Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

FATIMAH AZZAHRA

Disusun oleh:
Zakiyah Fikri Nur Arkam
X11 MIA 1

MAN 19 JAKARTA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas individu mata pelajaran Akidah
Akhlak, dengan judul: "Fatimah Az-zahra".

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Jakarta, 23 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I.............................................................................................................. 1

PEMBUKAAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................1

BAB II ............................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ............................................................................................. 2
A. Kelahiran Sayyidah Fatimah Az-zahra .................................................................2
B. Kehidupan Sayyidah Fatimah Az-Zahra ...............................................................4
C. Wafatnya Sayyidah Fatimah Az-zahra ............................................................... 12

BAB III ......................................................................................................... 14

PENUTUP .................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................................... 14

iii
BAB I

PEMBUKAAN

A. Latar Belakang

Pada zaman dahulu tepatnya pada zaman jahiliyah banyak perempuan


dipandang rendah, layaknya seperti hewan. Pada saat itu perempuan tak
ubahnya seperti harta benda atau bagian dari kekayaan laki-laki. Bangsa Arab
jahiliyah pada saat itu menganggap perempuan sebagai aib oleh karena itu
mereka menguburkan setiap anak perempuan baik yang baru lahir maupun
anak-anak perempuan yang sedang dalam masa belikan demi kepentingan
materi dan syahwat laki-laki.

Keadaan tersebut membuat Rasulullah Muhammad SAW bertindak,


sehingga status dan derajat kaum perempuan sama halnya seperti laki-laki.
Sampai pada akhirnya muncullah sosok perempuan yang tangguh, seperti Siti
Khadijah, Siti Aisyah dan yang lainya.

Dalam makalah ini saya akan menampilkan sosok perempuan yang


menjadi salah satu tokoh perempuan yang sangat berpengaruh bagi Islam yakni
Fatimah Az-Zahra.

B. Rumusan Masalah

1. Kelahiran Sayyidah Fatimah Az-Zahra


2. Kehidupan Sayyidah Fatimah Az-Zahra
3. Wafatnya Sayyidah Fatimah Az-Zahra

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kelahiran Sayyidah Fatimah Az-zahra

Pada hari kedua puluh Jumadi Tsani, dimana Rasulullah SAW telah
melewati masa lima tahun dari di utusnya beliau menjadi Rasul, seorang bayi
perempuan telah membuka matanya ke dunia ini yang mana rumah Rasul SAW
telah dipenuhi oleh cahaya lebih dari sebelumnya dan juga memberikan kesan
yang dipenuhi dengan kecemerlangan dan kesegaran serta kegembiraan khusus.
Rasulullah SAW kelihatan sangat gembira dan betapa bahagia dengan
lahirnya bayi ini dan beliau sangat menikmatinya seraya berkata: “Putri ini
adalah ruh dan jiwa saya, dan saya menghirup bau surga dari wujudnya.”

Suatu hari Mufadhdhal bertanya kepada Imam Shadiq : Wahai putra


Rasulullah SAW! Bagaimana kelahiran ibumu Fatimah dahulu? Imam
Shadiq berkata: Baiklah, di karenakan Rasulullah SAW menikah dengan
Khadijah maka wanita-wanita Mekkah meninggalkan Khadijah dan
membiarkannya sendiri, mereka tidak mengunjunginya, dan mereka tidak
memberikan salam kepadanya dan tidak seorang wanitapun yang membolehkan
menemuinya dan menanyakan keadaannya; dalam kondisi krisis ini, Khadijah
merasa sangat kesepian dan kemalangan senantiasa membayangi keberadaan
dirinya dan membuatnya tidak tenang. Sampai Fatimah telah di kandungnya.
Setelah itu Fatimah menjadi teman berbicara dari perut ibunya, Fatimah pun
memberikan curahan hati kepada Khadijah. Rahasia ini di sembunyikan oleh
Khadijah dan bahkan dia tidak mengatakannya kepada Rasulullah SAW. Suatu
hari Rasulullah SAW memasuki rumah dan mendengar percakapan antara ibu
dan anak ini. Beliau bertanya: Wahai Khadijah! Kamu sedang berbicara dengan
siapa? Khadijah menyebutkan: Janin ini, dia berbicara dengan saya dan telah
menjadi teman dalam kesepianku. Rasulullah SAW berkata: Wahai Khadijah!
Ini adalah Malaikat Jibril yang memberikan berita kepada saya bahwa anak

2
kamu, adalah perempuan dan darinyalah generasi selamat dan suci akan terlahir
di dunia ini dan Tuhan Tabaraka Wata’ala memberikan kelanjutan akan
generasi saya melalui perantaraan dia dan para imam maksum akan datang dari
keluarga beliau, setelah berakhirnya kenabian dan terputusnya wahyu, maka
merekalah yang akan melanjutkan risalah saya.

Imam Shadiq melanjutkan ucapannya seraya menambahkan: Benar,


Khadijah masih senantiasa berbicara dan berkawan dengan janin yang ada di
dalam rahimnya sampai tiba masa kelahiran anaknya. Beliau menyampaikan
pesan kepada wanita-wanita Quraisy bahwa: “Tolonglah saya dalam hal
ini.” Mereka tidak menerimanya dan berkata: Dahulu kamu tidak sepakat
dengan kami dalam perkawinanmu dengan Muhammad dan hari ini, kami juga
sendiri akan menolak untuk menolong dan merawatmu.

Khadijah menjadi tidak senang dan hatinya menjadi perih mendengar


ucapan ini. Tetapi Tuhan dikarenakan untuk menghargai akan usaha-usaha dan
jerih payah Hadhrat Khadijah as, Dia mengirimkan empat wanita dari sorga
untuk membantu Khadijah yang beriman itu. Mereka telah datang, tetapi setelah
Khadijah melihat wanita-wanita yang tidak dikenalinya itu, beliau menjadi
heran dan kaget; salah satu dari mereka memperkenalkan wanita-wanita yang
bersamanya dengan demikian: Wahai Khadijah! Kami adalah utusan-utusan
Tuhan untuk memberikan khidmat kepadamu dan saya adalah Sarah dan ini,
adalah Asiyah – yang menjadi kawanmu di sorga – dan yang lainnya itu, adalah
Maryam putri ‘Imran, dan juga wanita terakhir adalah ibu dari seluruh manusia
dan juga ibu kami yaitu Hawa. Tuhan mengirim kami untuk berkhidmat
kepadamu.

Sama seperti wanita-wanita yang lain, satu duduk di sebelah kanannya


dan satunya lagi di sebelah kirinya dan yang ketiga berdiri berhadapan
dengannya dan yang ke empat berada di belakang kepalanya. Fatimah telah
lahir dalam keadaan bersih dan suci dan karena telah datang ke bumi ini, cahaya

3
memancar darinya dan cahaya ini tidak hanya membuat seluruh rumah-rumah
di Mekkah bersinar bahkan tidak sebuah titikpun di timur dan barat tertinggal
dari alam ini kecuali di sana terpencar dari cahaya Fatimah. Dalam keadaan ini,
sepuluh orang Haurul’ain yang setiap darinya di sertai dengan ember dan pasu
air sorga yang di penuhi dari air kautsar, dan telah memasuki rumah Rasulullah
SAW dan memandikan Fatimah dengan air kautsar tersebut dan setelah itu,
mereka membawa dua lembar kain putih dan harum dan membalut bayi tersebut
dengannya. Fatimah pada detik-detik pertama terlihat kata di bibirnya dan
berkata demikian: “Asyhadu an la ilaha illallah wan an abi rasulillah sayyid
Al-Anbiyaa wa an bi’ali sayyid al-wasiyaa wa waladi saadatan al-
asbaath; Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa, dan
ayahku Rasulullah SAW adalah pemimpin para Nabi, dan suamiku adalah
penghulu para wasy dan putra-putraku adalah pemimpin dari anak-anak Nabi.”

B. Kehidupan Sayyidah Fatimah Az-Zahra

Beliau adalah sayyidah wanita seluruh alam pada zamannya, putri


keempat dari Rasulullah SAW dan ibunya Ummul Mukminin Khadijah binti
Khuwailid. Allah menghendaki kelahiran Fathimah kurang dari lima tahun
sebelum Nabi diutus, dekat dengan peristiwa yang agung yaitu di saat orang-
orang Quraisy rela menyerahkan hukum kepada Muhammad tentang
perselisihan yang hebat di antara mereka untuk meletakkan Hajar Aswad
setelah diadakan pembaharuan Ka’bah. Beliau Alaihis Shalatu Wassalam
dengan kecerdikan akalnya mampu menyelesaikan problem dan mencegah
pertumpahan darah antara kabilah-kabilah di Arab.

Rasulullah SAW mendapat kabar gembira atas kelahiran putrinya dan


tampaklah barakah serta keberuntungan. Beliau memberikan julukan kepada
Fathimah dengan “az-Zahra’”. Beliau dikunyahkan pula dengan Ummu Abiha
(ibu dari ayahnya) Beliau r.a. adalah yang paling mirip dengan ayahnya
Muhammad SAW.

4
Fathimah tumbuh dalam rumah tangga nabawi yang penuh kasih
sayang. Nabi melindungi, menjaganya, dan tekun mendidik beliau agar beliau
mengambil bagian yang cukup dari adab, kasih sayang dan nasihat nabawi yang
lurus. Hal yang menggembirakan ibunya, Khadijah r.a. adalah sifat Fathimah
yang baik, lemah lembut dan terpuji.

Dengan sifat-sifat itulah Fathimah tumbuh di atas kehormatan yang


Sempurna, jiwa yang berwibawa, cinta akan kebaikan dan akhlak yang baik
mengambil teladan dari ayahnya Rasulullah SAW yang menjadi contoh agung
bagi Fathimah dan sebagai teladan yang baik dalam seluruh tindak-tanduknya.

Manakala usia Fathimah mendekati usia lima tahun, mulailah suatu


perubahan besar dalam kehidupan ayahnya dengan turunnya wahyu kepada
beliau. Fathimah pun turut merasakan mula pertama ujian dakwah. Beliau
menyaksikan dan berdiri di samping kedua orang tuanya serta membantu
keduanya dalam menghadapi setiap mara bahaya.

Beliau juga menyaksikan serentetan tipu daya orang-orang kafir


terhadap ayahnya yang agung, sehingga beliau berangan-angan seandainya saja
dia mampu, maka akan ditebus dengan nyawanya untuk menjaga beliau dari
gangguan orang-orang musyrik. Hanya saja ketika itu beliau masih kecil.

pemboikotan yang kejam yang dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap


kaum muslimin bersama Bani Hasyim pada suku Abu Thalib. Sehingga,
pemboikotan dan kelaparan tersebut berpengaruh kepada kesehatan beliau.
Sehingga sisa umurnya yang panjang beliau alami dengan lemahnya fisik.

Belum lagi az-Zahra kecil keluar dari ujian pemboikotan, tiba-tiba


wafatlah ibunya yaitu Khadijah r.a. yang menyebabkan jiwa beliau penuh
dengan kesedihan, penderitaan dan kesusahan.

Setelah wafatnya ibunda beliau, beliau merasakan ada tanggung jawab


dan pengorbanan yang besar dihadapannya untuk membantu ayahnya Nabi

5
Muhammad SAW yang sedang meniti jalan yang keras di jalan dakwah kepada
Allah. Terlebih-lebih, setelah wafatnya pamanda beliau Abu Thalib dan istri
beliau yang setia yakni Khadijah r.a..

Sehingga berlipat gandalah kesungguhan dan beban Fathimah dalam


memikul beban dengan sabar dan teguh mengharap pahala Allah. Beliau
mendampingi sang ayah dan maju sebagai pengganti tugas-tugas ibunya yang
mana ibunya adalah seorang ibu yang paling utama dan istri yang paling mulia.
Dengan sebab itulah Fathimah diberi gelar dengan “Ibu dari ayahnya.”

Ketika Rasulullah r.a. mengizinkan bagi para shahabat untuk hijrah ke


Madinah, beliau menjaga rumah yang agung yang mana tinggal pula di
dalamnya Ali bin Abi Thalib yang mempertaruhkan jiwanya untuk Rasulullah
SAW. Beliau tidur di tempat tidurnya Rasulullah SAW untuk mengelabuhi
orang-orang Quraisy (agar mereka menyangka bahwa Nabi belum keluar).
Selanjutnya Ali menangguhkan hijrah beliau selama tiga hari di Makkah untuk
mengembalikan titipan orang-orang Quraisy yang dititipkan kepada Rasulullah
SAW yang telah berhijrah.

Setelah hijrahnya Ali, maka hanya Fathimah dan saudara wanitanya


Ummi Kultsum yang masih tinggal di Makkah sampai Rasulullah SAW
mengirimkan sahabat untuk menjemput keduanya yakni pada tahun ketiga
setelah hijrah. Ketika itu umur Fathimah telah mencapai 18 tahun. Beliau
melihat di Madinah para muhajirin dapat hidup tenang dan telah hilang rasa
kesepian tinggal di negeri asing. Rasulullah SAW menyatukan antara kaum
Muhajirin dan Anshor, sedangkan beliau SAW mengambil Ali r.a. sebagai
saudara.

Menikahnya Rasulullah SAW dengan sayyidah ‘Aisyah r.a. maka


orang-orang utama di kalangan sahabat mencoba melamar az-Zahra setelah
mereka tadinya menahan diri karena keberadaan dan tugas Fathimah di sisi
Rasulullah SAW.

6
Di antara sahabat yang melamar az-Zahra adalah Abu Bakar dan Umar,
akan tetapi Nabi SAW menolak dengan cara yang halus. Kemudian Ali bin Abi
Thalib r.a. mencoba mendatangi Nabi untuk meminang Fathimah. Ali bercerita:

Aku ingin mendatangi Rasulullah SAW untuk meminang putri beliau


yaitu Fathimah. Aku berkata, “Demi Allah aku tidak memiliki apa-apa.”
Kemudian aku ingat akan kebaikan beliau SAW maka aku beranikan diri untuk
meminangnya. Nabi SAW bersabda kepadaku, “Apakah kamu memiliki
sesuatu?”

Aku berkata, “Tidak ya Rasulullah.” Kemudian beliau


bertanya, “Lantas di manakah baju besi al-Khuthaimah yang pernah aku
berikan kepadamu pada hari lalu?” “Masih aku bawa ya Rasulullah.” Jawabku.
Selanjutnya Nabi SAW bersabda, “Berikanlah barang itu kepada Fathimah
sebagai mahar.”Segeralah Ali pergi dan sebentar kemudian datang dengan
membawa baju besi. Rasulullah SAW memerintahkan kepada beliau untuk
menjualnya, kemudian hasilnya sebagai perlengkapan pernikahan. Akhirnya
baju besi tersebut dibeli oleh Utsman bin ‘Affan r.a. dengan harga 470 dirham.
Lalu Ali menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW. Maka, beliau
menyerahkan sebagian uang tersebut kepada bilal untuk dibelikan parfum dan
wewangian, sedangkan sisanya diserahkan kepada Ummu Salamah r.a. untuk
dibelikan perlengkapan pengantin.

Selanjutnya, Nabi SAW mengundang para sahabat dan mempersaksikan


kepada mereka bahwa beliau telah menikahkan putrinya Fathimah dan Ali bin
Abi Thalib dengan mahar 400 mitsqal perak menurut sunnah yang lurus dan
berdasarkan faridhah yang wajib. Beliau mengakhiri khotbah nikahnya dengan
memohonkan barakah kepada Allah bagi kedua mempelai serta mendoakan
mereka agar menjadi keluarga yang shalih. Setelah itu beliau menyambut para
tamu yakni para sahabat yang mulia yang tersedia di hadapan mereka dengan
buah kurma.

7
Pada malam pernikahan az-Zahra bersama Farisul Islam Ali bin Abi
Thalib, Rasulullah SAW memerintahkan Ummu Salamah agar membawa
pengantin putri ke rumah Ali bin Abi Thalib yang telah dipersiapkan sebagai
tempat tinggal mereka berdua, dan beliau meminta agar mereka berdua
menunggu beliau di sana.

Setelah shalat Isya’, Rasulullah SAW mendatangi keduanya, kemudian


beliau meminta diambilkan air dan beliau berwudhu dengannya lalu
menuangkan air tersebut kepada mereka berdua seraya berdoa:

“Ya Allah berkahilah keduanya, berikanlah barakah atas mereka dan


berkahilah keturunan mereka berdua.”

Maka, bergembiralah kaum muslimin dengan pernikahan az-Zahra dan


imam Ali r.a. Datang pula Hamzah paman Rasulullah dan juga paman Ali
dengan membawa dua biri-biri kemudian disembelih lalu para sahabat
memakannya di Madinah.

Belum genap satu tahun setelah pernikahan keduanya, Allah


mengaruniakan penyejuk pandangan kepada Fathimah dan kekasihnya dengan
lahirnya cucu pertama dari Rasulullah SAW yang diberi nama Hasan bin Ali,
pada tahun ketiga setelah hijrah. Hal itu menggembirakan Nabi SAW dengan
kegembiraan yang besar, maka didengungkanlah adzan ke telinga bayi, dan
digosoklah langit-langit mulut bayi tersebut dengan kurma serta diberi nama
“Hasan”, lalu digundullah kepalanya dan disedekahkanlah perak seberat
rambut tersebut kepada orang-orang fakir.

Belum lagi umur Hasan berumur satu tahun menyusul kemudian


lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun 4 Hijriyah.

Maka terbukalah hati Nabi SAW terhadap kedua cucunya yang berharga
yakni Hasan dan Husein. Sungguh, beliau melihat bahwa kedua cucunya
memiliki arti khusus bagi kehidupan beliau di muka bumi ini, maka beliau

8
melimpahkan kecintaan dan kasih sayang yang dalam kepada keduanya.
Tatkala turun ayat:

“Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai


ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. alAhzab: 33).

Adalah Nabi ketika itu bersama Ummu Salamah r.a. dan beliau
mengundang Fathimah, Ali, Hasan dan Husein kemudian beliau menyelimuti
mereka dengan kain seraya berdoa:

“Ya Allah inilah ahli baitku, Ya Allah hilangkanlah dosa-dosa dari


mereka dan bersihkanlah mereka dengan sebersih-bersihnya.”

Demikianlah Rasulullah SAW mengulanginya tiga kali kemudian beliau


melanjutkan doanya:

“Ya Allah jadikanlah shalawat-Mu dan barakah-Mu terlimpah kepada


keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada
keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.”

Kemudian diikuti buah yang penuh barakah yakni Fathimah melahirkan


anak wanita pada tahun 5 Hijriyah yang oleh kakeknya diberi nama Zainab.
Setelah berselang dua tahun, lahir seorang anak wanita lagi yang diberi nama
oleh Rasulullah SAW Ummi Kultsum.

Karena itulah Allah telah mengaruniakan kepada az-Zahra nikmat yang


agung karena keturunan Nabi hanya diteruskan oleh anaknya, demikian pula
Allah telah menjaga mereka yang memiliki silsilah keturunan yang paling mulia
yang dikenal oleh manusia.

Karena kecintaan Rasulullah SAW kepada putrinya yakni Fathimah,


apabila pulang dari safar, beliau masuk masjid lalu shalat dua rekaat kemudian
mendatangi Fathimah baru kemudian mendatangi istri-istri beliau. Telah

9
diceritakan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a., “Belum pernah aku melihat
orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAW dalam berbicara melebihi
Fathimah, apabila dia masuk menemui Nabi, maka Nabi berdiri untuk
menyambutnya dan menciumnya serta melapangkan tempatnya. Begitu pula
sebaliknya perlakuan Fathimah terhadap Nabi.”

Sungguh Rasulullah SAW telah menggambarkan kecintaannya kepada


putri beliau yang mulia tatkala beliau berkhutbah di mimbar:

“Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dagingku, maka barangsiapa


yang menjadikan dia marah berarti telah menjadikan aku marah.”

Dan dalam riwayat lain:

“Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari potongan dagingku, maka


barangsiapa yang mendustainya berarti mendustaiku dan barangsiapa yang
mengganggunya berarti dia mengganggu diriku.”

Sekalipun demikian melimpahnya kecintaan ini, akan tetapi Nabi SAW


menjelaskan kepada putrinya dan juga yang lain agar senantiasa beramal dan
berbekal takwa. Suatu hari beliau berdiri dan berseru:

“Wahai sekalian orang-orang Quraisy jagalah diri kalian,


sesungguhnya aku tidak dapat membantu kalian di sisi Allah sedikit pun,
wahai… wahai. .. wahai Fathimah binti Muhammad mintalah kepadaku
hartaku yang kamu sukai, aku tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah
sedikit pun.”

Dalam riwayat lain:

“Wahai Fathimah binti Muhammad selamatkanlah dirimu dari neraka,


karena sesungguhnya aku tidak kuasa memberikan madharat dan manfaat di
sisi Allah.”

10
Dari Tsauban r.a., ia berkata, “Rasulullah SAW masuk ke rumah
Fathimah sedangkan ketika itu aku bersama beliau SAW. Fathimah mengambil
kalung emas dari lehernya seraya berkata, “Ini adalah kalung yang dihadiahkan
Abu Hasan kepadaku.” Maka beliau bersabda, “Wahai Fathimah apakah
engkau senang jika orang-orang berkata, ‘Inilah Fathimah binti Muhammad
sedangkan di tangannya ada kalung dari neraka?‘”

Kemudian beliau memarahi Fathimah dengan keras dan


menghardiknya, kemudian beliau keluar tanpa duduk terlebih dahulu. Maka
Fathimah mengambil sikap untuk menjual kalungnya, kemudian hasilnya beliau
belikan seorang budak wanita setelah itu beliau merdekakan. Tatkala hal ini
sampai kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda:

“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari


neraka.”

Maka kedudukan yang telah diraih oleh Fathimah r.a. di sisi ayahnya
Rasulullah SAW tersebut tidak manghalangi Rasulullah SAW memarahinya,
mencelanya bahkan mengancamnya dan bahwasanya sekali-kali Rasulullah
SAW tidak dapat menolong Fathimah dari kehendak Allah. Bahkan beliau juga
memberikan ancaman, seandainya dia mencuri, maka akan ditegakkanlah
hukum atasnya yakni hukum potong tangan. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits tentang seorang wanita al-Makhzumiyah yang mencuri kemudian
kaumnya memintakan ampunan agar wanita tersebut bebas melalui Usamah bin
Zaid bin Haritsah kekasih Rasulullah SAW, maka beliau bersabda:

“Demi Allah seandainya Fathimah binti Muhammad itu mencuri,


niscaya akan aku potong tangannya,”

Bahkan lebih dari itu, dengan kapasitas kecintaan Nabi SAW yang
sangat mendalam kepada Fathimah, beliau lebih mendahulukan pemberiannya
kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan daripada Fathimah, sekalipun

11
beliau menghadapi sulit dan susahnya kehidupan. Ali r.a. berkata kepada
Fathimah r.a., “Alangkah lelahnya engkau wahai Fathimah sehingga
menyedihkan hatiku. Sungguh Allah telah memberikan tawanan kepada
Rasulullah, maka mintalah kepada beliau satu tawanan saja yang akan
membantumu dalam bekerja!” Fathimah menjawab, “Akan aku lakukan, insya
Allah.”

C. Wafatnya Sayyidah Fatimah Az-zahra

Enam bulan setelah Rasulullah meninggal, Fatimah disebutkan jatuh


sakit, boleh jadi karena kesedihan dan berbagai kejadian yang menimpanya
sepeninggal sang ayah. Salah satu gambaran mengenai duka Fatimah ini
diceritakan Muzaffer Ozak dalam buku Irshad: Wisdom of a Sufi Master
(1988).
"Setelah Tuan kita [Rasulullah] menghormati dunia-akhirat," tulis
Ozak, "Fatimah tidak mau makan atau minum dan ia melupakan semua tawa
dan kegembiraan. Ia memiliki rumah yang dibangun untuknya di mana ia
tinggal siang dan malam, menangis untuk ayahnya yang tercinta."
Dalam satu riwayat dikisahkan, pagi tanggal 3 Ramadan tahun 11
Hijriah, Fatimah mandi dan mengenakan pakaian baru, kemudian berbaring di
tempat tidur. Kepada Ali, Fatimah berkata bahwa saat-saat kematiannya sudah
dekat.
Ali pun menangis, namun Fatimah menghibur suaminya agar jangan
bersedih dan supaya menjaga anak-anak mereka. Fatimah juga berpesan,
setelah meninggal nanti, ia tidak ingin dikuburkan dengan upacara pemakaman.
Lantaran waktu salat tiba, Ali berangkat ke masjid. Saat Ali tidak ada
itulah Fatimah mengembuskan nafas terakhir. Kedua putra mereka, Hassan dan
Husein, bergegas menyusul Ali ke masjid untuk mengabarkan berita duka itu.
Mendengar istrinya tiada, Ali tak sadarkan diri.
Setelah siuman, Ali menuruti pesan terakhir istrinya. Fatimah
dikuburkan secara diam-diam tanpa upacara. Tidak ada warga Madinah yang

12
tahu selain Ali dan keluarga terdekat. Ali juga membuat tiga kuburan palsu
supaya makam istrinya tidak dapat diidentifikasi. Demikian papar Hassan Amin
dalam Islamic Shi'ite Encyclopedia (1968-1973).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fatimah Azzahra merupakan anak tercinta Nabi, Sebab Sayidah


Fathimah dinamakan Zahra yaitu karena akan diberikan kepada beliau sebuah
bangunan di surga yang terbuat dari yaqut merah. Dan dikarenakan kemegahan
dan keagungan bangunan tersebut maka para penghuni surga melihatnya seakan
sebuah bintang di langit yang memancarkan cahaya, dan mereka satu sama lain
saling mengatakan bahwa bangunan megah bercahaya itu dikhususkan untuk
Fathimah AS. Riwayat yang masyhur menyebutkan bahwa Fatimah Zahra AS,
hanya sempat mengenyam kehidupan yang singkat. Beliau wafat pada usia yang
sangat belia, 18 tahun. Meski singkat, kehidupan beliau banyak mengandung
pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang
memancarkan cahaya.

14

Anda mungkin juga menyukai