Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apabila kita cermati, hampir semua fenomena yang terjadi di jagad raya ini mengikuti
hukum sebab akibat. Adanya pergantian siang dan malam adalah sebagai akibat dari
perputaran matahari pada porosnya. Jarak (S) yang ditempuh oleh suatu mobil misalnya,
dipengaruhi oleh waktu tempuhnya (t). Demikian juga demand (d) konsumen dipengaruhi
oleh quantity (q) barang dan price (p) nilai harga yang ada di pasaran. Dalam bahasa
matematika dapat dinyatakan bahwa jarak adalah fungsi dari waktu, demand merupakan
fungsi dari jumlah dan harga barang. Ini berati begitu pentingnya pemahaman fungsi dalam
menjelaskan fenomena jagad raya ini.
Fungsi linier adalah fungsi yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu
variabel bebas dan berpangkat satu pada variabel bebas tersebut, sehingga sering disebut
sebagai fungsi berderajad satu. Bentuk umum persamaan linier adalah: y = a + bx; dimana a
adalah konstanta dan b adalah koefisien x. Atau sering dinyatakan dalam bentuk implicit
berikut: Ax + By + C = 0. Disamping itu juga, fungsi ini merupakan dasar untuk mempelajari
fungsi – fungsi lainnya yang lebih rumit dalam penyelesaiannya.

1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan meningkatkan wawasan dan kemampuan mahasiswa
dalam memahami fungsi linear dan untuk mendapat tambahan nilai tugas matakuliah
matematika ekonomi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Linear
Fungsi linear adalah turunan dari fungsi polinomial. Fungsi linear adalah fungsi paling
sederhana karena hanya mempunyai satu variabel bebas dan berpangkat satu pada variabel
tersebut. Bentuk umum fungsi linear :
Y  a 0  a1 X

Dimana a1  0 . Bentuk ini disebut sebagai bentuk kemiringan titik potong (slope-
intercept). Bentuk seperti ini bila dilihat dari letak kedua variable X dan Y, maka bentuk ini
dapat disebut sebagai bentuk eksplisit. Karena variabel bebas X dan variabel terikat Y saling
terpisah oleh tanda sama dengan (=).

2.2 Kemiringan dan Titik Potong Sumbu


Suatu fungsi linear bila digambar dalam bidang kartesius, maka grafiknya merupakan
suatu garis lurus. Kemiringan pada setiap titik yang terletak pada garis lurus tersebut adalah
sama. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien a1 pada persamaan Y  a 0  a1 X . Koefisien a1 ini
untuk mengukur perubahan nilai variable terikat (dependent) Y sebagai akibat dari perubahan
variable bebas (independent) X sebesar satu unit.
Kemiringan (slope) dari fungsi linear dengan satu variable bebas X adalah sama dengan
perubahan dalam variable terikat (dependent) dibagi dengan perubahan dalam variabel bebas
(independent). Dan biasanya dilambangkan dengan huruf m. Jadi, kemiringan
Y Y  Y1
m atau 2
X X 2  X1

Sebagai contoh, Y = 15 – 2X, kemiringan adalah -2. Ini berarti untuk setiap kenaikan satu unit
variabel X akan meningkatkan 2 unit variabel Y. Secara geometri, kemiringan suatu garis
lurus adalah tangen (tg) adalah perbandingan antara sumbu vertikal Y dengan sumbu
horizontal X.

2
Pada gambar (a) garisnya mempunyai kemiringan positif, karena menaik dari kiri bawah ke
kanan atas sehingga jika X menaik maka Y menaik juga. Gambar (b) garis mempunyai
kemiringan negatif, karena menurun dari kiri atas ke kanan bawah, sehingga jika X menaik
maka Y akan menurun. Gambar (c) kemiringan garisnya nol, karena X bertambah, Y tetap
konstan. Gambar (d) kemiringan garis tak tentu, karena X konstan, Y tak tentu.
Parameter lainnya dalam fungsi linear Y  a 0  a1 X adalah konstanta a0, atau yang kita
sebut sebagai titik potong dengan sumbu Y, bila X sama dengan nol.
Titik potong sumbu Y (intercept Y) dari suatu fungsi linear dengan satu variabel bebas
adalah sama dengan nilai dari variabel terikat bila nilai dari variabel bebas sama dengan nol.
Sebagai contoh, persamaan linear Y = 15 – 2X terdahulu, maka titik potong dengan sumbu Y
adalah 15. Hal ini dikarenakan bila X = 0, maka Y = 15.
Akan tetapi, fungsi linear dapat juga berbentuk implisit, yaitu kedua variable X dan
variable Y berada pada satu ruas (kiri) dan ruas kanan dijadikan nol. Bentuk implisit ini
adalah:
AX  BY  C  0
A
Dimana nilai kemiringannya adalah  dan titik potong dengan sumbu Y.
B

2.3 Menentukan Persamaan Garis


2.3.1 Metode Dua Titik
Suatu garis lurus g dapat digambarkan dengan cara menghubungkan dua titik pada
bidang kartesius XY. Tetapi, persamaan garis lurus tersebut tidak dapat diketahui apabila kita
tidak mengetahui letak dari dua titik tersebut dalam bidang kartesius XY. Oleh karena itu,
untuk menentukan persamaan garis lurus tersebut, kita harus mengetahui kedua titik tersebut.
Jika kedua titik diketahui, misalnya B(X1, Y1) dan C(X2, Y2), maka kemiringan garisnya
dapat diperoleh dengan cara membagi perubahan dalam Y dengan perubahan dalam X, atau

Y2  Y1
kemiringan garis = . Karena kemiringan garis lurus adalah sama pada setiap titik
X 2  X1
yang terletak pada garis tersebut, maka dapat dinyatakan dengan rumus berikut:
Y  Y1 Y Y
 2 1
X  X1 X 2  X1

3
Rumus diatas menunjukkan bahwa cara untuk memperoleh persamaan garis lurus dengan
menggunakan dua titik yang diketahui adalah dengan mensubstitusikan nilai-nilai X 1, X2, Y1,
dan Y2 yang telah diketahui pada rumus di atas, sehingga akan menghasilkan persamaan
Y  a 0  a1 X atau AX  BY  C  0 .

Contoh :
Carilah persamaan garis yang melalui titik (3, 2) dan (4, 6).

Penyelesaian :
X1  3
X2  4
Diketahui:
Y1  2
Y2  6

Y  Y1 Y Y
 2 1
X  X1 X 2  X1
Y 2 62

X 3 43
62
Y 2( )( X  3)
43
Y  2  4( X  3)

Y  4 X  12  2
Y  4 X  10

4
2.3.2 Metode Satu Titik dan Satu Kemiringan
Selain metode dua titik untuk menentukan persamaan garis lurus, ada metode lain,
yaitu: metode satu titik dan satu kemiringan. Sebenarnya metode ini berasal dari metode dua
titik. Perhatikan kembali rumus dibawah:
Y  Y1 Y Y
 2 1
X  X1 X 2  X1

Apabila (X – X1) dipindahkan ke ruas kanan persamaan maka,


Y2  Y1
Y  Y1  ( )( X  X 1 )
X 2  X1

Sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa rumus kemiringan garis lurus adalah

Y2  Y1
m , maka persamaan diatas akan menjadi, Y  Y1  m( X  X 1 ) .
X 2  X1

Contoh:
2
Carilah persamaan garis yang melalui titik (6, 4) dan kemiringan  .
3
Penyelesaian :
2
Diketahui (X, Y) = (6, 4) dan m   .
3
Y  Y1  m( X  X 1 )
2
Y 4  ( X  6)
3
2
Y  X 44
3

5
2
Y  X 8
3
2.4 Hubungan Dua Garis Lurus
Sebagaimana telah disebutkan pada subbab terdahulu, bahwa setiap garis lurus
mempunyai kemiringan dan titik potong (intercept). Apabila dua garis yang mempunyai
kemiringan yang berbeda-beda atau sama dan juga bila titik potong dengan sumbu Y berbeda-
beda atau sama, maka bila digambarkan dalam bidang kartesius XY akan terdapat empat
kemungkinan, yaitu:
1. Dua garis lurus saling berpotongan
2. Dua garis lurus saling sejajar
3. Dua garis lurus saling berhimpit
4. Dua garis lurus saling tegak lurus (membentuk sudut 900)

 Pada gamabar (a) kedua kemiringan garis, yaitu a 1 dan b1 adalah tidak sama atau a1  b1
dan kedua titik potong sumbu Y, a0, dan b0 tidak sama.
 Pada gambar (b) kedua kemiringan garis adalah sama (a = b) dan kedua titik potong sumbu
Y tidak sama.
 Pada gambar (c) kedua kemiringan garis adalah sama dan kedua titik potong dengan
sumbu Y adalah sama.
 Pada gambar (d) kedua kemiringan garis adalah tidak sama tetapi nilai perkaliannya
menghasilkan -1, dan kedua titik potong dengan sumbu Y tidak sama.
2.5 Sistem Persamaan Linier
Penyelesaian suatu sistem persamaan linier adalah suatu himpunan nilai yang memenuhi
secara serentak (simultan) semua persamaan-persamaan dari sistem tersebut. Untuk sistem

6
persamaan linear terdapat tiga kemungkinan, yaitu ada penyelesaian tunggal, tidak ada
penyelesaian, dan sejumlah penyelesaian tidak terbatas.
Tiga kemungkinan ini dapat diuraikan secara mudah dengan memisalkan suatu sistem
dengan dua persamaan dan dua variabel. Suatu sistem dengan dua persamaan dan dua variabel
mempunyai penyelesaian tunggal dapat disajikan secara grafik dengan melihat titik potong
dari dua garis persamaan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah.

Selanjutnya, pada kasus tidak ada penyelesaian untuk suatu sistem dengan dua
persamaan dan dua variabel ditunjukkan oleh dua garis sejajar (pararel) atau tidak ada titik
potong. Hal ini dapat dilihat pada gambar kedua. situasi dimana terdapat sejumlah
penyelesaian yang tidak terbatas untuk suatu sistem persamaan dapat ditunjukkan oleh dua
garis yang sama atau saling berimpit. Ini disajikan pada gambar ketiga. Untuk memperoleh
nilai-nilai penyelesaian dari sistem persaman linier, dapat digunakan metode, yaitu:
1. Metode Eliminasi
Metode eliminasi ini merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memperoleh
penyelesaian dari sistem persamaan linier. Di samping itu, metode ini juga dapat memberikan
suatu petunjuk untuk mendeteksi sistem persamaan yang tidak mempunyai penyelesaian atau
sejumlah penyelesaiana yang tidak terbatas.
Metode eliminasi ini bertujuan untuk menghapus sementara salah satu variabel. Caranya
akan ditunjukkan oleh langkah-langkah berikut ini:
 Pilihlah salah satu variabel yang akan dieliminasi (dihilangkan sementara)
 Kalihkan kedua persamaan dengan suatu nilai konstanta tertentu bila diperlukan sehingga
koefisien pada variabel yang dipilih akan menjadi sama
 Jika tanda pada kedua koefisien dari variabel yang dipilih sama maka kedua persamaan
dikurangkan, akan tetapi, bila tanda pada kedua koefisien dari variabel yang dipilih
berbeda makan kedua persamaan dijumlahkan.
 Carilah nilai dari variabel yang tersisa (tidak dipilih) dan substitusikan kembali nilai ini ke
dalam persamaan mula-mula untuk menentukan nilai dari variabel yang telah dipilih
tersebut.
Contoh :
Carilah nilai-nilai dari variabel X dan Y yang dapat memenuhi kedua persamaan berikut:
3X – 2Y = 7
2X + 4Y = 10
Penyelesaian:
1. Variabel yang akan dieliminasi adalah variable Y
7
2. Karena variabel Y yang dipilih, maka persamaan pertama harus dikalikan dengan konstanta
2, dan persamaan kedua dikalikan dengan konstanta1, sehingga kedua persaman menjadi:
3X – 2Y = 7 (kalikan dengan 2), maka 6X – 4Y = 14
2X + 4Y = 10 (kalikan dengan 1), maka 2X + 4Y = 10
3. Karena kedua koefisien dari variabel Y tandanya berbeda, maka harus dijumlahkan,
sehingga menjadi,
6X – 4Y = 14
2X + 4Y = 10 +
8X + 0 = 24
X=3
4. Substitusikan niali X = 3 ke dalam salah satu persamaan semula agar diperoleh nilai Y.
Apabila disubstitusikan pada persamaan pertama, maka akan menghasilkan:
3(3) – 2Y = 7
-2Y = 7 – 9
Y=1
Jadi, himpunan penyelesaian yang memenuhi kedua persamaan tersebut adalah himpunan
pasangan urut (3, 1).
2. Metode Substitusi
Selain metode eliminasi dalam menyelesaikan sistem persamaan linier. Ada pula metode
lain, yaitu metode substitusi. Untuk memperoleh himpunan penyelesaian dari kedua variabel
yang memenuhi kedua persamaan dalam metode substitusi, ikutilah langkah-langkah berikut
ini:
1. Pilihlah salah satu variabel dalam satu persamaan, kemudian buatlah koefisien dari
variabel tersebut menjadi 1.
2. Bila persamaan pertama yang dipilih, maka susbstitusikanlah persamaan ini ke dalam
persamaan kedua,
3. Carilah nilai variabel yang tidak dipilih dengan aturan-aturan matematika
4. Substitusikan kembali nilai dari variabel yang diperoleh kedalam persamaan mula-mula
untuk memperoleh nilai variabel yang dipilih.
Contoh:
Carilah nilai-nilai dari variabel X dan Y yang dapat memenuhi kedua persamaan berikut:
3X – 2Y = 7
2X + 4Y = 10
Penyelesaian:
Misalkan variabel X yang dipilih pada persamaan kedua, maka akan menjadi
2X = 10 – 4Y
X = 5 – 2Y (koefisien variable X = 1)
Karena persamaan kedua yang dipilih, maka substitusikan kedalam persamaan yang pertama
sehingga menjadi:
3(5 – 2Y) – 2Y = 7
15 – 6Y – 2Y = 7
15 – 8Y = 7
-8Y = 7 – 15
Y=1

8
Substitusikanlah nilai Y = 1 ini kedalam salah satu persamaan mula-mula, misalkan
persamaan pertama, sehingga memperoleh hasil:
3X – 2(1) = 7
3X = 7 + 2
X=3
Jadi, himpunan penyelesaian yang memenuhi kedua persaman tersebut adalah himpunan
pasanagn urut (3, 1).

2.6 Persamaan Ketergantungan Linier dan Ketidakkonsistenan


Sebagaimana telah dijelaskan dan diilustrasikan dalam contoh-contoh pada penjelasan
sebelumnya, bahwa kedua persamaan mempunyai penyelesaian yang unik (ada penyelesaian
tunggal). Akan tetapi, adakalanya suatu sistem persamaan linier dengan dua persamaan dan
dua variabel tidak terdapat penyelesaian (no solution) atau penyelesaian yang jumlahnya tidak
terbatas (unlimited solution).
Apabila kedua persamaan mempunyai kemiringan yang sama, maka gambarnya akan
terdapat dua kemungkinan, yaitu:
1. Kedua garis adalah sejajar dan tidak mempunyai titik potong sehingga tidak ada
penyelesaian. Kedua persamaan ini disebut sebagai sistem persamaan linier yang tidak
konsisten (inconsistent)
2. Kedua garis akan berhimpit, sehingga penyelesaian dalam jumlah yang tidak terbatas,.
Kedua persamaan ini disebut sebagai sistem persamaan linier yang tergantung secara
linier (linearly dependent).

Contoh :
Tentukan penyelesaian dari persamaan berikut:
1. 2X + 3Y = 7
4X + 6Y = 12
Persamaan pertama dan kedua adalah tidak konsisten, karena kedua persamaan ini
mempunyai kemiringan yang sama, tetapi berbeda nilai intercept-nya. Jadi, bila
digambarkan kedua persamana ini akan sejajar atau satu sama lainnya.
2. 5X + 2Y = 10
20X + 8Y = 40
Persamaan pertama dan kedua, kedua-duanya tergantung secara linier, karena kedua
persamaan ini mempunyai kemiringan dan nilai intercept yang sama. Jadi, apabila
digambarkan kedua persamaan ini akan berimpit satu dengan lainnya.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fungsi linear adalah suatu fungsi yang mempunyai pangkat tertinggi yaitu 1. Gambar
grafik dari suatu fungsi linear merupakan garis lurus. Kemiringan (slope) dari fungsi linear
dengan satu variable bebas X adalah sama dengan perubahan dalam variable terikat
(dependent) dibagi dengan perubahan dalam variabel bebas (independent). Apabila dua garis
yang mempunyai kemiringan yang berbeda-beda atau sama dan juga bila titik potong dengan
sumbu Y berbeda-beda atau sama, maka bila digambarkan dalam bidang kartesius XY akan
terdapat empat kemungkinan, yaitu:
1. Dua garis lurus saling berpotongan
2. Dua garis lurus saling sejajar
3. Dua garis lurus saling berhimpit
4. Dua garis lurus saling tegak lurus (membentuk sudut 900)

10
DAFTAR PUSTAKA

Bintang, Josep. 2006. Matematika Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Eakins G. 2005. Finance: Invesment Institutions Management. Edisi 2. New York: Pearson
Addison Wesley.

Farham, Paul. 2010. Economics and Behavior. Edisi 8. New York: McGraw Hill

11

Anda mungkin juga menyukai