Anda di halaman 1dari 6

2.

3 Alur

Sesuai dengan landasan teori S. Tasrif , dalam novel Ayahku Bukan Pembohong dibagi
menjadi lima bagian, yaitu :
1. Situation (pengenalan cerita)
Aku berhenti memercayai cerita-cerita Ayah ketika umurku dua puluh tahun.
Maka malam ini, ketika Ayah dengan riang menemani anak-anakku, Zas dan
Qon, menceritkan sedikit waktu dengan kedua cucu menggemaskannya.
(2011:5)

Penulis mengawali ceritanya dengan menggambarkan kekecewaan Dam terhadap


cerita ayahnya. Dam tidak menyukai ayahnya menceritakan hal-hal yang sama dengan
apa yang dicritakan padanya dahulu.
2. Generating circumstanses (cerita mulai bergerak)
Sang Kapten sudah di baris kelima, berselang lima kursi lagi. ”Kita
pulang,Dam.” Ayah menyentuh tanganku. “Pulang?” Aku yang sudah hendak
merangsek ke depan tidak sabaran menoleh pada Ayah, tidak mengerti.
“Sebentar lagi, Yah. Aduh,” aku mengeluh. Penonton di belakang kami
sudah merangsek, membuat pinggir kursi jadi sesak, aku terdesak.
Ayah sudah menarik tanganku.
Aku berusaha mengibaskan tangan Ayah. Ini kesempatan besar,
bagaimana mungkin aku akan pulang begitu saja. Sang Kapten tinggal dua
langkah dari kami. Harusnya kalau Sang Kapten mendongak sebentar, ia bisa
melihatku (dan tentu saja melihat Ayah). Harusnya kalau Sang Kapten masih
ingat, ia dengan cepat mengenali Ayah, sahabat baiknya. Tetapi Ayah sudah
menyeretku. Diikuti langkah patah-patah Ibu, Ayah berusaha menyibak
kaerumunan. Aku berteriak, berontak, tidak mau. Ibu terdengar batuk-batuk,
peluh membuat make-up Ibu luntur. Aku yang masih mengamuk meliriknya,
menelan ludah. Itulah kenapa Ibu tadi siang berdandan lama sekali. Ia
berusaha menyembunyikan wajah pucat pasinya. Rasa sebal, gemas,dan
marahku karena dipaksa pulang berguguran. Aku bergegas loncat memegang
tangan Ibu, membantunya menerobos kerumunan. (2011:106)

Dam menunggu pemain bola favoritya untuk meminta tanda tangan. Di lain waktu,
ayahnya mengatakan bahwa sang kapten adalah Suasana tersebut menggambarkan
Dam temannya. Tetapi, belum sempat Dam mendapatkan tanda tangan, ayahnya
sudah terlebih dahulu mengajaknya pulang. Dari situlah Dam mulai meragukan cerita-
cerita ayahnya.kisah-kisah hebatnya pada masa mudanya, aku hanya bisa menghela
napas tidak suka. Ingin sekali menyela, bilang bahwa Zas dan Qon harus segera tidur,
besok mereka harus bangun pagi-pagi, serta bertumpuk alasan lainnya, mulai dari
yang masuk akal hingga yang dibuat-buat. Sayangnya, istriku sudah dua kali
memberikan kode di balik buku tebal yang sedang dibacanya. Kode itu bilang dengan
tegas, biarkan Ayah menikmati.
3. Rising action (cerita mulai memuncak)
Astaga! Bukankah aku sudah bilang ke Ayah untuk menghentikan cerita-cerita
itu? Tidak ada lagi yang boleh melanggar peraturan di rumahku. Kapan Ayah
mulai sibuk bercrita lagi? Apakah saat aku melakukan perjalanan tiga hari
terakhir untuk melakukan presentasi desain gedung 40 tingkat? Saat aku tidak
ada di rumah untuk mengawasi? (2011:259)

Situasi tersebut menggambarkan Dam yang kemarahanya mulai memuncak terhadap


ayahnya. Dam berkali-kali mengingatkan kepada ayahnya untuk menghentikan cerita-
ceritanya namun ayahnya tetap menceritakannya lagi, terlebih kepada kedua cucunya.
Dam sangat tidak menyukai hal tersebut.
4. Climax (cerita mencapai puncak)
Hujan diluar semakin deras, aku meremas rambut keritingku. Cerita
tentang Akademi Gajah bukan bohong tidak peduli walau tidak ada satu pun
laman yang pernah menulisnya. Cerita tentang ibu lebih benar lagi. Ribuan
bukti terserak di depanku. Dari dulu, sejak aku mulai meragukan cerita-cerita
Ayah, sepotong penjelasan dikepalaku tidak pernah lengkap. (2011:281)

Aku lelah berpikir, penat dengan perjalanan jauh, penat dengan semua
kebenaran cerita-cerita itu, penat dengan kenangan menatap wajah Ibu yang
terbaring botak di ruang oprasi. Esok lusa, keputusan malam ini bisa aku
bicarakan lagi dengan Taani. (2011:283)

Situasi tersebut menggambarkan Dam yang sudah muak dengan semuanya. Satu
persatu pertanyaan muncul dikepalanya mengenai semua yang telah diceritakan
ayahnya. Ia sudah lelah memikirkan semua permasalahan yang melandanya.
5. Denouement (penyelesaian)
Pagi ini Ayah dimakamkan. Aku tidak pernah melihat keramaian
seperti ini di kota. Mengalahkan kejuaraan nasional renang, festival kembang
api, bahkan tur sang Kapten dua puluh tahun silam.
Antrean pelayat mengular panjang. Pemakaman ini dihadiri walikota,
keluarga besar jarjit, teman-teman sekolahku, teman-teman klub renang,
tetangga, kolega, dan kenalan Ayah yang sebagian besar tidak ku kenali.
Rombongan demi rombongan, pasangan demi pasangan, para pelayat datang.
Aku mengangguk pelan setiap kalimat membesarkan hati, kalimat ikut
berduka cita. (2011:295)

“Senang akhirnya bisa bertemu dengan keluarga kau, Dam. Satu-satunya


penyesalanku adalah aku tidak pernah tau dimana ayah kau tinggal. Dia raib
begitu saja setelah lulus sekolah masternya. Aku bertahun-tahun menyuruh
agenku mencati tahu. Kau menyapa, ternyata tidak. Aku bertanya ke panitia
pertandingan, tidak ada yang tahu. Untunglah keponakanku yang pemalas ini
ikut mencari. Dia berhasil mendapatkan nomor telepon ayah kau beberapa
bulan lalu. Dan pernah menghubungi ayahkau. Kami menyatakan datang saat
libur musim kompetisi. Lihat, aku datang amat terlamat. Ayah kau susah
pergi. (2011:298)

Dam baru menyadari bahwa cerita-cerita ayahnya itu benar setelah ayahnya
meninggal dunia. Satu persatu hal yang dulu selalu ia anggap mustahil dan selalu ia
tentang muncul dihadapanya, termasuk juga kedatangan sang Kapten, pemain bola
favoritnya dulu yang sempat ayahnya ceritakan datang ke pemakaman ayahnya.

2.4 Latar
Sesuai dengan teori latar Rahmat Djoko Pradopo yang membagi latar menjadi lima aspek.
1. Latar tempat
a. Akademi Gajah
Aku? Ayah mengirimku ke sekolah berasrama antah berantah di
luar kota. Nama sekolah itu tidak pernah kudengar dan semua orang
yang kutaa juga menggeleng tidak tahu. “
“Kau akan belajar banyak hal di sana.” (2011:112)

Aku kehilangan banyak hal, tetapi di sekolah baru aku menemukan


banyak penggantinya. Teman-teman baru, pengalaman baru, kamar
baru, dan aktifitas baru yang membuat hari-hari berjalan tanpa terasa di
Akademi Gajah. Yah, itulah nama sekolah antah berantahku.
(2011:115)

Akademi Gajah adalah tempat Dam bersekolah setelah lulus SMP. Ayahnya
mengirim Dam ke Akademi Gajah agar Dam dapat belajar hal baru yang berbeda
daripada manusia pada umumnya.
b. Lembah Bukhara
“Hingga akhirnya, pada pagi yang indah, saat cahaya matahari
pertama menerabas remang jalan, saat akhirnya tiba di pintu
gerbangnya, Kakek melihat hamparan indah lembah itu. Dibentengi
delapan gunung, dihiasi enam air terjun setinggi ratusan meter,
dibungkus selimut kabut putih sejauh mata memandang, hamparan
ladang subur, rumah-rumah tanggung dari kayu yang eksotis, lenguh
suara burung dan hewan yang hidup bebas, itulah lembah permai.
Bahkan disana angin tidak berhembus lazimnya seperti ditempat-
tempat lain. Cobalah duduk di salah satu beranda rumah mereka,
pejamkan mata, hanya soal waktu kalian akan tahu angin dilembah itu
bernyanyi, melantunkan kabar betapa sejahtera, makmur, dan adil
seluruh penghuinya. Itulah Lembah Bukhra yang tersembunyi dari
peradaban manusia. Itulah lembah paling indah di seluruh dunia.”
(2011:136)

Lembah bukhara merupakan salah satu tempat yang dikunjungi ayah Dam ketika
mengembara. Di lembah itu terdapat satu apel yang hanya berbuah selama 10
tahun sekali. Konon, seseorang yang mengunyah apel itu tidak hanya akan merasa
kenyang, tetapi juga memberi perasaan tenteram serta pemahaman hidup yang
baik.

2. Latar lingkungan

Zas dan Qon kembali ke rutinitas sekolah, pada jadwal-jadwal yang


sudah kami sepakati. Tani sibuk dengan toko bunganya, akan
membuka cabang baru di kota lain. Sedangkan aku sibuk melakukan
presentasi dan revisi ulang desain gedung empat puluh lantai. Aku
menyisihkan dua ratus desain dari seluruh dunia. Komite
pembangunan akan segera memulai proyek besar itu. (2011:257-258)

Narasi diatas menyiratkan kehidupan masyarakat kota pada umumnya. Kedua anak
Dam yang masih bersekolah, istrinya yang yang bekerja sebagai penjual bunga. Serta
Dam sendiri yang diperkirakan pekerjaannya adalah sebagi arsitek karena ia
digambarkan sedang melakukan presentasi revisi desain gedung yang dibuatnya.
3. Sistem kehidupan

"Ayah tidak menjadi hakim agung. Ayah memilih jalan hidup


sederhana. Berprasangka baik ke semua orang, berbuat baik bahkan
pada orang yang baru dikenal, menghargai orang lain, kehidupan, dan
alam sekitar. Itu jalan hidup ayah. Dan itu juga yang dipilih ibu kau.
Apakah ayah dan ibu kau bahagia? Kalau kau punya hati yang lapang,
hati yang dalam, mata air kebahagiaan itu akan mengucur deras. Tidak
ada kesedihan yang bisa merusaknya, termasuk kesedihan karena
cemburu, iri, atau, dengki dengan kebahagiaan orang lain. Sebaliknya,
kebahagiaan atas gelar hebat, pangkat tinggi, kekuasaan, harta benda,
itu semua tidak akan menambah sedikit pin beningnya kebahagiaan
yang kaumiliki. (2021:294)

Dalam cerita dikisahkan bahwa ayah Dam memiliki posisi yang baik dalam
pemerintahan, tetapi ayahnya memilih untuk tetap hidup dalam kesederhanaan.
Padahal jika ayahnya mau, ayahnya bisa saja menjadi orang yang kaya dengan cara
yang kurang baik. Tetapi ayahnya tidak mengambil langkah itu, ayahnya lebih
memilih hidup biasa saja tetapi penuh dengan ketentraman batin. Narasi tersebut
menggambarkan keluaga Dam yang memiliki sistem kehidupan yang sederhana, jauh
dari kata glamor dan mewah.
4. Alat-alat atau benda-benda kehidupan
a. Buku di perpustakaan akademi gajah

"Sebentar, sebentar... " Suaraku sedikit tersengal, bukan karena sibuk


mengamankan buku yang kupegang, tetapi aku sungguh terkejut
dengan buku ini Astaga, tidak mungkin.
"Ayahku... " Satu tanganku menahan Retro, satu tangan lagi dengan
cepat membuka halaman buku, memeriksa cepat paragraf apa saja
yang terbaca. (2011:132-133)

Dam menemukan buku di perpustakaan akademi gajah ketika dia sedang di hukum,
buku itu berjudul Apel Emas Lembah Bukhara, sama persis seperti yang
diceritakan ayahnya tentang lembah tersebut.
b. Apel emas lembah bukhara
"Kau tahu, Dam, mereka hanya punya satu pohon di seluruh lembah,
dan apel itu hanya berbuah sepuluh tahun sekali. Mengunyah apel itu
tidak hanya membuat kenyang, tapi memberikan sensasi tenteram dan
pemahaman baik di hati. Mengunyah apel itu tentu saja tidak membuat
kau berumur panjang, tapi bisa melapangkan hati yang sempit dan
menjernihkan pikiran yang kotor. Itulah apel emas lembah bukhara".
(2011:140-141)

Apel yang terdapat pada lembah bukhara bukanlah apel biasa. Apel tersebut
merupakan apel yang istimewa karena dengan memakannya akan memberi rasa
tenteram di hati. Apel tersebut juga langka karena hanya tumbuh sekali dalam
waktu sepuluh tahun.
5. Latar waktu
Latar waktu dalam sebuah cerita dalam novel Ayahku Bukan Pembohong terjadi pada
musim hujan.

Gerimis di luar mulai menderas. Ruang keluarga kami.


"yang itu Zas sudah tahu, Kakek". sulungku dengan cepat menjawab.
(2011:30)

Hujan membungkus kota. Ruang keluarga kami.


"Zas, Qon", aku berdeham, "sudah malam, saatnya tidur".
Dua anakku menoleh, menatapku yang sudah berdiri di bawah bingkai
pintu. (2011:60)
Gerimis membasuh kota saat Ayah pulang. Ia menepuk-nepuk jaket
lusuhnya, menyapaku dan Taani dengan riang, yang menunggunya di
ruang tamu. (2011:277)

Pada novel Ayahku Bukan Pembohong tidak ditemukan waktu spesifik yang
menunjukkan tahun, bulan, maupun tanggal. Hanya ditemukan musim yang terjadi
pada musim hujan.

Anda mungkin juga menyukai