Anda di halaman 1dari 2

Ayahku (Bukan) Pembohong karya Mas Darwis Tere-Liye Mengapa buku ini menjadi salah satu buku favoritku?

Yah, buat kalian yang pernah membaca buku ini, pasti akan tahu dengan sendirinya mengapa buku ini patut untuk menjadi buku favorit dan patut dibaca. Banyak sekali pelajaran dan nilai hidup yang bisa dipanen dari buku ini. Kali ini aku akan sedikit mengulas tentang buku ini dan nilai apa yang bisa kita ambil dan kita renungkan. Mas Tere-Liye begitu lihai mengolah kata demi kata menjadi sebuah kalimat yang memesona. Ringan dan mengalir. Menceritakan seorang anak bernama Dam. Seorang anak yang dibesarkan oleh Ayahnya dengan dongeng-dongeng yang kalau dinalar itu tidak masuk akal. Tentang Ayahnya yang menceritakan tentang Sang Kapten sepak bola. Sang Kapten itu sangat terkenal, di seluruh dunia. Mungkin seperti David Beckham atau Messi gitu ya. Nah, Ayah Dam bercerita bahwa Ayah mengenal Sang Kapten sewaktu Sang Kapten masih remaja. Sang Kapten adalah seorang pengantar sup yang ingin sekali menjadi pemain sepak bola. Intinya, Ayah Dam adalah sahabat Sang Kapten sewaktu remaja. Dan Dam percaya-percaya saja. Ada lagi tentang Apel Emas Lembah Bukhara. Sebuah lembah yang hancur akibat keserakahan penghuninya. Ada juga apel emas di lembah tersebut. Ayah Dam bercerita, bahwa beliau mengembara dan sampai di Lembah Bukhara. Ayah Dam mengaku bahwa ia makan apel emas itu. Dan Dam percaya-percaya saja. Selain sang Kapten dan Lembah Bukhara, Ayah Dam juga menceritakan tentang suku Penguasa Angin. Suku Penguasa Angin adalah sebuah suku yang mempunyai sekaligus bisa mengendalikan layang-layang raksasa. Kepala Suku Penguasa Angin itu bernama Tutekong. Layang-layang itu bisa terbang cepaaaaat sekali. Ayah Dam bercerita bahwa ia sudah pernah menaiki layanglayang raksasa tersebut. Tapi sayang sekali, negeri Suku Penguasa Angin sedang diserang penjajah. Penjajah ingin merebut tempat itu. Tempat yang tadinya indah, ladang subur, ternak beranak pinak, seketika menjadi kacau akibat ulah para penjajah yang menggantinya dengan ladang-ladang tembakau. Ada lagi tentang Si Raja Tidur. Seorang profesor yang menguasai 4 bidang ilmu. Seorang hakim agung yang masyhur. Ayah Dam mengenal baik Si Raja Tidur, bahkan ia sering berkunjung ke rumahnya dan berdiskusi tentang bayak hal. Itulah dongeng-dongeng yang mengiringi Dam sewaktu kecil sampai umurnya 18 tahun. Sewaktu kecil Dam menerima dongeng itu secara utuh, tanpa perlu

memperhitungkan seberapa nalar dongeng itu. Namun, seiring waktu, Dam mulai bisa berpikir Ah, apa mungkin? Dam menjadi ragu dengan semua cerita-cerita Ayah yang kalau dilogika benar-benar tidak masuk akal. Dan Dam mulai membenci Ayahnya bahkan ketika ia sudah beristri dan dikaruniai 2 putri yang lucu, Zas dan Qon. Dam masih membenci Ayahnya. Dam sudah tidak bersedia lagi mendengar semua dongeng Ayahnya bahkan ia melarang keras kedua anaknya agar tidak mendengar dongeng Ayah Dam atau kakek dari Zas dan Qon. Sampai pada suatu ketika, Ayah Dam sakit. Dam begitu sedih walaupun dalam hatinya masih ada setitik kebencian terhadap Ayah, namun ia bertekad akan tetap mendengarkan dongeng Ayah ketika Ayah Dam minta ijin untuk bercerita. Mungkin untuk yang terakhir kalinya. Dalam keadaan lemahpun, Ayah Dam masih begitu bersemangat untuk membagi dongeng. Inilah dongeng terkahir Ayah Dam. Menurutku sangat bermakna. Ayah Dam pergi berkelana, suatu ketika beliau sampai perkampungan para sufi. Sufi adalah sekelompok manusia yang tidak mencintai dunia dan seisinya. Mereka hanya memikirkan filsafat hidup, makna kehidupan, dan prinsipprinsip hidup. Tapi tidak banyak dari mereka yang berhasil mencapai pemahaman yang sempurna tentang apa sih makna hidup yang sebenarnya. Apa sih hakikat sejati kebahagiaan? Apa sebuah benda yang kita terima secara mendadak atau kabar baik yang kita terima bisa cukup dikatakan sebagai sebab orang itu bahagia? Tidak. Tidak sedangkal itu, teman. Kita harus bersabar, butuh waktu bertahun-tahun untuk mencapai kebahagiaan sejati. Butuh usaha, kerja keras dan latihan bertahun-tahun. Ayah Dam bercerita, ia disuruh oleh seorang guru untuk membuatkan danau di tanah yang luas untuk mendapatkan jawaban hakikat sejati kebahagiaan. Ayah menyanggupi. Sang guru akan mengunjunginya setahun kemudian. Siang dan malam Ayah berkubang dengan tanah. Memindahkan tanah dari satu tempat ke tempat lain. Bekerja saat matahari terbit, dan berhenti ketika matahari tenggelam. Sungguh menguras peluh dan tenaga. Tapi Ayah tetap melakukan hal itu demi sebuah jawaban. Setelah setahun danau itu jadi, tapi... hujan yang turun membuat air di danau itu menjadi keruh dan kotor. Bagaimana ini? Padahal sang guru menginginkan sebuah danau yang jernih airnya. Kemudia sang guru memutuskan untuk kembali lagi satu tahun kemudian. Beliau memberi waktu Ayah untuk memikirkan bagaimana cara membuat air itu bersih walaupun hujan mengguyurnya. Ayah memutar otak, sampai Ayah menemukan ide untuk

membuat saringan parit agar air yang mengalir dari parit ke danau tidak keruh dan tetap bening saat tiba di danau. Setahun kemudian sang guru datang lagi untuk mengecek apakah danaunya sudah jadi. Ayah sudah sangat percaya diri kali ini. Ayah yakin sekali bahwa danau yang ia buat adalah danau yang paling sempurna. Tapi sekali lagi, Ayah harus menelan kenyataan pahit ketika sang guru mengambil sebilah bambu dan mulai menusuk-nusuk dasar danau dengan bambu tersebut. Sedetik kemudian air keruh menyembul dari bawah seakan mengejek Ayah. Dalam sekejap, danau bening yang tadinya indah sekali itu hilang seketika berganti dengan danau dengan air kecoklatan yang sangat keruh dan kotor. Kemudian sang guru memberi waktu setahun lagi kepada Ayah agar memperbaiki kekurangan tersebut. Ayah sangat kecewa dan merasa dipermainkan. Ia lelah, dua tahun ia mengerjakan danau itu berkorban berliter-liter peluh dan menguras energinya, tapi ternyata semua usaha sia-sia. Tapi Ayah tetap tidak menyerah. Ia selalu meyakinkan diri sendiri bahwa ia akan berhasil. Ayah bepikir, mungkin kalau ia mengeruk tanah sampai ke dasar danau sampai dengan bertemu dengan bebatuan, air tidak akan keruh walaupun disodok dengan bambu ukuran besar sekalipun. Kemudian Ayah mulai berkutat dengan pekerjaannya, menggali, menggali, menggali, menggali terus. Di pikirannya hanya ada satu : Ia akan bekerja terus menerus sampai menyentuh dasar danau. Tidak disangka butuh waktu tiga tahun untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Dasar bebatuan sudah mulai kelihatan. Sekarang, walaupun parit bocor dan dasar danau disodok memakai benada apapun, air akan tetap terlihat bagai kristal air mata. Danau tersebut mempunyai mata air sendiri. Itulah hakikat kebahagiaan yang sebenarnya. Hakikat itu dari hati kita sendiri. Bagaimana kita membersihkan dan melapangkan hati, bertahun-tahun berlatih dan membuat hati lapang, lebih dalam dan lebih bersih. Benda mewah, kabar baik, dan keberuntungan itu sifatnya tidak hakiki. Benda mewah, kabar baik dan keberuntungan itu cepat datangnya, namun siapa sangka kalau semua itu hanya selama jentikan jari dan pasti membuatmu kecewa, kan? Berbeda bukan jika mempunyai mata air sendiri. Mata air dalam hati itu konkret. Memperoleh kebahagiaan itu tidak mudah. Jika ada orang lain yang memperoleh kebahagiaan atau keberuntungan, kita akan ikut bahagia atas kebahagiaan yang orang lain dapatkan itu. Berbeda jika kita tidak mempunyai mata air dalam hati, hati kita dangkal, sempit dan tidak terlatih, maka kalau orang lain mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan kita akan gelisah dan iri hati. Itulah kebahagiaan. Ada dalam diri kita, tapi tentunya kita harus berlatih sabar dan memperdalam hati kita.

Itulah cerita terakhir Ayah sebelum beliau meninggalkan dunia ini. Seketika Dam merasa tersungkur dan rasa bersalah menyerangnya. Ia menyadari bahwa dibalik dongeng-dongeng Ayah, tersimpan pelajaran hidup yang patut dipetik. Ia tidak akan menang lomba renang tanpa dongeng Ayah tentang sang Kapten yang pantang menyerah. Terus menggapai impian tanpa kenal lelah. Dongeng tentang Suku Penguasa Angin mengajarkan kita untuk selalu bersikap bijak. Kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan. Penghinaan jangan dibalas dengan penghinaan. Kalau kita balas dengan menghina, apa danya kita dengan penjajah. Mendidik untuk mencintai alam dan hidup bersahaja. Dongeng tentang Apel Emas Lembah Bukhara, memberi pelajaran jangan menyerah untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Dari suatu lembah yang hancur akibat ulah penduduknya, menjadi suatu lembah yang subur nan indah berkat kesabaran, kepintaran dan keyakinan seorang pemimpin. Jiwa seorang pemimpin bernama Alim Khan yang patut dibanggakan. Amir Khan percaya, kembali menjadi seorang petani, menghormati alam, dan hidup sederhana akan mengembalikan keindahan lembah. Dan hanya di lembah itulah apel emas berada. Memakan apel emas itu bisa melapangkan hati yang sempit dan menjernihkan pikiran kotor. Tentang Si Raja Tidur, mengajarkan kita tentang keadilan. Jadi, itu ulasan buku Ayahku (Bukan) Pembohong karya Mas Darwis TereLiye. Aku tidak tahu apakah ulasan buku ini jelas tidak dan nilai-nilai yang aku coba jabarkan di sini mengena tidak. Tapi yang jelas, buku ini membuat pikiranku jauh lebih terbuka.

Anda mungkin juga menyukai