Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

DINAS PENDIDIKAN KEBUDAYAAN PEMUDA DAN OLAHRAGA


SE KOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 PURWOREJO
Jalan Tentara Pelajar Kotak Pos 127 Purworejo Kode Pos 54101
Telepon 0275 ( 321948 )

SOAL BAHASA INDONESIA


KELAS XII
PENILAIAN TENGAH SEMESTER GANJIL
TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Bacalah penggalan cerpen di bawah ini, kemudian temukan amanatnya ! (Untuk soal no 1 s.d. 3)

1.

Kalau tidak aku karyakan, tentu telah berkurang satu pekerja keliling seperti dia. Dua hari yang
lalu kukemas pakaian-pakaian bekas anakku yang tidak muat lagi dikenakan. Aku sisihkan juga
baju tua milikku dan sekalian baju tua istriku. Pakaian-pakaian itu kuberikan kepadanya di
samping upah yang dia terima. Kami sebenarnya bukan orang yang mapan, tapi kebiasaan itu
telah ditanamkan orang tua sejak kecil.
2.

Atan menatap dengan pandangan kosong, banyak rekan sekampung pergi mengadu nasib ke
tanah orang.
“Engkau dapat menjadi buruh.”
“Buruh pun tidak, emak kan tahu, boleh dikatakan tidak ada orang kampung kita yang dapat
menjadi buruh di sana, semua didatangkan dari luar, konon, kita tak siap.”
“Tapi mengapa orang-orang luar itu siap?”
“Mereka dipersiapkan, sedangkan kita tidak dipersiapkan,” kata lelaki itu.
3.

Mata lelaki itu menyapa wajah kedua anaknya yang bersegera mau ke kota. Ada sesuatu yang
ingin diucapkan, tapi ditahannya.
“Masa depan memang tidak pernah berpihak pada orang tua. Demi masa depan anaknya, dia
rela mengalah. Mengalah dan membiarkan anak-anak menggapai kebahagiaan sendiri.
Sementara itu, dia menanggung kesendirian. Ini yang tidak dipahami oleh anak-anak.” Lelaki
itu tercenung dalam hati.

Bacalah penggalan cerita di bawah ini, kemudian temukan latar yang ada di dalamnya dan berikan
alasannya ! (Untuk soal no. 4 s.d. 8)

4.

Lintang sudah membantu sejak subuh tadi. Di atas bak terbuka yang membawa kami ke ibu
kota kabupaten ini, Tanjung Pandan, ia membisu seperti orang sakit gigi parah. Ia memandang
jauh. Tak mampu kuatirkan apa yang berkecamuk di dadanya. Ayah dan ibu, dan adik-adiknya
juga ikut. Mereka, termasuk lintang, baru pertama kali ini pergi ke Tanjong Pandan (Laskar
pelangi, Andrea Herata)
5.

Kira-kira jam delapan kami berangkat dari Dawuan. Di punggungku ada ransel berisi
perbekalan. Di pinggangku sebelah kiri tergantung termos dan pinggang kanan terselip pisau
belati bersarung. Aku merasa sangat gagah. Benar! Sepanjang perjalanan ke hutan, semua
orang membungkukkan badan saat berpapasan denganku beserta tiga orang tentara.
6.

Tiba-tiba tubuh Kartareja menggigil tegang saat berdiri. Mata dukun itu terbeliak menatap
langit. Wajahnya pucat dan basah oleh keringat dingin. Tubuhnya terpejam. Semua orang
terdiam, terkesima. Musik calung pun berhenti. Gendang pun bungkam. Dan Srintil
menghentikan tarian. (Ronggeng dukuh Paruk, Ahmad Tohari)

7.

Kami berjalan melewati bangunan monumen berbentuk pintu gerbang bernama Arc de
Triomphe de Carrousel. Bangunan monumen ini sangat mirip dengan Arc de Triomphe de
I”Etoile, monumen pintu gerbang yang menjadi ikon kota seain Eiffel.
(99 Cahaya di langit Eropa: Hanum Salsabiela Rangga Almahera)
8.

Saat itulah seorang wanita gemuk berjilbab yang matanya bengkak memasuki
pekarangan. Wanita malang setengah baya itu Mak cik Maryamah, datang bersama putrinya
dan seperti ibunya, mata mereka bengkak semua habis menangis.
Aku dan Arai berlari menuju Mak Cik tapi ibuku lebh dulu menghampiri mereka.
“Kakak....” Mak Cik memelas
“Kalau masih ada beras, tolonglah pinjami kami....”

Bacalah penggalan novel di bawah ini, kemudian tentukan sudut pandang yang digunakan dan
verikan alasannya ! (Untuk soal no 9 s.d. 13)

9.

Sore ini aku tidak menggembala. Sudah menjelang maghrib, tetapi Bapak belum juga pulang.
Ibu juga. Rumah terasa ikut sunyi, benar-benar sunyi. Semenjak kuliah di Madiun. Kakak
keduaku, Mbak Sofwati, jarang pulang. Paling sekali dalam sebulan. Usiaku berbeda enam
tahun dengan Mbak sofwati, begitu pula dengan aku dengan Zain. Sedangkan kakak tertuaku,
Mbak Atun, sudah bekerja. Dia mengajar di sekolah rakyatdi Medan. Dia juga jarang pulang.
Jadi, sekarang hanya ada aku dan dia.
10.

Sapuan angin pantai sore ini sungguh berbeda dari biasanya. Kesegarannya begitu terasa.
Dingin. Tiba-tiba hatiku menatap, mengiba para nelayan yang mencari ikan di tengah laut.
Ketabahan dan keuletan untuk menggapai rejeki begitu kuat. Sungguh pemandangan ini
sangat mendidik. Sesaat kemudian, tiupan angin kencang melanda lautan. Ombak berulung-
gulung menyapu perahu nelayan di tengah lautan.
11.

Tiang utama di Masjid soko Tunggal masih tetap kokoh. Meski sudah beberapa kali dipugar,
tiang penyangga atapnya tidak perlu diganti. Beberapa jamaah sering mengkhawatirkan
kekuatan tiang itu karena sepertinya mulai rapuh. Menurut para tetua, kayu tersebut berasal
dari hutan jati di kabupaten Blora, Jawa Tengah.
12.

Harun telah menyelamatkan kami dan kami pun bersorak. Sahara berdiri tegak merapikan
jilbabnya dan menyandang tasnya dengan gagah, ia tak mau duduk lagi. Bu Mus tersipu. Air
mata ibu muda ini surut dan ia menyeka keringat di wajahnya yang belepotan karena campur
dengan bedak tepung beras.
13.

Pukul 10, aku dan Rangga memutuskan untuk masuk ke Mezquita saat lonceng berbunyi
berdentang. Begitu kami menginjakkan kaki ke kompleks Mezquita, sebuah kolam dengan
pancuran berundak-undak adalah keindahan yang pertama kami lihat di masjid Katedral ini.
Air mancur di pelataran masjid, seperti yang kulihat di masjid paris, namun ukurannya jauh
lebih besar. Airnya yang melompat-lompat dari ujung pancuran seperti menyapu dahaga kami
dari panasnya matahari.
Bacalah penggalan novel di bawah ini, kemudian tentukan unsur ekstrinsiknya dan jelaskan
alasannya !
(Untuk soal no 14 s.d. 18)
14.

“Saudara-saudaraku, tiga kewajiban anak kepada orang tua yang meninggal. Satu,
memandikan sesegera mungkin. Dua, memakaikan kain kafan sebagaimana mestinya. Ketiga,
melakukan sholat jenasah untuk orangtua. Handai taulan hanya membantu menguburkan
jenasah di makam” begitu penjelasan Pak Zudan.
15.

Allah-lah yang menjaga jiwa-jiwa kita. Membuatnya senang atau sedih, membuat tertawa
atau menangis. Demikian lah aku menerjemahkan setiap pengembaraanku ke tempat baru.
Penjelajahan setiap sejarah masa lalu hanya suatu usaha untuk lebih mengenal diri sendiri,
mengenal kuasa Tuhan atas jiwa-jiwaku. (99 Cahaya Langit di Eropa)
16.

Dalam penjara, guru Isa juga bingung oleh kekuatannya. Untuk membongkar rahasia
perjuangan, ia takut kepada teman-temannya sedangkan untuk bungkam juga ia takut disiksa.
Tetapi ia memilih tetap bungkam walaupun disiksa. Peristiwa itulah yang membuat Guru Isa
menemukan jati dirinya.
17.

Wak Katok suka juga meminjamkan senapannya kepada Buyung, karena ia tahu Buyung
senang pada senapan, dan selalu menjaga dan membersihkannya baik-baik. Tiap kali setelah
Buyung meminjamnya, maka senapan selalu dikembalikan jauh lebih bersih dan diminyaki
pula. (Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)
18.

“Mereka ikut membangun rumah ketika orang kampung membangun rumah, memperbaiki
jalan-jalan, dan menyelenggarakan perhelatan. Dia tidak ragu-ragu dan sukar lagi dengan
orang kampung.” (Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)
19.

“Ah, jangan Sam. Kasihanilah orang tua itu. Karena ia bukan hanya sehari dua bekerja pada
ayahmu, melainkan telah bertahun-tahun. Dan di dalam waktu yang sekian lamanya itu,
belum ada ia berbuat kesalahan apa-apa. Bagaimanakah rasanya, kalau kita sendiri sudah
setua itu, masih dimarahi juga? Pada sangkaku, tentulah ada alangan apa-apa padanya.
Jangan-jangan ia mendapat kecelakaan di tengah jalan. Kasihan orang tua itu. Lebih baik kita
berjalan kaki saja perlahan-lahan pulang ke rumah.; barangkali di tengah jalan kita bertemu
dengan dia kelak ,“ kata anak perempuan itu pula seraya membuka payung suteranya dan
berjalan perlahan-lahan keluar pekarangan rumah sekolah.
a. Watak tokoh anak perempuan itu dalam penggalan novel di atas adalah…
b. Teknik perwatakan yang dipakai pengarang untuk menggambarkan watak tokoh anak
perempuan itu adalah….

20. Bacalah penggalan novel berikut!

“Iya susaaah banget...sumpah” mata Genta menatap ke depan kosong .


“Ya, tapi seenggaknya kita mencoba jangan sampai sedikit pun kita KKN”.
“Kenapa?”Zafran bertanya serius.
Ian menjawab pertanyaan afran, “karena kita dulu yang teriak-teriak anti KKN, bukan?
Masa kalo saatnya kita jadi orang kantor atau punya bisnis sendiri, jadi manajer atau bahkan
CEO kita juga KKN? Nah, teriakan-teriakan kita waktu zaman reformasi itu buat apa? Betul
nggak, Ta?”
c. Watak tokoh Ian dalam penggalan novel di atas adalah…
d. Teknik perwatakan yang dipakai pengarang untuk menggambarkan watak tokoh Ian
adalah….

Anda mungkin juga menyukai