya amat bergelut
kesal. Akting Prilly begitu payah, ingin ia segera pergi menjauh
dari lingkungan ini. Jannah yakin, dalam batin mereka pasti
sedang menertawakan kebodohan Prilly yang luar biasa
membuat perut keram karena harus tahan tawa. Lebih-lebih
adegan bantalan merosot itu, jelas semua orang dalam ruang
merekam betapa tak bermutunya aksi Prilly.
“Siapa Mas Monster?” Sosok dengan usia menginjak
kepala tujuh menyelidik ke arah Prilly, matanya sudah renta
tapi ketajaman belum berkurang.

81
Be Lovely

Angkat suara Jannah menyela, “Mas Ali, Kek. Calon


suami Luna.” Membuat jari pedas Prilly tergerak mencubit
paha gembul gadis itu. Seenaknya memotong kata demi kata
berharganya.
Bukan sahutan, wanita seumuran sang kakek bangkit dari
kenyamanannya. Bergerak menuju sebuah ruang dari banyak
tempat di rumah megah ini, dahi kedua gadis muda itu kompak
menurun membentuk garis lengkung. Bingung. Sepersekian
detik kerutan mulai berubah pucat tanda terkejut setelah wanita
tersebut menyerahkan benda kotak nuansa putih kental.
“Justru kemarin Sita selaku nenek Ali menyerahkan
undangan itu kepada saya,” cicitnya tertawa kecil mendapati
raut kaku para pemudi yang manis terduduk di hadapannya.
Spontan tonjokan kencang Jannah layangkan pada lengan
polos Prilly, “sialan! Bikin malu gue aja lo!”
“Horee, ternyata pengantin Mas Monster Prilly, Jannah!”
Prilly malah terlonjak kegirangan, bantalan di perutnya
melorot jatuh ke lantai marmer begitu saja. Lupakan rasa malu,
dia amat gembira sekarang. Kaca timbul pada kedua matanya,
setelah ini dia akan lekas menemui Ali dan akan memeluknya
sampai kehabisan napas.
Kenapa kebahagiaan Prilly menguapkan amarah Jannah
dengan mudahnya, apa pun itu dia turut bersyukur mendapati
hari kemenangan bagi temannya telah datang.
“Tapi kasihan Jannah dong, jomlo sendirian.”
Kurang ajar!
Dasar bocah gemblung
_____________

82
Be Lovely

“Bagus yang merah, Lia!”


“Enggak ahh, kayak warna setan. Pokoknya ambil yang
kuning aja ya, Sayang!”
Sita mendelik, tetap memaksa memasukkan baju merah ke
dalam keranjang belanjaan yang sudah penuh membumbung.
Dominasi oleh macam benda warna merah-kuning. Dengan
kekeh wanita paruh baya itu mencecar, “gak bisa! Itu mereknya
murahan Lia. Seorang Sita harus dapat yang terbaik dalam
hidupnya.”
Menyebalkan. Sikap arogannya selalu muncul pada saat
tepat.
“Prilly pilih yang mana, Nak? Yang ini atau ini?” tanya
Lia mengajukan pilihan di tangan kanan-kirinya.

“Jangan bikin pusing istri Ali ya nenek-nenekku! Pilih aja


semua yang kalian inginkan, baby pasti akan memakainya.”
Dari arah timur, Ali melerai perdebatan panjang nan tak
berkesudahan. Tangannya membelit pinggang sang istri yang
makin berisi semenjak kandungannya memasuki trimester
ketiga. Bulan-bulan mereka semua lalui berbumbu perdebatan
konyol antara kedua kubu calon buyut ini, bahkan hal tak
penting pun diperdebatkan dengan begitu sengit bak sedang
berada di arena tinju. Lebih lagi ketika ijab kabul, keduanya
kompak berulah, berhasil membuat jantung Ali nyaris lepas
karena harus mengulang kalimat sakral sebanyak tiga kali.
Kepala Prilly terangkat kala merasakan tangan besar Ali
mengusap perut bagian bawahnya yang luar biasa kencang
akhir-akhir ini, wajar saja sebab sudah mendekati hari
kelahiran. Kecupan dia dapatkan di pelipis, tanda sayang

83
Be Lovely

teramat dari lelaki itu disertai bisikan penuh perhatian terucap,


“sayangku duduk yuk, jangan berdiri lama-lama.” Tentu kasih
tersebut akan Prilly terima dengan tangan terbuka.
Sepasang wanita lupa umur kembali menenggelamkan
diri mengelilingi toko khusus perlengkapan bayi, satu bulan
terakhir Prilly getol diajak berbelanja hingga barang-barang
mungil bertumpuk bahkan beberapa tertata tak beraturan di
rumah mirip gudang toko. Rahasia umum jika Prilly yang
makin polos sejak dinyatakan positif mengandung nurut
digiring ke sana ke mari, kadang membuat Ali uring-uringan
ketika kaki wanitanya itu membengkak kelelahan.
“Babas, Bubu mau cerita.” Prilly menyandarkan
punggung, sembari fokus mencari letak manik Ali. Ada sesuatu,
dan harus dia ceritakan.
Satu lagi, pasangan ini punya panggilan baru. Babas dan
Bubu, atau bisa diartikan Bapak dan Ibu. Sedikit menggelikan,
lebih lagi kalau Jannah yang mendengarnya. Langsung muntah
darah di tempat dia.
Ali berdeham saja, sibuk mengusap perut balon istrinya
sayang. Berdebar menanti kedatangan malaikat kecilnya.
“Luna anaknya cewek, nanti kalo suka-sukaan sama baby
gimana dong Babas? Gak boleh….” Rengeknya menggebu.
Kabar Luna menikahi pria bule keturunan Bangladesh dia
dapati ketika resepsi di pelaminan.
Setelah insiden kepalanya bocor, Luna terlibat cinta satu
malam dengan salah seorang pria klub yang menikahinya paksa
demi menutupi perbuatan buruk mereka. Meski semua terjadi
begitu cepat, tak dipungkiri kebahagiaan tetap gadis itu dapat

84
Be Lovely

setelah mengikhlaskan perasaannya yang terlanjur terperosok


pada Ali.
Ngomong-ngomong soal paket berisi undangan, itu
rencana nenek Ali. Begitupun pasal Ali dan Luna tampak
bersama di warung martabak. Katanya ingin menguji
ketangguhan calon mantunya. Ternyata cara gadis itu memang
di luar nalar, Sita sendiri tak habis pikir proses makhluk sejenis
Prilly terbentuk.
Tawa Ali tercetus kecil, “ya enggak apa-apa dong, Bubu.
Lagipula kita tidak pernah tahu bagaimana takdir ke depannya
‘kan? Nikmati dulu yang sekarang, jangan mikir aneh lagi deh!”
jawabnya menyentil gemas dahi wanita dalam rengkuhannya.
“Gitu ya?”
“Iya, Sayangku … sekarang kita ajak para nenek gila
belanja itu pulang sebelum menguras habis seluruh isi toko!”
ajak Ali sambil menyangkutkan kecup akhir tepat pada bibir
tipis si calon ibu.
Bagaimana ke depannya, itu rahasia Ilahi. Namun, segala
rintangan akan Ali hadang demi bersama surga dunianya.
Keluarga kecilnya. Istrinya dan buah cintanya.

~Selesai~

85
Be Lovely

Bumbu
Pertama
"Kakak, udah buang! Gak mau gitu-gitu ihh, Prilly ‘kan udah
minta ampun!" teriakan si wanita perut buncit menggelegar
memecah ruangan. Seakan lupa kalau tengah berbadan dua, tak
sungkan ia juga berlari sesekali coba menghindar dari kejaran
sang kakak.
Hampir sebulan Arbi dan Qrilly pindah domisili ke Jakarta,
tentu hanya sementara sesuai perintah pindah tugas dari kantor
suaminya.
Apabila Ali melihat ini, mungkin Arbi langsung diminta
menalak Qrilly. Meski begitu, wanita yang dua tahun lebih tua
dari adiknya itu seperti belum kapok menjahili Prilly. Habis
sikap polos Prilly kadang minta dizalimi. Lagipula ia hanya
bergurau mengancam akan mencoblos perut Prilly agar meletus,
tidak terduga anak itu langsung kabur dengan raut benar-benar
ketakutan.
Qrilly meringis sejenak mendapati adiknya melangkah
cepat tanpa memperhatikan jalan, bahkan sedikit oleng dalam
beberapa waktu. Belum sempat bibirnya terbuka
memperingatkan, justru kembali terkatup. Pelipisnya
membasah ketika pori-pori seakan memeras keringat dari kulit,

86
Be Lovely

tubuh Prilly jatuh kesakitan di lantai marmer mengkilap dan


basah itu.
"Kakak ... Shhh sa-hhh sahkithh!" erang Prilly menyentuh
perut besarnya gemetar. Wajah wanita itu terbingkai pucat,
bulir-bulir keringat dingin seperti menjelaskan rasa sakitnya.
Suara keras Qrilly pecah menghantam dari sisi ke sisi
rumah, pekikan minta tolong berulang ia katakan sembari
merengkuh tubuh kepayahan sang adik.
Sebelum hilang kesadaran, manik Prilly sempat adu
hantam dengan netra tajam milik suaminya yang membara pada
satu titik. Satu tetes air terjun dari sudut mata Prilly disertai
gelengan pertanda melarang.
Tapi terlambat.
Kepalan dengan tulang besi sekedip mata menghantam
pipi kakaknya hingga tersungkur, memericik genangan serupa
aliran hujan darah di lantai putih itu.
_______________

"Lo apain bini gue, bangsat!" Arbi menodong kerah kemeja Ali,
telak pukulan-pukulan menyasar pada rahang, pipi dan hidung
Ali membalas apa yang telah pria itu perbuat pada sang istri.
Ali tertawa sinis, tatapnya nyalang tak gentar melawan
Arbi. Sobekan serta lebam mulai tampak sana-sini, ia
tersenyum sekali lagi balas meraih bahu Arbi lalu menepuknya
seakan berdebu. "Bini lo ... Hampir bikin anak gue mati! Gara-
gara ulah bodoh bini lo, sekarang Prilly kesakitan bro di dalam
sana! Jadi gak ada salahnya dia juga ngerasain APA YANG
BINI GUE RASAIN!"

87
Be Lovely

Keduanya saling beri jarak dan siaga menodong lelaki


paruh baya notabene profesi dokter itu, senyuman kecil terbit
sembari mengangguk pelan. Gambaran keadaan Prilly terbukti
baik, apalagi saat perawat wanita keluar dengan titahnya.

"Istri Bapak sudah sadar. Katanya ingin bertemu dengan


kakaknya."
Garis bibir Ali tertarik lurus seiring kalimat akhir terlontar,
menunduk sejenak ia kemudian menengadah, tatapnya jatuh
pada Arbi seakan kode untuk memanggil Qrilly yang kini
terbaring di ruang rawat lantai satu.
"Mari ikut saya, Pak! Ada beberapa hal yang ingin saya
bicarakan mengenai kandungan istri Bapak," tegur sang dokter
sembari mengarahkan perawat agar melaksanakan beberapa
pengecekan.
Ayunan kakinya tergerak membuntuti langkah sang
dokter. Semoga sesuatu buruk itu segera enyah dari pikirannya.

"Jangan sampai kabar ini terdengar ke Palangkaraya."


"Gue harap, Nenek juga gak denger. Dia sedang dalam
perjalanan bisnis ke Turki," tukasnya sepakat.
Sepertinya kantin berhasil memangkas perselisihan antara
kedua ipar ini, tampak raut lega berbumbu obrolan ringan
terlempar dalam perjalanan menuju ruang rawat Prilly. Pikiran
mereka ikut pulih kala kondisi istrinya berangsur normal, selain
itu Ali juga harus memohon ampun kepada Qrilly. Tindakan

88
Be Lovely

emosinya dengan menonjok kakak iparnya tadi benar-benar


terlampau parah dan ia sepenuhnya sadar kini.
"Kakak lihat nih, Olive minta mimik ke Prilly! Jangan ya,
Sayang ini punyanya Dedek bayi dalam perut Onti. Nanti ajak
main ajak main adeknya ya," celetuk Prilly tertawa senang.
Apakah seperti ini jika bayinya lahir nanti? Ia jadi tidak sabar.
"Punya Om juga itu, Liv!"
Percakapan yang sekilas lewat indra dengarnya Ali balas
turut mengajak komunikasi putri kakak iparnya, bibirnya
terkembang tipis untuk sosok di kursi roda tanda ajakan damai.
Tentu Qrilly membalas, apakah ia harus menyimpan dendam
demi kekonyolan sepele. Wanita itu mendongak ke arah Arbi
yang berdiri di belakangnya pria dewasa berlesung pipit itu
nyaman membelai ringan surai sebahunya.
“Say—”
Setengah tubuh Prilly semula bersandar pada tembok, kini
bergerak cepat semakin menempelkan dirinya dengan benda
padat itu. Ia meremas sisi baju Olive disertai gurat-gurat takut,
suaranya skeptis, tertahan di pangkal tenggorokan. Tangannya
turut terangkat mengusap pelipis serta sekitar area mata yang
basah tiba-tiba. Entah bagaimana cara Prilly menjabarakan
semua, tetapi ingatan seperti menolak lupa ketika lengan
suaminya menghantam kulit Qrilly. Lengan yang dahulunya
selalu merengkuh bahu kecil Prilly.
Frekuensi langkah Ali melambat, semula hampir
mendekat namun saat ini ia justru mematung. Kedua
kelopaknya merapat sarat sesal.

89
Be Lovely

“Kakak … Kakak suruh dia pulang. Prilly mau sama


kalian aja,” cicit si wanita hamil memulangkan bocah
menggemaskan itu ke pangkuan kakaknya.
Kedipan mata Ali meluncurkan satu titik air, remasan
serta-merta terasa menguat seakan ingin menjepit ulu hati
sampai membiru. “Jangan gitu, Sayang.”
Tak terdengar sahutan, Prilly abai lalu berbalik menutupi
keseluruhan tubuhnya, apatis terhadap alasan yang akan
suaminya beri. Benak Prilly tengah hampa, kehadiran Ali saat
ini hanya bagai bara panas. Amat ia tampik. Menghadirkan
debar aneh serupa ketakutan tak beralasan.
Deritan pintu Prilly sadari disusul jejak langkah yang
perlahan lenyap. Pikirnya, mungkin Ali memilih pergi sesuai
permintaan awal. Wanita itu tersenyum kambing, mengacak
kasar tebaran air di wajahnya.
“Gak seharusnya kamu memusuhi Ali gitu, Dek! Kakak
gak suka! Kamu gak ingat pesan Bunda?!” Sanggahan fasih
Qrilly ucap, coba meluruskan kembali pola pikir sang adik.
Terlihat adiknya hanya bergerak sebentar, “Prilly mau
tidur, Kak.”
Sedangkan di luar ruang rawatnya, Ali bercengkerama
ringan perkara urusan kantor dengan sekretaris perusahaan.
Tak sengaja keduanya berpapasan dan berakhir membahas
beberapa masalah sekaligus bertanya perihal jadwal yang
ternyata memadat minggu-minggu di mana hari kelahiran
Prilly sisa terhitung sebelah jari. Apalagi nenek juga tak kalah
sibuknya memangkas anak-anak perusahaan internasional
peninggalan sang kakek jadi Ali tidak bisa memelas kepada
orang lain saat ini.

90
Be Lovely

“Ara, saya ingin mulai besok jadwal saya dikosongkan,”


pinta Ali tenang, air mukanya makin kalut marut.
Sosok pemilik nama Ara lekas mengecek ponsel setelah
titah tanpa gugat ia dapat langsung dari atasannya, akan tetapi
harapan Ali harus pupus seketika. Aplikasi catatan Ara penuh
coretan tinta merah tanda tender besar yang tentu tak boleh
dilewatkan. Pertemuan-pertemuan penting memadati jadwal
tiga hari ke depan tentu membuat napas pria tersebut makin
memberat.
Carut-marut tambah terasa begitu Ara mengatakan
beberapa berkas belum siap tampil saat presentasi, harus ada
tinjau ulang serta banyak bagian perlu revisi.
“Tapi perkiraan dokter sudah dekat Ara, bisa saja besok
tiba-tiba istri saya melahirkan. Dan tidak mungkin saya
membiarkan dia berjuang sendirian demi uang. Tidak, saya
tidak bisa melakukan itu.” Ali sampai berdiri saking emosinya
sulit terkendali. Kenapa banyak masalah timbul bersamaan?
Gadis di depannya bungkam sejenak, “besok pertemuan
terakhir sebelum proyek dimulai, saya minta Bapak hadir.
Nanti ketika kita sepakat start saya bisa mewakili Bapak
setelahnya di lapangan termasuk dua kali pertemuan akhir cek
lapangan dan rapat pemborong.”
Seolah angin segar mengalun kencang, meyejukkan
pikiran senewen Ali. Kepala pria kepala dua tersebut
mengangguk cepat, nenek memang tidak pernah salah sortir
dalam urusan seleksi karyawan.
“Saya percayakan sama kamu, Ara. Jangan buat saya
kecewa!”

91
Be Lovely

92
Be Lovely

Bahan
Pelengkap
Perasaan linglung membayang ketika Ali mulai menggerakkan
kelopak mata setengah sadar, rasa pusing yang teramat
membuat pria tersebut merintih tak tahan ditambah denyutan-
denyutan kencang menghantam pelipisnya. Beberapa kali ia
berkedip, mencari titik fokus saat retinanya hanya merekam
keburaman. Begitu semuanya jelas, rasa sakit di kepalanya
menjalar hingga jantung. Dentuman keras terjadi bersamaan
kenyerian.
Di sisi pria itu, tubuh Ara tampak tergolek lemas dengan
selimut melungkupi badan tanpa busana keduanya. Ali makin
terkejut mendapati bercak-bercak merah terlukis pada bahu Ara,
matanya memanas. Pelan kepalan jemarinya bergerak sekadar
memberi hantaman ringan ke arah kepalanya, coba
menyadarkan jika rentetan bayangan erotis itu hanyalah mimpi.
Namun tak berarti.
Karena, Ali benar melakukannya.
Bahkan tepat pada hari kelahiran buah hatinya.
“P—hhh, Prilly. Bagaimana keadaannya?”
Seingat Ali, dia setuju menghadiri pertemuan sesuai
kesepakatan final kemarin malam. Berlokasi di hotel kelas

93
Be Lovely

bintang lima. Seusai perdebatan alot nan ambivalen, pria itu


menerima kabar jikalau istrinya bersiap di ruang persalinan.
Basa-basi sebentar sempat ia lakoni, sebelum pamit undur diri
kliennya meminta Ali menikmati hidangan yang tersaji
sepanjang meja, asal jemarinya menggapai gelas tinggi berisi
cairan hitam seperempat ukuran. Sekali tegukan. Memori Ali
seakan terjeda pada peristiwa itu, selainnya hanya sentuhan
kotor terhadap sang sekretaris.
“Shhh, Li….”
Bisikan serupa desah makin mengganggunya, bahkan
sebutan suami tak pantas tersemat untuknya. Meski tanpa
sengaja, ia sudah menodai akad sakral yang mantap terucap,
janji satu hingga menua. Lalu kenyataan malah memaki
kencang ke arah Ali.
“A—Ara, saya … saya tidak sengaja. Maafkan saya,”
sesal pria itu seraya menjambak kuat rambut lebatnya.
Tubuh polos Ara menyandari kepala ranjang, merapatkan
selimut lanjut tunduk bermain jari gugup. Bibir gadis itu
tergigit kuat, dominasi khawatir akan kelanjutan hidupnya.
“Lupakan saja, Pak. Anggap saja tidak terjadi apa pun semalam.
Saya berjanji tidak akan mengatakannya pada Bu Prilly.”
Ali lupa resiko pahit akan mereka tuai kemudian hari. Tak
menutup kemungkinan gadis di sebelahnya ini bisa
mengandung benihnya suatu masa, apalagi kepandaian Ara
tidak akan dengan mudah melepaskan dirinya. Tak mau
menghabiskan waktu bergelut pikiran, ia lekas menurunkan
kaki memijak dinginnya lantai pagi hari. Tujuan utama adalah
rumah sakit, memohon ampun kepada bidadari surganya.

94
Be Lovely

Sebelum itu ia sempat berkata sarat ancaman, “kamu


jangan pernah memainkan janji dengan saya, Ara!”
Ara pasrah saja. Semoga takdir pensiun bermain api.
______________

“Dari semalam Prilly nyariin lo, ke mana aja? Kenapa baru


dateng sesiang ini?”
Arbi menghadang niat Ali masuk lewat cerca interogasi,
kedua tangan pria dewasa itu penuh kantung kresek bermerek
salah satu kedai makan milik orang luar. Mungkin para tetua
berkumpul di dalam, lagipula nenek Ali berjanji langsung
terbang apabila cicit gagahnya lahir. Semprotan bukan lagi
fokusnya, ia amat takut gelayutan rahasia dosa justru akan
memanjangkan jarakanya dengan Prilly. Sungguh ia tak siap.
“Tadi malam hujan, iya hujan deras gitulah. Ponsel gue
juga tiba-tiba kosong dayanya,” kilah Ali meloloskan
keinginan awalnya membuka pintu ruang rawat Prilly.
Dahi Arbi mengerinyit tidak yakin tapi berbanding karena
ia mengangguk sebagai bentuk validasi atas alasan iparnya.
Transformasi suasana kentara terasa, kericuhan sana-sini
terkutuk jadi bisu kental sinisme. Atensi jatuh pada sosok di
balik Arbi yang seketika sadar hawa seram telah
mengelilinginya. Pria brengsek ini akan sial seumur hidupnya.
“Ngapain kamu ke sini? Masih ingat punya anak istri!”
Rangkai kalimat berbisa terlempar oleh bibir pedas
neneknya sendiri. Ringisan tercetak ketika nenek Prilly
menambah satu agresi untuknya.
“Babas sini! Dedeknya udah lahir, jangan takut gitu Bubu
udah gak marah kok.”

95
Be Lovely

Bisa disebut tidak berhasil sebab selaan Prilly lebih cepat.


Prilly sendiri seakan tak menyadari perubahan air muka
Ali sedemikian drastis, badai kencang tengah menerjang batin
pria itu. Ragu, kakinya melangkah demi selangkah terbayang
kesalahan fatalnya. Ali berhenti, napasnya memburu bak habis
lari maraton, kepalanya menggeleng lalu tandon air di matanya
tumpah begitu saja. Si brengsek memilih kabur jauh dari
tanggung jawabnya, tanpa sadar ia kalah telak oleh sifat
paranoidnya. Tentu titik lemah itu akan dipergunakan
seseorang demi mengeruk keuntungan pribadi.
________________

“Prilly salah udah marah sama Babas kemarin, maafin Bubu


ya….” rapalnya menyeret tiang infus dibantu Arbi yang
kewalahan menangani sikap grasak-grusuk adik ipar, yang
seolah lupa habis brojolin kepala bayi.
Langkah seribunya terlibas tiba-tiba, Arbi memejamkan
mata dengan embus gusar merekam adegan di hadapannya.
Ternyata kecurigaan terpendam pasal sikap Ali terjawab sudah,
pria yang baru menyandang status ayah itu tak sungkan
berpelukan intim dengan perempuan asing.
Tapi Prilly kenal betul postur tubuh, bahkan suara lirihnya.
Itu Ara, sekretaris suaminya. Pertanyaan Prilly, sudah berapa
banyak Ali memainkan tipu muslihat? Apa karena ia bodoh kah?
“Mas Monster sama Mbak Ara cocok ya, gak kayak pas
sama Prilly,” cicit Prilly tersenyum masam. Air mata seakan
belum mau absen jatuh, berderai. Ia kehabisan alasan untuk
tetap dalam keadaan baik-baik saja.

96
Be Lovely

“Prilly, Mas Arbi—ini … aku gak bermaksut seperti ini,


aku….” Bak maling tertangkap basah, Ali hilang kata sekadar
untuk menjelaskan. Tadi Ara datang sudah banjir tangisan,
membeber fakta biang kejadian semalam adalah mantan
pacarnya. Salahnya hanya tidak bisa menolak pelukan Ara atas
dasar iba, ternyata malah menggores luka tak kasat mata pada
perasaan istrinya.
Tertatih langkah Prilly melambat menuju sang suami, ia
tertawa kosong berbumbu pendam kesakitan. Tangan kirinya
meraih telapak besar Ali, mengecup punggungnya lalu
menumpuknya bersama tangan Ara.
“Prilly sama Dedek … huh, hiks … pamit pulang Mas
Monster. Prilly sadar, siapa diri Prilly—dan aku … aku ikhlas.”
Apa ini kata lain bahwa Prilly memohon perpisahan?
Jika iya, silakan beri godam agar Ali dapat mematikan
nyawanya sendiri.

97
Be Lovely

Penyedap
Rasa
Embus udara panas terpantul oleh kaca diameter pas ruang
tempatnya merenung kini, sisi putih matanya memerah geram,
terbang lantas lepas landas pada retina yang sama resah di
depannya. Ali membanting benda panjang sekaligus menyobek
kecil bentang lembar putih logo rumah sakit kota, segalanya
tambah runyam, maaf dari Prilly belum ia raih namun efek dari
peristiwa malam itu Ali tuai setelah satu bulan berlalu.
Ekspresi Ara sama gelisah, cemas menanti reaksi impulsif
lain yang akan dilontar sang mantan atasan.
“Bunuh bayi itu!” suruhnya tepat sasaran.
“Tapi … tapi kenapa, Pak?”
Tawa kencang serupa sakit depresi tersembur bak
komponen letusan gunung api, kemudian tatapnya menohok
tajam, mendekati gadis itu khas hawa seram seolah Ali siap
menelan Ara kapanpun ia ingin.
Ali menyentuh perut Ara setengah menepuk, “Kamu pikir
saya akan legowo lalu menikahi kamu? Tidak akan! Saya hanya
akan menikah dengan satu wanita dan itu Prilly. Istri saya.”
“Kamu yang bilang semuanya berakhir. Jadi jangan harap
dapat apa pun dari saya!” lanjutnya mengayun langkah ke arah
pintu ruangan setengah dibanting.

98
Be Lovely

Lagi-lagi tangisan Ara pecah.


Hidupnya terlalu menderita, ketika titik terang sempat
singgah menawarkan racun kebahagiaan, lantas kenapa
sekarang menjadi bisa ular yang mampu membeku urat nadinya
hingga tewas.
“Mama janji, kamu akan terlahir dengan sosok ayah.”
_____________

“Aduh, cicit Nenek kok tambah berat cihh. Sampek kumat


encok Nenek.” Sita berpura-pura mengaduh, tak disangka, si
kecil menarik sudut bibirnya dan mencecap-cecap khas bayi
satu bulan. Gemas sekali, persis Babas-nya ketika kecil.
Rutinitas pulang-pergi Palangkaraya wanita rimpuh
tersebut lakoni setelah kabar ‘pisah ranjang’ terendus melalui
Arbi, berbekal alasan melanggar profesionalitas Sita terpaksa
memecat Ara tanpa surat panggilan maupun pesangon. Posisi
Ali juga ikut anjlok sebagai bentuk keadilan. Semenjak Prilly
memutuskan boyong ke Palangkaraya bersama sang cicit Sita
tidak lagi berbicara pada cucunya, terlebih Ali harus deportasi
ke cabang Bandung. Kian minimlah level komunikasi rekan
sedarah itu.
“Yang ada asem-asemnya mandi dulu yuk!” ajak Prilly
sembari mengayun langkah menuju putranya.
Bobot ibu muda tersebut makin susut kian hari, wajahnya
turut sayu hilang gairah. Sita tahu betapa lebar koyakan
lukanya, namun Prilly tetap menebar tawa pahit seakan
menegaskan tidak terjadi sesuatu dalam hidupnya.
Dan Prilly berusaha lebih tegar demi Nata.

99
Be Lovely

“Nak, ada yang datang. Katanya mau mengobrol sebentar


denganmu,” ujar ibu mengernyit ragu. Telunjuknya lurus ke
arah luar sebagai bentuk penegasan.
Beradu saling lirik persekian detik, Prilly lekas beranjak
dibuntuti nenek beserta Nata dalam rangkumannya. Nenek
menyuguhkan ratap tak sedap, terganggu walau sudah sejauh
ini teritorinya tetap ternodai. Wajah sembab jadi panorama
pertama terekam retina Prilly, coba menarik lengkung senyum,
riang ia menjabat tangan tamunya. “Ada apa Ara? Kamu
sampai jauh-jauh main ke rumah Prilly?”
Itu Ara. Gemetar jemarinya mengapit amplop penentu
kelanjutan hidupnya.
Seakan gayung bersambut, senyum Ara turut tertarik sama
hampa.
“Ada yang mau aku obrolin berdua sama kamu,” cicitnya
takut-takut. Intimidasi sadar ia dapat berasal dari pemilik
perusahaan tempatnya mencari nafkah dahulu.
Nenek Sita tergelak remeh, “bicarakan saja sama saya.”
Tarikan napas Ara tambah berat, atensinya berkeliling
mengolah tanggapan sarkasme jadi kekuatan. Ini anomali.
Tetapi ia lakukan kebodohan-kebodohan yang ada hanya demi
si jabang bayi dalam kandungannya.
Jemari wanita itu mengayun, meletakkan amplop
dominasi putih hijau beraroma antiseptik. Sejak awal gelaayut
rusuh hati bergumpal bak awan mendung, Prilly skeptis ketika
segel atas terbuka. Menatap seluruh anggota keluarga, ia
mendapat syarat persetujuan. Gerak bola matanya kembali
berkali-kali seperti memastikan ejaannya tidaklah salah.
Selanjutnya bibir Prilly terkatup kecil, mengangguk paham.

100
Be Lovely

“Selamat ya buat kehamilan kamu, semoga sehat sampai


melahirkan!”
Seisi ruangan panas, lebih lagi mulut kecil Ara membeber
konstelasi dusta, “dengan suamimu. Mas Ali!”
Sita lepas kendali, sekedip mata ia telah menyeret wanita
hamil itu menuju pintu utama. Mengusir secara kasar tepatnya.
“Jangan pernah kembali lagi, Jalang!!”
_______________

Jika lupa anak-istri, paling Ali sudah tiada sejak tadi sebab
memilih lompat dari gedung lantai dua puluh. Tangan
kanannya memantik korek gas, pertama kalinya menyulut bara
api pada gulungan tembakau yang terapit bibir. Konon bisa
mengentaskan kalut seseorang, juga jalan akhir untuk
menenangkan pikiran. Rekan baru sesama manajer di cabang
Bandung cuma berdecak, mengibar bendera putih tanda pasrah.
Nasehat ala orang jaman dulu pun tak mempan menembus
kekerasan hati Ali.
“Rasanya pahit, Li. Mana bikin bibir item lagi, kan gak
asik kalo nanti lo jadi rebutan gincu sama bini lu.” Leri tertawa
sendiri dengan bualannya. Geli juga ternyata.
Ali membuang kepulan asap tepat di wajah Leri. Sengaja
supaya pria cerewet itu bungkam.
“Dasar setan lu, uhuk uhuk. Bisa-bisa belum malam
pertama udah kena paru-paru duluan gue!” protesnya
mendorong bahu Ali sedikit dendam.
Diam. Malas menanggapi.

101
Be Lovely

Ia lebih bermanfaat apabila menikmati pemandangan kota


diselipi semilir angin malam yang dingin menyentuh rusuk
sebab jas mahalnya tergeletak malas di sisi pria itu.
Tak berapa lama getar ponsel berubah senandung
nyanyian, ia biarkan mati tanpa diangkat. Terulang lagi hingga
Ali mencubit kecil bahu Leri minta diwakili, pria jas abu
tersebut gembira mendapati bahwa yang menelepon direktur
perusahaan alias nenek Ali. Sekalian ia bisa cari muka biar
dapat promosi.
“Samlekom Nyonya, say—“
“Ali!! Keterlaluan kamu. Berani-beraninya ada maim
belakang sama sekretaris kamu sendiri. Sebenarnya kurang apa
selangkangan istri kamu hah?!”
Leri berkedip takjub akan frontalnya wejangan pasal
perselingkuhan itu.
Ali cepat merebut ponselnya, menginjak rokok yang
masih menyala lalu berjalan ke ujung selatan balkon kantor.
Linglung, coba mencerna baik-baik kalimat neneknya.
“Maksut Nenek apa?” tanya pria itu bingung, telapaknya
meremas pembatas balkon kala mulai paham situasi.
Sambungan terputus-putus disertai samar sahut teriak
antar wanita. Tak lama terdengar lagi suara, kali ini lain. Yang
pasti ia langsung tahu tanpa pikir panjang.
“Babas … tadi Ara ke sini kasih Bubu kejutan. Asal Babas
tahu biar begitu Bubu masih percaya sama Babas, dan nasib
perkawinan kita akan diputuskan sembilan bulan lagi. Semoga
Adek bisa dapat kasih sayang penuh ayahnya tanpa dibagi-bagi.
Bubu dan Adek nunggu Babas di sini!” Panjang lebar Prilly
berbicara disusul putusnya sambungan telepon secara sepihak.

102
Be Lovely

Ia percaya bahwa kebahagiaan masih memberi


kesempatan bagi keluarga kecil Ali.
“Tunggu aku, Sayang!”

103
Be Lovely

104
Be Lovely

Sentuhan
Akhir
“Udah makin buluk, mabuk-mabukan pula. Untung aja udah
laku nih bocah.” Lagi dan lagi Leri kembali direpotkan ulah Ali
yang makin brutal akhir-akhir ini, keluar masuk pub seperti
rutinitas baru termasuk aktivitas menyusahkan Leri. Belum lagi
setiap menjemput Ali, ia harus kena grepe tante-tante yang
sudah kendor. Beda cerita kalau gadis, Leri akan sujud syukur
sih buat rejeki tersebut.
Sembilan bulan lambat berganti, apalagi Prilly seakan
tertelan bumi sejak telepon malam itu. Bagaimana kabar
putranya? Apa ia sudah berjalan atau berbicara? Bahkan
namanya saja Ali tidak tahu, ayah macam apa ia sebenarnya.
Pria itu mendorong Leri, tolakan dari empati kawannya.
Sempoyongan ia menyasar dinding. Meringsek ke lantai lalu
muntah cukup parah.
“Anterin gue ke rumah sakit, Ara udah lahiran. Nenek
nyuruh gue ngambil hasil DNA sekarang,” titahnya lemas.
Detak jam bersiul perlahan, begitu banyak waktu yang Ali
habiskan penuh kekosongan. Dengan tangannya sendiri, ia
akan meraih bahagia kembali. Takdir amat kejam merenggut

105
Be Lovely

paksa pecahan paripurna hidup Ali dan pria itu berjanji


menyatukan bagian-bagian terpisah jadi ukiran utuh nan indah.

“Malam itu, kita memang melakukannya, Pak. Tapi … saya


memang telah berbadan dua saat kejadian. Kekasih saya hiks
dia … dia tidak mau bertanggung jawab, dan saya tidak mau
jika bayi ini lahir tanpa sosok ayah. Saya terpaksa melakukan
muslihat berkedok rapat agar Bapak bisa menikahi saya.
Tolong maafkan perbuatan saya, Pak,” pinta Ara kental
penyesalan. Egoisme hadir demi keberlangsungan kehidupan
bayinya, sungguh tidak ada niat untuk bertindak keji seperti ini.
Tapi ia benar-benar terpaksa.
Ali kecewa. Wanita yang kini berbaring lemah telah
membuatnya seperti pengecut, menodai mahligai perkawinan
sucinya. Meski jebakan, lalu kenyataan bermonolog sesuai
inginnya. Pria itu seolah belum bisa memaafkan dirinya sendiri.
Ganjalan bahwa ia sudah bersetubuh dengan selain istrinya,
mengoyak nurani kelelakian Ali. Hingga kabar ini malah
mengendap bersama keterdiaman Ali.
“Apa pun yang kamu akui, tidak bisa menghilangkan noda
kebejatan pada diriku Ara. Akan lebih baik, jika Prilly memilih
orang lain yang tidak berkhianat seperti diriku ini,” gumamnya
hilang arah seperti ayunan langkah menapak lelah dipenuhi
keinginan menyerah.
Janji ingin datang ke Palangkaraya hangus sudah.
Ia terlanjur larut dalam perasaan bersalah tak berujung.

106
Be Lovely

“Jadi Mas Monster ikhlas dan biarin Prilly nikah sama


monster lain?”
Sontak saraf motorik-sensoriknya hilang fungsi, lebih-
lebih siluet mungil yang kian kurus itu mengikis jarak lima kaki
antara keduanya.
“Ya. Kamu pantas dapat yang lebih baik.”
Ali menahan agar tak kelepasan membelai wajah ayu
istrinya, sang jagoan terbangun seakan merasakan atmosfir
perdana bertemu sejak kelahirannya. Telunjuk pria itu
meluncur ke arah pipi gembil Nata yang langsung terlonjak,
retina kembar miliknya jatuh menatap mata Ali sambil
tersenyum khas bayi yang baru tumbuh gigi.
“Babababa….” oceh Nata menggapai-gapai pada Ali.
Ia menatap Prilly memastikan.
“Adek rindu Babas ya? Nata rindu kamu, Mas!”
Tangannya langsung merengkuh badan mungilnya,
tangan kecil itu menepuk pipi Ali berulang seakan benar-benar
mengenali Ali. Tawa Nata amat renyah dan riang sampai Ali
tak dapat berhenti mengecupi pipi putranya sebagai luapan
gembira. “Bababa, Nanana!”
Tatap atensi Ali berganti pada Prilly, pancaran rindu
panjang belum terucap secara tersirat maupun tersurat. “Jadi
namanya Nata?”
Wanita dengan dress anggun ala gaya rumahan itu
mengiyakan, Prilly berjalan dua langkah lagi. Menghapus
semua jarak yang ada. Ia meletakkan lima jarinya di dada Ali,
mengusap sebentar di sana.
“Nathrali Paku Bumi. Dipanggil Nata.”

107
Be Lovely

Keterkejutan terekam betul lewat ekspresi terang-terangan


pada gurat Ali, tapi itu namanya.
“Biar dia hebat kayak Babas-nya. Tapi mau aku ganti Riri
aja. Rio Prasetya nama calon ayahnya sesuai permintaan kamu!”
desis Prilly di akhir kalimat.
Sampai lalai jikalau Ali kudu membiarkan Prilly mencari
jalan barunya, ia ikhlas dan akan menjaga keduanya dari jauh
saja. Pria itu sulit mencerna gurauan Prilly, malah
mengembalikan Nata pada ibunya menyebabkan tangis bocah
kecil sepuluh bulan tersebut pecah.
“Aku udah jauh-jauh ke sini, mau jemput kamu.
Melupakan masa lalu untuk memulai hal baru. Aku tidak harus
menghukum seseorang karena kesalahan yang mereka sendiri
saja tidak sadari. Tapi kalau Mas Monster pengin Prilly dan
Nata pergi, baiklah. Jangan harap bisa menemukan kami lagi!”
Geram, Prilly membalik langkah sesuai ingin suaminya.
Mengeratkan gendongan pada Nata lalu benar-benar
merealisasikan ancamannya. Belum satu langkah ia dapat,
tubuhnya ditarik paksa dan satu lumatan panjang menghunus
jatuh pada pasangannya, saling cecap seperti jawaban dari
masalah panjang yang menerpa lika-liku rumah tangga mereka.
Ara hanya satu dari ribuan cobaan menanti mereka, apabila
Prilly menyerah pada titik awal maka perjalanan kisah hanya
berakhir di sini. Semoga Ali paham, bahwa kepantasan tidak
lagi ada ketika memilih menikah. Karena saat dua hati bersatu
apa pun yang ada pada diri pasangan harus saling melengkapi.
Agar bahagia paripurna benar dirasa hingga nadi.
“Pak, Buk! Kalo mau naena lihat sikon tolong. Itu kasihan
anaknya kegencet aduh.”

108
Be Lovely

Dasar hama pengganggu.


Leri sialan!
“Buk, lagian itu bibir bekas mabuk sama ngerokok.
Mending sama saya sini masih suci,” lanjut Leri monyong-
monyong berhadiah tampolan.
Prilly melirik tidak suka mendapati kebiasaan baru
suaminya yang teramat di luar batas kendali. Ali mengangkat
dua jarinya berjanji, “itu terakhir kalinya. Aku janji!”
Leri berdecih, menoel pipi Nata. Bocah itu asing menatap
hadir tiba-tiba sosok ini apalagi saat ia mengangkat Nata sejajar
wajah, aliran hangat terasa menyentuh permukaan kulit
mukanya.
“SIALAN, GUE DIPIPISIN!”

109
Be Lovely

Sempurna
“Bubu cuma minta dikit aja, Nat. Pelit banget.”
“Ni cuma buak ana ecil ja, Ubu.”
Prilly manyun, menelan ludah menyaksikan antusiasme
Nata memakan es krim coklat bawaan sang ayah. Namun, pria
itu seolah lupa jika punya dua anak kecil di rumah—ibu kecil
tepatnya. Kita saksikan dalam beberapa detik ke depan drama
baru dimulai, lebih-lebih mata bulat Prilly tak habis dari
putranya.
“Huaaa, Babas pelitt! Adek juga pelit! Bubu marah sama
kalian!” tangisannya kacau memecah belah seisi rumah.
Ali semula santai menikmati ritual mandi, buru-buru
meraih handuk piyama berlari menuju lantai bawah. Nata
tenang-tenang saja duduk bersandar pada mini bar, ouh ia lupa
bidadarinya pasti tengah murka. Pria itu lanjut berkeliling
mendeteksi posisi Prilly.
Ibu satu anak itu meringkuk di ayunan rotan halaman
rumah, pandangannya jatuh pada gerbang rumah sambil
menajamkan pendengaram. Mungkin Prilly menunggu penjual
es krim yang biasa keliling komplek.
“Bubu mau es krim ya? Maaf tadi uang Babas ngepas terus
kartu debit Babas dipinjem Leri belum dikembaliin.”
Fokus Prilly tak lagi pada apa yang Ali ucapkan,
melainkan dari mana kalimat itu berasal. Si tebal merah yang

110
Be Lovely

bergerak terbuka-mengatup kenapa membangkitkan seduatu


dalam dirinya?
“Bubu pengin jilat bibir Babas aja boleh gak? Kayaknya
lebih manis dan lebih lembut dari es krim, slrpp hmm.”
Apa-apaan ini, istrinya sedang menggoda iman salehnya?
“Baiklah. Bubu jual Babas dengan sukarela beli.”

111
Be Lovely

Terima kasih saya ucapkan


pada yang telah
berpartisipasi membeli pdf ini
Semoga dapat menghibur
sekaligus memuaskan teman-
teman sekalian
Salam
Mbak Ria

112

Anda mungkin juga menyukai