Anda di halaman 1dari 48

MADZAHIBUL ARBA'AH

( IMAM MALIK )

Disusun oleh :
Ari Ratna Sari
Cecep Bulkini
Dewi Nuraida
Euis Nurpaida
Fuad Abd Rohman
Iis Istiqomah
Indriyani

KRIDA PRATAMA TASIKMALAYA


2022
DAFTAR ISI

DAFTAR IS I.......................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................1
B. Tujuan Pelaksanaan ...............................................................................................................1
C. Manfaat Pelaksanaan .............................................................................................................2
D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................................3
A. Profil Pesantren Al Ghozali ...................................................................................................3
B. Manajemen Pengelolaan Lembaga ........................................................................................3
C. Wisata Religi Makam Sunan Gunung Djati .........................................................................4
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................5
A. Kesimpulan .............................................................................................................................5
B. Saran ........................................................................................................................................5
FOTO KEGIATAN STUDI BANDING.............................................................................................6
FOTO KEGIATAN RIHLAH............................................................................................................8
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga kami selaku Mahasiswa/i Kampus Bungursari dapat melaksanakan Studi Banding serta
dapat menyelesaikan laporan dengan tepat waktu.
Pelaksanaan Studi Banding yang merupakan sebuah konsep belajar yang dilakukan di lokasi
dan lingkungan berbeda yang lazim dilakukan untuk maksud peningkatan mutu, perluasan wawasan,
perbaikan sistem manajemen pengelolaan, dan lain –lain.
Laporan ini kami sajikan berdasarkan pengalaman yang kami dapatkan selama melaksanakan
Studi Banding. Dengan penuh kesabaran akhirnya laporan ini dapat terselesaikan.
Akhir kata Kami ucapkan terimakasih, semoga laporan ini dapat memberikan informasi serta
dapat memperluas wawasan bagi pembaca. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Apabila nantinya terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca.

Tasikmalaya, Juli 2022


BAB I
PENDAHULUAN

A. IMAM MALIK
BAB II BIOGRAFI
IMAM MALIK

A. RIWAYAT HIDUP IMAM MALIK

Imam Malik adalah imam kedua dari imam empat dalam islam dari segi umur
beliau lahir 13 tahun sesudah Abu Hanifah. 1 Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Amir bin Haris bin Gaiman bin Kutail
bin Amr bin Haris al-Asbahi al-Humairi. Beliau merupakan imam dar Al-Hijrah.
Nenek moyang mereka berasal dari Bani Tamim bin Murrah dari suku Quraisy. Malik
adalah saudara Utsman bin Ubaidillah At-Taimi, saudara Thalhah bin Ubaidillah.2
Beliau lahir diMadinah tahun 93 H, beliau berasal dari keturunan bangsa Himyar,
jajahan Negeri Yaman.3
Ayah Imam Malik adalah Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Abi Al-Haris Ibn
Sa’ad Ibn Auf Ibn Ady Ibn Malik Ibn Jazid.4 Ibunya bernama Siti Aliyah binti Syuraik
Ibn Abdul Rahman Ibn Syuraik Al-Azdiyah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa
Imam Malik berada dalam kandungan ibunya selama 2 tahun ada pula yang
mengatakan sampai 3 tahun.5

1
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Madzhab, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1993), cet, II, h. 71

2
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Cet.
I, h.260

3
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, ( Jakarta; Logos, 1997), cet. I,
h. 103

4
Moenawir Khalil, Biografi Emapat serangkai Imam Madzhab, (Jakarta; Bulan Bintang), cet.
VII, h. 84

5
Huzaemah Tahido Yanggo, loc. Cit.
Imam Malik Ibn Anas dilahirkan saat menjelang periode sahabat Nabi
SAW di Madinah.6 Tidak berbeda dengan Abu Hanifah, beliau juga termasuk
ulama zaman, ia lahir pada masa Bani Umayyah tepat pada pemerintahan Al-
walid Abdul Malik ( setelah Umar ibn Abdul Aziz) dan meninggal pada zaman
Bani Abbas, tepatnya pada zaman pemerintahan Al-Rasyud (179 H).7
Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki-
laki (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang anak perempuan (Fatimah
yang mendapat julukan Umm al-Mu’minin). Menurut Abu Umar, Fatimah
temasuk di antara anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari dan hafal dengan
baik Kitab al-Muwatta’.

B. KEHIDUPAN IMAM MALIK

Setelah ditinggal orang yang menjamin kehidupannya, Imam Malik harus


mampu membiayai barang daganganya seharga 400 dinar yang merupakan
warisan dari ayahnya, tetapi karena perhatian beliau hanya tercurah kepada
masalah-masalah keilmuan saja sehingga beliau tidak memikirkan usaha
dagangnya, akhirnya belaiu mengalami kebangkrutan dan kehidupan bersama
keluarganya pun semakin menderita.8
Selama menuntut ilmu Imam Malik dikenal sangat sabar, tidak jarang
beliau menemui kesulitan dan penderitaan. Ibnu Al-Qasyim pernah mengatakan

6
Abdur Rahman, Syariah Kodifikasi Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), cet. I,
h. 44

7
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Rosdakaarya,
2000), cet. II, h. 79

8
Abdur Rahman Asy-Syarqawi, Riwayat 9 Imam Fiqih, (Bandung: Pustaka Hidayah,
2000), cet. I, h. 278
“Pendritaan Malik selama menuntut ilmu sedemikian rupa sampai-sampai ia
pernah terpaksa harus memotong kayu atap rumahnya, kemudian di jual di pasar.9
Setelah Imam Malik tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidup
keluarganya kecuali dengan mengorbankan tekad menuntut ilmu, mulailah Imam
Malik menyatakan seruannya kepada penguasa, agar para ahli dijamin dapat
mencurahkan waktu dan tenaga untuk menekuni ilmu yaitu dengan memberi gaji
atau penghasilan lain untuk menjamin kehidupan mereka.

Namun tak ada seorang pun pengusaha yang menghiraukan seruan Imam
Malik. Karena pada saat itu Daulah Umayyah sedang sibuk memperkokoh dan
menetapkan kekuasannya, mereka sedang menarik simpati para ilmuan yang tua
bukan yang muda.
Hingga akhirnya secara kebetulan Imam Malik bertemu dengan pemuda
dari mesir yang juga menuntut ilmu, pemuda itu bernama Al-Layts Ibn Sa’ad dan
keduanya saling mengagumi kecerdasan masing-masing. Hingga timbulah
semangat persaudaran atas dasar saling menghormati.10
Meskipun Imam Malik senantiasa menutupi kemiskinan dan
penderitaannya dengan selalu berpakaian baik, rapi dan bersih serta memakai
wangi-wangian, tetapi Al-Layts ibn Sa’ad mengetahui kondisi Imam Malik yang
sebenarnya, sehingga sepulangnya kenegerinya, Al-Layts tetap mengirimkan
hadia uang kepada Imam Malik diMadinah, dan ketika itu kholifah yang berkuasa

9
Abdullah Musthofa al-Maraghi, Pakar-Pakar Fiqih Sepanjang Sejarah, (Yokyakarta:
LPPPSM, 2000), cet. I, h. 79
10
Abdur Rahman Asy-Syarqawi, loc. cit.
menyambut baik seruan Imam Malik agar penguasa memberikan gaai atau
penghasilan kepada para ahli ilmu.11
C. PENDIDIKAN IMAM MALIK

Imam Malik terdidik dikota Madinah pada masa pemerintahan Kholifah


Sulaiman Ibn Abdul Malik dari Bani Umayyah, pada masa itu masih terdapat
beberapa golongan pendukung islam antara lain sahabat Anshar dan Muhajirin.
Pelajaran pertama yang diterimanya adalah al-Qur’an yakni bagaiman cara
membacanya, memahami makna dan tafsirnya. Beliau juga hapal al-Qur’an diluar
kepala. Salain itu beliau juga mempelajari hadts Nabi SAW, Sehingga belaiau
dapat julukan sebagai ahli Hadts.12
Sejak masa kanak-kanak Imam Malik sudah terkenal sebagai ulam dan
guru dalam pengajaran islam. Kakeknya yang senama dengannya, merupakan
ulama hadts yang terkenal dan dipandang sebagai perawi hadts yang hidup samapi
Imam Malik berusis 10 tahun. Dan pada saat itupun Imam Malik sudah mulai
ersekolah, dan hingga dewasa belaiu terus menuntut ilmu.13
Imam Malik mempelajari bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan
seperti ilmu Hadts, Al-Rad al-Ahlil Ahwa Fatwa, fatwa dari para sahabat-sahabta
dan ilmu fiqih ahli ra’yu (fikir).14 Selain itu sejak kecil belaiau juga telah hafal al-

11
Ibid

12
Huzaemah Tahido Yanggo, loc. cit.

13
Ibid

14
Ahmad Asy-Syurbasi, op. cit., h. 75
Qur’an. Hal itu beliau lakukan karena senantiasa beliau mandapatkan dorongan
dari ibundanya agar senantiasa giat menuntut ilmu.
D. GURU-GURU IMAM MALIK

Saat menuntuk ilmu Imam Malik mempunyai banyak guru. Dalam kitab
“Tahdzibul Asma wa Lughat” mengatakan bahwa Imam Malik pernah belajar
kepada 900 syeikh, 300 diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 lagi dari
golongan tabi’it tabi’in.15
Guru-guru Imam Malik adalah Orang-orang yang dia pilih, dan pilihan
imam didasarkan kepada ketaatannya beragama, ilmu fikihnya, cara
meriwayatkan hadts, syarat-syarat meriwayatkan dan mereka adalah orang-orang
yang bisa dipercaya. Imam Malik meninggalkan perawi yang banyak mempunyai
hutang dan suka mendamaikan yang mana riwayat-riwayat mereka tidak dikenal.
Adz-Dzahabi berkata, “untuk pertama kalinya malik mencari ilmu pada
yahun 120 Hijriyah, yaitu tahun dimana Hasan Al-Basri meninggal. Malik
mengambil hadts dari nafi’ yaituorang yang tidak bisa ditinggalkannya dalam
periwayata.16Dan diantara guru-gurunya yang terkenal diantaranya:
1. Abu Radih Nafi Bin Abd Al-Rahaman

Dalam bidang al-Qur’an, Imam Malik belajar membaca dan


mengghafal al-Qur’an sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu tajwid yang

15
Jaih Mubarok L. Doi, inilah Syariah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), cet. I, h.
137

16
Masturi Irham, Lc, Asmu’i Taman, Lc, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), Cet. I, h. 237
baku dari ulma yang terkenal, Abu Radih Nafi Bin Abd Al-Rahaman
yang sangat terkenal dalam bidang ini hingga masa sekarang.17
2. Nafi’

Nafi’ merupakan seorang ulam hadts yang besar pada masa awal
kehidupan ima malik. Nafi’ mempelajari ini dari gurunya yang mashur
( Abdullah ibn Umar) karena Nafi” pada mulanya adalah seorang
budak yang dimerdekakannya setelah 30 tahun melayaninya. Orang
yang mengetahui kedudukan Abdullah ibn Umar dalam khasanah
hadts niscaya akan memahami betapa beruntungnya Nafi’ dapat
belajar dari tokoh yang sedemikian besar.18
3. Rabiah bin Abdul Rahman (Rabiah al-Ray)

Beliau berguru kepadanya ketika masah kecil. Imam Malik banyak


mendengarkan hadits-hadits nabi dari belau. Selain itu beliau juga
merupakan guru Imam Malik dalam bidang hukum islam.19
4. Muhammad bin yahya al-Anshari

Belaiu merupakan guru Imam Malik yang lain. Termasuk juga


kedalam kelompok tabi’in dia biasa mengajar di masjid Nabawi
Madinah.
Sedangkan guru-guru belaiau yang lain adalah ja’far ash-Shadiq, Abu
Hazim Salmah bin Nidar, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Sa’id dan lain-lain.

17
Abdurrahman L. Doi, Inilah Syariat Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), Cet. I, h.
137

18
Ibid

19
Jaih Mubarok, Loc. Cit.
E. Murid-Murid Imam Malik

Imam Malik mempunya banyak sekali murid yang terdiri dari para ulama’.
Qodhi Ilyad menyebutkan bahwa lebih dari 1000 orang ulam’ terkenal yang
menjadi murid Imam Malik, diantaranya: Muhammad bin Nuskim al-Auhri,
Rabi’ah bin Abdurrahman, Yahya bin zsaid al-Anshori, Muhammad bin Ajlal,
Salim bin Abi Umayah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Ziab, Abdul Malik
bin Juraih, Muhammad bin Ishaq dan Sulaiman bin Mahram al-Amasi.
Imam Malik terkenal dengan sikapnya yang berpegang kuat kepada As-
Sunnah, amalan ahli Madinah, al-Mashali al-Mursalah, penadpat sahabat (qaul
sahabi) jika sah sanadnya dan al-istihsan. Murid-murid Imam Malik ada yang
datang dari mesir, Afrika Utara, dan Spanyol. Tujuh orang yang termasyhur dari
mesri adalah:
1. Abu Abdullah, Abdurrahman ibnuk Qasim (meninggal di mesir pada tahun
191 H). Dia belajar ilmu fiqih dari Imam Malik selama 20 tahun dan al-
Laits bin Sa’ad seorang ahli fiqih Mesir (meninggal tahun 175 H). Abu
abdullah adalah seorang mujtahid mutlak. Yahya bin yahya
menganggapnya sebagai seorang seseorang yang paling alim tentang ilmu
Imam Malik dikalangan sahabatnya, dan orang yang paling amah terhadap
ilmu Imam Malik.
2. Abu Muhammad, Abdullah bin Wahb bin Muslim (dilahirkan pada tahun
125 H dan meninggal tahun 197). Dia belajar dari Imam Malik selama 20
tahun. Setelah itu, dia mengembang madzhab Maliki di Mesir. Dia telah
melakukan usaha yang serius untuk membukukan madzhab Maliki. Imam
Malik pernah menulis surat kepadanya dengan menyebut gelar “Fiqih
Mesir” dan “abu Muhammad al-Mufti”. Dai juga pernah belajar ilmu fiqih
dari al-Laits bin Sa’ad. Dia juga seorang ahli hadits yang dipercaya dan
mendapat julukan “Diwan Ilmu”.
3. Asyhab bin Abdul Aziz al-Qaisi, dilahirkan pada tahun yang sama dengan
imam syafi’i, yaitu pada tahun 150 H, dan meninggal pada tahun 204 H.
Kelahirannya terpaut sebilan belas hari setelah imam Syafi’i lahir. Dai
telah mempelajari ilmu fiqih dari Imam Malik dan al-Laits bin Sa’ad.
4. Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam. Meninggal pada tahun 214

H. Dia merupakan orang yang paling alim tentang pendapat Imam Malik.

Dia menjadi pemimpin madzhab Maliki steah Asyhab.

5. Asbagh ibnul Farj al-Umawi. Diadinisbahkan kepada bani Umayyah


karena ada hubungan hamba sahaya. Dia meninggal pada tahun 225 H.
Dia belajar fiqih kepada Ibnul Qasim, Ibnu Wahb, dan Asyhab.
6. Muhammad bin Abdullah ibnul Hakam. Dia meninggal pada tahun 268 H.
Dia menuntut ilmu, khususnya fiqih kepada ayahnya dan juga kepada
ulama madzhab Maliki pada zamannya, dia juga belajar kepada imam
Syafi’i.
7. Muhammad bin Ibrahim al-askandari bin ziyad ysng terkenal dengan ibnul
Mawaz (meninggal pada tahun 269 H). Dia belajar ilmu fiqih kepada
ulama semasanya sehingga dia mumpuni dalam bidang fiqih dan fatwa.
Kitab al-Nawwaziyyah merupakan kitab yang agung yang perbnah
dihasilkan oleh madzhab Maliki. Ia mengandungi masalah hukum yang
paling shahih, bahasanya mudah dan peembahsannya menyeluruh. Cara
kitab ini menyelesaikan masalah-masalah cabang ia;ah dengan
menyandarkan kepada ushul (asas dan dasar).20
Banyak sekali para penuntut ilmu meriwayatkan hadits dari Imam Malik
ketika beliau masih muda belia. Disini kita kategorikan beberapa kelompok yang
meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya;
Guru-guru beliau yang meriwayatkan dari Imam Malik, diantaranya;

a. Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zahrani

b. Yahya bin SA’id Al Anshari

c. Paman beliau, Abu Sahl Nafi’ bin Malik

Dari kalangan teman sejawat beliau adalah;

a. Ma’mar bin Rasyid

b. Abdul Malik bin Juraij

c. Imam Abu Hanifah, An Nu’man bin Tsabit

d. Syu’bah bin al Hajaj

e. Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri

f. Al Laits bin Sa’d

Orang-orang yang meriwayatkan dari Imam Malik setelah mereka adalah;


20
Prof. Dr. Wahba Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani,2010),
Cet. 1. h, 41
a. Yahya Bin Sa’id Al Qaththan

b. Abdullah bin Al Mubarak

c. Abdurrahman bin Mahdi

d. Waki’ bin al Jarrah

e. Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i.

Sedangkan yang meriwayatkan Al Muwaththa` banyak sekali, diantaranya;

a. Abdullah bin Yusuf At Tunisi

b. Abdullah bin Maslamah Al Qa’nabi

c. Abdullah bin Wahb al Mishri

d. Yahya bin Yahya Al Laitsi

e. Abu Mush’ab Az Zuhri

Sedang yang seangkatan adalah sufyan bin said al-sauri, lais bin saad al-
Misri, al-auza’i, Hamad bin Zaid, Sufyan bin Uyaynah, Hammad bin Salamah,
Abu Hanifah dan Putranya Hammad, Qodhi Abu Yusuf, Qodhi Syuraik bin
Abdullah dan Syafi’i, Abdullah bin Mubarok, Muhammad bin hasan
F. Karya Imam Malik

Di antara karya Imam Malik adalah kitab Al-Muwatha’21 yang ditulus

pada tahun 144 H. Atas anjuran kholifah Ja’far Al-Mansyur, menurut peneliti Abu
21
Kitab al-Muwatta’ ialah sebuah kitab yang lengkap penyusunannya selain dari kitab
“al-Majmu” karangan zaid. Perkataan al-Muwatta’ ialah jalan yang mudah yang disediakan untuk
ibadat, ia adalah sebuah kitab yang paling besar sekali yang ditulis oleh Imam Malik. Sebab yang
mendorong kepada penyusunannya adalah disebabkan timbulnya pendapat-pendapat penduduk
irak dan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan disebabkan kelemahan ingatan dan
riwayat, oleh karena itu lebih nyatalah tuntunan kepada penyimpan dan menyalinya supaya ilmu-
ilmu tidak hilang atau dilupakan: kitab al-Muwatta’ berisikan hadts-hadts dan pendapat para
sahabat Rasulullah dan juga pendapa tabi’in. Lihat dalam: Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi
Bakar Al-Abhary atsar Rosulullah SAW, para sahabat dan tabi’in yang

tercamtum dalam kitab al-Muwatha’ sejumlah 1.720 orang.

Pendapat Imam Malik bisa sampai pada kita melalui 2 buah kitab, yaitu al-
Muwatha’ dan Al-Mudawwanah al-Kubro.22 Kitab al-Muwatha’ mengandung dua
aspek yaitu aspek hadits dan aspek fiqih. Adanya aspek hadts karena al-
Muwatha’ banyak mengandung hadts yang berasal Rasulullah SAW atau dari
sahabat atau tabi’in. Hadits itu diperoleh dari 95 orang yang kesemuaannya dari
penduduk Madinah, kecuali 6 orang diantaranya: Abu Al-zubair (Makkah),
Humaid al-Ta’wil dan Ayyub Al-Sahtiyang (basrah), Atha’ bin Abdullah
(khurasan), Abdul Karim (jazirah), Ibrahim ibn Abi Abiah (syam).
Sedangkan yang dimaksud aspek fiqih adalah kaena kitab al-Muwatha’
disusun berdasarkan sistematika dengan bab-bab pembahasan layaknya kitab
fiqih. Ada bab thaharah, sholat, zakat, nikah, dan lain-lain.23
Kitab lain karangan Imam Malik adalah kitab mudawwanah al-Kubro
yang merupakan kumpulan risalah yang memuat kurang lebih 1.036 masalah dari
fatwa Imam Malik yang dikumpulkan oleh As’ad bn al-furaid Al-Naisabury yang
berasal dari tunis yang pernah menajdi murid Imam Malik.
G. Metode Istimbat Hukum Imam Malik

Imam Malik merupkan imam mazhab yang memiliki perbedaan Istimbat

hukum dengan imam mazhab lainnya. Imam Malik sebenarnya belum menuliskan

Hukum Islam, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet. 6, h. 144. Lihat juga dalam: Dr.
Ahmad Asy-Syurbasi, op.cit., h. 103

22
Huzaemah Tahido Yanggo, op. cit., h. 117

23
dasar-dasar fiqhiyah yang menjadikan pijakan dalam berijtihad, tetapi pemuka-
pemuka maszhab ini, murid-murid Imam Malik dan generasi yang muncul
sesudah itu, mengumpulkan dasar-dasar fiqhiyah Imam Malik kemudian
menulisnya. Dasar-dasar fiqhiyah itu kendatipun tidak ditulis sendiri oleh Imam
Malik, akan tetapi mempunyai kesinambungan pemikiran, paling tidak beberapa
isyarat itu dapat dijumpai dalam fatwa-fatwa Imam Malik dalam bukunya
“almuwatha’ ”. dan dalam almuawatha’ , secara jelas Imam Malik menerangkan
bahwa dia mengambil “tradisi orang-orang Madinah” sebagai salah satu sumber
hukum setelah al-Qur’an dan as-sunnah. Bahkan ia mengambil hadis munqathi’
dan mursal selama tidak bertentangan dengan tradisi orang-orang Madinah.
Mengenai metode istimbath Imam Malik telah dijelaskan oleh Al-qadi iyat
dalam al-Madarik dar Al Rasyid, dan juga salah seorang fuqaha malikiyah.
Kemudian dalam kitab al-Bahjah yang di simpulkan oleh pengarang kitab Tarikh
al-Madzhabil Islamiyah disebutkan sebagai berikut:

‫وﺧﻠﺼﺔ ﻣﺎذﻛﺮه ھﺬان اﻟﻌﺎﻟﻤﺎن وﻏﯿﺮھﻤﺎ ان ﻣﻨﮭﺎج اﻣﺎم دار اﻟﮭﺠﺮة اﻧﮫ ﯾﺎﺧﺬ‬

‫ وﯾﺪﺧﻞ‬,‫ ﻓﺎن ﻟﻢ ﯾﺠﺪ ﻓﻰ ﺑﻜﺘﺎب ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻧﺼﺎاﺗﺠﮫ اﻟﻰ اﻟﺴﻨﺔ‬,‫ﺑﻜﺘﺎب ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ اول‬

‫ وﻓﺘﺎوي اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬,‫ﻓﻰ اﻟﺴﻨﺔ ﻋﻨﺪه اﺣﺎدﯾﺚ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ‬

.24‫ وﻣﻦ ﺑﻌﺪ اﻟﺴﻨﺔ ﺑﺸﺘﻰ ﻓﺮ وﻋﮭﺎ ﯾﺠﺊ اﻟﻘﯿﺎس‬.‫ و ﻋﻤﻞ اھﻞ اﻟﻤﺪ ﯾﻨﺔ‬,‫واﻗﻀﯿﺘﮭﻢ‬

”kesimpulan apa yang telah dikemukakan oleh kedua ulama ini dan yang lainya
bahwasanya metode ijtihad imam Darul Hijriyah itu adalah apabila beliau tidak
mendapat suatu nash didalamnya maka dia mencarinya di dalam sunnah, dan
menurut beliau yang masih tergolong kategori sunnah perkataan Rasulullah
saw,

24
Imam Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al Madzahib al Islamiyah, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), Juz. II, h. 423
fatwa-fatwa sahabat, putusan hukum mereka dan perbuatan penduduk Madinah.
Setelah sunnah dengan berbagai cabangnya berulah datang (dipakai) qiyas”.

Walaupun para ulama hadits yang ditemui oleh Imam Malik termasuk
kelompok ulama tradisional yang menolak pemakaian akal dalam kajian hukum,
namun pengaruh Rabi’ah bin yahya bin Sa’id tetap kuat pada corak kajian
fiqihnya. Hal ini dapat dilihat pada metodologi kajian hukum madzhab Malik
yang bersumber pada: Al-Qur’an, Hadits, tradisi masyarakat Madinah, fatwa
sahabat, qiyas, maslahah mursalah, istihsan, sadd al-dzara’i.
Sedangkan menurut Hasbi Ash-Shiedieqy mengatakan Imam Malik bin
Anas mendasarkan fatwanya kepada kitabullah, sunnah yang beliau pandang
shohih, amal ahli Madinah, qiyas, istihsan.25
Menuurt as-Satibi dalam kitab al-Muwafaqot menyimpulkan dasar-dasar
Imam Malik ada empat yaitu al-Qur’an, Hadits, ijma’, ra’yu. Sedangkan fatwa
sahabat dan amal ahli Madinah digolongkan dalam sunnah. Ro’yu meliputi
masalahah mursalah, sadd al zara’i, adat (urf), istihsan dan istishab.
Secara garis besar, dasar-dasar Imam Malik dalam menetapkan suatu
hukum dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an

Ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW


dengan bahasa Arab yang di riwayatkan secara mutawatir dan tertulis
dalam mushaf.26 Dalam mengambil hukum di dalam al-Qur’an beliau

25
Teungku Muhammad Hasby Ash-Shiedieqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang:
Pustaka Riski, 1997), h.88

26
Tengku Muhammad Hasby Ash-Shiedieqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang:
Pustaka Riski, 1997), h.88
berdasarkan atas dzahir nash Al-Qur’an atau keumumannya, meliputi
mahfum al-muwafaqoh dan mahfum aula dengan memperhatikan
illatnya.
2. Sunnah (Hadts)

Ialah segala perakataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan) Nabi


Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum.27 Dalam mengambil
hukum, Imam Malik mengikuti cara yang dilakukan dalam mengambil
hukum di dalam al-Qur’an. Beliau lebih mengutamakan makna yang
terkandung dalam sunnah dari pada dhahir sunnah ( sunnah Mutawatir
atau masyhur)
3. Amal Ahli Madinah

Mazhab maliki memberikan kedudukan yang penting bagi


perbuatan orang-orang Madinah, sehingga kadang-kadang
mengenyampingkan hadts ahad, karena amalan ahli Madinah
merupakan pemberitaan oleh jama’ah sedangkan hadts ahad
merupakan pemberitaan perorangan. Apabila pekerjaan itu
bertentangan denganng dan pekerjaan orang Madinah, menurut
pandangannya sama kedudukannya dengan yang diriwayatkan mereka,
dimana mereka mewarisi pekerjaan tersebut dari nenek moyang
mereka secara berurutan sampai kepada para sahabat.28

26
Khozin Siroj, Aspek-Aspek Fundamental Hukum Islam, (Yokyakarta: Fakultas
Ekonomi UII, 1981), h. 55
Imam Malik menggunakan dasar amal ahli Madinah karena
mereka paling banyak mendengar dan menerima hadts. Amal Ahli
Madinah yang digunakan sebagai dasar hukum merupakan hasil
mencontoh Rasulullah SAW bukan dari Ijtihad ahli Madinah, serta
amal ahli Madinah sebelum terbunuhnya Usman Bin Affan.29
4. Fatwa sahabat

Fatwa sahabat merupakan fatwa yang berasal sahabat besar yang


didasarkan pada al-naql. Dan fatwa sahabat itu berwujud hadts yang
wajib diamalkan, karena menurut Imam Malik sahabat tersebut tidak
akan memberikan fatwa kecuali atas dasar apa yang dipahami dari
rasulullah SAW, dalam hal ini Imam Malik mensyaratkan fatwa
sahabat tersebut harus tidak bertentangan dengan hadts marfu’.30
5. Qiyas, Isthisan

Qiyas merupakan menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada


nash kepada kejadian lain yang ada nashnya, dalam hukum yang telah
ditetapkan oleh nashnya karena adanya kesamaan dua kejadian itu
didalam “illat hukum’. Dan qiyas ini merupakan pintu awal dalam
ijtihad untuk menentukan hukum yang tidak ada nashnya baik dalam
al-Qur’an atau sunnah.31

29
Huzaemah Tahido Yanggo, op. cit., h. 107

30
Ibid

31
Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2002), Cet. VII, h. 74
6. Maslaha Mursalah

Maslahah Mursalah yaitu memilihara tujuan-tujuan syara’ dengan


jalan menolak segala sesuatu yang menolak mahluk.32 Sedangkan
isthisan adalah menurut hukum dengan mengambil maslahah yang
merupakan bagian dalam dari dalil yaitu bersipat kulli (menyeluruh)
dengan maksud mengutamakan al-istidlal al-mursal dari pada qiyas,
sebab menggunakan isthisan itu, bukan berarti hanya mendasarkan
pada pertimbangan perasaan semata, melainkan mendasarkan
pertimbangannya pada maksud pembuat syara’ secara keseluruhan.33
Dalam hal ini, ketika Imam Malik menemui sebuah kasus dan tidak
menemukan pemecahanya pada al-Qur’an, sunnah, serta ijma’ sahabat
Madinah. Barulah ia mengqiyaskan kasus yang baru itu dengan kasus
yang mirip yang pernah terjadi. Jika pada dua kasus terjadi banyak
illat (sebab, alasan) yang serupa atau hampir serupa. Akan tetapi jika
hasil pengqiyasan itu ternyata berlawanan dengan kemaslahatan
umum, baginya lebih baik menetapkan keputusan hukumnya atas
dasar prinsip kemaslahatan umum.
Imam Malik menggunakan maslahah mursalah pada kepentingan
yang sesuai dengan semangat syariah dan tidak bertentangan dengan
salah satu sumbernya serta pada kepentingan yang bersipat dharury

32
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarata: PT. Raja Garfindo Persada, 2002),
Ccet. IV, h. 199

33
Huzaemah Tahido Yanggo, op. cit., h. 109
(meliputi pemiliharaan agama, kehidupan, akal, keturnan dan
kekayaan).
7. Istihsan

Selanjutnya metode Istihsan hukum yang digunakan Imam Malik


adalah Maslahah yang bersifat umum bukan sekedar Maslahah yang
hanya berlaku untuk orang tertentu. Selain itu maslahah tersebut juga
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Nash (baik al-Quran
maupun Sunnah).
8. Zadd al-zarai’

Imam Malik menggunakan zadd al-zarai’ sebagai landasan dalam


menetapkan hukum, karena menurutnya semua jalan atau sebab yang
menuju kepada yang haram atau larangan, hukumnya haram. Dan
semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang halal, halal pula
hukumnya.

Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya:
Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-
Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: ‫)مالك بن أنس‬, lahir di (Madinah pada tahun
714M / 93H), dan meninggal pada tahun 800M / 179H). Ia adalah pakar ilmu
fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.

Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin
Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imama malik dilahirkan di
Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun kelahiranya
terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha
meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang
lain berpendapat bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-
Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir
meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :”aku dilahirkan pada 93 H”.
dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam’ani dan ibn farhun)[3].
Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan
waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al
Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan
seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang
paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al
Mashmudi.

Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu
Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan
Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini,
Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku
belum mnegetahui bandingannya.

Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada


yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah
600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in,
disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai
kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad
dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn
Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha
memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat
dalam Al Muwaththa’ Malik.

Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in
dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al
Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id
al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah
Hudzafah as Sahmi al Anshari.

Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali di antaranya ada yang
lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al
Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan
Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb,
Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.

Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul
Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah
bin Dinar, dan lain-lain. dan diantara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al
Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf,
Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu
Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu
Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.

Pujian Ulama untuk Imam Malik

An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur,
tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada
meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”. (Ket: Abdul Karim
bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri
dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit
mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).

Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi
para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Imam as-Syafi’i berkata, “Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya
setelah para Tabi’in[3] “.

Yahya bin Ma’in berkata, “Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu)
Hadits”

Ayyub bin Suwaid berkata, “Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam
madinah) dan as-Sunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya”.

Ahmad bin Hanbal berkata, ” Jika engkau melihat seseorang yang membenci
imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid’ah”

Seseorang bertanya kepada as-Syafi’i, ” apakah anda menemukan seseorang yang


(alim) seperti imam malik?” as-Syafi’i menjawab :”aku mendengar dari orang
yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak
menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang
sekarang) menemui yang seperti Malik?[3]

Imam Abu Hanifah berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih
pandai tentang sunnah Rasulullah dari Imam Malik.”

Abdurrahman bin Mahdi berkata, ” Aku tidak pernah tahu seorang ulama Hijaz
kecuali mereka menghormati Imam Malik, sesungguhnya Allah tidak
mengumpulkan umat Muhammad, kecuali dalam petunjuk.”
Ibnu Atsir berkata, “Cukuplah kemuliaan bagi asy-Syafi’i bahwa syaikhnya adalah
Imam Malik, dan cukuplah kemuliaan bagi Malik bahwa di antara muridnya
adalah asy-Syafi’i.”

Abdullah bin Mubarak berkata, “Tidak pernah aku melihat seorang penulis ilmu
Rasulullah lebih berwibawa dari Malik, dan lebih besar penghormatannya
terhadap hadits Rasulullah dari Malik, serta kikir terhadap agamanya dari Malik,
jika dikatakan kepadaku pilihlah Imam bagi umat ini, maka aku akan pilih
Malik.”

Laits bin Saad berkata, “Tidak ada orang yang lebih aku cintai di muka bumi ini
dari Malik.”

Kitab Al-Muwaththa

Al-Muwaththa berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang


membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa
merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh
Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini
lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh
dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik
terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dia sangat
berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak
riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya 10.000
saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih
olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah
riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis
hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafii pernah berkata,
“Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al qur`an yang lebih banyak
mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik,
inilah karangan para ulama muaqoddimin.”

Akhir Hayat

Menjelang wafat, Imam Malik ditanya masalah kemana ia tak pergi lagi ke Masjid
Nabawi selama tujuh tahun, ia menjawab, “Seandainya bukan karena akhir dari
kehidupan saya di dunia, dan awal kehidupan di akhirat, aku tidak akan
memberitahukan hal ini kepada kalian. Yang menghalangiku untuk melakukan
semua itu adalah penyakit sering buang air kecil, karena sebab ini aku tak
sanggup untuk mendatangi Masjid Rasulullah. Dan, aku tak suka menyebutkan
penyakitku, karena khawatir aku akan selalu mengadu kepada Allah.” Imam
Malik mulai jatuh sakit pada hari Minggu sampai 22 hari lalu wafat pada hari
Minggu, tanggal 10 Rabi’ul Awwal 179 Hijriyyah atau 800 Miladiyyah.
Masyarakat Medinah menjalankan wasiat yang ia sampaikan, yakni dikafani
dengan kain putih, dan disalati diatas keranda. Imam shalat jenazahnya adalah
Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Hasyimi yang merupakan gubernur
Madinah. Gubernur Madinah datang melayat dengan jalan kaki, bahkan
termasuk salah satu yang ikut serta dalam mengangkat jenazah hingga ke
makamnya. Beliau dimakamkan di Pemakaman Baqi’, seluruh murid-murid
beliau turut mengebumikan beliau.
Informasi tentang kematitan beliau tersebar di seantero negeri Islam, mereka
sungguh sangat bersedih dan merasa sangat kehilangan, seraya mendoakan
beliau agar selalu dilimpahi rahmat dan pahala yang belipat ganda berkat ilmu
dan amal yang beliau persembahkan untuk Islam.
Membuat Makalah ilmiah tentang Madzahibul Arba'ah ( 4 Imam Madzhab )

1. Imam Hanafi

2. Imam Maliki

3. Imam Asyafi'i

4. Imam Hambali

Materi pada makalah meliputi :

1. Biografi ( Tempat tanggal lahir,nashab keturunan,kehidupan masa kecil sampai wafat.

2. Sejarah keilmuan (Sanad ilmu).

3. Dasar berijtihad dalam menentukan hukum fiqih.

4.Karya terbesar dan deskripsi isi kitabnya.


M K L H SW J
Tentang
“M DZ HIBUL RB ’ H”

Dosen Pengampu :
Ust.
ROFI’I, M.Pd
.I
DISUSUN:
1.

ANIS KHUSNUL KHOTIMAH


(NIM : 2019 11 0012)
2.

DESI RETNO SARI


(NIM : 2019 11 0010)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2019
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten Ogan
Komering Ilir Provinsi Sum-Sel

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih, lagi maha penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, karena atas hidayah dan innayah-Nya lah
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
“Madzahibul Arba’ah”

ini.
Makalah ini telah kami tulis dengan maksimal berdasarkan sumber referensi yang kami
dapatkan. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari seepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kamidapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Lempuing Jaya, Oktober 2019


Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i KATA
PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR
ISI ....................................................................................................... iii BAB I :
PENDAHULUA
N A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B.
Rumusan Masalah ................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Madzhab .............................................................................. 3 B. Sejarah
Munculnya Madzhab ................................................................. 3 C. Sejarah Singkat
Imam Empat Madzhab ................................................. 5 D. Perbedaan
Madzhab ............................................................................... 9 E. Metode Imam Empat
Madzhab Dalam Bidang Fiqh .............................. 10 F. Pendapat Imam Empat Madzhab
Dalam Bidang Selain Fiqh (Filsafat) . 14
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 16 B.
Saran ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

1
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam, sebuah agama dan sebuah fenomena yang tak dapat diingkari keberdaannya di
dunia ini, sebab itu pula Islam menjadi bahan pembicaraan di sana-sini bahkan untuk
orang yang bukan Islam sendiri. Islam mengandung banyak ajaran di dalamnya baik
yang berupa eksplisit maupun yang implisit. Betapapun hal itu tidak akan mengurangi
kualitas Islam dan kemegahan Islam sebagai agama yang universal, tak terbatas zaman,
dan agama yang hak, bukan yang lain. Meskipun begitu tidak semua orang dapat
memahami teks dan ayat yang tersirat dari dua pokok pegangan Islam yak
ni Al Qur’an dan As
Sunnah. Oleh karena itu terdapat banyak cara untuk mengetahuinya, diantaranya melalui
dalil-dalil akal, yang dalam hal ini adalah kalam dan filsafat, walau keduanya tampak
berbeda pada hasil dan metodenya, namun keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni
mencari sebuah kebenaran yang hakiki. Pada penekanan ritual ibadah, baik yang vertikal
atau horisontal sesama makhluk, terdapat ilmu fiqh. Dari situlah lahir imam-imam
agung
panutan ummat, yang terbesar adalah madzahibul arba’ah (imam mad
zhab empat). Adapun pendapat mereka dalam hal fiqh, sudah tidak asing lagi, namun
bagaimana pendapat mareka tentang tauhid, filsafat, dan kalam. Maka dalam makalah
ini akan dijelaskan konsep-konsep pendapat mereka yang notabennya merupakan
sebuah identik argumen dalam hal selain fiqh.

2
B.

RUMUSAN MASALAH
1.

Apa Yang Dimaksud Dengan Madzhab? 2.

Bagaimana Sejarah Munculnya Madzhab? 3.

Bagaimana Sejarah Singkat Empat Imam Madzhab? 4.

Bagaimana Perbedaan Madzhab? 5.


Bagaimana Pandangan Imam Empat Madzhab Dalam Bidang Fiqh? 6.

Bagaimana Pendapat Imam Empat Madzhab Dalam Bidang Selain Fiqh (Filsafat)?

3
BAB II PEMBAHASAN
A.

PENGERTIAN MADZHAB
Menurut bahasa dalam kamus, al-munjid fi al-lughah wa al-
‘alam
,
1
dijelaskan bahwa madzhab mempunyai dua pengertian: Pertama, kata madzhab berasal
dari kata:
,
‫ى‬ ‫ض‬ ‫م‬
,
‫ر‬ ‫س‬
(
  ْ ‫م‬ ‫و‬

 ُْ ‫ذ‬

‫و‬

 ْ ‫ذ‬

ُ‫ب‬
ْ 
ْ  ‫ي‬

‫ب‬  ‫ذ‬
)
‫ت‬ ‫م‬

Yang memiliki arti, telah berjalan, telah berlalu, telah mati. Kedua, yaitu yang
mempunyai arti, sesuatu yang diikuti dalam berbagai masalah disebabkan pemikiran.
Oleh karena itu,(

‫ب‬ ‫ه‬ْ
ْ ‫ذ‬  ‫ت‬
) bisa berarti mengikuti madzhab (

‫ب‬ ‫ه‬ْ
ْ ‫ذ‬ ‫م‬
), kata (

‫ب‬ ‫ه‬ْ
ْ ‫ذ‬ ‫م‬
) jamaknya adalah (
‫ب‬ ‫ه‬‫ا‬ ‫ذ‬ ‫م‬
) yang berarti, yang diikuti/dijadikan pedoman atau metode. Sementara asal pertama
madzhab dalam islam hanya ada empat madzhab, (hanafi, maliki,
syafi’i dan hambali).
Secara terminologis, ada beberapa tokoh yang memberikan pengertian mengenai
madzhab itu sendiri, diantaranya adalah Huzaemah Tahido Yanggo, beliau berpendapat
bahwa madzhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid
dalam memecahkan masalah, atau meng-istinbat-kan hukum Islam. Selanjutnya
madzhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti
cara istidlal Imam Madzhab tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang
masalah hukum Islam.
2

B.

SEJARAH MUNCULNYA MADZHAB


Proses lahirnya madzhab pada dasarnya adalah usaha para murid yang menyebarkan dan
menanamkan pendapat para imam kepada masyarakat dan juga disebabkan adanya
pembukuan pendapat para imam madzhab,
1
Al-
Ab Luwis Ma’luf, Al
-Munjid fi Al-
Lughah wa Al’alam, 1986, Beirut Dar Al
-Musyriq, hal. 239-240
2
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, (Jakarta: Logos, 1997)
hlm. 72

4 sehingga memudahkan tersebarnya dikalangan masyarakat karena imam madzhab


tersebut tidak mengklaim sebagai madzhab. Secara umum, madzhab berkaitan erat
dengan nama imam dan tempat.
3
Sejarah lahirnya madzhab fiqh dimulai dari dua aliran fiqh, yaitu
ahlu
ar’yu
dan
ahlu al-hadits
atau dikenal dengan sebutan madrasah
ar’rayu
dan madrasah
al-hadits
. a.

Madrasah al-hadits dikenal juga dengan madrasah hijaz dan madrasah al-madinah.
Madrasah hijaz dikenal sangat kuat berpegang dengan hadits, karena mereka banyak
mengetahui hadits-hadits rasulullah, disamping itu kasus-kasus yang mereka hadapi
bersifat sederhana dan pemecahannya tidak banyak memerlukan logika dalam
berijtihad, karena ulama hijaz berhadapan dengan suku bangsa yang memiliki budaya
homogen. b.

Madrasah ar-
ra’yu dikenal juga
dengan madrasah al-iraq dan madrasah al-kufah. Madrasah al-iraq dalam menjawab
pemasalahan hukum lebih banyak menggunakan logika dalam berijtihad, hal ini
disebabkan karena keberadaannya yang jauh dari madinah sebagai pusat hadits dengan
kata lain, hadits-hadits yang sampai pada mereka terbatas, dan kasus-kasus yang mereka
hadapi jauh lebih berat dan beragam, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam
perkembangannya, ada 18 madzhab, sebagian diantaranya masih ada dan terus
berkembang sampai sekarang. madzhab tersebut terbagi pada tiga madzhab besar yang
ada sampai sekarang, yaitu; a.
Sunni, sunni diwakili oleh madzhab hanafi,syafi’i,maliki, dan
hambali. b.

Syiah, syiah terdiri dari zaidiyah, syi’ah imamiyah (ja’fari), dan


ismailliyah. c.

Khawarij, khawarij
diwakili oleh madzhab ‘ibadi.

3
Dedi Supriyadi, Perbandingan Madzhab dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Pustaka
Setia 2008), Halaman 51

5 Secara umum tiap-tiap madzhab memiliki ciri khas tersendiri, hal ini karena para
pembinanya berbeda pendapat dalam menggunakan metode untuk menggali sebuah
hukum, akan tetapi perbedaan itu hanya terbatas pada masalah-masalah
furu’ bukan masalah prinsipil atau pokok syariat.
Mereka sependapat bahwa semua sumber atau dasar syariat adalah al-
qur’an
dan sunnah Nabi. Semua hukum yang berlawanan dengan kedua sumber tersebut wajib
ditolak dan tidak diamalkan, mereka juga saling menghormati satu sama lain, selama
yang bersangkutan berpendapat sesuai dengan garis-garis yang ditentukan oleh syariat
islam.
C.

SEJARAH SINGKAT IMAM EMPAT MADZHAB 1.

Imam Hanafy (80



182 H)
Pendiri dari madzhab Hanafi adalah Abu Hanifah An-
Nu’man
Taimillah bin T
sa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau
dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih
pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad
bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan
Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz
dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia. Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah
cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali
Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan
keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah
subhanahu wata’ala mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu
Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia
punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits. Beliau sempat
bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau
juga belajar dan meriwayat dari ulama
lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy
-
Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al
-
A’raj, Amru bin Dinar,

6
Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin
Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu
Ja’far Al
-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan
ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat. Adapun
orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya diantaranya adalah
sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan
abjad diantaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Muhammad bin
Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-
Asadi,
Nu’man bin Abdus Salam al
-
Asbahani, Waki’ bin Al
-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath
Assamaqondi, Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain. Pada zaman kerajaan Bani
Abbasiyah tepatnya pada masa
pemerintahan Abu Ja’far Al
-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta
menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut

karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja)

maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara. Dan
beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia
dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.
2.

Imam Maliky (93



179H)
Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi
Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di
Madinah pada tahun 93 H/712 M dan wafat tahun 179 H/796 M. Berasal dari keluarga
Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam.
Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut
Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga
pertama

7 yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota
‘ilmu’ yang sangat terkenal.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran
hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada
ulama-ula
ma terkenal seperti Nafi’ bin
Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al
Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain
adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu
berdebat, juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi. Dalam usia muda, Imam Malik telah
menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh
hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari
Al Mansur, Al Mahdi Hadi Harun, dan
Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafi’i pun pernah
menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut
sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang. Beliau
wafat pada tahun 179 hijrah ketika berumur 86 tahun dan meninggalkan 3 orang putera
dan seorang puteri.
3.

Imam Syafi’i (150 –


204 H)
Madzhab ini dirintis oleh Abu Abdillah Muhammad Ibn Idris Ibn
Abbas Ibn Utsman Asy Syafi’i Al Muthallabi keturunan Qura
isy. Beliau dilahirkan di kota Gaza, kemudian dibawa ke Asqaalan. Ketika berusia 2
tahun, ibunya membawa ke Hijaz dan hidup bersama orang Yaman, karena ibunya
keturunan dari suku Azdiyah. Usia 10 tahun beliau di bawa ke Mekkah karena khawatir
nasabnya yang mulia akan lenyap.
Dalam usia 7 tahun beliau telah menghafalkan Al Qur’an. Usia 10 tahun hafal kitab Al
Muwattha’ karya Imam Malik, kemudian usia 12 tahun
atas izin dari guru beliau Khalid Az Zanji, beliau berfatwa. Beliau juga banyak
menghafal syair Hudzail. Setelah itu pergi ke Madinah untuk belajar fiqh pada Imam
Malik, setelah itu kepada Sufyan Bin Uyainah. Dari hasil

8
menggadaikan rumahnya sebesar 16 dinar Imam Syafi’i pergi ke Yaman,
sambil bekerja beliau berguru pada Ibnu Abi Yahya dan lainnya. Saat pemerintahan
Harun Al Rasyid, terjadi fitnah Alawiyyin, sehingga beliau terkena dampaknya. Beliau
bersama alawiyyin lainnya diikat dan digiring ke Irak sambil disiksa. Keluar dari
penjara, beliu berguru pada Imam Muhammad bin Hasan. Ketika zaman khalifah Al
Makmun, beliau pergi ke Mesir kemudian membuka halaqah di masjid Amr Bin Ash,
karena banyak terjadi penyelewengan dan bid’ah.

4.

Imam Hambali (164



241 H)
Bernama Muhammad as Syaibani bin Hambali. Lahir di masa pemerintahan
Muhammad al Mahdi, dinasti Bani Abbasiyah, bulan Rabiul Awwal 164 Hijriyah (780
Masehi). Keadaan kecilnya tak banyak beda
dengan Imam Syafi’i, yatim.
Di antara empat Imam madzab, beliau tergolong bungsu dan terakhir. Sudah menjadi
sunatullah, setiap orang besar dan berderajat tinggi di sisi Allah, niscaya mendapatkan
ujian berat. ujian itu sengaja turun dari hadirat- Nya, untuk manusia, supaya terbukti di
tengah khalayak, apakah ia loyang atau emas. Jika emas, sekalipun tersuruk di
comberan, ia akan tetap sebagai emas yang kemilau. Ulama besar yang berani lantang
mengatakan bahwa al-
Qur’an itu
bukan makhluk ialah Imam Hambali. Beliau menegaskan bahwa al -
Qur’an
kalamullah (firman Allah), bukan makhluk. Imam Hambali wafat dalam usi 77 tahun.
Kematiannya sempat menebarkan kabut duka di segenap wilayah kerajaan Bani
Abbasiyah. Baginda al Mutawakkil sendiri turut berduka mendalam atas kematian
seorang yang pernah diperlakukan aniaya oleh leluhurnya dulu.
4

4
https://nafisatun2109.wordpress.com/2014/05/26/madzhabillah-arbaah/amp/ Diakses
Pada Tanggal 18 Oktober 2019 Pukul 13.45 WIB

9
D.

PERBEDAAN MADZHAB
Secara terminologi, ikhtilaf erat kaitannya dengan pengertian bahasa dan istilah. Secara
bahasa, ikhtilaf artinya perbedaan, perselisihan, dan perdebatan panjang. Menurut
istilah, Thaha Jabir menjelaskan:
‫ق‬

‫ى‬

‫و‬‫أ‬
‫ه‬‫ح‬

‫ى‬

‫خ‬‫ا‬‫ي‬‫غ‬‫م‬

‫ي‬‫ط‬

‫ص‬‫ش‬

‫ل‬‫ك‬

‫ج‬‫ي‬

‫ن‬‫أ‬

‫ة‬‫ا‬‫و‬

‫ف‬‫خ‬
.
‫ه‬

Artinya: Ikhtilaf atau mukhalifah, proses yang dilalui dengan metode yang berbeda
antara seseorang dengan yang lainnya dalam bentuk perbuatan atas perkataan. Ikhtilaf
pada akhirnya muncul sebagai ilmu mandiri yang dikenal dengan khilaf dan ilmu khilaf.
yaitu ilmu yang membahas kemungkinan terpeliharanya persoalan yang diperdebatkan
yang dilakukan oleh para imam madzhab dan sekaligus ilmu yang membahas
perselisihan tanpa sandaran yang jelas kepada dalil yang dimaksud (khusus). Adapun
yang menjadi tekanan dalam ilmu ini adalah cara membahas persoalan yang sangat
berkaitan dengan validitas, sebagaimana imam madzhab melakukannya. Selain itu, ilmu
ini juga menekankan cara menetapkan hukum yang sesuai dengan apa yang dilakukan
oleh imam madzhab sebelumnya, dan sekaligus untuk menolak perselisihan yang tidak
diharapkan.
5
Faktor-faktor penyebab ikhtilaf dapat dibagi menjadi empat faktor, yaitu : a.
Bahasa nash al-
qur’an atau al
-hadits b.

Validitas al-hadits c.

Kaidah ushuliyah d.

Kaidah fiqhiyah Faktor-faktor tersebut pada dasarnya bermuara kepada faktor bahasa,
yang kemudian menyebabkan ikhtilaf, baik dari segi ushul atau pun kaidah fiqh. Selain
itu problematika kebahasan melahirkan dua aliran, aliran Ahnaf
5
Dedi Supriyadi, Rekonstruksi Tradisi Ikhtilaf Imam Madzhab Fiqh Perspektif
Perbandingan Madzhab, (skripsi), 1995, Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung DJati
Bandung, hlm. 152.

10 dan Mutakalimin. Adapun yang menjadi sorotan ikhtilaf para fuqaha, sebagian besar
adalah ayat-ayat hukum. Sejarah menunjukan, kaum muslimin telah menyadari bahwa
kemunduran yang melanda dirinya sendiri merupakan akibat dari perpecahan umat.
Oleh karena itu, mereka mulai menyerukan persatuan dan penyingkiran sebab-sebab
yang menimbulkan perpecahan diantara penganut satu din, satu kiblat, dan satu aqidah.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh M. Saltout.
6
Semua ini dapat terlihat, terutama setelah periode keemasan fiqh. Setelah terlena dan
ternina-bobokan oleh perkembangan fiqh yang begitu pesat, yang akhirnya merasa
tidak perlu lagi melakukan pelacakan hukum, fanatisme muncul sangat kuat, dimana
setiap orang untuk mengamalkan ajarannya terpaku pada madzhab yang dipegangnya.
Rasyid Ridha dalam pengantar buku al-mughni karya Ibnu Qudamah,
menyatakan bahwa “
para pengikut madzhab yang fanatik menolak adanya ruang ikhtilaf yang sebenarnya
adalah rahmat. Mereka mengharamkan pengikut madzhab untuk meniru madzhab lain.
Banyak fuqaha Hanafiyah yang mengeluarkan fatwa bahwasannya batal shalat
seseorang yang mengikuti madzhab Hanafi, kemudian dia bermakmum kepada pengikut
madzhab Syafi’i.
E.

METODE IMAM EMPAT MADZHAB DALAM BIDANG FIQH 1.

Imam Abu Hanifah


Secara ringkas madzhab Hanafi yang dikenal dengan aliran akal
(ra’yu) mempergunakan dasar
-dasar hukum sebagai berikut: a)

Kitabullah (Al Qur’an)


b)

As Sunnah (Al Hadits) c)

Atsar-atsar sahabat yang masyhur dan fatwa-fatwa mereka d)

Ijma’ (Konsensus Ulama’)


e)

Qiyas (Analogi)
6
http://bachrudinalfarisi.blogspot.com/2014/04/madzahibul-arbaah_6.html?m=1 Diakses
Pada Tanggal 18 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB

11 f)

Istihsan (Menganggap baik sebuah hal) g)

Urf (Adat istiadat yang tidak menyimpang syara’)

2.

Imam Malik Ibn Anas


Adapun madzhab Maliki terkenal dengan aliran Ahli Hadits (Sunnah) mempergunakan
dasar-dasar hukum sebagai berikut: a)
Kitabullah (Al Qur’an)
b)

As Sunnah (Al Hadits) yang dipandang shahih c)

Ijma’ (amalan) Ahli Madinah


d)

Qiyas (Analogi) e)

Maslahah Mursalah (kebaikan ya


ng tidak disinggung syara’)
f)

Syadzdzudz dzari’ah (mencegah dari perbuatan yang menuju


haram)
3.

Imam Muhammad Ibn Idris


Adapun madzhab Syafi’i terkenal dengan aliran tengah
-tengah
(moderat) antara nash dan ra’yu (akal), mempergunakan dasar
-dasar hukum sebagai berikut: a)

Kitabullah (Al Qur’an)


b)

As Sunnah (Al Hadits) yang dipandang shahih c)

Ijma’ (Konsensus Ulama’)


d)

Qiyas (Analogi) e)

Istidlal (mempergunakan dzahir ayat, selama tidak ada dalil yang menunjukkan takwil
ayat)
4.

Imam Ahmad Ibn Hambal


Adapun madzhab Hambali terkenal dengan aliran murni nash, mempergunakan dasar-
dasar hukum sebagai berikut: a)

Kitabullah (Al Qur’an)


b)

As Sunnah (Al Hadits) c)

Fatwa-fatwa sahabat d)

Pendapat sahabat yang tidak diperselisihkan

12 e)

Qiyas (hanya dalam posisi dharurat)


7

F.

PENDAPAT IMAM EMPAT MADZHAB DALAM BIDANG SELAIN FIQH


(FILSAFAT) 1.

Tentang Istawa (Bersemayam) dzat Allah SWT


Berkata Imam Abu Hanifah: Dan Allah ta’ala ber istawa atas
Arasyükami ( ulama Islam ) mengakui bahawa tanpa Dia memerlukan kepada Arasy dan
Dia tidak bertetap di atas Arasy, Dialah menjaga Arasy dan selain Arasy tanpa
memerlukan Arasy, sekiranya dikatakan Allah memerlukan kepada yang lain sudah
pasti Dia tidak mampu mencipta Allah ini dan tidak mampu mentadbirnya sepeti jua
makhluk-makhluk, kalaulah Allah memerlukan sifat duduk dan bertempat maka
sebelum diciptaArasy
dimanakah Dia? Maha suci Allah dari yang demikian”.
Abu Nu’aim juga menuturkan dari berkata, ‘Cara Allah beristiwa’üJa’far bin Abdillah,
Imam Malik tidaklah dapat dicerna dengan akal, sedangkan istiwa’ (bersem
ayam) itu sendiri dapat dimaklumi maknanya. Sedangkan kita wajib mengimaninya, dan
menanyakan hal itu
adalah bid’ah. Dan saya kira kamulah pelaku bid’ah itu. Kemudian Imam Malik
menyuruh orang itu agar dikeluarkan dari rumah beliau”
.
Imam Asy Syafi’i namun
tidak samaüberpendapat bahwa Allah bersemayam di atas arsy, dengan apa yang
dipikirkan manusia, seperti dalam QS. Al Hadid: 4.
2.

Tentang Kenabian
Imam Asy Syafi’i berkata bahwa makhluk pilihan dan
menitipkanüAllah SWT menjadikan para Nabi sebagai wahyu untuk disampaikan dalam
menegakkan hujjah kepada manusia. Jelaslah bahwa dari pendapat ini beliau menolak
Ar Razi yang meniadakan adanya nubuwwah kenabian (dengan alasan: akal telah
mampu membedakan baik dan buruk, semua manusia sama

jadi tidak ada pengistimewaan-, jika Nabi sama-sama berdakwah atas nama Tuhan,
mengapa ajaran mereka berbeda?)
7
http://mpdaaruttholabah79.blogspot.com/2016/05/mengenal-imam-madzhab-
madzahibul-arbaah.html?m=1 Dikases Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 17.00

13
3.

Tentang Dzat dan Sifat Allah


Imam Syafi’i sangat konsisten memiliki sifat, baik yang Ia sifatkan
dengan manhaj salaf. Bahwa Allah pada dirinya sendiri, dan melalui Nabi- Nya tanpa
takwil dan tasybih. Dari pendapat ini jelas bahwa beliau menolak adanya Emanasi,
sebab dengan hal itu akan maniadakan status antara pencipta dan yang diciptakan.
4.
Tentang Wujud Allah SWT
Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:
“Allah ta’ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada
tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat,
makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala sesuatu. Maka sebagaimana dapat
diterima oleh akal, adanya Allah tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan
arah, begitu pula akal akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah
terciptany
a”.

Asy Syafi’i berkata:


aku pernah beliau menunjukkan jalan taubatüberjumpa 17 orang dzindiq, sehingga
kepada mereka dengan memberikan dalil tentang wujud Allah dari buah pohon Thut.
Bila dimakan kambing akan menjadi kotoran, bila dimakan lebah menjadi madu, bila
dimakan ulat menjadi sutera, siapa yang menjadikan semuanya itu bila bukan dzat yang
Maha Kuasa, yakni
Allah SWT”.

Asy Syafi’i juga memberikan tiga melalui:


fitrah manusia sebagai makhluk,üdalil tentang wujud Allah SWT melalui ayat-ayat
kauniyah (alam), dan melalui ayat-ayat inayah (nash)
Imam “Imam Abu Daud juga meriwayatkan dari Abdullah bin Nafi’,
katanya: Malik berkata, Allah di langit, dan ilmu (pengetahuan) Allah
meliputi setiap tempat”.

5.

Tentang bahwa Al Qur’an bukanlah Makhluk

Imam Hanbali adalah Ulama paling adalah kalamulloh dan bukan


makhluk,ükeras menentang bahwa Al Qur’an sehingga beliau d
ipenjara.

14
Imam Syafi’i mengkafirkan para pemikir (filosof) yang menyatakan bahwa Al Qur’an
adalah makhluk, seperti Hafs Al Fard.
Imam Ibn Abdil Bar meriwayatkan “Imam Malik bin Anas mengatakan,dari Abdullah
bin Nafi’, katanya: siapa yang berpendapat
bahwa al-
Qur’an itu makhluk dia harus dihukum cambuk dan dipenjara
sampai dia bertaubat.
6.

Tentang Iman
Imam Malik berkata bahwa Iman itu adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan
berkurang.
Imam Syafi’i berkata bahwa juga sependapat bahwa iman adalah
perbuatan dan perkataan, dapat berkurang dan bertambah.
7.

Perbedaan Argumen dengan Kaum Rasionalis dan Filosof


Perbedaan antara kaum ulama dengan kaum filosof atau rasionalis sudah terjadi sejak
islam terpecah manjadi banyak golongan. Antara lain pemikiran kaum
filosof ini dipelopori oleh Mu’tazillah yang disokong resmi
oleh negara.
Imam Asy Syafi’i dalam kitab Ar Risalahnya menyindir kaum filosof
sebagai makhluk yang tidak tahu diri, alias tidak punya sopan santun terhadap Tuhan,
digambarkan sebagai cerita Bogok dan Rasyid, seperti sifat Bani Israil yang terdapat
dalam QS. Al Baqarah:55. Artinya :
“Dan ingatlah ketika kamu (Bani Israil) berkata: Hai Musa,
kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
terang“

Begitu pula madzhab Imam Hanbali yang mempunyai sikap antipati terhadap kaum
filosof dan rasionalis, hingga kekhalifahan Al Mutawakkil beliau hidup dalam
pengawasan ketat negara. Ulama-ulama madzhab empat (madzhab Ahlussunnah wal
Jamaah) juga banyak yang menentang para filosof yang terlampau mengandalkan akal
mereka saja. Bukannya mereka (para ulama) menetang pemakaian akal, namun otoritas
akal adalah di

15
bawah nash Al Qur’an dan As Sunnah. Sesuai dengan qoidah iltizam (komitmen)
terhadap Al Qur’an dan Al Hadits. Adapun secara garis besar
pendapat dari mereka adalah: a.

Allah memiliki sifat dan sifat itu berbeda dengan dzat-Nya b.

Allah tidak berjism dan tidak bertempat c.

Al Qur’an bukan makhluk tapi merupakan kalam rabb yang


qodim
8

8
http://mpdaaruttholabah79.blogspot.com/2016/05/mengenal-imam-madzhab-
madzahibul-arbaah.html?m=1 Dikases Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 17.00

16
BAB III PENUTUP
A.

KESIMPULAN
1.

Menjadikan perbedaan sebagai rahmat 2.

Proses lahirnya madzhab pada dasarnya adalah usaha para murid yang menyebarkan dan
menanamkan pendapat para imam kepada masyarakat dan juga disebabkan adanya
pembukuan pendapat para imam madzhab, sehingga memudahkan tersebarnya
dikalangan masyarakat karena imam madzhab tersebut tidak mengklaim sebagai
madzhab. 3.

Dalam perkembangannya ada tiga madzhab besar yang ada sampai


sekarang, yaitu Sunni, Syi’ah, dan Khawarij.
4.
Hikmah perbedaan pendapat, pada dasarnya adalah sebuah sunnatullah, yang tidak bisa
dihindari karena berbagai faktor. 5.

Dalam Agama Islam, al-Qur'an dan Hadits merupakan sumber pokok dalam menetapkan
hukum. Apabila tidak ditemukan dari keduanya, maka dibutuhkan ijtihad seorang
ulama. 6.

Hukum-hukum yang diperoleh dari ijtihadnya ulama bisa disebut dengan madzhab.
Akan tetapi, beliau melanjutkan bahwa hanya empat madzhab saja yang terus
berkembang dan mendapat dukungan dari ulama yang lainnya. Sedangkan madzhab-
madzhab yang lainnya cenderung berkurang dukungannya sepeninggal penyusunnya.
B.

SARAN
Semoga apa yang penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit wawasan kepada
temen-temen mahasiswa, dan saya berharap teman-teman tidak merasa puas dengan apa
yang sudah penulis paparkan. Sehingga teman-teman mau menggali kembali materi
tentang mazhab.

17
DAFTAR PUSTAKA
Al-
Ab Luwis Ma’luf
.1986
.”
Al-Munjid fi Al-
Lughah wa Al’alam”.
Beirut Dar Al-Musyriq Huzaimah Tahido Yanggo,
1997. “
Pengantar Perbandingan Madzhab
”.
Jakarta: Logos Supriyadi, Dedi.2008
.“
Perbandingan Madzhab dengan Pendekatan Baru

,
(Bandung: Pustaka Setia Supriyadi,Dedi.1995.

Rekonstruksi Tradisi Ikhtilaf Imam Madzhab Fiqh Perspektif Perbandingan Madzhab

(
skripsi). Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung DJati Bandung
https://nafisatun2109.wordpress.com/2014/05/26/madzhabillah-arbaah/amp/ Diakses
Pada Tanggal 18 Oktober 2019 Pukul 13.45 WIB
http://bachrudinalfarisi.blogspot.com/2014/04/madzahibul-arbaah_6.html?m=1 Diakses
Pada Tanggal 18 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
http://mpdaaruttholabah79.blogspot.com/2016/05/mengenal-imam-madzhab-
madzahibul-arbaah.html?m=1 Dikases Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 17.

Anda mungkin juga menyukai