Anda di halaman 1dari 3

REVIEW BUKU FIKSI

‘AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG’

Nama : Pratiwi Septianti Az-Zahra


Kelas : X-6
Judul Buku : Ayahku (Bukan) Pembohong

Pengarang : Tere-Liye

Penerbit, tahun terbit : Pt.Gramedia Pustaka Utama, 2011

Jenis Buku : Fiksi

Tebal Buku : 304 halaman

Ayahku (Bukan) Pembohong


Menceritakan hubungan antara seorang ayah dan anaknya yang bernama Dam. Dam
terlahir dari keluarga tak berkecukupan. Ia di didik dengan cerita hebat semasa muda ayahya.
Mulai dari suku penguasa angin yang mengendarai layang-layang terbang, mendapat apel
emas dari lembah Bukhara, kedekatan sang ayah dengan pemain sepakbola bernomor
punggung sepuluh “El Capitano! El Prince”, berteman baik dengan Si Raja Tidur, dan lain
sebagainya. Pengajaran yang sederhana, namun berdampak besar bagi kepribadian Dam. Ia
tumbuh dengan kepribadian baik, seperti kepribadian sang ayah.

Ketika Dam beranjak remaja dan bersekolah di Akademi Gajah, ia mengunjungi


perpustakaan sekolah menemukan beberapa  buku usang yang bercerita tentang suku
penguasa angin, layang-layang terbang yang bisa dikendarai serta cerita tentang sebuah desa
terpencil yang ditumbuhi pohon apel emas. Ia sangat terkejut dan tidak percaya bahwa isi
cerita dalam buku – buku tersebut sama persis dengan cerita ayahnya. Ia berfikir bahwa sang
ayah telah membohongi dirinya. Karena, semua cerita ayahnya hanya terdapat pada buku
usang yang bersifat khayalan belaka.

Ia sangat kecewa dan tidak akan pernah mempercayai perkataan cerita yang terlontar
dari bibir sang ayah. Terlebih lagi ketika ayahnya menutupi kondisi ibu Dam, ayahnya hanya
mengatakan kepada Dam bahwa ibu baik–baik saja, padahal sang ibu sudah tidak dapat
diselamatkan melalui penangan dokter. Sehari setelah kematian ibunya, Dam memutuskan
untuk kembali melakukan aktiv itas di Akademik Gajah tanpa mengaharapkan sosok ayah
disisinya.

2 tahun kemudian, Dam menikah dan dikaruniai dua anak bernama Zas dan Qon. Ia
berusaha menjauhkan mereka dari cerita fiktif sang ayah. Sampai suatu ketika, Dam mengusir
ayahnya dari rumah yang ia tempati bersama istri, Zas dan Qon karena, sang ayah tidak henti
bercerita kepada ke2 anak Dam.

Keesokan harinya ia mendapat kabar dari warga bahwa sang Ayah dibawa kerumah
sakit karena pingsan di pemakaman kota. Setelah ditangani dokter, Ayah Dam sempat siuman
dan memanggilnya. Ia meminta Dam untuk mendengarkan cerita terakhir tentang Danau Para
Sufi. Danau Para Sufi adalah danau yang dibuat oleh ayahnya selama bertahun-tahun untuk
mencari tahu definisi dari kebahagiaan yang luar biasa, dan akhirnya sang ayah mendapatkan
jawaban. “Kebahagiaan itu adalah hati yang lapang, jika seseorang memiliki hati yang lapang
maka hidup dalam kesederhanaan pun akan terasa indah”. Setelah bercerita, sang Ayah pergi
meninggalkan Dam selamanya. Dan hari itu Dam tahu bahwa ibunya  hidup bahagia bersama
ayahnya.

Pada hari pemakaman Ayah Dam, tempat itu dipenuhi warga kota. Mereka
menyalami Dam dan mengucapkan rasa belasungkawa. Namun saat melihat ke langit Dam
dikejutkan dengan adanya formasi layang-layang dimusim hujan seperti ini yang menurut
Qon adalah formasi layang-layang suku Penguasa Angin. Namun yang membuat Dam merasa
dikejutkan sekaligus terharu adalah ketika “Sang Kapten” dan “Si Nomor 10” datang dan
mengucapkan rasa sedihnya karena tidak sempat bertemu dengan ayahnya. Dam hanya bisa
terisak sedu ketika mendengar perkataan “Sang Kapten”. Semua dugaan negatif yang ia
pendam sejak semasa remaja terhadap cerita ayah musnahlah sudah, yang ada hanya sebuah
penyesalan teramat dalam.

Pagi itu Dam tahu, Semua cerita ayah nyata, tidak fiktif seperti dongeng lainnya dan
sang ayah bukanlah pembohong..

 Waktu :
 Malam Hari
 Dini Hari
 Pagi Hari

 Tempat :
 Ruang Keluarga
 Ruang Kelas
 Pemakaman
 Kolam renang
 Lobi Sekolah
 Perpustakaan

 Suasana :
 Ramai
 Sepi

Amanat :
 Janganlah kita berburuk sangka pada seseorang, karena sesungguhnya apa yang kita lihat
itu belum tentu sebenarnya apa yang kita pikirkan.

Sudut Pandang : orang pertama sebagai pelakunya.

Anda mungkin juga menyukai